• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH ISU RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ETNIS TIONGHOA DENGAN ETNIS NON TIONGHOA DI KELURAHAN GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH ISU RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ETNIS TIONGHOA DENGAN ETNIS NON TIONGHOA DI KELURAHAN GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT SKRIPSI"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH ISU RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ETNIS TIONGHOA DENGAN ETNIS NON TIONGHOA DI KELURAHAN

GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Nabilla Safira 150902039

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dalam Program Studi Kesejahteraan Sosial pada Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik

Oleh

NABILLA SAFIRA 150902039

DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

Judul Skripsi : PENGARUH ISU RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ETNIS TIONGHOA DENGAN ETNIS NON TIONGHOA DI

KELURAHAN GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT

Nama Mahasiswa : Nabilla Safira NIM : 150902039

Departemen/Prodi : Kesejahteraan Sosial

Menyetujui, DOSEN PEMBIMBING

Hairani Siregar, S.Sos, MSP NIP. 19710927 199801 2 001

KETUA DEPARTEMEN

Agus Suriadi, S.Sos, M.Si NIP. 19670808 199403 1 004

DEKAN FISIP USU

Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si NIP. 19740930 200501 1 002

(4)

PANITIA PENGUJI SKRIPSI Ketua :

Anggota : 1.

2.

(5)

PERNYATAAN

Judul Skripsi

PENGARUH ISU RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ETNIS TIONGHOA DENGAN ETNIS NON TIONGHOA DI KELURAHAN

GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada program studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ternyata ditenemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian- bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Medan, Juli 2019 Penulis,

Nabilla Safira

(6)
(7)

PENGARUH ISU RASISME TERHADAP INTERAKSI SOSIAL ETNIS TIONGHOA DENGAN ETNIS NON TIONGHOA DI KELURAHAN

GLUGUR KOTA KECAMATAN MEDAN BARAT

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul tentang “Pengaruh Isu Rasisme Terhadap Interaksi Sosial Etnis Tionghoa dengan Etnis Non Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota Kecamatan Medan Barat”. Isu rasisme bukanlah sebuah hal baru di kehidupan masyarakat. Namun, hal-hal yang berbau rasial akhir-akhir ini jelas menunjukkan bahwa konflik sosial dan antar etnis mudah sekali direkayasa. Isu etnis pun menjadi perdebatan panjang di media sosial serta menjadi obrolan dan gangguan di kalangan masyarakat.

Penelitian dilakukan di Kelurahan Glugur Kota, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yang ditujukan untuk membuat gambaran secara sistematis mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu, tanpa perlu mencari atau menerangkan setiap hubungan dan menguji hipotesis untuk memperoleh data yang dibutuhkan, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh isu rasisme terhadap interaksi sosial etnis Tionghoa dengan etnis Non Tionghoa. Pengaruh tersebut sebesar 18,2% dan tergolong rendah. Dengan demikian, masih terdapat 81,8%

faktor lain yang mempengaruhi interaksi sosial pada masyarakat etnis Tionghoa dengan Non Tionghoa di Kelurahan Glugur, Kecamatan Medan Barat.

Kata Kunci: Isu Rasisme, Interaksi Sosial, Multikulturalisme, Konflik Antar Kelompok

(8)

ABSTRACT

This thesis entitled “The Influence of Issue of Racism on Social Interactions Between Ethnic Chinese with Ethnic Non Chinese in Glugur Kota Village West Medan”. Issue of racism is not a new thing in people’s lives. But, racial matters recenty have shown that social and ethnic conflicts are easily engineered. Issue of racism has become a long debate on social media, conversation, and disruption in people’s lives.

Research carried out in district area named Glugur Kota, West Medan, Medan City. This research uses descriptive methods with quatitative approach which is intended to make description systematically of fact and character population or certain area, without needing to search or explain each relation and testing the hypothesis to obtain the data needed, then researcher uses technique of collecting data by literature study and questionnaire.

The result of research indicate that there is influence of issue of racism on social interactions between ethnic Chinese and ethnic Non Chinese. The influence is 18,2% and relatively low. Thus, there are still 81,8% of other factors that influence social interaction in ethnic Chinese and ethnic Non Chinese in Glugur Kota Village, West Medan.

Keywords: issue of racism, social interaction, multiculturalism, conflict between groups

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Alhamdulillaah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan, kesehatan, kesabaran, kemudahan, dan kecerdasan sehingga penulis dapat menyelesaikan masa kuliah di Departemen Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmi Politik, Universitas Sumatera Utara serta dapat merampungkan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Isu Rasisme Terhadap Etnis Tionghoa dengan Non Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota Kecamatan Medan Barat”.

Selama masa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Baik secara moril maupun materil. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Agus Suriadi S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Departemen Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, MSP selaku Dosen Pembimbing, saya ucapkan banyak terimakasih telah bersedia membimbing, membantu, meluangkan waktu, tenaga, dan kesabaran dalam penyelesaian pengerjaan skripsi saya ini.

5. Ibu Dra. Tuti Atika, MSP selaku Dosen Penguji, saya ucapkan banyak terimakasih telah bersedia membimbing, membantu, meluangkan waktu, tenaga, dan kesabaran dalam memberi masukan berupa kritik dan saran dalam pengerjaan perbaikan skripsi saya untuk menjadi lebih baik.

6. Kepada seluruh dosen-dosen dan staf administrasi Departemen Kesejahteraan Sosial USU yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama perkuliahan.

(10)

penulis. Beliau berjuang memberikan segalanya berupa doa agar penulis diberikan kemudahan selalu dalam menggapai cita-cita dan berjuang selalu dalam penyelesaian pendidikan anaknya. Well, I’m no good with words, but I do love you.

8. Kepada Ayuk dan Adek, who always love, support, and be my side no matter what. Both of you are my main!

9. Kepada Kahfi, terima kasih atas doa dan dukungan kepada penulis.

10. Kepada Milo dan Luna yang sering menemani penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

11. Keluarga besar papa dan mami, penulis ucapkan terima kasih atas doa dan dukungan terhadap penulis. Semoga keluarga besar penulis dapat sehat selalu serta murah rezeki.

12. Kepada Maulidia Rahima Utami. Terima kasih sudah selalu ada baik suka maupun duka, selalu memberi masukkan untuk skripsi saya, dan selalu sabar menghadapi keluh kesah saya.

