Perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK)
Analisis dengan indeks perkembangan wilayah merupakan modifikasi dari analisis skalogram. Analisis skalogram untuk menentukan hirarki wilayah berdasarkan pada jumlah dan jenis fasilitas saja sedangkan analisis indeks perkembangan wilayah menggunakan perkalian antara rasio jumlah fasilitas dan rasio jumlah wilayah yang memiliki fasilitas kemudian distandardisasi. Karena sifatnya rasio maka peningkatan jumlah fasilitas suatu wilayah tidak selalu meningkatkan indeks perkembangan wilayahnya bila di wilayah lain peningkatan jumlah fasilitasnya lebih tinggi.
Perubahan indeks perkembangan kecamatan yang dibandingkan adalah antara kecamatan-kecamatan di dalam kawasan dan di luar kawasan pada saat sebelum pelaksanaan program Agropolitan (tahun 2000), saat mulai dilaksanakan (tahun 2003) dan setelah pelaksanaan (tahun 2006). Kawasan agropolitan terdiri atas lima kecamatan yaitu Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal. Sedangkan luar kawasan sebagai pembanding dipilih kecamatan yang mempunyai kondisi mirip yaitu kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang.
Bila dilihat dari nilai rata-rata di dalam kawasan Agropolitan mempunyai indeks perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan di luar kawasan. Hal ini disebabkan di dalam kawasan terdapat kecamatan yang cukup maju yaitu Kecamatan Randudongkal yang mempunyai jumlah infrastruktur yang lebih banyak dibandingkan kecamatan lain. Letaknya yang strategis dengan sarana jalan yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di sekitarnya dengan pusat kota membuat kecamatan ini menjadi pusat pelayanan bagi kecamatan-kecamatan di bagian selatan.
Bila dilihat perkembangannya maka di Kecamatan Randudongkal indeks perkembangannya selalu meningkat dan tetap tertinggi di dalam kawasan dan luar kawasan pembanding (Tabel 8). Kecamatan Randudongkal sejak sebelum penetapan kawasan Agropolitan merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas lebih banyak sehingga ditetapkan sebagai pusat agropolis.
Perkembangan indeks perkembangan yang meningkat dan selalu dalam urutan
tertinggi di dalam kawasan dan luar kawasan (pembanding) mengindikasikan bahwa di Kecamatan Randudongkal terjadi perkembangan jumlah infrastruktur yang melebihi perkembangan kecamatan-kecamatan lain sejak sebelum pelaksanaan program Agropolitan.
Tabel 8 Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Tahun 2000, 2003, dan 2006
2000 2003 2006
No Kecamatan
IPK Urutan IPK Urutan IPK Urutan
Kawasan Agropolitan
1 Moga 29.8562 3 29.2153 4 28.1604 5
2 Pulosari 20.7137 7 18.0550 7 18.8887 7
3 Belik 28.1329 5 30.1130 3 31.6343 3
4 Watukumpul 25.5305 6 22.6116 6 22.6890 6
5 Randudongkal 46.2596 1 48.9514 1 51.3353 1
Rata-rata 30.0986 29.7893 30.5415
Luar Kawasan Agropolitan (Pembanding)
6 Warungpring 9.9500 8 6.7886 8 6.9726 8
7 Bodeh 30.1047 2 26.6442 5 28.3466 4
8 Bantarbolang 29.2229 4 30.8109 2 31.6898 2
Rata-rata 23.0925 21.4146 22.3364
Di
Kecamatan Moga indeks perkembangan selalu menurun dari tahun 2000 sampai 2006. Demikian pula urutannya menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2006. Hal ini berarti di Kecamatan Moga perkembangan infrastrukturnya lebih rendah daripada di kecamatan lain baik di dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan Agropolitan.
Di Kecamatan Pulosari dan Watukumpul urutan nilai indeks perkembangan tetap sejak tahun 2000 sampai tahun 2006. Hal ini mengindikasikan bahwa di kedua kecamatan ini mempunyai perkembangan jumlah infrastruktur relatif seimbang dengan perkembangan di kecamatan-kecamatan lain.
Kecamatan Belik mempunyai indeks perkembangan yang meningkat dari
sebelum pelaksanaan program Agropolitan (tahun 2000) sampai setelah
pelaksanaan program Agropolitan (tahun 2006) yang mengindikasikan bahwa di
Kecamatan Belik terjadi perkembangan jumlah infrastruktur yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kecamatan lain.
Sedangkan di luar kawasan Agropolitan perubahan indeks perkembangan dari tahun 2000 sampai tahun 2006 relatif bervariasi. Di Kecamatan Warungpring nilai indeks perkembangan wilayahnya tetap terendah yang berarti jumlah infrastruktur paling sedikit dibandingkan kecamatan lain sejak tahun 2000 sampai tahun 2006. Hal ini dapat dipahami karena Kecamatan Warungpring yang merupakan kecamatan baru hasil pemekaran pada tahun 2001. Setelah pemekaran perkembangannya infrastrukturnya masih rendah karena kepadatan penduduknya yang rendah.
Di Kecamatan Bodeh nilai indeks perkembangan maupun urutannya menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2003 tetapi meningkat lagi pada tahun 2006. Hal ini berarti terjadi penurunan perkembangan jumlah infrastruktur dibandingkan kecamatan lain pada tahun 2000 sampai 2003, tetapi meningkat kembali pada tahun 2006.
Kecamatan Bantarbolang yang relatif maju karena letaknya yang lebih strategis ke ibu kota kabupaten mempunyai indeks perkembangan yang selalu meningkat, demikian juga dengan urutannya. Hal ini berarti terjadi perkembangan infrastruktur di kecamatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain.
Bila dilihat dari rata-rata nilai indeks perkembangan di dalam kawasan dan luar kawasan mempunyai kecenderungan yang sama yaitu menurun pada tahun 2000 ke tahun 2003 dan meningkat kembali pada tahun 2006. Hal ini berarti perubahan indeks perkembangan wilayah di dalam kawasan dengan di luar kawasan tidak berbeda nyata.
Salah satu faktor yang meningkatkan nilai indeks perkembangan wilayah
adalah program pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah. Pembangunan
infrastruktur yang dilaksanakan diharapkan dapat memberikan kemudahan untuk
pelayanan sosial dan ekonomi. Karena kawasan Agropolitan yang dikembangkan
bukan daerah yang baru dibangun maka tidak banyak pembangunan fasilitas baru
oleh Pemerintah maupun dengan swadaya masyarakat. Pembangunan yang
dilaksanakan dalam program juga termasuk perbaikan fasilitas yang berarti tidak
menambah jumlah fasilitas dan jenis fasilitas tetapi meningkatkan kualitasnya
saja.
Beberapa pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan di kawasan Agropolitan di antaranya adalah:
1. pembangunan/perbaikan jalan meliputi jalan antara kecamatan Moga-Pulosari, antara Belik-Gombong, jalan poros desa dan lingkar ke pasar Gombong, jalan poros desa Penakir, Karangsari, Batursari, pelebaran jalan ke STA Peternakan di Randudongkal,
2. pembangunan sarana penunjang produksi dan percontohan seperti green house, pembangunan embung, pembangunan rumah pengomposan, pembangunan rumah penyulingan minyak nilam, dan perbaikan gedung Balai Benih Hortikultura.
