1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Ekploitasi terhadap sumber daya alam yang ada di Indonesia semakin lama semakin meluas. Hal ini merupakan dampak dari semakin meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat yang kemudian imbasnya terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Namun disisi lain yang menjadi permasalahan adalah eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam dilakukan secara berlebihan dengan mengabaikan aspek lingkungan hidup. Penambangan merupakan salah satu bentuk eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam, yang dalam praktiknya perlu mengedepankan aspek lingkungan hidup.
2 dan tidak vital adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes. Untuk bahan tambang batu kapur atau batu gamping biasanya banyak terdapat di kawasan kars yang terbentuk dari pelarutan batuan yang karakteristik daerahnya bercirikan: daerahnya berupa cekungan-cekungan, terdapat bukit-bukit kecil, terdapat sungai-sungai yang nampak di permukaan tetapi kemudian hilang dan terputus ke dalam tanah, adanya sungai-sungai di bawah permukaan tanah, adanya endapan sedimen lempung berwama merah hasil dari pelapukan batu gamping, permukaan yang terbuka nampak kasar, berlubang-lubang dan runcing.
Di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat perbukitan kars yang termasuk dalam kawasan perbukitan kars Pegunungan Sewu (Kars Gunungsewu). Di kawasan kars tersebut terdapat kegiatan penambangan batu kapur oleh masyarakat sekitar maupun perusahaan tambang. Sehubungan dengan hal ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul telah memberlakukan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2030 Pasal 33 menyebutkan bahwa “Penetapan kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf f terdiri atas : kawasan keunikan bentang alam meliputi kawasan perbukitan kars Gunungsewu seluas kurang lebih 807,04 hektar yang terletak di: Kecamatan Ponjong, Semanu, Girisubo, Rongkop, Tepus, Tanjungsari, Saptosari, Paliyan, Panggang, Purwosari, Wonosari”.1 Peraturan
1 Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
3 Daerah ini memperkuat peraturan sebelumnya yang memuat tentang perlindungan kawasan kars, yaitu PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan ini cukup ketat dan membawa dampak positif bagi kelestarian kawasan kars di Indonesia. Pasalnya, dalam Peraturan Pemerintah ini tidak lagi dikenal Kawasan Kars Kelas I, Kelas II atau Kelas III, melainkan dalam peraturan ini, semua bentang alam kars dan goa termasuk dalam “Cagar Alam Geologi” (Pasal 60 ayat 2 poin C dan F).2
Kemudian pada Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul No. 6 Tahun 2011 juga dapat dipahami bahwa sebenarnya kawasan kars yang dijadikan lahan tambang batu kapur telah ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi yang harus dijaga kelestariannya. Apalagi sejak ada perubahan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456 Tahun 2000 tentang pedoman pengelolaan kawasan kars diganti dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Kars, yang bertujuan untuk melindungi kawasan kars yang berfungsi sebagai pengatur alami tata air; melestarikan kawasan kars yang memliki keunikan dan nilai ilmiah sebagai obyek penelitian dan penyelidikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan mengendalikan pemanfaatan kawasan kars.3 Menurut peraturan ini status kawasan bentang alam kars merupakan kawasan lindung geologi sebagi bagian dari kawasan lindung
2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 17 Tahun 2012 tentang Penetapan
4 nasional, maka secara otomatis izin penambangan batu kapur di Gunungkidul resmi dihentikan.
Dalam kenyataannya, penambangan batu kapur di kawasan kars yang ada di Kabupaten Gunungkidul sampai saat ini masih berlangsung. Kawasan kars di Gunungkidul yang kaya akan potensi bahan galian batu kapur mendorong para penambang untuk melakukan penambangan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.4 Pihak penambang batu kapur
berasumsi bahwa sumber daya alam yang ada memang sudah seharusnya dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh rakyat, tetapi tentunya harus memperhatikan aspek lingkungan hidup dan ketersediaan sumber daya yang ada. Penegakan hukum yang dilakukan pemerintah daerah masih belum dapat menghentikan kegiatan penambangan batu kapur di Kabupaten Gunungkidul.5 Para penambang biasanya
melakukan kegiatan penambangan dengan bantuan alat berat (backhoe) dan juga truck pembawa muatan mulai dari yang berkapasitas kecil hingga berkapasitas besar. Alat yang digunakan oleh para penambang tersebut dalam aktivitasnya keluar masuk area penambangan tentunya dapat menyebabkan kerusakan lahan di kawasan kars dan juga akses jalan yang ada di kawasan penambangan, yang pada akhirnya juga menyebabkan masyarakat di sekitar penambangan merasakan tidak nyaman dan merasa dirugikan atas adanya kegiatan penambangan batu kapur di
4 Wuspada, Retna Dewi (2012), Implementasi Kebijakan Pelarangan Penambangan di Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul (Studi Kasus Desa Bedoyo Kecamatan Ponjong dan Desa Girisekar Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul), diakses melalui
http://eprints.undip.ac.id/37847/
5 daerah sekitar tempat tinggalnya. Semakin luas lahan penambangan maka semakin tinggi pula tingkat kerusakan lahannya, hal ini terutama dilakukan oleh penambang yang tidak berijin.