13. Kepada Taufik Akbar Azwar, my LDR bestfriend and also my human diary, terima kasih sudah rajin bertanya perkembangan skripsi saya dan menyemangati saya selalu.

14. Kepada Mutia Parinduri yang tidak pernah lupa sama saya.

15. Kepada Nurul dan Hafiza terima kasih sudah mendukung saya meskipun jarang sekali bertemu.

16. Kepada teman-teman penulis, Kery Marlina Angriany, Geng Boru Club (Legi, Afifah, Yudi, Ulfa, Vio, Novi, Badok, Ilsa, Amek), Wiwin yang tidak pernah lupa menyemangati saya, Della yang telah bersedia menjadi reader meskipun waktu saya semhas dia menghilang, teman seperdopingan Salma dan Jonly, saya ucapkan terimakasih atas doa dan dukungan kalian. Kalian selalu ada dalam suka dan duka selama dibangku kuliah.

17. Terima kasih kepada seluruh teman seperjuangan penulis Kesejahteraan Sosial 2015 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, semoga teman-teman sehat selalu, kita dapat dipertemukan kembali di dunia kerja, silahturahmi

(11)

dapat terjalin dengan lancar ya teman-teman dan apa yang kita cita-cita semoga dapat terwujud. Semoga suatu hari nanti kita dapat berkumpul dengan sudah menjadi seorang pekerja sosial yang professional yang dapat menangani masalah kesejahteraan sosial.

18. Kepada orang-orang yang telah hadir maupun sudah pergi dalam hidup saya, for good and bad, your presence indirectly makes me able to be at this level.

It was/wasn’t easy, however, I’ve been through it. Thank you.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.

Terutama bagi kemajuan Kesejahteraan Sosial kedepannya.

Medan, 1 Juli 2019

Penulis, Nabilla Safira

(12)

DAFTAR ISI ... vi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 7

1.4 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Landasan Teoritis ... 10

2.1.1 Pengaruh ... 10

2.1.2 Isu Rasisme ... 11

2.1.3 Interaksi Sosial ... 17

2.1.4 Etnis Tionghoa ... 19

2.1.5 Etnis Non Tionghoa ... 20

2.2 Penelitian Yang Relevan ... 21

2.3 Pengajuan Hipotesis ... 23

2.4 Kerangka Pemikiran ... 23

2.5 Definisi Konsep ... 26

2.6 Definisi Operasional ... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1 Populasi ... 30

3.3.2 Sampel ... 30

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.5 Instrumen Penelitian ... 32

3.6 Skala Pengukuran ... 33

3.7 Teknik Pengolahan Data ... 34

3.8 Uji Kelayakan Instrumen ... 35

3.8.1 Uji Validitas ... 35

3.8.2 Uji Reliabilitas ... 36

(13)

3.9 Teknik Analisis Data ... 37

3.9.1 Uji Asumsi Klasik ... 37

3.9.2 Uji Linearitas ... 38

3.9.3 Sumbangan Efektif ... 38

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 39

4.1 Letak Geografis Lokasi Penelitian ... 39

4.2 Profil Kelurahan Glugur Kota ... 39

4.2 Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

4.3 Sarana dan Prasarana ... 40

4.3.1 Transportasi ... 40

4.3.2 Sarana Pendidikan... 41

4.3.3 Sarana Ibadah ... 41

4.3.4 Sarana Kesehatan ... 42

4.3.5 Prasarana Umum ... 42

BAB V HASIL PENELITIAN ... 49

5.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 49

5.2 Karakteristik Responden ... 50

5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50

5.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 51

5.2.3 Karakteristik Berdasarkan Suku ... 52

5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 52

5.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 53

5.3 Pengaruh Isu Rasisme Terhadap Interaksi Sosial Etnis Tionghoa dengan Non Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota Kecamatan Medan Barat ... 55

5.3.1 Isu Rasisme (Variabel X) ... 55

5.3.2 Interaksi Sosial (Variabel Y) ... 69

5.4 Pembahasan Hasil Penelitian ... 83

5.4.1 Uji Asumsi Klasik ... 83

5.4.2 Uji Linearitas ... 84

5.4.3 Sumbangan Efektif ... 85

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 85

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(14)

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa Pada Tahun 2018 ... 5

Tabel 3.1 Skala Penilaian Kuesioner ... 34

Tabel 3.2 Variabel X Reliabilitas ... 36

Tabel 3.3 Variabel Y Reliabilitas ... 37

Tabel 4.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin………..40

Tabel 4.2 Sarana Pendidikan………...41

Tabel 4.3 Sarana Ibadah ... .41

Tabel 4.4 Sarana Kesehatan ... .42

Tabel 4.5 Prasarana Umum ... 42

Tabel 5.1 Jenis Kelamin Responden ... 50

Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden ... 50

Tabel 5.3 Usia Responden... 51

Tabel 5.4 Usia Responden... 51

Tabel 5.5 Suku Responden ... 52

Tabel 5.6 Pendidikan Responden ... 52

Tabel 5.7 Pendidikan Responden ... 53

Tabel 5.8 Pekerjaan Responden ... 53

Tabel 5.9 Pekerjaan Responden ... 54

Tabel 5.10 Dapat Membedakan Berita Hoax dan Berita Fakta ... 55

Tabel 5.11 Bijak dalam Menyikapi Hoax ... 55

Tabel 5.12 Lingkungan Terdekat yang Paling Menyebarkan Hoax ... 56

Tabel 5.13 Terang-Terangan Melawan Hoax ... 57

Tabel 5.14 Senang Melihat Media Memberi Pemberitaan Buruk Mengenai Etnis ... 57

Tabel 5.15 Dapat Membedakan Berita Hoax dan Berita Fakta ... 58

Tabel 5.16 Bijak dalam Menyikapi Hoax ... 58

Tabel 5.17 Lingkungan Terdekat yang Paling Menyebarkan Hoax ... 59

Tabel 5.18 Terang-Terangan Melawan Hoax ... 60

Tabel 5.19 Senang Melihat Media Memberi Pemberitaan Buruk Mengenai Etnis ... 60

(15)

Tabel 5.20 Politik yang Menyangkutpautkan SARA Menimbulkan Konflik di

Kehidupan dan Lingkungan ... 61

Tabel 5.21 Politik yang Menyangkutpautkan SARA Menimbulkan Konflik di Kehidupan dan Lingkungan ... 62