3. pembangunan sarana pemasaran berupa subterminal agribisnis (STA) untuk komoditas sayuran, perkebunan, dan peternakan (RPH), halte sayuran,
4. pembangunan sarana penyuluhan berupa perbaikan gedung BPP kecamatan Belik dan Randudongkal.
Infrastruktur-infrastruktur di atas tidak diperhitungkan dalam indeks perkembangan kecamatan sehingga tidak langsung mempengaruhi nilai indeks.
Pengembangan kawasan dengan penyediaan infrastruktur penunjang sistem agribisnis sebagaimana tersebut di atas diharapkan dapat meningkatkan perekonomian wilayah sehingga dapat meningkatkan perkembangan infrastruktur sesuai dengan perkembangan wilayah tersebut. Tetapi hal itu belum terlihat, terbukti dari perubahan indeks perkembangan yang relatif hampir sama antara di kawasan dan di luar kawasan Agropolitan.
Faktor yang menentukan permintaan akan infrastruktur di suatu wilayah selain aktivitas ekonomi adalah jumlah penduduk. Perkembangan jumlah penduduk dalam kawasan yang meningkat dengan laju pertumbuhan yang hampir sama dengan di luar kawasan menyebabkan kebutuhan infrastruktur juga relatif tidak berbeda antara kawasan dan luar kawasan Agropolitan.
Bila dilihat dari pembangunan infrastruktur selama pelaksanaan kegiatan
Pengembangan Agropolitan maka terjadi kesenjangan pembangunan antar
kecamatan dalam kawasan Agropolitan. Pembangunan infrastruktur selama ini
banyak dilakukan di desa Gombong kecamatan Belik, sedangkan di kecamatan
lain misalnya kecamatan Watukumpul relatif terabaikan. Hal ini berakibat
kecamatan Watukumpul semakin tertinggal dari kecamatan lain dalam kawasan Agropolitan.
Pembangunan di kawasan Agropolitan memang belum dapat menjangkau seluruh kecamatan karena keterbatasan anggaran sehingga masih belum memenuhi semua rencana yang tersusun dalam masterplan. Padahal bila sebagian rencana jangka menengah itu dilaksanakan khususnya pembangunan infrastruktur, dimungkinkan dapat meningkatkan perkembangan wilayah. Kendala yang mungkin menyebabkan tidak terealisasi semua rencana adalah cakupan kawasan Agropolitan Waliksarimadu yang terlalu luas, yaitu di lima kecamatan. Di tengah keterbatasan anggaran yang ada, bila pembangunan dibagi ke wilayah yang luas menyebabkan fokus pengembangan suatu wilayah jadi berkurang. Akibatnya perkembangan wilayah dalam kawasan Agropolitan relatif tidak berbeda dengan di luar kawasan Agropolitan setelah lima tahun pelaksanaan.
Selain itu pembangunan infrastruktur seharusnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bangunan STA Perkebunan Unit Prosesing Kopi di Desa Karangsari Kecamatan Pulosari belum digunakan oleh para petani untuk aktivitas agribisnis. Kendala pemanfaatannya diakibatkan oleh letaknya yang agak jauh dari pemukiman sehingga keamanan kurang. Hal ini menyebabkan bangunan dan peralatannya dirusak oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Para petani kopi terutama di desa Gambuhan yang menjadi sentra pengembangan kopi belum memanfaatkan bangunan ini karena merasa terlalu jauh dan merepotkan. Akhirnya mereka lebih suka mengolah kopi di desanya sendiri sebagaimana sebelumnya. Pembangunan gedung tersebut kemungkinan belum melibatkan aspirasi para petani kopi.
Sedangkan pembangunan green house dilakukan sebagai percontohan kepada masyarakat (petani) tentang budidaya tanaman bernilai ekonomi tinggi.
Usaha agribinisnis dilakukan oleh Pemerintah dengan melibatkan kelompok tani hortikultura, tidak langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Dalam pembangunan infrastruktur penunjang aktivitas ekonomi yang ada di
dalam kawasan Agropolitan diharapkan dapat meningkatkan perekonomian
masyarakat. Tetapi karena koordinasi kurang maka pembangunan infrastruktur
selama ini mengesankan terlalu diserahkan ke instansi teknis. Kawasan
Agropolitan hanya menjadi lokasi kegiatan dari instansi teknis saja sehingga belum memperhatikan kebutuhan prioritas untuk pengembangan kawasan sesuai dengan rencana dalam masterplan.
Tingkat Kemiskinan
Analisis untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan dilakukan dengan membandingkan tingkat kemiskinan pada saat sebelum pelaksanaan progam Agropolitan (tahun 2000), mulai pelaksanaan program (tahun 2003), dan keadaan setelah pelaksanaan program (2006). Data yang digunakan adalah persentase Jumlah Keluarga Prasejahtera dan Sejahtera I dari Data Potensi Desa (Podes) yang dikeluarkan oleh BPS. Hal ini sesuai dengan kriteria dari BKKBN yang mengklasifikasikan keluarga miskin sebagai keluarga pra-sejahtera dan sejahtera I. Keluarga pra-sejahtera merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan, dan kesehatan. Keluarga sejahtera I didefinisikan sebagai keluarga yang sudah dapat memenuhi kebutuhan sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Ada kelemahan data yang dipakai untuk menunjukkan tingkat kemiskinan keluarga prasejahtera dan sejahtera I dengan menggunakan data dari Podes.
Sebagai data hasil survei dan bukan hasil sensus dimungkinkan terjadi bias tentang jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I. Hal ini dapat terlihat di salah satu desa di kecamatan Moga yaitu Desa Plakaran di mana data jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I pada tahun 2006 mencapai 100%. Sedangkan di beberapa desa di kecamatan Warungpring pada tahun 2000 tingkat kemiskinannya juga lebih dari 95%. Padahal bila dilihat dari keadaan masyarakatnya tidak mungkin terjadi semua keluarga di suatu desa merupakan keluarga miskin.
Apabila dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasarnya yaitu pangan, sandang,
papan, kesehatan, dan pengajaran agama sebagian masyarakat sudah terpenuhi
bahkan telah memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi misalnya telah mempunyai
televisi dan motor. Namun demikian data tersebut dapat digunakan untuk
membandingkan tingkat kemiskinan antar kecamatan.
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa di dalam kawasan agropolitan persentase kemiskinan mengalami penurunan dari tahun 2000 ke tahun 2003 tetapi kemudian meningkat lagi pada tahun 2006. Kecenderungan yang sama juga terjadi di luar kawasan Agropolitan dan di tingkat kabupaten (Gambar 5).
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Kawasan Agropolitan 65.04% 51.57% 59.07%
Luar Kawasan Agropolitan
74.38% 66.36% 66.91%
Rata-rata Kabupaten 64.33% 52.55% 57.29%
2000 2003 2006
Gambar 5 Perubahan Persentase Kemiskinan Rata-rata di Kawasan Agropolitan, dan Luar Kawasan Agropolitan
Bila diamati tiap kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka terjadi perubahan yang bervariasi. Di Kecamatan Randudongkal tingkat kemiskinan terendah dan selalu mengalami penurunan dari tahun 2000 ke tahun 2006.
