• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis seorang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis seorang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis seorang perempuan yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum perempuan menganggap kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui, tetapi perempuan menganggap sebagai peristiwa khusus yang akan menentukan kehidupan selanjutnya (Suhandi, 2006, Istri Hamil, Suami Ikut Andil Dong, ¶ 2, http://www.google.com, diperoleh tanggal 9 Oktober 2006).

Perempuan hamil mengalami perubahan fisiologis, dan psikologis yang nyata.

Perilaku terhadap kehamilan mencerminkan keyakinan perasaan yang mendalam tentang reproduksi, waktu kehamilan apakah kehamilan direncanakan dan apakah diinginkan seorang bayi, kualitas hubungan perempuan dengan suaminya, apakah perempuan tersebut menikah, usia, riwayatnya, rasa identitasnya dan reaksinya menjadi calon ibu (Murray&James, 1999). Calon ayah juga menghadapi tantangan psikologis ketika ia menghadapi saat menjadi ayah dimana ia adalah orang yang paling dekat dan dianggap paling tahu kebutuhan calon ibu sehubungan dengan perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga suami harus lebih sabar dan tidak terlihat cemas, karena kecemasan akan terlihat dan dirasakan suami, sehingga akan mempengaruhi kondisi emosi istri.

Persalinan adalah hal yang penting yang akan dihadapi ibu hamil. Dimana seorang ibu akan dapat segera memeluk bayi yang dikandungnya selama berbulan-bulan dan akan segera menjadi anggota keluarganya. Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke jalan lahir, dan kelahiran adalah proses dimana

(2)

janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir atau vagina, sehingga dalam suasana seperti ini seorang ibu sangat membutuhkan dukungan dari keluarga khususnya suami, (Sjahruddin, 2006, Hari-Hari Yang Melelahkan, ¶ 2, http://www.google.com, diperoleh tanggal 9 Oktober 2006)

Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh perempuan dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, dari segi fisik maupun psikologis. Sebagian ibu postpartum menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian yang lain tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis.

Marshall (2006), mengungkapkan bahwa ada 3 jenis gangguan afek atau mood pada perempuan yang baru melahirkan yaitu, maternity blues, depresi pasca persalinan dan psikologis pasca persalinan. Depresi pasca persalinan adalah suatu gangguan afek atau mood tingkat sedang sampai berat dengan gejala-gejala persis sama seperti gangguan depresi lainnya (sedih, menangis, murung, putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, perasaan tidak menentu, bahkan mungkin disertai ide-ide atau percobaan untuk bunuh diri) yang terjadi dalam waktu 4 minggu atau 6 minggu setelah melahirkan.

Gangguan psikologis pasca persalinan lebih jarang terjadi gangguan ini memiliki gejala yang sama dengan psikosis lainnya meskipun waham (keyakinan yang salah, patologis, tidak dapat dikoreksi, tidak sesuai dengan kenyataan dan adat kebiasaan) yang terjadi dapat berhubungan dengan kelahiran bayi. Sedangkan postpartum blues sendiri sudah dikenal sejak lama.

Fisik dan psikis ibu sangat potensial memunculkan apa yang dinamakan postpartum blues. Yaitu, keadaan depresi secara fisik maupun psikis pada ibu yang dapat

(3)

terjadi beberapa hari setelah kelahiran sampai kira-kira sebulan kemudian. Postpartum blues (PPB) atau maternity blues mempunyai gejala karakteristik mudah menangis, sedih,

iritabel emosi tidak stabil, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan nafsu makan, gejala-gejala ini muncul setelah persalinan, bersifat sementara dan akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari.

Namun jika tidak ditangani dengan baik akan berkembang menjadi keadaan yang lebih berat

Marshal (2004) memperkirakan sekitar 80 % wanita postpartum mengalami post partum blues yang ditandai dengan gejala-gejala yang ungkapkan di atas.