Tabel 5.22 Kelompok Etnis Pribadi Merupakan Kelompok Paling Dibanggakan ... 62

Tabel 5.23 Etnis Pribadi Lebih Baik Daripada Etnis Lain ... 63

Tabel 5.24 Kesan Buruk Pada Orang Lain Karena Bagian dari Anggota Kelompok Lain ... 64

Tabel 5.25 Penilaian Pada Suatu Kelompok Melalui Faktor Internal (Keluarga) 64 Tabel 5.26 Penilaian Pada Suatu Kelompok Melalui Faktor Eksternal (Teman, Media Massa, Media Sosial) ... 65

Tabel 5.27 Kelompok Etnis Pribadi Merupakan Kelompok Paling Dibanggakan ... 65

Tabel 5.28 Etnis Pribadi Lebih Baik Daripada Etnis Lain ... 66

Tabel 5.29 Kesan Buruk Pada Orang Lain Karena Bagian dari Anggota Kelompok Lain ... 67

Tabel 5.30 Penilaian Pada Suatu Kelompok Melalui Faktor Internal (Keluarga) 67 Tabel 5.31 Penilaian Pada Suatu Kelompok Melalui Faktor Eksternal (Teman, Media Massa, Media Sosial) ... 68

Tabel 5.32 Memiliki Banyak Teman dari Berbagai Etnis ... 69

Tabel 5.33 Sering Melakukan Kerjasama dengan Kelompok Lain... 69

Tabel 5.34 Berhubungan dengan Etnis Lain Karena Terpaksa ... 70

Tabel 5.35 Agresif dan Yakin pada Diri Sendiri ... 71

Tabel 5.36 Memiliki Banyak Teman dari Berbagai Etnis ... 71

Tabel 5.37 Sering Melakukan Kerjasama dengan Kelompok Lain... 72

Tabel 5.38 Berhubungan dengan Etnis Lain Karena Terpaksa ... 72

Tabel 5.39 Agresif dan Yakin pada Diri Sendiri ... 73

Tabel 5.40 Nilai Sosial yang Dipegang Etnis Lain Tidak Sesuai dengan Gaya Hidup Responden ... 74

Tabel 5.41 Nilai Sosial yang Dipegang Etnis Lain Tidak Sesuai dengan Gaya Hidup Responden ... 74

Tabel 5.42 Menunjukkan Amarah Secara Langsung Apabila Bersinggung Mengenai Etnis ... 75

Tabel 5.43 Menunjukkan Amarah Secara Langsung Apabila Bersinggung Mengenai Etnis ... 76

Tabel 5.44 Lebih Suka Bergaul dengan Kelompok yang Beretnis Sama ... 77

(16)

Tabel 5.47 Lebih Suka Bergaul dengan Kelompok yang Beretnis Sama ... 78

Tabel 5.48 Penghinaan pada Responden ... 79

Tabel 5.49 Sering Mengejek Orang Lain dengan Berbau Etnis ... 80

Tabel 5.50 Ancaman pada Responden ... 80

Tabel 5.51 Melakukan Pertentangan dengan Kelompok Lain Melalui Ancaman 81 Tabel 5.52 Ancaman pada Responden ... 82

Tabel 5.53 Melakukan Pertentangan dengan Kelompok Lain Melalui Ancaman 82 Tabel 5.54 Kolmogorov-Smirnov Test ... 83

Tabel 5.55 Test of Linearity (ANOVA Table) ... 84

Tabel 5.56 Sumbangan Efektif ... 85

(17)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Pemikiran ... 25 4.4 Stuktur Organisasi Pemerintahan Kelurahan Glugur Kota ... 44

(18)

Surat Pengajuan Judul ... 94

Surat Berita Seminar Proposal ... 95

Surat Izin Penelitian ... 97

Daftar Pertanyaan (Kuesioner) ... 99

Dokumentasi/Foto ... 104

Uji Validitas ... 107

R Tabel 90-100 ... 111

F Tabel 16-35 ... 111

(19)
(20)
(21)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Etnis Tionghoa telah datang ke Indonesia lama sebelum kedatangan orang Belanda. Namun, saat itu jumlah mereka masih sedikit sekali dibandingkan dengan jumlah mereka yang sekarang. Kesulitan transportasi dan ketetapan hukuman berat bagi tiap orang Tionghoa yang meninggalkan Tiongkok mencegah imigrasi massal ke Hindia sebelum abad ke-19. Orang-orang Tionghoa yang sampai ke Hindia kebanyakan adalah orang Hokkien, yaitu suku yang berasal dari provinsi Fujian di bagian tenggara-selatan Tiongkok. Khas mereka adalah tidak membawa keluarga, melainkan menikah dengan penduduk asli yang menetap.

Seiring berjalannya waktu, mereka menjadi masyarakat yang relatif stabil dan dapat diidentifikasikan sebagai masyarakat Tionghoa peranakan. Selama paruh pertama abad ke-19 masyarakat ini cenderung mandiri. Sementara perbandingan laki-laki dan perempuan berkembang makin setara dan saling menikah dengan perempuan penduduk asli pun menurun. Sedangkan imigran baru merupakan kelompok-kelompok transisi kecil yang biasanya dapat cepat diserap ke dalam masyarakat peranakan. (Suryadinata, 1998: 1-2)

Saat era kolonial, etnis Tionghoa masih sedikit lebih beruntung dibandingkan penduduk asli yang terdiskriminasi oleh penjajah Belanda. Pada masa itu, etnis Tionghoa sebagian besar adalah pedagang yang menjadi relasi penjajah sebagai rekan bisnis. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Ekploitasi sumber daya

(22)

manusia untuk ekplorasi alam Indonesia melibatkan etnis Tionghoa dan Non Tionghoa membuat keduanya termargilkan dari sistem kolonialisasi Belanda yang mengakibatkan pemberontakan dari para petani Tionghoa di Batavia. Isu tersebut beredar hingga keluar kota sehingga orang Tionghoa yang berada diluar kota berencana membantu pemberontak. Lalu, masalah rasisme anti-Tionghoa terbesar dan pertama kali pun terjadi pada tahun 1740 di Kota Batavia. Bahkan diperkirakan antara 5000 sampai 10.000 warga Tionghoa dibantai. Hal tersebut terus berkembang di Indonesia tanpa rekonsiliasi atau penjelasan. Tercatat pada tahun 1912 terjadi kerusuhan di Solo akibat permasalahan dagang dan kerusuhan di Kudus pada tahun 1918 (amp.rappler.com).