Sedangkan di Kecamatan Moga terjadi penurunan tingkat kemiskinan dari tahun
2000 ke tahun 2003 tetapi kemudian relatif konstan pada tahun 2006. Namun
kondisi ini masih lebih baik dibandingkan tiga kecamatan lain dalam kawasan
Agropolitan yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, dan Watukumpul yang meningkat
tajam dari tahun 2003 ke tahun 2006, padahal terjadi penurunan pada tahun 2000
ke tahun 2003 (Gambar 6).
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Moga 74.67% 59.34% 59.55%
Pulosari 67.37% 56.66% 67.73%
Belik 61.92% 48.92% 59.93%
Watukumpul 77.32% 51.70% 80.48%
Randudongkal 54.99% 45.75% 36.82%
2000 2003 2006
Gambar 6 Perubahan Persentase Kemiskinan di Kawasan Agropolitan Rendahnya tingkat kemiskinan di Kecamatan Randudongkal dimungkinkan disebabkan oleh letak wilayahnya yang paling strategis di antara empat kecamatan lainnya di kawasan Agropolitan sehingga memudahkan dalam memperoleh akses terhadap barang dan jasa untuk kepentingan produksi masyarakatnya, memudahkan dalam pemasaran, dan memperoleh informasi pasar. Kemudahan ini menyebabkan kecamatan ini lebih berkembang perekonomiannya, bukan hanya dari sektor pertanian saja tetapi sektor perdagangan dan jasa-jasa. Hal ini menyebabkan tingkat kemiskinan rendah dan cenderung menurun.
Di Kecamatan Moga tingkat kemiskinan relatif tinggi pada tahun 2000
tetapi mengalami penurunan pada tahun 2003 dan cenderung konstan pada tahun
2006. Tingkat kemiskinan yang tidak meningkat dimungkinkan juga disebabkan
oleh perekonomian wilayah yang berkembang dengan didukung kemudahan akses
dari desa-desa ibu kota Kecamatan Moga. Selain sektor pertanian di Kecamatan
Moga juga berkembang sektor perdagangan, hotel, dan restoran akibat letaknya
yang strategis. Pemusatan sektor perdagangan di pasar Moga yang melayani
masyarakat dari kecamatan lain (Pulosari). Letaknya yang strategis juga menjadi
tempat transit wisata ke daerah lain menyebabkan berkembangnya hotel dan
rumah makan.
Sedangkan di Kecamatan Belik, Pulosari, dan Watukumpul yang terjadi kenaikan tingkat kemiskinan dari tahun 2003 ke tahun 2006 dimungkinkan karena ketiga kecamatan masih terdapat beberapa desa yang aksesnya sulit akibat kondisi topografi yang terjal sehingga menyulitkan untuk pembangunan jalan yang bagus.
Akibat hal tersebut menyebabkan kesulitan bagi masyarakat yang sebagian besar petani untuk memperoleh saprotan maupun memasarkan hasil pertaniannya.
Bila melihat rata-rata tingkat kemiskinan di kabupaten yang meningkat maka salah satu penyebab tingkat kemiskinan adalah akibat naiknya harga barang- barang kebutuhan pokok yang dipicu oleh naiknya harga BBM. Rendahnya nilai tukar petani menyebabkan mereka semakin tidak bisa mencukupi kebutuhan akibat kenaikan harga tersebut, sehingga semakin tidak sejahtera.
Sedangkan di luar kawasan pada semua kecamatan persentase kemiskinan menurun dari tahun 2000 sampai tahun 2003, tetapi kembali meningkat sedikit pada tahun 2006 (Gambar 7). Tingkat kemiskinan terendah ada di Kecamatan Bantarbolang walaupun sedikit perbedaannya dibandingkan dengan Kecamatan Bodeh.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Warungpring 98.90% 80.88% 81.23%
Bodeh 68.84% 62.52% 65.24%
Bantarbolang 65.30% 60.69% 60.76%
2000 2003 2006
Gambar 7 Perubahan Persentase Kemiskinan di Luar Kawasan Agropolitan
Kecamatan Bantarbolang letaknya paling dekat dengan ibu kota kabupaten
dibandingkan dengan kecamatan lain di dalam maupun di luar kawasan
Agropolitan sehingga akses ke pusat kota lebih baik. Tingkat kemiskinan yang
tinggi di Kecamatan Warungpring disebabkan oleh kecamatan baru hasil
pemekaran sehingga infrastruktur belum berkembang. Namun terjadi penurunan kemiskinan yang drastis dari tahun 2000 ke tahun 2003 menunjukkan ada kemajuan di wilayah tersebut.
Masih tingginya tingkat kemiskinan di dalam kawasan agropolitan disebabkan oleh pembangunan infrastruktur khususnya jalan yang belum menjangkau seluruh desa di kawasan Agropolitan sehingga masih terdapat wilayah-wilayah yang terisolasi. Hal ini menyebabkan interaksi terhadap daerah- daerah lain serta terhadap pusat-pusat pelayanan ekonomi dan sosial masih kurang. Padahal peningkatan interaksi antar wilayah diharapkan akan meningkatkan mobilitas manusia, barang, dan jasa antar wilayah, suatu kondisi perlu untuk berkembangnya perekonomian desa-desa miskin.
Kondisi tersebut sesuai dengan hasil penelitian Salim (2005) yang menyatakan bahwa kecamatan yang paling rendah kemiskinannya adalah kecamatan yang ada di kota besar atau dekat dengan koridor pertumbuhan kota, sedangkan yang paling miskin adalah di lokasi yang jauh dari pusat kota dan menciptakan enclave. Kota berukuran sedang (medium-size town) yang tidak merupakan bagian dari aglomerasi kota yang lebih besar dikelilingi oleh kantong- kantong kemiskinan.
Dengan kondisi yang demikian maka diperlukan pembangunan infrastruktur
jalan di desa-desa dalam kawasan Agropolitan khususnya di desa-desa yang
terisolir di kecamatan Watukumpul, Belik, dan Pulosari untuk mengurangi tingkat
kemiskinan. Pembangunan jalan ini perlu dikoordinasikan dengan instansi teknis
yaitu Dinas Pekerjaan Umum agar dapat diprioritaskan pelaksanaannya.