Postpartumblues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan, oleh

sebab itu sering tidak diperdulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak diberikan penatalaksanaan sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi perempuan yang mengalami.

Sampai saat ini penyebab postpartum blues belum bisa diketahui, namun para ahli menduga bahwa salah satu pemicunya adalah ketidakseimbangan hormonal dalam tubuh wanita post partum. Pada 24 jam pertama post partum, tingkat estrogen dan progresteron turun menjadi 90%, estrogen adalan hormon yang mempengaruhi memori, kognisi, mood dan fungsi-fungsi otak lainnya.

Banyak faktor yang diperkirakan berpengaruh atau merupakan faktor resiko terjadinya postpartum blues, antara lain : dukungan sosial dari suami dan keluarga, keadaan dan kualitas bayi, stressor psikologis dan lingkungan, riwayat problem emosional sebelumnya, faktor hormonal dan budaya, kelelahan setelah masa kehamilan

(4)

dan melahirkan, kewalahan dengan tanggung jawab baru sebagai seorang ibu, dan perasaan tidak layak menjadi seorang ibu. (Hidayat, 2006, Hikmah, ¶ 3, http://www.google.com, diperoleh tanggal 9 Oktober 2006)

Faktor penyebab dari postpartum blues salah satunya yaitu faktor dukungan suami. Menurut James (1999), bahwa begitu besar pentingnya dukungan dan perhatian serta kerelaan untuk melakukan kerjasama dalam mengurus rumah tangga dari suami selama proses mengandung dan melahirkan, karena reproduksi hanya bisa terjadi jika ada kerjasama dari suami dan istri, oleh karena itu sudah selayaknya suami peduli dan bertanggung jawab secara penuh. Suami harus mengerti akan kondisi fisik dan perasaan sang istri. Sudah sewajarnya dalam kondisi yang sangat lemah seorang istri mendapat perhatian yang lebih dari biasanya.

Penelitian-penelitian lain yang mendukung adalah penelitian di Universitas Tarumanegara oleh Yanita (2003) mengenai persepsi perempuan primipara tentang dukungan suami dalam usaha menanggulangi gejala pasca persalinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang memperoleh dukungan yang besar dari suami baik secara emosional, support langsung, informasional maupun penghargaan relatif tidak menunjukkan gejala depresi pasca persalinan. Sebaliknya mereka yang kurang memperoleh dukungan suami relatif mengalami gejala pasca persalinan.

Hasil penelitian oleh Lili (2003), tentang hubungan antara dukungan suami dan self efficacy dengan tingkat stress pada wanita yang berperan ganda, ditemukan masih

ada korelasi yang kurang antara dukungan suami dengan self efficacy dengan tingkat stress pada perempuan yang berperan ganda. Penelitian lainnya yaitu oleh Lysyah (2002), tentang dukungan suami dalam menanggulangi kecemasan istri pada trimester pertama.

(5)

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dukungan yang diberikan suami kepada calon ibu dalam menghadapi proses kehamilan pertamanya membuat calon ibu merasa tenang dan memiliki mental yang kuat untuk menghadapi proses persalinannya nanti. Penelitian terkait lainnya yaitu oleh Warastuti (2003). mengenai hubungan antara dukungan suami dengan tingkat kecemasan menghadapi persalinan ibu primipara. Hasil penelitian menunjukkkan adanya hubungan antara tingkat kecemasan dengan suami baik berupa informasi, penilaian, emosi, dan instrument.

Permasalahan sebagaimana tersebut diatas juga terjadi di Rumah Bersalin Bhakti Ibu Semarang. Dari data yang didapatkan di rumah bersalin, pada bulan November 2006, terdapat ibu melahirkan sebanyak 64 orang dan 31 orang (48%) ibu primipara sedangkan pada Bulan Desember terdapat ibu melahirkan sebanyak 60 orang, dan 32 orang (53%) ibu primipara. Berdasarkan wawancara dengan petugas kesehatan sebagian besar ibu mengalami postpartum blues, hal itu ditandai dengan perilaku ibu yang gelisah, khawatir, sedih dan mondar mandir tetapi hal itu hanya berlangsung sementara. Menurut Friedman (1998) bahwa dukungan keluarga (suami) atau orang terdekat memberikan cinta dan perasaan serta berbagi beban, dengan dukungan tersebut dapat melemahkan dampak stress atau tekanan yang di sebut sebagai efek penyangga (buffering effects) dan secara langsung memperkokoh mental individu.