Luas kawasan kars di Kabupaten Gunungkidul adalah ini sekitar 807 km persegi, atau 53% dari luas Kabupaten Gunung Kidul yang 1.483 Km persegi. Dari total luas kawasan kars yang ada, sekitar 47 ribu meter persegi dimanfaatkan sebagai lokasi penambangan batu kapur. Berdasarkan Data inventerisasi dan verifikasi dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral (EDSM) Provinsi DI Yogyakarta ada 7 perusahaan yang melakukan penambangan batu kapur dengan jumlah total luas ekploitasi 40 ribu meter persegi.6 Sedangkan jumlah usaha pertambangan warga ada 14 usaha yang terverifikasi izin eksploitasinya dengan jumlah eksploitasi berkisar 7 ribu meter pesergi. Dari sekian banyak penambang, sebagian besar diantaranya sudah hampir habis perijinannya, atau ada juga yang melakukan penambangan ilegal.
Kecamatan Ponjong merupakan salah satu daerah yang sudah ditetapkan sebagai kawasan yang berfungsi sebagai lindung hidrologi dan ekologi serta merupakan kawasan keunikan proses geologi, seperti yang tertuang dalam Peraturn Daerah Kabupaten Gunungkidul No 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2030, pasal 27 (b) dan pasal 33 (b). Akan tetapi hingga saat ini praktik penambangan masih saja berlangsung di
6 Apriando, Tommy. 2012. Dilema Tambang Karst Gunung Kidul: Kebutuhan Perut Vs
Melindungi Alam, diakses melalui http://www.mongabay.co.id/tag/yogyakarta/page/2/ .12 Maret
6 daerah ini, dan Desa Bedoyo merupakan salah satu desa di Kecamatan Ponjong yang mengalami eksploitasi kawasan kars tertinggi beserta kerusakan lingkungan yang dialami akibat kegiatan penambangan batu kapur yang terjadi. Berikut data pertambangan batu kapur di Kecamatan Ponjong dan sekitarnya:
Tabel 1. 1 Data Perusahaan Tambang Kecamatan Ponjong dan Jumlah Tanggungannya No. Nama Perusahaan/Kelompok Alamat Jumlah Pekerja Jumlah Tanggungan
1 PT. Calindo Pucanganom, Rongkop 50 208
2 CV. Merpati Jaya Bedoyo, Ponjong 53 178
3 PT. Sugih Alamanugroho Bedoyo, Ponjong 140 590 4 Kelompok Ngrombo-Alasombo Bedoyo, Ponjong 91 347
5 PT. Anindya Bedoyo, Ponjong 66 300
6 Kelompok Turi-Nongkosepet Sidorejo, Ponjong 156 707 7 Kelompok Karangasem Karangasem, Ponjong 109 483 8 PT. Mineral Persada Bedoyo, Ponjong 93 396 9 Kelompok Kenteng Kenteng, Ponjong 150 658
Jumlah 908 3.867
sumber: Disperindagkop - ESDM Kabupaten Gunungkidul
7 memilih berprofesi sebagai pekerja tambang sebagai mata pencaharian utamanya. Secara garis besar, mayoritas masyarakat mendukung pemanfaatan lahan kars yang dilakukan oleh para penambang batu kapur, tetapi ada pula masyarakat yang tidak mendukung berlangsungnya aktivitas penambangan tersebut. Tentu saja masyarakat yang mendukung aktivitas penambangan batu kapur adalah masyarakat yang lebih banyak mendapatkan dampak positif atas kegiatan penambangan batu kapur terutama dalam segi pemenuhan kebutuhan perekonomian.
8 pun merasa memiliki hak atas pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Namun di sisi lain, eksploitasi cagar alam kars juga tidak dapat dibiarkan begitu saja.