Tabel 9. Tingkat Kemiskinan dalam Kawasan Agropolitan Waliksarimadu Tahun 2000, 2003, dan 2006
Tahun 2000 Tahun 2003 Tahun 2006
No Kecamatan
Jumlah rumah- tangga (keluarga)
Jumlah Keluarga Prasejahtera &
sejahtera I (keluarga)
Persen- tase (%)
Jumlah rumah- tangga (keluarga)
Jumlah Keluarga Prasejahtera &
sejahtera I (keluarga)
Persen- tase (%)
Jumlah rumah- tangga (keluarga)
Jumlah Keluarga Prasejahtera &
sejahtera I (keluarga)
Persen- tase (%)
Kawasan Agropolitan 81,260 52,852 65.04 90,744 46,801 51.57 92,626 54,716 59.07
1 Moga 13,064 9,755 74.67 15,464 9,177 59.34 15,483 9,220 59.55
2 Pulosari 11,347 7,645 67.37 14,729 8,346 56.66 16,211 10,979 67.73
3 Belik 19,702 12,200 61.92 20,924 10,236 48.92 22,835 13,686 59.93
4 Watukumpul 12,653 9,783 77.32 15,310 7,916 51.70 15,581 12,540 95.85
5 Randudongkal 24,494 13,469 54.99 24,317 11,126 45.75 22,516 8,291 36.82
Luar Kawasan Agropolitan
(Pembanding) 35,354 26,295 74.38 40,286 26,734 66.36 38,614 25,835 66.91
6 Warungpring 8,390 8,298 98.90 10,106 8,174 80.88 8,894 7,225 81.23
7 Bodeh 10,987 7,564 68.84 13,335 8,337 62.52 12,340 8,050 65.24
8 Bantarbolang 15,977 10,433 65.30 16,845 10,223 60.69 17,380 10,560 60.76
Luar Kawasan Yang Lain 155,893 96,166 61.69 168,908 84,087 49.78 217,452 119,205 54.82
9 Pemalang 37,594 19,670 52.32 39,787 19,973 50.20 41,407 18,208 43.97
10 Taman 33,757 22,860 67.72 36,781 17,142 46.61 36,466 24,533 67.28
11 Petarukan 33,806 19,498 57.68 36,956 15,814 42.79 38,404 19,993 52.06
12 Ampelgading 13,281 8,955 67.43 15,329 7,804 50.91 58,436 29,183 49.94
13 Comal 17,822 11,490 64.47 18,172 10,785 59.35 17,921 9,280 51.78
14 Ulujami 19,633 13,693 69.74 21,883 12,569 57.44 24,818 18,008 72.56
Kabupaten 272,507 175,313 64.33 299,938 157,622 52.55 348,692 199,756 57.29
Sumber: Data Podes Tahun 2000, 2003, dan 2006, diolah
Pendapatan per Kapita
Pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator kesejahteraan masyarakat yang dihitung dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi jumlah penduduk. PDRB merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi di dalam suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Unit produksi atau yang dikenal dengan lapangan usaha/sektor ekonomi terdiri atas sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa.
Secara umum di Kabupaten Pemalang baik dalam kawasan Agropolitan maupun di luar kawasan Agropolitan terjadi peningkatan pendapatan per kapita dari tahun 2000 sampai tahun 2005. Laju kenaikan juga hampir sama antara di dalam dan luar kawasan Agropolitan sebagaimana terlihat pada Gambar 8.
0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000
Kawasan Agropolitan 1,566,332 1,673,357 1,698,922
Luar Kawasan Agropolitan
1,553,728 1,616,665 1,654,727
Rata-rata Kabupaten 1,841,497 1,997,328 2,084,003
2000 2003 2005
Gambar 8 Perkembangan Pendapatan per Kapita Rata-rata di Kawasan Agropolitan dan Luar Kawasan Agropolitan
Sedangkan bila dilihat per kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka
pendapatan per kapita yang selalu meningkat terjadi di Kecamatan Randudongkal,
Moga, dan Pulosari. Sedangkan di Kecamatan Belik dan Watukumpul mengalami
sedikit penurunan dari tahun 2003 ke tahun 2005 (Gambar 9). Dilihat dari
besarnya pendapatan per kapita di kawasan Agropolitan maka tampak tertinggi di Kecamatan Randudongkal yang melebihi 2 juta rupiah. Selanjutnya pendapatan per kapita tertinggi adalah di kecamatan Moga dan kemudian Kecamatan Watukumpul dalam kisaran 1,5 juta sampai 1,7 juta rupiah. Sedangkan pendapatan per kapita yang terendah di Kecamatan Belik dan Pulosari yaitu dalam kisaran antara 1,2 sampai 1,3 juta rupiah.
0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000
Moga 1,578,017 1,667,416 1,713,186
Pulosari 1,232,681 1,312,204 1,329,614
Belik 1,221,833 1,351,250 1,305,167
Watukumpul 1,544,849 1,641,649 1,619,796 Randudongkal 2,254,280 2,394,264 2,526,848
2000 2003 2005
Gambar 9 Perkembangan Pendapatan per Kapita di Kawasan Agropolitan Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Randudongkal disebabkan oleh besarnya nilai PDRB. Perkembangan ekonomi didorong oleh berkembangnya kegiatan di sektor lain selain sektor primer (pertanian) yaitu perdagangan, perhotelan, dan jasa-jasa. Perkembangan ekonomi ini karena Kecamatan Randudongkal merupakan kecamatan yang letaknya paling strategis dan posisinya pada pertemuan jalan ke kecamatan lain.
Kecamatan ini menjadi pusat pelayanan bagi wilayah di bagian selatan
kabupaten Pemalang sehingga perkembangannya cepat. Posisinya yang strategis
ini menyebabkan di Kecamatan Randudongkal telah berdiri beberapa hotel yang
cukup besar sehingga dapat melayani orang-orang yang melanjutkan perjalanan
dari atau ke Purwokerto. Sedangkan untuk melayani keperluan BBM telah berdiri
dua buah pompa bensin.
Di sini terdapat pula pasar besar yang menjadi pusat perdagangan bagi wilayah di sekitarnya. Beberapa pertokoan telah berdiri untuk pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, dan kendaraan untuk wilayah di sekitar Kecamatan Randudongkal.
Selain itu terjadi peningkatan fasilitas kesehatan dengan semakin berkembangnya balai pengobatan swasta. Balai pengobatan ini dapat melayani kebutuhan akan fasilitas kesehatan bagi masyararakat bagian selatan kabupaten Pemalang karena jauhnya lokasi RSU yaitu di pusat kabupaten.
Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Randudongkal juga disumbang oleh besarnya nilai PDRB dari sektor pertanian yang tetap tertinggi dibanding kecamatan lain dalam kawasan Agropolitan, walaupun pangsanya semakin menurun. Komoditas utama adalah padi sawah karena sebagian besar merupakan daerah datar dengan pengairan yang baik sehingga di beberapa tempat dapat ditanami padi sebanyak tiga kali setahun. Luas panen padi sawah di Kecamatan Randudongkal tertinggi dibandingkan kecamatan lain di dalam kawasan Agropolitan Waliksarimadu.
Kecamatan Moga mempunyai pendapatan per kapitanya juga relatif tinggi.
Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Moga juga disebabkan oleh peranan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang semakin meningkat sejak tahun 2000, bahkan pada tahun 2005 menjadi sektor yang paling besar pangsanya terhadap PDRB. Tingginya peranan sektor ini disebabkan karena di Kecamatan Moga semakin banyak hotel dan rumah makan. Sektor perdagangan yang tinggi disebabkan pasar Moga menjadi pusat perdagangan bagi masyarakat di sekitarnya yaitu kecamatan Pulosari dan kecamatan lain di kabupaten Tegal yang berbatasan.
