• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai aspek kehidupan. Indonesia merupakan negara tropis yang berada pada letak geografis 6 ºLU-11 ºLS dan 95 ºBT-141 ºBT. Posisi ini mengakibatkan Indonesia memiliki tingkat intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi.

Intensitas cahaya matahari di Indonesia mencapai rata-rata 5,34 kWh/m2/hari [1].

Intensitas matahari yang tinggi tersebut merupakan potensi bagi Indonesia untuk mengembangkan teknologi berbasis pemanfaatan energi surya.

Salah satu teknologi pemanfaatan energi surya yang sedang berkembang adalah teknologi kolektor energi surya. Kolektor energi surya adalah suatu alat yang berfungsi menangkap energi matahari dan mengkonversikannya menjadi kalor, lalu menyalurkannya menuju fluida kerja. Kolektor energi surya banyak diterapkan dalam berbagai bidang, di antaranya adalah sistem pemanas air, sistem pendingin dan pemanas ruangan, desalinasi air, sistem industri, sistem daya, dan lain-lain.

Sistem pemanas air tenaga surya adalah suatu perangkat pemanas air yang menggunakan radiasi matahari sebagai sumber energinya. Sistem ini terdiri dari komponen kolektor energi surya, tangki penyimpanan, pompa, penukar kalor, sistem pemanas tambahan, dan panel kontrol pemanas [2]. Ada beberapa jenis sistem pemanas air tenaga surya. Gambar 1.1 menunjukkan klasifikasi dari sistem pemanas air tenaga surya.

(2)

Gambar 1. 1. Klasifikasi Sistem Pemanas Air Tenaga Surya [2]

Pada klasifikasi sistem pemanas air tenaga surya, terdiri dari berbagai jenis.

Jika dibedakan berdasarkan sistem operasinya, sistem pemanas air tenaga surya yang menggunakan konveksi paksa terdiri dari dua jenis, yaitu sistem tersirkulasi langsung dan sistem tersirkulasi tidak langsung.

Prinsip kerja sistem pemanas air tenaga surya tersebut yaitu, kolektor surya menyerap radiasi matahari dan mengkonversikannya menjadi kalor. Energi matahari yang terkumpul kemudian dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan air panas. Pada sistem tersirkulasi tidak langsung, terdapat perangkat penukar kalor yang berada dalam tangki penyimpanan. Fluida pemanas dialirkan menuju kolektor surya, selanjutnya dialirkan menuju penukar kalor. Penukar kalor yang berada dalam tangki penyimpan memanaskan air yang berada pada tangki penyimpan. Fluida pemanas menggunakan fluida yang tidak mudah membeku pada suhu lingkungan rendah, misalnya berupa campuran antara air dengan propylene glycol atau ethylene. Gambar 1.2 menunjukkan konfigurasi dari sistem pemanas tersirkulasi tidak langsung dengan menggunakan dua penukar kalor pada tangki penyimpan. Penukar Kalor I (HE I) adalah penukar kalor penyuplai panas, sedangkan Penukar Kalor II (HE II) adalah penukar kalor pengambil panas.

Sistem pemanas air tenaga surya

Berdasarkan tipe kolektor surya yang

digunakan

Flat Plate

Evacuated

Concentrated

Berdasarkan sistem operasinya

Konveksi Paksa

Sirkulasi Langsung

Sirkulasi Tidak Langsung

Konveksi Natural

Sistem Thermosyphon

Berdasarkan tipe pemanas tambahan

yang digunakan

Pemanas Minyak

Pemanas Listrik

Pemanas Gas

(3)

Gambar 1. 2. Skema Sistem Pemanas Air Tenaga Surya Sistem Tersirkulasi Tidak Langsung [2]

Penukar kalor adalah suatu perangkat yang dapat memfasilitasi penukaran kalor antara dua buah fluida yang memiliki suhu berbeda tanpa menghasilkan percampuran antara kedua fluida tersebut. Penukar kalor yang paling sederhana adalah penukar kalor tipe pipa ganda. Pada penukar kalor pipa ganda, terdapat model aliran counterflow dan parallel. Selain itu, terdapat pula penukar kalor yang dirancang dengan luas permukaan kontak yang lebih besar, yaitu tipe compact heat exchanger, dengan aliran fluida bersilang. Penukar kalor jenis lainnya yang paling umum digunakan adalah penukar kalor shell and tube. Pada penukar kalor tersebut, fluida pemanas dialirkan melalui tube, sedangkan fluida yang dipanaskan berada pada sisi shell. Inovasi dari penukar kalor shell and tube adalah penukar kalor koil helik. Penukar kalor koil helik menggunakan koil berbentuk helical sebagai media aliran fluida.