Pada era orde lama kegiatan etnis Tionghoa di Indonesia tidak berkembang secara signifikan. Etnis Tionghoa mayoritas berprofesi sebagai pedagang (Suryadinata, 2005: 135). Namun, tragedi pada etnis Tionghoa kembali terjadi pada tahun 1965. Tiongkok yang menjadi negara komunis besar saat itu dianggap punya peran dalam Gerakan September 1965 (G30S). Banyak masyarakat Tionghoa saat itu yang menjadi korban karena dianggap komunis atau mata-mata Tiongkok. Kebencian ini tidak berhenti sampai situ saja, orang-orang Tionghoa dianggap sebagai pemeras harta masyarakat lokal.

Selanjutnya pada era orde baru keadaan makin memburuk. Sangat sedikit ruang gerak bagi etnis Tionghoa pada masa itu. Pemerintah memberi pembatasan- pembatasan bagi masyarakat khususnya etnis Tionghoa baik dibidang politik, sosial, maupun ekonomi. Bahkan pada tahun 1967 muncul Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun 1967 tentang pelarangan segala yang serba Tionghoa di Indonesia, termasuk agama, kepercayaan, ekspresi seni, kebudayaan maupun

(23)

sastra. Lalu pada bulan Mei 1998, krisis ekonomi terjadi yang mengakibatkan berbagai kerusuhan. Sentimen anti-Tionghoa yang telah bertahun-tahun dipupuk dan sengaja dikembangkan di antara masyarakat memuncak yang berakhir dengan penjarahan, penyiksaan, pelanggaran HAM dan tindakan asusila terhadap warga etnis Tionghoa (Suryadinata, 2005: 305). Akibatnya, banyak warga Tionghoa melarikan diri ke luar negeri dan bahkan ada yang tidak kembali sampai sekarang.

Kemudian pasca runtuhnya rezim orde baru yang dipimpin Soeharto, barulah keadaan etnis Tionghoa di Indonesia menjadi tampak lebih baik meskipun belum ada penyelesaian atas peristiwa tersebut dan masalah rasisme tetap saja ada seolah menjadi warisan kebencian.

Jika mendengar istilah diskriminasi yang terbayang di dalam ingatan kita pertama kali adalah suatu adanya perlakuan yang tidak adil dan perlakuan yang berbeda oleh sekelompok masyarakat. Hal itu sesuai dengan yang dikemukakan Doob (dalam Liliweri, 2005: 218) bahwa diskriminasi merupakan perilaku yang ditujukan untuk mencegah suatu kelompok atau membatasi kelompok lain yang berusaha memiliki atau mendapatkan sumber daya. Secara teoritis, diskriminasi dapat dilakukan melalui kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan, menaklukan, memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan pluralisme budaya dan mengasimilasi kelompok lain. Masalah diskriminasi di masa sekarang akibat dari pengetahuan warga Non-Tionghoa mengenai sejarah yang menampilkan sisi negatif dari etnis Tionghoa yaitu perbedaan kelas berupa turunan dari kolonial Belanda seolah memberi kesan eksklusif dan superioritas terhadap etnis Tionghoa. Belum lagi klaim data yang mengesankan warga Tionghoa kaya dan mendominasi serta mengendalikan perekonomian Indonesia

(24)

sehingga membuat kesenjangan sosial antara etnis Tionghoa dengan Non- Tionghoa dalam masyarakat makin terlihat nyata. Hal itulah yang menyebabkan konflik yang terus terjadi pada etnis Tionghoa dan Non-Tionghoa di antar kelas.

Namun umumnya terjadi di antara sesama kelas menengah. Orang-orang yang terlibat menganggap warga Tionghoa seolah “mencuri” lahan mereka. Anggapan tersebut secara tidak langsung disadari oleh masyarakat telah menumbuhkan stereotip buruk terhadap etnis Tionghoa (amp.rappler.com).

Hal-hal yang berbau rasial dan agama akhir-akhir ini jelas menunjukkan bahwa konflik-konflik sosial dan antar etnis mudah sekali direkayasa. Seperti yang sudah dipaparkan di atas bahwa etnis Tionghoa sering menjadi target generalisasi negatif dari beberapa kaum mayoritas. Namun, ada hal unik yang terjadi pada etnis Tionghoa akhir-akhir ini. Kasus penistaan agama yang disangkutpautkan dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada proses Pilkada tahun 2017 membuat sentimen anti-Tionghoa kembali ramai. Tindakan yang dilakukan pejabat keturunan etnis Tionghoa ini seolah menjadi pancingan bagi kaum rasis untuk menyalurkan kebenciannya.

Arogansi (atau pribadi) Ahok menjadi sebuah stereotip baru sekaligus sebuah ejekan baru bagi etnis Tionghoa (kompasiana.com). Memang, munculnya Ahok sebagai figur publik dilihat sebagai sebuah kebanggaan bagi warga Tionghoa dan Non Tionghoa yang membuktikan pluralisme Indonesia. Namun, realita menunjukkan bahwa “fenomena Ahok” itu telah membawa arus baru rasisme pada etnis Tionghoa di Indonesia. Isu etnis pun menjadi perdebatan panjang di media sosial serta menjadi isu di kalangan masyarakat. Isu tersebut bahkan tidak hanya di ibukota tetapi juga melampaui lintas kawasan negeri ini.

(25)

Kota Medan merupakan ibu kota di Provinsi Sumatera Utara yang banyak dihuni masyarakat multikultural, khususnya di Kelurahan Glugur Kota. Penduduk yang tinggal di Kelurahan Glugur Kota diantaranya adalah suku Karo, suku Mandailing, suku Jawa, suku Minang, etnis Tionghoa dan sebagainya. Penduduk Kelurahan Glugur Kota juga terdiri dari multi-agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan kepercayaan Konghucu. Kelurahan Glugur Kota yang berpenduduk heterogen secara kuantitas, dan etnis Tionghoa disana tentunya tidak luput dari masalah rasisme. Penyebutan panggilan “Aseng” yang berarti asing pada warga beretnis Tionghoa masih sering terdengar di kalangan masyarakat.