Sedangkan peranan sektor pertanian terhadap PDRB masih besar walaupun semakin menurun dari tahun 2000 ke tahun 2005. Komoditas pertanian yang penting adalah padi sawah, buah-buahan dan ternak kecil (ayam dan itik). Hal ini karena kondisi agroklimat wilayah yang mendukung untuk dikembangkan komoditas tersebut.
Di Kecamatan Watukumpul pendapatan per kapita relatif tinggi disebabkan
oleh peranan sektor pertanian yang mempunyai pangsa tertinggi terhadap total
PDRB sehingga merupakan sektor andalan bagi kecamatan Watukumpul. Nilai PDRB sektor pertanian di Kecamatan Watukupul tertinggi setelah Kecamatan Watukumpul. Tingginya PDRB sektor pertanian disebabkan oleh pengembangan sektor pertanian khususnya komoditas padi sawah, jagung, ketela pohon, mangga, rambutan, jambu biji, cengkeh, kopi robusta, gelagah arjuna, kakao, ternak sapi potong, dan tanaman kayu-kayuan yang didukung oleh kesesuaian kondisi agroklimat.
Tingginya pendapatan per kapita di Kecamatan Watukumpul juga didukung oleh peranan sektor industri pengolahan yang cukup besar karena mulai berkembangnya industri pengolahan kayu khususnya untuk bahan bangunan.
Sedangkan industri sapu gelagah telah ada beberapa puluh tahun yang lalu dan tetap dikembangkan sebagai andalan dari kecamatan Watukumpul. Industri yang juga mulai berkembang pada tahun 2005 adalah pengolahan minyak nilam. Semua industri tersebut merupakan pengolahan produk dari komoditas pertanian yang berkembang di Kecamatan Watukumpul, walaupun komoditas tersebut sering berganti sesuai keinginan petani untuk menanam komoditas yang dianggap lebih menguntungkan.
Sedangkan di Kecamatan Belik dan Pulosari mempunyai pendapatan per kapita terendah dalam kawasan Agropolitan. Di kedua kecamatan ini sektor pertanian masih menjadi andalan dalam menyumbang PDRB, tetapi sektor lain belum berkembang.
Bila dihubungkan dengan tingkat kemiskinan maka di Kecamatan Randudongkal dan Moga yang tingkat kemiskinannya tetap rendah setelah ada program Agropolitan (tahun 2006) sejalan dengan tingginya pendapatan per kapita. Demikian pula di kecamatan Belik dan Pulosari yang persentase kemiskinannya meningkat ternyata searah dengan pendapatan per kapitanya yang relatif rendah. Namun di kecamatan Watukumpul tingkat kemiskinan yang meningkat tajam pada tahun 2006 tetapi pendapatan per kapitanya relatif tinggi.
Hal ini dimungkinkan disebabkan oleh perkembangan sektor industri pengolahan
yang dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat yaitu pemilik modal saja,
sedangkan masyarakat yang lain tetap dalam kemiskinan.
Pendapatan per kapita di luar kawasan Agropolitan tertinggi di Kecamatan Bantarbolang, kemudian Kecamatan Warungpring dan Bodeh. Kisaran pendapatan per kapita antara 1,3 sampai 1,8 juta rupiah (Gambar 10). Pendapatan per kapita yang cukup tinggi di Kecamatan Bantarbolang ternyata searah dengan tingkat kemiskinan yang paling rendah di luar kawasan. Namun di Kecamatan Warungpring yang tingkat kemiskinannya tinggi mempunyai tingkat pendapatan per kapita tinggi. Hal ini mengidikasikan bahwa terjadi penguasaan ekonomi oleh sebagian kecil warga masyarat, sehingga PDRB di Kecamatan Warungpring cukup tinggi tetapi sebagian besar masyarakatnya masih miskin.
0 500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000 2,500,000 3,000,000
Warungpring 1,578,017 1,638,553 1,737,913
Bodeh 1,384,936 1,416,403 1,441,938
Bantarbolang 1,698,233 1,795,041 1,784,331
2000 2003 2005
Gambar 10 Perkembangan Pendapatan per Kapita di Luar Kawasan Agropolitan
Melihat dari besarnya pendapatan per kapita maupun laju peningkatannya
yang hampir sama antara di dalam kawasan dan luar kawasan, maka diindikasikan
belum terjadi pengaruh yang nyata dari pelaksanaan program Agropolitan
terhadap pendapatan per kapita. Hal ini berarti bahwa dampak program
Agropolitan belum terlihat selama masa pelaksanaan program (lima tahun), tetapi
kemungkinan dapat terlihat di masa mendatang. Tentunya hal ini dapat tercapai
bila pelaksanaan program sesuai pada arah yang ditentukan.
Pendapatan per Keluarga Petani
Pendapatan per keluarga petani dihitung dengan membagi nilai PDRB sektor pertanian dengan jumlah keluarga petani. Dari hasil perhitungan diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang produktivitas penduduk di sektor pertanian atau petani yang ada di dalam kawasan maupun di luar kawasan Agropolitan.
Bila dilihat dari grafik perkembangan pendapatan per keluarga petani maka terdapat kecenderungan yang sama antara di kawasan dan di luar kawasan Agropolitan. Pada tahun 2000 sampai 2003 (sebelum pelaksanaan program Agropolitan) terjadi penurunan pendapatan per keluarga petani tetapi kemudian sedikit meningkat lagi pada tahun 2006 (setelah pelaksanaan program) sebagaimana terlihat pada Gambar 11.
- 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000
Kawasan Agropolitan
4,270,220 3,364,666 3,526,679
Luar Kawasan Agropolitan
4,898,249 3,773,921 4,032,054
Rata-rata Kabupaten 5,280,090 3,765,963 3,914,950
2000 2003 2005
Gambar 11 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Kawasan dan Luar Kawasan Agropolitan
Penurunan pendapatan per keluarga petani di dalam kawasan Agropolitan
maupun di luar kawasan Agropolitan antara tahun 200 sampai 2003 terjadi karena
peningkatan jumlah keluarga petani dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan
dengan peningkatan PDRB sektor pertanian. Hal ini berarti terjadi peningkatan
jumlah keluarga petani tetapi produktivitasnya menurun sehingga menghasilkan
peningkatan PDRB sektor pertanian dengan laju yang lebih rendah.
Antara tahun 2003 sampai 2006 terjadi peningkatan pendapatan per keluarga petani di kawasan maupun di luar kawasan tetapi berbeda penyebabnya.
Di kawasan Agropolitan terjadi penurunan jumlah keluarga petani, tetapi PDRB sektor pertanian meningkat. Hal ini berarti bahwa produktivitas petani di kawasan Agropolitan semakin meningkat setelah pelaksanaan program Agropolitan.
Sedangkan di luar kawasan Agropolitan terjadi peningkatan pendapatan per keluarga petani yang diikuti dengan peningkatan jumlah keluarga petani. Bila melihat grafik kenaikannya yang hampir sama antara dua wilayah tersebut, berarti bahwa produktivitas petani di kawasan Agropolitan lebih tinggi.