B. Perumusan Masalah

Postpartum blues dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak diperdulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak diberikan penatalaksanaan sebagaimana mestinya. Keadaan ini dapat menjadi masalah yang

(6)

menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan-perasaan tidak nyaman bagi perempuan yang mengalaminya, dan bahkan gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan lebih berat yaitu depresi dan psikosis pascasalin, yang mempunyai dampak lebih buruk terutama dalam masalah hubungan dengan suami dan perkembangan anak. Banyak faktor yang diperkirakan oleh para ahli sebagai penyebab terjadinya post partum blues, salah satunya adalah dukungan suami.

Sesuai dengan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah

“adakah hubungan antara dukungan suami dengan tingkat kejadian post partum blues pada ibu primipara?”

(7)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan suami dengan kejadian postpartum blues pada ibu primipara di Rumah Bersalin Bhakti ibu Semarang.

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripsikan dukungan suami pada ibu primipara di Rumah Bersalin Bhakti Ibu Semarang.

b. Mendeskripsikan kejadian postpartum blues pada ibu primipara di Rumah Bersalin Bhakti Ibu Semarang.

c. Menganalisis hubungan dukungan suami dengan kejadian postpartum blues di Rumah Bersalin Bhakti ibu Semarang.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi mahasiswa

Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan, sekaligus untuk mengasah ketajaman berpikir secara kritis dan analitis melalui penelitian.

2. Bagi pelayanan kesehatan

Sebagai bahan masukan untuk petugas kesehatan agar lebih memperhatikan antepartum dan postpartum care sehingga dapat memberikan informasi tentang

kesehatan untuk mencegah dan mengatasi kejadian postpartum blues Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi petugas kesehatan khususnya tentang perawatan ibu postpartum.

(8)

3. Bagi institusi pendidikan

Menambah data penelitian lanjutan mengenai kejadian post partum blues pada ibu bersalin.

4. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi

Memperluas khasanah pengetahuan tentang hubungan dukungan suami dengan kejadian postpartum blues.

E. Bidang Ilmu

Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan maternitas.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, analisis tindakan ini mendukung hipotesis tindakan yang diajukan yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode CRH dapat meningkatkan hasil

Akan tetapi kacang koro benguk mengandung asam sianida dalam bentuk glikosida sianogenik yang bersifat toksik dan asam fitat yang merupakan senyawa anti gizi

• Guru melakukan apersepsi materi dengan menanyakan respon atau tanggapan siswa mengenai materi yang telah dipelajari dari berbagai sumber belajar sebelum pembelajaran tatap

Permasalahan utama dalam pemanfaatan bersama antar jenis ikan terhadap sumber daya makanan yang tersedia di Rawa Kaiza Sungai Kumbe adalah keberadaan ikan-ikan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amin (2007) pada perusahaan yang melakukan Initial Public Offerings (IPO) di pasar modal Indonesia menunjukkan bahwa perbedaan

Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa komentar Sayyid Husein al-Jisr yang dikutip Sayyid Usman hanyalah membahas masalah ini. Sekalipun ada taqrîd- nya terhadap

Ada 2 hal pokok yang dipandang perlu untuk secara seksama ditelaah yaiu agar pengetahuan tradisional dapat dipertimbangkan sebagai prior art, dan agar perolehan

〔商法五六四〕全部取得条項付種類株式に係る再株主総会の決議と決議取消訴訟の訴えの利益東 京高裁平成二七年三月一二日判決