Belum lagi ditambah kasus Ahok akhir-akhir ini banyak membuat perpecah belahan, yang tadinya rukun dan berteman kemudian menjadi musuh. Kabar- kabar hoax mengenai Tionghoa pun tersebar melalui platform media sosial yang membuat pandangan terhadap etnis Tionghoa makin memburuk.

Berikut ini adalah data etnis Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota tahun 2018:

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa Pada Tahun 2018

No. Suku bangsa Jumlah (orang)

1 2 3 4 5 6 7 8

Tionghoa Jawa Tapanuli Mandailing

Melayu Karo Aceh Lain-lain

3.581 2.294 846 552 560 140 53 1.799

Jumlah 9.825

Sumber: Monografi Kelurahan Glugur Kota 2018

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat data penduduk di atas menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan penduduk yang berdomisili di Kelurahan Glugur Kota

(26)

pada tahun 2018 yaitu 9.825 jiwa dengan jumlah keluarga berjumlah 2.485 keluarga. Jumlah etnis Tionghoa yang berdomisili di Kelurahan Glugur Kota yaitu 3.581 jiwa dari total penduduk 9.825 jiwa.

Berbagai penjelasan di atas serta masalah yang peneliti jabarkan sebelumnya, maka peneliti ingin melihat sejauh mana pengaruh isu rasisme di kalangan masyarakat beretnis Tionghoa dengan Non Tionghoan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Isu Rasisme Terhadap Interaksi Sosial Etnis Tionghoa dengan Non Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota Kecamatan Medan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, penulis merumuskan masalah penelitian yaitu: “Bagaimana pengaruh isu rasisme terhadap interaksi sosial etnis Tionghoa sebagai dengan etnis Non Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota Kecamatan Medan Barat?”.

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk mengetahui pengaruh isu rasisme terhadap interaksi sosial etnis Tionghoa sebagai terhadap etnis Non Tionghoa di Kelurahan Glugur Kecamatan Medan Barat.

(27)

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk menambah pengetahuan dan kemampuan berpikir terhadap masalah yang diteliti bagi peneliti serta melihat minoritas etnis Tionghoa yang berdomisili di Kelurahan Glugur Kota dalam konteks identitas diri mereka dan menelaah berbagai permasalahan etnisitas dalam berinteraksi sosial.

2. Memberi informasi bagi peneliti lain yang ingin mengadakan penelitian- penelitian lanjutan mengenai pengaruh isu rasisme terhadap interaksi sosial.

3. Memberi pengetahuan kepada masyarakat khususnya masyarakat multikultural mengenai interaksi sosial dan memahami berbagai masalah isu rasisme khususnya yang memiliki latar belakang perbedaan identitas dan status sosial.

1.4 Sistematika Penulisan

Memahami lebih jelas skripsi ini, maka materi yang tertera pada skripsi ini dikelompokkan menjadi beberapa bab yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 2. Rumusan Masalah

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4. Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

(28)

1. Landasan Teoritis 2. Penelitian Yang Relevan 3. Pengajuan Hipotesis 4. Kerangka Pemikiran 5. Definisi Konsep 6. Definisi Operasional.

BAB III METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

2. Lokasi Penelitian 3. Populasi dan Sampel 4. Teknik Pengumpulan Data 5. Teknik Analisis Data

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Temuan Umum

1. Letak Geografis Lokasi Penelitian 2. Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian 3. Profil Lokasi Penelitian

4. Visi, Misi, dan Tujuan Lokasi Penelitian 5. Struktur Organisasi/Lembaga Lokasi Penelitian 6. Kondisi Umum Tentang Klien

7. Kondisi Umum Tentang Petugas

8. Keadaan Sarana dan Prasarana Lokasi Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN

(29)

1. Deskripsi Data Hasil Penelitian 2. Pengajuan Hipotesis

3. Pembahasan Hasil Penelitian 4. Keterbatasan Penelitian

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan 2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

(30)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Pengaruh

2.1.1.1 Definisi Pengaruh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1997:747), pengaruh adalah daya ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak atau kepercayaan seseorang. Pengaruh adalah daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu atau seseorang yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang atau kelompok. Pengaruh juga suatu tipe kekuasaan agar bertindak dengan cara tertentu.

Poerwadarminta berpendapat bahwa pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu, baik orang maupun benda dan sebagainya yang berkuasa atau yang berkekuatan dan berpengaruh terhadap orang lain (Poerwadarminta, 1986:

731). Apabila ditinjau dari pengertian tersebut, dapat dikatakan pengaruh dengan kata lain memiliki hasil atau akibat.

Berdasarkan konsep pengaruh di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu reaksi yang timbul (dapat berupa tindakan atau keadaan) dari suatu perlakuan akibat dorongan untuk mengubah atau membentuk suatu keadaan.

Pengaruh juga hal abstrak yang terkadang tidak bisa dilihat tapi bisa dirasakan keberadaannya dalam kehidupan dan aktivitas manusia sebagai makhluk sosial.

Jenis pengaruh bisa terbagi dua, yaitu positif dan negatif. Pengaruh positif yaitu

(31)

pengaruh yang bisa membuat seseorang bisa melakukan sesuatu yang baik.

Sedangkan pengaruh negatif yaitu pengaruh yang mengajak seseorang untuk berbuat kejelekan. Pengaruh isu rasisme ini termasuk ke dalam pengaruh negatif.

2.1.2 Isu Rasisme 2.1.2.1 Isu

Isu dalam pemahamannya memiliki makna yang berbeda-beda. Pembicaraan sehari-hari isu sering diartikan sebagai kabar burung dalam pemahamannya bagi orang awam. Isu merupakan berbagai perkembangan di dalam arena publik kemudian berlanjut dan berdampak lebih luas kepada masyarakat (Kriyantono, 2012: 152). Isu yang terjadi di masyarakat dapat berupa kabar yang belum jelas asalnya dan tidak terjamin kebenarannya. Isu juga merupakan titik awal munculnya konflik yang apabila tidak ditangani secara baik akan memberikan efek negatif terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri dan berlanjut ke tahap krisis. Isu sering ada di dalam perkembangan politik, kebijakan, ekonomi, atau trend sosial.