Bila dilihat per kecamatan di dalam kawasan Agropolitan maka pendapatan per keluarga petani yang relatif rendah di Kecamatan Belik dan Pulosari (Gambar 12). Rendahnya produktivitas penduduk di sektor pertanian ini dimungkinkan karena masih sulitnya memperoleh air baku untuk pertanian. Pengembangan komoditas sayuran yang banyak di kedua kecamatan ini dilakukan pada musim penghujan karena sulitnya memperoleh air pada musim kemarau. Sedangkan di Kecamatan Watukumpul, Moga, dan Randudongkal ketersediaan air lebih mudah untuk pengembangan komoditas pertanian sehingga produktivitas petani relatif lebih tinggi.
- 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000
Moga 6,430,583 3,567,467 3,912,264 Pulosari 2,495,622 1,976,648 1,871,895 Belik 2,623,903 2,886,591 2,682,039 Watukumpul 5,637,958 3,761,241 4,420,884 Randudongkal 6,337,490 4,501,333 5,192,069
2000 2003 2005
Gambar 12 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Kawasan Agropolitan
Sedangkan bila melihat dari perubahannya maka terjadi penurunan
pendapatan per keluarga petani di Kecamatan Pulosari dan Belik. Penurunan ini
dimungkinkan karena semakin meningkatnya jumlah keluarga petani sementara luas lahan tidak bertambah. Akibatnya produk yang dihasilkan untuk setiap keluarga petani menurun.
Di luar kawasan Agropolitan perubahan pendapatan per keluarga petaninya cukup bervariasi. Namun di antara ketiga kecamatan hanya di Kecamatan Bantarbolang yang mengalami sedikit penurunan pendapatan per keluarga petani yaitu dari tahun 2003 ke tahun 2006 (Gambar 13). Di Kecamatan Bantarbolang juga terjadi sedikit peningkatan jumlah keluarga petani, tetapi luas lahan pertanian tidak meningkat. Laju kenaikan PDRB sektor pertanian tidak terlalu tinggi karena di sini lebih banyak diusahakan tanaman padi yang harganya relatif stabil.
- 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000
Warungpring 6,351,862 3,440,641 4,568,411
Bodeh 4,737,080 3,761,892 3,967,543
Bantarbolang 4,538,425 3,951,406 3,848,692
2000 2003 2005
Gambar 13 Perkembangan Pendapatan per Keluarga Petani di Luar Kawasan Agropolitan
Melihat kondisi di atas maka pengembangan komoditas sayuran atau jenis yang lain yang sesuai adalah dengan jenis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pendapatan yang tinggi pada saat panen sehingga dapat ditabung untuk pemenuhan kebutuhan pada saat tidak bisa menanam (musim kemarau). Pengembangan komoditas ini perlu didukung oleh peningkatan kemampuan teknis petani misalnya dengan pelatihan atau magang.
Kemungkinan yang lain adalah dengan banyak membangun embung untuk
menampung air hujan untuk dimanfaatkan petani untuk mengairi lahannya di
musim kemarau. Alternatif yang lain adalah dengan mengembangkan sentra pengembangan komoditas di luar kedua kecamatan.
Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa petani yang berbeda
komoditas, program Pengembangan Agropolitan dirasakan dapat meningkatkan
pendapatan khususnya petani hortikultura jenis sayuran. Hal ini terkait dengan
fokus kegiatan di Desa Gombong dengan komoditas unggulan tanaman sayuran
dataran tinggi yaitu kobis, cabai, tomat, dan kentang. Dengan memfokuskan
kegiatan di sentra sayuran ini maka petani lebih banyak menerima bantuan
peralatan, modal, dan pembangunan prasarana (STA, jalan) yang menunjang
aktivitas agribisnis di daerah tersebut. Beberapa toko penyedia sarana produksi
pertanian (saprotan) bermunculan di daerah ini sehingga petani merasakan lebih
mudah dan murah memperoleh saprotan. Beberapa pendukung usaha agribisnis
yang berkembang ini menyebabkan hasil produksi pertanian mereka meningkat
setelah ada program Agropolitan. Peningkatan ini bisa disebabkan oleh
pengalaman, penyuluhan baik oleh pemerintah (Dinas Pertanian) maupun swasta
(pengusaha sarana produksi pertanian) dan kelompok tani/asosiasi.
Tabel 10 Hasil Analisis Pendapatan per Keluarga Petani atas Harga Konstan Tahun 2000, 2003, dan 2005
Tahun 2000 Tahun 2003 Tahun 2005
No Kecamatan PDRB sektor
Pertanian (ribu rupiah)
Jumlah Keluarga
Petani
Pendapatan Keluarga
Petani
PDRB sektor Pertanian (ribu rupiah)
Jumlah Keluarga
Petani
Pendapatan Keluarga
Petani
PDRB sektor Pertanian (ribu rupiah)
Jumlah Keluarga
Petani
Pendapatan Keluarga
Petani
Kawasan Agropolitan 235,225,071 55,085 4,270,220 243,988,719 72,515 3,364,666 242,371,036 68,725 3,526,679
1 MOGA 34,165,688 5,313 6,430,583 36,816,258 10,320 3,567,467 33,359,875 8,527 3,912,264
2 PULOSARI 26,553,419 10,640 2,495,622 27,360,758 13,842 1,976,648 27,966,108 14,940 1,871,895
3 BELIK 47,371,940 18,054 2,623,903 48,812,253 16,910 2,886,591 47,490,873 17,707 2,682,039
4 WATUKUMPUL 51,965,057 9,217 5,637,958 53,545,021 14,236 3,761,241 54,416,665 12,309 4,420,884
5 RANDUDONGKAL 75,168,967 11,861 6,337,490 77,454,430 17,207 4,501,333 79,137,516 15,242 5,192,069
Luar Kawasan Agropolitan 103,524,492 21,135 4,898,249 105,673,550 28,001 3,773,921 113,312,823 28,103 4,032,054
6 WARUNGPRING 21,431,184 3,374 6,351,862 21,084,249 6,128 3,440,641 25,455,184 5,572 4,568,411
7 BODEH 35,442,834 7,482 4,737,080 36,520,450 9,708 3,761,892 38,147,928 9,615 3,967,543
8 BANTARBOLANG 46,650,474 10,279 4,538,425 48,068,851 12,165 3,951,406 49,709,711 12,916 3,848,692
Pergeseran Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif suatu wilayah dapat dianalisis dengan menggunakan metode Shift Share Analysis (SSA) dengan dua titik tahun pengamatan. Hasil analisis pertumbuhan ekonomi dengan SSA untuk tahun 2000 dan 2003 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan berbagai sektor ekonomi di Kabupaten Pemalang adalah sebesar 0,10. Bila diamati lebih lanjut laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan total di Kabupaten Pemalang ada pada enam sektor yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor bangunan laju pertumbuhannya lebih rendah dari pada laju pertumbuhan total di kabupaten (Tabel 11).