Penukar kalor yang terdapat dalam sistem pemanas air tenaga surya tersirkulasi tidak langsung terdapat tiga jenis jika dibedakan berdasarkan peletakannya, yaitu sistem immersed coils heat exchanger, sistem external shell and tube heat exchanger, dan sistem mantle heat-exchanger. Pada konfigurasi immersed coils heat exchanger, penukar kalor diletakkan di dalam tangki penyimpan sistem pemanas air tenaga surya. Penukar kalor berbentuk koil.

Kolektor surya

Suplai air dingin Keluaran air panas HE I

HE II

(4)

Gambar 1. 3. Konfigurasi peletakan penukar kalor Immersed Coils Heat Exchanger pada tangki penyimpan

Sistem penukar kalor pada sistem pemanas air tenaga surya dapat dirancang dengan menggunakan penukar kalor koil helik, dengan menggunakan konfigurasi immersed coils heat exchanger. Penukar kalor helikal ditempatkan di tangki penyimpanan energi termal. Terjadi perpindahan kalor antara fluida dingin dan fluida pemanas pada penukar kalor helik. Tangki tidak dilengkapi dengan sistem pengaduk.

Kinerja penukar panas helikal berbeda dengan penukar panas shell and tube yang lebih banyak digunakan secara komersial sebagai alat penukar kalor, baik dalam skala rumah tangga maupun skala proses industri. Beberapa studi menyebutkan bahwa penukar kalor helikal memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan penukar kalor shell and tube. Perbedaan utama penukar panas helikal dengan penukar panas shell and tube terletak pada geometrinya.

Perbedaan geometri ini menyebabkan perbedaan perpindahan kalor yang terjadi, sebagai akibat adanya aliran sekunder pada fluida. Aliran sekunder terbentuk karena adanya gaya sentrifugal akibat geometri kurvatur pada penukar kalor helik. Aliran sekunder adalah aliran yang tegak lurus dengan arah aksial. Pada aliran laminer, adanya aliran sekunder membantu meningkatkan perpindahan kalor yang terjadi. Geometri kurvatur pada penukar kalor helik memberikan keuntungan yang tinggi pada proses perpindahan kalor [3].

(5)

I.2. Kinerja Penukar Kalor

Analisis kinerja sistem penukar kalor yang terdapat dalam tangki penyimpan sistem pemanas air tenaga surya perlu dilakukan dengan memperhatikan pengaruh beberapa parameter seperti geometri pipa spiral, laju aliran pendingin, fluks panas dalam tangki penyimpan kalor, dan sifat aliran dalam pipa spiral tersebut. Pada penelitian ini, dianalisis pengaruh diameter pipa terhadap perpindahan kalor khususnya pada penukar kalor helikal pada rentang suhu fluida pemanas dan laju aliran pendingin yang bervariasi.

Kinerja sistem penukar kalor dapat diamati berdasarkan transfer kalor yang terjadi. Transfer kalor yang terjadi dapat dilihat dari nilai koefisien-koefisien perpindahan kalor, yaitu koefisien perpindahan kalor konveksi dan konduksi.

Semakin besar koefisien perpindahan kalor, maka transfer kalor terjadi semakin cepat atau semakin baik. Hubungan koefisien perpindahan kalor dengan variabel-variabel lainnya digunakan untuk mengetahui kinerja dari suatu penukar kalor. Hubungan tersebut dapat direpresentasikan menggunakan persamaan- persamaan bilangan tak berdimensi.