Sesungguhnya isu dan krisis adalah hal yang berbeda namun saling berkaitan satu sama lain. Dapat dikatakan jika isu muncul sebagai antisipasi sebelum terjadinya krisis. Meskipun ada banyak definisi mengenai krisis, namun secara garis besar krisis adalah suatu peristiwa yang tidak terduga dan ancaman utama yang dapat memiliki efek negatif pada pihak tertentu, stakeholder, maupun negara jika tidak ditangani dengan tepat (Wahab, 2008: 40). Selain itu, isu adalah sesuatu yang sebenarnya tidak pernah mati namun tenang dalam kurun waktu tertentu. Isu dapat memuncak saat munculnya kelompok tertentu yang menyebarkan isu

(32)

tersebut terlebih lagi saat terjadinya suatu konflik. Sedangkan krisis sendiri muncul pada tahap lanjut dari sebuah isu.

2.1.2.2 Tahapan Isu

Penting untuk memahami perkembangan isu dikarenakan tipisnya perbedaan antara isu dan krisis. Sebuah isu diciptakan sebagai ide yang memiliki dampak potensial yang mengakibatkan tingkat kesadaran dan reaksi masyarakat. Menurut Hainsworth (dalam Kriyantono, 2012: 159) mengemukakan bahwa hal ini membutuhkan proses dalam beberapa tahapan, yaitu:

1. Tahap Permulaan

Pada tahap ini, tidak ada isu yang tampak namun kondisi muncul dengan jelas yang berpotensi untuk berkembangnya menjadi sesuatu yang penting. Dalam tahap ini, ada liputan media yang signifikan dan biasanya seseorang atau kelompok mulai mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini. Ini adalah tahapan penting yang menentukan apakah isu dapat dikelola dengan baik atau tidak namun masyarakat maupun stakeholder yang sedang mengalami hal ini belum begitu mendefinisikan masalahnya.

2. Tahap Mediasi

Pada tahap ini, isu mulai berkembang dan memberikan pengaruh terhadap masyarakat. Di tahap ini juga masyarakat sudah bisa mendefinisikan isu secara jelas. Kemudian isu pun mulai memberi tekanan terhadap pemerintah atau pihak-pihak tertentu yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan isu telah mendapat dukungan publik, khususnya kelompok-kelompok yang saling mendukung dan memberikan perhatian pada isu tersebut. Namun, di tahap ini masih ada beberapa orang tertentu yang masih dapat menjaga isu tersebut

(33)

agar tidak berkembang dengan pesat dengan memperhatikan isu-isu lainnya.

Tujuannya adalah agar isu tidak makin membesar dengan melalui pemberitaan media.

3. Tahap Organisasi

Tahap organisasi adalah dimana isu sedang berkembang dan menjadi topik pembicaraan dan menjadi krisis. Pada tahap ini sudah mulai adanya kemarahan publik yang menuntut perubahan. Publik mulai membentuk jaringan kelompok dan mendesak pemerintah untuk melakukan suatu tindakan terhadap isu yang berkembang ini. Isu pun menjadi popular karena media massa memberitakannya berulang kali dengan eskalasi yang tinggi dan ditambah interaksi media sosial yang sangat mudah diakses. Akibatnya, isu menjadi diskusi publik dan bermunculan ke beberapa pemimpin dan memberikan komentar-komentar yang mempengaruhi publik melalu media massa. Kemudian terjadilah critical stage yaitu publik mulai terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu setuju dan menentang. Masing-masing pihak berupaya mempengaruhi pengambilan kebijakan agar menjadi penengah padahal memihak pada kelompok tertentu.

4. Tahap Resolusi

Jika telah mencapai tahap ini, berarti isu sudah mulai teratasi dengan baik sehingga diasumsikan telah berakhir sampai saat adanya pihak tertentu memunculkan kembali dengan pemikiran baru, atapun muncul persoalan baru yang mempunyai keterkaitan dengan isu sebelumnya. Pada titik ini isu maupun konflik akan berhenti dari media meskipun masih terus diperbincangkan di sebagian kalangan masyarakat.

(34)

2.1.2.3 Rasisme

Kata “ras” berasal dari Bahasa Perancis-Italia yaitu “razza” yang berarti pembedaan variasi penduduk berdasarkan tampilan fisik, golongan keturunan, pola-pola keturunan, serta kelakuan bawaan yang tergolong unik sehingga berbeda dari penduduk asli (Liliweri, 2005: 18-19). Hargett, Galam Kandal (2003) mendefinisikan ras sebagai istilah yang bersifat biologis, yang digunakan untuk mengelompokkan anggota dari mereka yang spesiesnya sama yang di bedakan dengan orang lain. Jadi dengan kata lain, ras berarti segolongan manusia yang mempunyai sifat dan ciri keturunan tertentu yang berbeda dengan golongan lain.

Klasifikasi ras biasanya berhubungan dengan ciri-ciri fisik luar seperti warna kulit, tekstur rambut, asal-usul geografis, penampilan wajah, dan bentuk mata.

Konsep identitas rasial berlaku sebagai gagasan secara sosial yang berhubungan dengan warisan historis seperti perbudakan, penganiayaan, dan imigran.

Istilah rasisme sering digunakan untuk melukiskan permusuhan dan perasaan negatif suatu kelompok etnis atau masyarakat terhadap kelompok lain, serta sebagai tindakan yang dihasilkan dari sikap-sikap itu. Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras lainnya (Fredickson, 2005: 3). Pada tahun 1940, istilah rasis telah digunakan dengan konotasi buruk seperti:

1) Tribalisme, yaitu bentuk pemerintahan paling awal dimana berupa gabungan beberapa suku yang disatukan kemudian pimpinananya diangkat melalui perang antar suku. Suku yang menang akan menjabat sebagai pemerintah dan

(35)

menimbulkan persepsi bahwa suku yang menang berada diatas suku yang kalah

2) Xenofobia, yaitu ketakutan terhadap orang asing 3) Keangkuhan

4) Prasangka 5) Permusuhan

6) Perasaan negatif terhadap suatu kelompok atau etnis lain dan terkadang diiringi dengan sikap brutal sering kali dihubungkan dengan rasisme (Fredickson, 2005: 10).

Rasisme telah menjadi faktor pendorong diskriminasi sosial, kekerasan sosial, bahkan genosida (pembantaian suku secara besar-besaran). Sulit untuk menyatakan akibat rasisme karena efeknya dapat secara sadar ataupun tidak sadar.

Tindakan rasisme telah merendahkan si target dengan identitasnya dan hal ini menghancurkan suatu budaya dengan menciptakan pembagian kelompok secara politik, ekonomi, dan sosial dalam suatu negara (Samovar dkk, 2010: 187-211).