Tabel 11 Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang
Sektor Komponen
Share
Komponen Proportional
Shift
Pertanian 0.10 -0.070
Pertambangan dan penggalian 0.10 0.122
Industri Pengolahan 0.10 -0.020
Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.10 0.284
Bangunan 0.10 -0.074
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0.10 0.055
Pengangkutan dan Komunikasi 0.10 0.066
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 0.10 0.012
Jasa-jasa 0.10 0.113
Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2000 dan 2003, diolah
Bila diamati di dalam kawasan Agropolitan, maka di Kecamatan Moga
sektor pertanian mempunyai tingkat kompetisi (competitiveness) lebih tinggi
dibanding sektor-sektor lain. Sedangkan di empat kecamatan dalam kawasan
Agropolitan yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal
tingkat kompetisisi sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor
yang lain (Tabel 12).
Selain sektor bangunan maka semua sektor yang lain mempunyai keunggulan kompetitif di tiga kecamatan dalam kawasan Agropolitan yaitu di Kecamatan Belik, Watukumpul, dan Randudongkal. Sektor-sektor itu adalah pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa- jasa. Sedangkan di Kecamatan Pulosari tidak mempunyai sektor yang kompetitif (Tabel 12).
Tabel 12 Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2000 dan 2003 Kabupaten Pemalang
No Kecamatan Pertanian Pertambangandan penggalian IndustriPengolahan Listrik,Gas,dan AirBersih Bangunan Perdagangan,Hotel, danRestoran Pengangkutandan Komunikasi Keuangan,Persewaan, danJasaPerusahaan Jasa-jasa
1 Kec. Moga 0.046 -0.068 -0.049 -0.074 -0.091 -0.061 -0.062 -0.058 -0.065 2 Kec. Pulosari -0.047 -0.068 -0.049 -0.074 -0.127 -0.061 -0.062 -0.058 -0.065 3 Kec. Belik -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 4 Kec. Watukumpul -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 5 Kec. Randudongkal -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 6 Kec. Warungpring -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 7 Kec. Bodeh -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 8 Kec. Bantarbolang -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 9 Kec. Pemalang -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 10 Kec. Taman -0.001 0.002 -0.015 0.005 0.496 0.005 0.005 0.006 0.005 11 Kec. Petarukan -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 12 Kec. Ampelgading -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 13 Kec. Comal -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 14 Kec. Ulujami -0.001 0.002 0.014 0.005 -0.073 0.005 0.005 0.006 0.005 Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2000 dan 2003, diolah
Hasil analisis pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pemalang dengan
analisis shift-share pada tahun 2003 dan 2005 menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan berbagai sektor ekonomi di Kabupaten Pemalang adalah sebesar
0,08 yang berari terjadi penurunan dibandingkan periode sebelumnya.
Laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan total di Kabupaten Pemalang ada pada enam sektor yang yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan sektor pertanian, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa laju pertumbuhannya lebih rendah dari pada laju pertumbuhan total di kabupaten sebagaimana terlihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Komponen Share dan Proportional Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2003 dan 2005 Kabupaten Pemalang
Sektor Komponen
Share
Komponen Proportional
Shift
Pertanian 0.08 -0.056
Pertambangan dan penggalian 0.08 0.027
Industri Pengolahan 0.08 0.005
Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.08 0.045
Bangunan 0.08 0.004
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0.08 0.057
Pengangkutan dan Komunikasi 0.08 0.021
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 0.08 -0.013
Jasa-jasa 0.08 -0.001
Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2003 dan 2005, diolah
Dari hasil analisis tersebut tampak bahwa setelah ada penetapan kawasan Agropolitan ternyata terjadi perubahan competitiveness sektor pertanian. Pada saat sebelumnya pelaksanaan program Agropolitan keunggulan kompetitif sektor pertanian terdapat di Kecamatan Moga, namun setelah pengembangan kawasan Agropolitan terjadi di empat kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Pulosari, Belik, Watukumpul, dan Randudongkal (Tabel 13). Hal ini berarti dengan pengembangan kawasan Agropolitan maka pengembangan sektor pertanian semakin menguntungkan karena semakin meluasnya wilayah yang mempunyai keunggulan kompetitif, yaitu dari satu kecamatan menjadi empat kecamatan.
Sektor industi pengolahan juga mempunyai tingkat kompetisi di empat
kecamatan tersebut. Peningkatan ini ternyata sejalan dengan semakin
kompetitifnya sektor pertanian. Dari hal tersebut berarti bahwa industri pengolahan yang dikembangkan perlu didukung oleh sektor pertanian. Hal ini dapat dipahami karena industri pengolahan yang telah ada di kawasan Agropolitan adalah industri yang mengolah produk pertanian khususnya industri makanan dan pembuatan sapu.
Tabel 14 Komponen Differential Shift PDRB menurut lapangan usaha Tahun 2003 dan 2005 Kabupaten Pemalang
No Kecamatan Pertanian Pertambangandan penggalian IndustriPengolahan Listrik,Gas,dan AirBersih Bangunan Perdagangan,Hotel, danRestoran Pengangkutandan Komunikasi Keuangan,Persewaan, danJasaPerusahaan Jasa-jasa
1 Kec. Moga -0.118 0.303 -0.078 0.369 0.106 0.178 -0.006 0.232 0.336 2 Kec. Pulosari 0.302 1.342 0.311 -0.130 0.898 -0.536 -0.251 0.324 0.296 3 Kec. Belik 0.711 0.783 0.735 1.212 0.476 1.889 2.011 0.189 0.866 4 Kec. Watukumpul 0.091 -0.426 0.013 -0.820 -0.295 -0.940 -0.714 -0.472 -0.372 5 Kec. Randudongkal 0.454 2.260 0.173 8.960 1.158 19.685 5.656 2.246 0.977 6 Kec. Warungpring -0.327 -1.045 -0.487 -0.230 -0.274 2.745 0.356 -0.185 -0.344 7 Kec. Bodeh -0.231 -0.371 -0.605 -0.396 -0.051 -0.965 -0.287 -0.136 -0.184 8 Kec. Bantarbolang -0.383 3.343 -0.290 -0.563 -0.388 -0.699 -0.827 -0.610 -0.439 9 Kec. Pemalang -0.005 0.031 1.722 0.016 0.054 -0.006 -0.005 -0.008 -0.016 10 Kec. Taman 0.007 0.005 -0.529 0.047 -0.267 -0.006 -0.005 -0.008 -0.016 11 Kec. Petarukan 0.016 0.009 -0.126 0.026 0.061 -0.006 -0.005 -0.008 -0.016 12 Kec. Ampelgading 0.009 0.017 2.483 -0.009 0.063 -0.006 -0.005 -0.008 -0.016 13 Kec. Comal 0.030 -0.006 -0.081 -0.458 0.053 -0.006 -0.005 -0.008 -0.016 14 Kec. Ulujami -0.008 -0.114 -0.183 0.002 0.053 -0.006 -0.005 -0.008 -0.016
Sumber: BPS Kabupaten Pemalang 2003 dan 2005, diolah
Keunggulan kompetitif yang lain adalah pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor bangunan, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa di Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Randudongkal.