Pada transfer kalor, bilangan tak berdimensi sering digunakan sebagai karakteristik perpindahan kalor. Analisis numeris digunakan untuk menentukan eksponen bilangan tak berdimensi. Beberapa bilangan tak berdimensi yang paling sering umum digunakan sebagai karakteristik perpindahan kalor adalah:

1. Bilangan Nusselt

Bilangan Nusselt menunjukkan perbandingan antara laju transfer panas konveksi dibandingkan dengan laju panas konduksi. Semakin tinggi nilai Nusselt, maka fenomena transfer panas karena konveksi semakin besar. Bilangan Nusselt dihitung menggunakan persamaan 1.1.

(1.1)

dengan

: panjang permukaan kontak (m) : koefisien konveksi (W/m2.K) : konduktivitas termal (W/m.K)

(6)

2. Bilangan Reynolds

Bilangan Reynolds berasal dari perbandingan gaya inersia dibandingkan gaya viskos. Bilangan Reynolds dapat merepresentasikan karakteristik aliran, yaitu aliran laminer, aliran transisi, atau aliran turbulen. Persamaan 1.2 menunjukkan nilai bilangan Reynolds. Pada bilangan Reynolds tinggi, gaya inersia berperan lebih besar sehingga aliran bergerak lebih cepat. Sedangkan pada aliran dengan bilangan Reynolds rendah, gaya viskos berperan lebih tinggi sehingga gaya viskos menekan fluktuasi kecepatan.

(1.2)

dengan

densitas fluida (kg/m3) laju aliran fluida (m/s)

viskositas dinamik fluida (Pa.s) diameter aliran (m)

3. Bilangan Prandtl

Bilangan Prandtl adalah bilangan tak berdimensi yang digunakan untuk mengetahui ketebalan dari thermal and velocity boundary layer.

Apabila suatu fluida dialirkan melalui permukaan panas, maka terdapat suatu boundary layer yang membatasi antara fluida dan dinding permukaan, yang mana terjadi konduksi pada dinding permukaan.

Fluida terhadap dinding berada dalam kondisi no-slip atau lengket.

Semakin besar jarak fluida dari boundary layer maka semakin kecil pengaruh dari konduksi dalam dinding. Semakin besar bilangan Prandtl maka semakin tebal boundary layer, dan semakin cepat kalor menyebar. Persamaan 1.3 menunjukkan nilai bilangan Prandtl.

(7)

(1.3) dengan

kalor spesifik fluida (J/kg.K) konduktivitas (W/m.K)

Nilai , , dan adalah karakteristik fluida, sehingga bernilai konstan.

4. Bilangan Grashof

Bilangan Grashof dipakai saat konveksi natural atau konveksi alamiah.

Bilangan Grashof merupakan perbandingan antara gaya buoyancy dengan gaya viskos. Persamaan 1.4 menunjukkan bilangan Grashof.

(1.4)

dengan

: koefisien ekspansi termal (1/K) : viskositas kinematik (m2/s) : percepatan gravitas (m/s2) : volume fluida (m3) perbedaan suhu (K)

Nilai , , dan adalah karakteristik fluida, sehingga bernilai konstan.

5. Bilangan Rayleigh

Bilangan Rayleigh adalah hasil perkalian dari bilangan Grashof dikalikan Prandtl, sehingga sering digunakan pada proses transfer kalor konveksi natural, ditunjukkan oleh persamaan 1.5.

(1.5)

dengan

: Panjang karakteristik yang relevan (m) : Selisih suhu (K)

Bilangan-bilangan tak berdimensi di atas dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja dari penukar kalor. Diperlukan adanya analisis mengenai pengaruh diameter pipa pada pada perpindahan kalor penukar kalor helikal dengan menunjukkan hubungan antara bilangan-bilangan tak berdimensi. Penukar kalor helikal yang ditinjau adalah penukar kalor pengambil panas.

(8)

I.3. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini adalah diperlukan analisis pada pengaruh variasi diameter pipa pada kinerja perpindahan kalor penukar kalor koil helik jika diaplikasikan di tangki penyimpan kalor sistem pemanas air tenaga surya, pada kondisi suhu air pemanas dan laju aliran fluida dingin yang bervariasi.

I.4. Batasan Masalah

Batasan-batasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian dibatasi pada komponen tangki penyimpan dalam sistem pemanas air tenaga surya.