Neubeck (dalam Susanti, 2014) menjelaskan bahwa terdapat 2 jenis rasisme, yaitu:

1. Personal Racism

Personal Racism adalah stereotip individu atas dasar dugaan perbedaan ras, menghina nama, perlakuan diskriminatif selama kontak imterpersonal, ancaman, dan tindak kekerasan terhadap kelompok yang diduga menjadi ras inferior. Personal Racism terjadi ketika individu atau kelompok kecil memiliki sikap curiga dan terlibat dalam perilaku diskriminatif dan sejenisnya. Di sisi lain, Personal Racism juga dapat berupa tidakan nyata dari

(36)

kebencian rasial. Ini sering mendapat perhatian media, terutama ketika tindakan yang mengancam jiwa atau membawa implikasi kekerasan.

2. Institutional Racism

Rasisme kelembagaan melibatkan perlakuan yang diberikan khusus untuk menyatakan minoritas di tangan lembaga tersebut. Tidak seperti beberapa bentuk Personal Racism, rasisme yang terjadi melalui operasi sehari-hari dan tahun ke tahun lembaga berskala besar seringkali sulit untuk terdeteksi tanpa investigasi. Institutional Racism merupakan fenomena sosial dimana kaum mayoritas berada dalam posisi untuk menggerakkan dan mempertahankan suatu daerah atau negara.

Banyak teori rasisme difokuskan pada prasangka individu dan diskriminasi, bukan pada organisasi atau masyarakat. Rasisme sendiri mengacu pada sikap, keyakinan, atau perilaku individu yang mengakibatkan perlakuan tidak adil.

Seiring dengan munculnya masalah politik yang terjadi pada tahun 2016, banyak situasi dimana masyarakat untuk berbicara secara terbuka dengan cara berprasangka atau bertindak diskriminasi secara terang-terangan. Dampak yang ditimbulkan akibat rasisme dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi ras yang diuntungkan dan ras yang dirugikan. Keuntungan yang diperoleh oleh ras yang berkuasa bersifat dominan sedangkan pada ras yang didiskriminasi menimbulkan kerugian fatal baik dari segi mental maupun fisik.

Jadi, isu rasisme adalah suatu kabar yang berkembang dalam arena publik dan berdampak luas pada masyarakat mengenai ras, namun belum bisa dipastikan kebenarannya. Kabar tersebut pun dapat mengakibatkan permusuhan, perasaan

(37)

negatif, prasangka, serta diskriminasi terhadap suatu kelompok etnis atau masyarakat terhadap kelompok lain.

2.1.3 Interaksi Sosial

2.1.3.1 Definisi Interaksi Sosial

Salah satu pribadi manusia adalah mempunyai naluri untuk melakukan interaksi sesamanya semenjak dilahirkan ke dunia. Sehingga boleh dikatakan, interaksi sesama manusia sudah menjadi keharusan dan kebutuhan. Melalui kebutuhan tersebut, manusia juga mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lain. Boleh disimpulkan tanpa interaksi dengan manusia lain, manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Menurut Soekanto (2002), interaksi sosial adalah bentuk- bentuk yang tampak apabila individu atau kelompok mengadakan hubungan satu sama lain terutama dengan mengetengahkan kelompok serta lapisan sosial sebagai unsur pokok struktur sosial. Interaksi sosial dapat dipandang sebagai dasar proses- proses sosial yang ada, menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis.

Interaksi sosial merupakan suatu konsep yang sangat penting bagi kehidupan sosial. Istilah tersebut secara kontak timbal balik dan respon antar individu atau kelompok. Dalam interaksi sosial mempunyai ciri-ciri, yaitu:

1. Pelaku interaksi lebih dari seorang, biasanya berjumlah dua, tiga, atau lebih

2. Komunikasi antar pelaku juga kerap menggunakan simbol-simbol

3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini, dan akan datang yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung

4. Mempunyai tujuan tertentu

(38)

Interaksi adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Oleh sebab itu, tanpa interaksi, tidak mungkin ada kehidupan bersama. Dalam interaksi yang dilakukan pun oleh manusia, terdapat 2 syarat yaitu: kontak sosial dan komunikasi (Zuwaradan, 2010).

Kontak merupakan aksi dari individu kelompok agar mempunyai makna bagi pelakunya dan kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain.

Penangkapan makna tersebut yang menjadi dasar untuk memberikan reaksi.

Kontak pada dasarnya dapat bersifar primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila terjadi secara langsung melalui gerak fisik atau face-to-face misalnya melalui berbicara, berjabat tangan, dan isyarat. Sebaliknya, terdapat pula kontak sekunder yaitu melalui secara tidak lansung atau melalui perantara seperti melalui tulisan atau telepon.

Komunikasi akan muncul setelah kontak berlangsung. Namun, terjadinya kontak belum berarti telah ada komunikasi, karena komunikasi itu timbul apabila individu memberi tafsiran pada perilaku orang lain. Dalam tafsiran itu, individu tersebut akan mewujudkan dengan komunikasi dimana merupakan aksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan ke orang lain. Suatu komunikasi yang efektif apabila si penerima pesan menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim pesan. Salah satu cara terbaik untuk memastikan bahwa pesan yang diberikan benar-benar diterima secara tepat sebagaimana yang dimaksud adalah dengan mendapatkan umpan balik pesan tersebut. Umpan balik adalah proses yang memungkinkan seseorang pengirim mengetahui bagaimana pesan yang dikirimkannya telah ditangkap oleh si penerima atau tidak. Selain itu cara seseorang mendengarkan dan menanggapi

(39)

lawan bicara jugalah sangat penting dalam berkomunikasi. Memberikan tanggapan penuh pemahaman dalam mendengarkan dapat menghindari kecenderungan kesalahpahaman komunikasi pihak terkait.

2.1.4 Etnis Tionghoa

Etnis Tionghoa merupakan salah satu etnis yang asal leluhur mereka berasal dari Tiongkok. Istilah Tionghoa yang dahulu disebut “Cina” diubah dalam pers Indonesia 1950. Menurut sejarah, leluhur orang Tionghoa di Indonesia bermigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan.