Keunggulan kompetitif sektor perdagangan, hotel, dan restoran terdapat di
Kecamatan Moga, Belik, dan Randudongkal. Sedangkan keunggulan kompetitif
sektor pengangkutan dan komunikasi terdapat di Kecamatan Belik dan
Randudongkal.
Setelah pengembangan kawasan Agropolitan ternyata sektor yang kompetitif semakin banyak. Peningkatan keunggulan kompetitif dari beberapa sektor ini mengindikasikan bahwa telah terjadi perkembangan diversifikasi sektor dan akan menguntungkan bila dikembangkan. Semua sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif di suatu kecamatan dalam kawasan Agropolitan dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian wilayah.
Pemusatan Ekonomi Wilayah
Untuk menganalisis lokasi pemusatan/basis (aktifitas) digunakan analisis LQ (Location Quotient), merupakan metode analisis yang umum digunakan di bidang ekonomi wilayah. Disamping itu LQ juga bisa digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah.
Dalam analisis ini dilakukan perhitungan untuk tiga tahun yaitu tahun 2000, 2003, dan 2005 untuk melihat pergeseran nilai LQ-nya dalam tiga titik tahun tersebut. Dari hasil analisis pemusatan ekonomi wilayah dengan metode LQ ternyata terjadi pergeseran sektor basis pada saat sebelum dan sesudah pelaksanaan kegitan Pengembangan Agropolitan. Dari tahun 2000 ke tahun 2003 (sebelum pelaksanaan kegiatan) tidak terjadi pergeseran pemusatan aktivitas ekonomi sebagaimana terlihat di Tabel 14 dan 15.
Pemusatan aktivitas ekonomi di kawasan Agropolitan terjadi pada sektor pertanian pada semua kecamatan. Hal ini dapat dipahami karena di kawasan Agropolitan merupakan kawasan pertanian yang cocok untuk pengembangan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, ternak, dan perikanan.
Mata pencaharian sebagaian besar penduduk juga pada sektor pertanian.
Pemusatan sektor industri pengolahan terjadi di Kecamatan Randudongkal
karena letaknya yang di pusat agropolis, banyak industri pengolahan makanan di
antaranya indutri kacang goreng dan tahu. Sektor bangunan terpusat di Kecamatan
Belik, sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kecamatan Moga dan
Pulosari. Sektor pengangkutan dan komunikasi terpusat di Kecamatan Moga,
Pulosari, dan Watukumpul. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan dan sektor jasa-jasa pemusatannya di Kecamatan Moga, Pulosari, Belik, dan Watukumpul.
Hal yang sama terjadi di luar kawasan yaitu di Kecamatan Warungpring, Bodeh, dan Bantarbolang yaitu tidak terjadi pergeseran sektor basis. Pada tahun 2000 dan 2003 sektor pertanian tetap menjadi sektor basis di ketiga kecamatan tersebut. Ketiga kecamatan juga merupakan kawasan pertanian. Sektor pertambangan tetap menjadi sektor basis di Kecamatan Warungpring dan Bodeh.
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor pengangkutan dan komunikasi menjadi basis di Kecamatan Bantarbolang. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa menjadi sektor basis di Kecamatan Warungpring.
Tabel 15 Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2000
No Kecamatan Pertanian Pertambangandan penggalian IndustriPengolahan Listrik,Gas,dan AirBersih Bangunan Perdagangan,Hotel, danRestoran Pengangkutandan Komunikasi Keuangan,Persewaan, danJasaPerusahaan Jasa-jasa
1 Kec. Moga 1.12 0.40 0.61 0.94 0.72 1.19 1.06 1.35 1.04 2 Kec. Pulosari 1.12 0.40 0.61 0.94 0.72 1.19 1.06 1.35 1.04 3 Kec. Belik 1.35 0.80 0.80 0.75 1.15 0.58 0.76 1.63 1.23 4 Kec. Watukumpul 1.26 0.71 0.79 0.79 0.82 0.81 1.12 1.01 1.18 5 Kec. Randudongkal 1.70 0.52 1.13 0.25 0.69 0.17 0.49 0.70 0.97 6 Kec. Warungpring 1.53 5.55 0.81 0.86 0.98 0.25 0.74 1.09 1.25 7 Kec. Bodeh 1.15 4.77 0.92 0.77 0.62 0.94 0.57 0.71 0.85 8 Kec. Bantarbolang 1.06 0.68 0.62 0.96 0.59 1.38 1.30 0.94 0.81 9 Kec. Pemalang 0.73 0.15 0.57 1.00 0.90 1.50 1.68 1.55 1.31 10 Kec. Taman 0.79 0.14 2.51 1.24 0.83 0.25 0.25 0.26 0.60 11 Kec. Petarukan 1.27 0.08 0.50 1.20 1.19 1.25 0.77 0.38 1.07 12 Kec. Ampelgading 1.15 4.14 0.74 1.31 1.77 0.87 0.78 1.09 0.91 13 Kec. Comal 0.50 0.92 0.64 0.90 1.45 1.67 1.56 1.62 1.26 14 Kec. Ulujami 1.07 1.28 1.23 1.20 1.83 0.69 0.84 1.01 0.70
Sumber: Data PDRB, olahan
Tabel 16 Hasil Analisis LQ PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Pemalang Tahun 2003
No Kecamatan Pertanian Pertambangandan penggalian IndustriPengolahan Listrik,Gas,dan AirBersih Bangunan Perdagangan,Hotel, danRestoran Pengangkutandan Komunikasi Keuangan,Persewaan, danJasaPerusahaan Jasa-jasa
1 Kec. Moga 1.19 0.39 0.59 0.91 0.66 1.15 1.02 1.30 1.00 2 Kec. Pulosari 1.13 0.40 0.61 0.94 0.66 1.19 1.06 1.34 1.03 3 Kec. Belik 1.36 0.81 0.81 0.76 1.08 0.59 0.77 1.65 1.25 4 Kec. Watukumpul 1.26 0.71 0.81 0.80 0.76 0.82 1.13 1.02 1.19 5 Kec. Randudongkal 1.74 0.53 1.17 0.26 0.65 0.18 0.50 0.72 0.99 6 Kec. Warungpring 1.55 5.62 0.83 0.87 0.92 0.25 0.75 1.11 1.27 7 Kec. Bodeh 1.15 4.78 0.93 0.77 0.58 0.94 0.57 0.71 0.85 8 Kec. Bantarbolang 1.05 0.67 0.62 0.95 0.54 1.38 1.29 0.94 0.80 9 Kec. Pemalang 0.72 0.14 0.57 0.99 0.82 1.48 1.66 1.53 1.29 10 Kec. Taman 0.80 0.14 2.51 1.26 1.25 0.25 0.26 0.27 0.61 11 Kec. Petarukan 1.27 0.08 0.50 1.21 1.10 1.25 0.77 0.38 1.07 12 Kec. Ampelgading 1.15 4.16 0.75 1.32 1.65 0.88 0.79 1.10 0.92 13 Kec. Comal 0.49 0.90 0.63 0.88 1.32 1.63 1.53 1.59 1.24 14 Kec. Ulujami 1.08 1.30 1.26 1.22 1.72 0.70 0.85 1.02 0.71