2. Sistem pemanas air dalam keadaan shut off atau tidak digunakan, sehingga tidak ada fluida panas yang keluar masuk sistem.

3. Material penukar kalor koil helik terbuat dari tembaga, saluran fluida pendingin terbuat dari selang plastik, fluida yang digunakan adalah air.

Variasi diameter pipa disesuaikan dengan ukuran yang tersedia di pasaran. Fluida yang dialirkan adalah fluida dingin, sedangkan fluida panas dalam kondisi tidak dialirkan.

4. Fluida dingin dan fluida panas berupa air.

5. Sistem diasumsikan pada keadaan quasi steady.

6. Luas permukaan perpindahan kalor, coil pitch, diameter koil, dan volume tangki penyimpan kalor dijaga tetap untuk seluruh variasi diameter pipa.

7. Perubahan suhu akibat fouling dan pressure drop tidak diperhitungkan.

8. Perpindahan kalor yang ditinjau hanya pada sistem koil, fluida panas, dan aliran fluida dingin.

9. Diasumsikan kalor yang diterima fluida dingin sama dengan kalor yang diterima fluida panas.

10. Fluida dingin yang mengalir dalam koil diasumsikan aliran dalam kondisi no-slip, aliran berkembang penuh, dan inkompresibel.

(9)

I.5. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan hubungan antara bilangan tak berdimensi Nusselt di dalam pipa dengan bilangan tak berdimensi Reynold pada diameter pipa yang berbeda dari hasil koefisien perpindahan kalor konveksi yang terjadi di dalam koil ( ) pada variasi suhu air pemanas dan laju aliran fluida dingin dari hasil penelitian.

2. Mendapatkan hubungan antara perpindahan kalor yang direpresentasikan dengan bilangan tak berdimensi Nusselt di luar pipa terhadap bilangan Rayleigh pada diameter pipa yang berbeda dari hasil koefisien perpindahan kalor konveksi di luar koil ( ) pada variasi suhu air pemanas dan laju aliran fluida dingin dari hasil penelitian.

I.6. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah evaluasi secara eksperimental pengaruh diameter pipa terhadap karakteristik transfer kalor penukar kalor helik dalam variasi aliran fluida dingin. Hubungan antara besar diameter pipa terhadap perpindahan kalor pada penukar kalor koil helik dapat diterapkan pada rancangan penukar kalor helik pada aplikasi sistem pemanas air tenaga surya atau pada skala proses industri.

Gambar

Gambar 1. 1. Klasifikasi Sistem Pemanas Air Tenaga Surya [2]
Gambar 1. 2. Skema Sistem Pemanas Air Tenaga Surya Sistem  Tersirkulasi Tidak Langsung [2]
Gambar 1. 3. Konfigurasi peletakan penukar kalor Immersed Coils Heat  Exchanger pada tangki penyimpan

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian diet dengan penambahan ikan teri (Engraulis encrasicolus) dapat dilakukan studi lanjutan pada hewan uji dengan model gangguan kognitif seperti model gangguan

He may also be confronted against some external forces — physical nature, society, or „fate.‟ This is called a conflict of man-against-environment (1988: 43). In The

"O ka moolelo no ka aina kekahi ike i makemake ia; malaila no e akaka ai ke ola ame ka noho ana o na kanaka ame ka lakou mau hana, ua like ka moolelo me ke aniani la e hoike

Perlakuan jumlah lapisan dan posisi pengujian sifat mekanis tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kadar air, daya serap air, delaminasi dan keteguhan

Sehubungan dengan telah dirilisnya aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) oleh BPKP Perwakilan Aceh versi 1.2 R106 pada akhir Januari 2018 yang lalu, DPMG Aceh

Mata kuliah ini membahas konsep-konsep dasar perpustakaan digital dalam pelayanan dan manajemen perpustakaan serta unit informasi lainnya, yang mencakup pokok-pokok bahasan

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pengamatan yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 11 Kota Jambi yang menemukan bahwa terdapat kurangnya minat belajar siswa untuk belajar yang

Memberikan bimbingan praktis kepada pihak manajemen bagaimana menggunakan dan memanfaatkan sistem implementasi pembelian dan penjulaan komputer ini sehingga dapat