Disamping berkemungkinan merusak cagar alam geologi dan lingkungan, masih banyak permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat di sekitar tambang, yang secara otomatis mereka adalah pihak yang paling merasakan dampak dari kegiatan penambangan. Sebagai pihak yang mengalami langsung dampak adanya kegiatan penambangan batu kapur, tentunya mereka juga memiliki penilaian tersendiri terkait kegiatan penambangan batu kapur yang terus berjalan, padahal telah ada peraturan yang menyatakan bahwa izin penambangan batu kapur di Kabupaten Gunungkidul resmi dihentikan. Hal ini kemudian patut untuk dipertanyakan, yaitu ketika sudah diketahui ada kebijakan yang mengatur tentang pelarangan kegiatan tambang sejak lama, namun aktivitas penambangan masih saja berlangsung.
1.2.Rumusan Masalah
9 lingkungan ekonomi, sosial, politik, hukum dan keamanan yang kondusif.7 Kebanyakan bukit kapur yang ada setelah diambil batu kapurnya atau tambangnya tidak langsung dikembalikan atau ditanami kembali sampai beberapa tahun, akibatnya bukit tersebut menjadi gundul dan tidak bisa menampung air hujan yang berakibat cadangan air tanah menjadi semakin berkurang. Penambangan batu kapur juga mengakibatkan efek berantai, dimulai dengan bukit yang gundul dan tidak bisa menahan air, tanaman yang ada di atasnya tinggal rumput dan semak-semak belukar yang juga akan mati dimusim kemarau. Dengan demikian, bukit gundul tanpa pepohonan tersebut mengakibatkan berkurangnya penyedia cadangan oksigen bagi kehidupan serta mengakibatkan udara terasa semakin panas.
Dari paparan di atas, pertanyaan yang muncul adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan penambang masih melakukan aktivitas penambangan batu kapur di Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka penulis merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tambang dan masyarakat masih melakukan kegiatan penambangan batu kapur di Desa Bedoyo.
7 Irwanto, Arief. 2011. Memahami Good Governance Dalam Bernegara, diakses melalui
10 - Mengidentifikasi pelanggaran apa saja yang dilakukan oleh
penambang batu kapur terhadap kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.
- Memberikan saran yang dapat digunakan pemerintah dan pihak terkait dalam mengatasi permasalahan penambangan batu kapur.
1.4.Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis penelitian ini:
- Dapat memberikan informasi tentang kepatuhan penambang batu kapur terhadap larangan penambangan batu kapur di Kabupaten Gunungkidul, sehingga dapat memperkaya serta mendukung perkembangan ilmu politik dan ilmu sosial pada umumnya dan kepatuhan penambang batu kapur pada khususnya.
Manfaat praktis penelitian ini:
- Dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah dan instansi terkait dalam merumuskan kebijakan selanjutnya mengenai penambangan batu kapur di Kabupaten Gunungkidul, dengan memperhatikan kesimpulan dalam penelitian ini.
1.5.Review Penelitian-penelitian Sejenis
11 merupakan lokasi penambangan batu kapur. Penelitian ini lebih kepada melakukan analisis pemanfaatan kawasan karst oleh masyarakat Desa Bedoyo Kecamatan Ponjong dan Desa Girisekar Kecamatan Panggang. Berkaitan dengan adanya larangan penambangan pada kawasan karst di Desa Bedoyo Kecamatan Ponjong dan Desa Girisekar Kecamatan Panggang, peneliti juga melakukan analisis terhadap kegiatan penambangan yang masih berlangsung hingga saat ini meskipun sudah mengetahui adanya kebijakan larangan tersebut. Selain itu, dalam penelitian ini juga menganalisis perilaku masyarakat Desa Bedoyo Kecamatan Ponjong dan Desa Girisekar Kecamatan Panggang terhadap kebijakan pelarangan penambangan di kawasan karst.
12 objek understudied yang digunakan sebagai data primer dan data sekunder yang diperoleh dari literatur bisa di peraturan lainnya , Undang-Undang Dasar 1945 , Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Penetapan Primer Pertambangan , Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara , Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Upaya Pertambangan Bahan . Dari hasil penelitian ini , menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap penambangan batu kapur liar belum dilakukan secara maksimal atas dasar kurangnya pemahaman masyarakat lokal pada lisensi dalam bidang pertambangan sebagai akibat dari tingkat pendidikan yang relatif masih rendah , keterbatasan pada sosialisasi peraturan atau undang-undang dari pemerintah kepada masyarakat ,pribadi yang terbatas untuk melakukan pengawasan dan ketertiban sehingga masih ada masyarakat yang melakukan penambangan liar.
13 Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul dan pemerintah Desa Sidorejo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul dalam usaha melestarikan dan memperbaiki kerusakan lingkungan alam sebagai akibat kegiatan penambangan batu kapur.