Etnis Tionghoa menurut Purcell adalah seluruh imigran negara Tiongkok dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup budaya Indonesia dan tidak tergantung dari kewarganegaraan mereka dan bahasa yang mereka gunakan (Suryadinata: 2002). Peran etnis Tionghoa beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia bahkan sebelum Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan- catatan dari Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya. Setelah Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Di Kota Medan sendiri, keberadaan etnis Tionghoa bervariasi dan dalam jangka waktu yang berbeda. Gelombang pertama pada abad ke 15, ketika armada perdagangan Tiongkok datang mengunjungi pelabuhan Sumatera Timur dan

(40)

melakukan hubungan dagang dengan sistem barter (Lubis, 1995). Kemudian gelombang kedua pada tahun 1863 disaat Belanda mulai bergerak di bidang perkebunan tembakau. Pihak Belanda merasa tidak cocok dengan buruh asli Indonesia. Oleh karena itu, pengusaha perkebunan mencoba mendatangkan tenaga kerja dari negeri Tiongkok. Pada abad ke 19, dengan bantuan pemerintah Hindia Belanda dan para pengusaha di tanah Deli, orang Tionghoa dapat memonopoli seketor pengangkutan di kawasan tanah Deli.

2.1.5 Etnis Non Tionghoa

Warga Non Tionghoa atau penduduk asli merupakan setiap orang yang lahir di suatu tempat, wilayah atau negara, dan menetap di sana dengan status orisinal, asli, atau tulen sebagai kelompok etnis yang diakui sebagai suku bangsa bukan pendatang dari negeri lainnya. Penduduk asli dulunya sering disebut pribumi yang berasal dari bahasa Jawa yaitu wong asal ing tanah kono berarti penduduk asli daerah atau tempat.Etnis Pribumi adalah kelompok etnis yang mempunyai daerah mereka sendiri (Suryadinata, 2003). Namun, pemakaian istilah itu terasa diskriminatif bagi kalangan etnis Tionghoa dikarenakan merasa lahir dan hidup di Indonesia, serta turut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sehingga merasa berhak untuk mengakui Indonesia sebagai tanah air. Kemudian, pasca reformasi kata pribumi tertuang dalam Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang menghentikan istilah pribumi dan non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.

(41)

Etnis Non Tionghoa merupakan kelompok mayoritas di Indonesia dan kelompok yang merasa memiliki kontrol atau kekuasaan untuk mengontrol baik dalam hal sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. Konsep mayoritas menurut Gollnick dan Chinn (1990) dipahami sebagai sebuah aspek yang berkaitan dengan kehidupan terutama dalam interaksi manusia (Liliweri, 2005: 102).

2.2 Penelitian Yang Relevan

Penelitian relevan yang dapat dijadikan rujukan pada penelitian ini yaitu:

1. Penelitian yang berjudul “Persepsi Etnis Tionghoa Sebagai Kelompok Minoritas Terhadap Etnis Non-Tionghoa Dalam Politik Multikulturalisme di Kelurahan Metro” yang dibuat oleh Dian Arisetya tahun 2014. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan minoritas dan mayoritas di Kelurahan Metro pada tahun 2013. Penelitan ini merupakan penelitian deskriptif untuk menggambarkan analisis data di dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber data diperoleh melalui dokumentasi dan wawancara dengan informan atau narasumber penduduk setempat yang beretnis Tionghoa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian menggunakan interview, observasi, dan dokumen. Validitas data menggunakan Triangulasi metode dimana peneliti membandingkan temuan data menggunakan analisis interaktif tiga komponen, yakni reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan dilakukan berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Etnis Tionghoa merupakan kelompok minoritas di Kelurahan Metro yang berpenduduk heterogen secara kuantitas. Hal-hal menjadi permasalahan berdasarkan penelitian diantaranya

(42)

adalah 1) Kurangnya wawasan masyarakat untuk menciptakan pluralisme dalam lingkungan yang multietnis. 2) Kurangnya perhatian terhadap etos kerja etnis Tionghoa sehingga menjadi kesenjangan sosial. 3) Penjagaan identitas etnis Tionghoa sebagai WNI serta pelestarian nilai-nilai budaya lokal yang cukup kental.

2. Penelitian yang berjudul “Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina dengan Pribumi di Kota Medan Sumatera Utara” yang dibuat oleh Erika Revida tahun 2009. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui interaksi sosial antara etnis Tionghoa dengan etnis asli Indonesia di Medan yang sering menemui ancaman atau masalah. Ada beberapa stereotip negative terhadap kedua belah pihak. Stereotip ini telah berkembang sejak era kolonial dan tetap menjadi isu sampai sekarang. Stereotip ini sebenarnya merupakan bahaya yang tertanam di hubungan antara etnis Tionghoa dan etnis asli Indonesia. Oleh karena itu, peneliti menjelaskan bahwa upaya bersama perlu dilakukan untuk mengatasinya. Peneliti menjelaskan sebagai contohnya, etnis Tionghoa mampu berasimilasi dengan menghadiri dan membantu di kegiatan etnis asli Indonesia atau pernikahan campuran antara etnis Tionghoa dengan etnis asli Indonesia.

3. Penelitian yang berjudul “Stereotip dan Konflik Antar Kelompok” yang dibuat oleh DP. Budi Setyo tahun 2002. Penelitian ini mengenai masyarakat majemuk yang kebanyakan selalu rentan konflik antar kelompok yang sering menyebabkan tragedi. Stereotip telah diduga memberi kontribusi penting pada konflik, karena salah satu stereotip tidak akurat. Hasil dari penelitian ini beranggapan bahwa stereotip juga memiliki fungsi sosial yang

(43)

menjelaskan peristiwa dari berbagai sosial fenomena. Disamping itu, stereotip, prasangka dan diskriminasi sangat berhubungan sehingga dapat memaparkan konflik antar kelompok secara komprehensif.

2.3 Pengajuan Hipotesis

Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang perlu diuji kebenarannya (Sarwono, 2006: 38). Hipotesis dapat ditulis dalam bentuk kalimat maupun dalam bentuk symbol, dengan gambaran:

: Tidak ada hubungan antara variabel x dan variabel y : Ada hubungan antara variabel x dan variabel y Atau:

: p = 0 : p ≠ 0

Adapun hipotesis yang peneliti ajukan dalam penelitian ini ialah:

1. Terdapat pengaruh isu rasisme terhadap interaksi sosial etnis Tionghoa dengan Non-Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan.

2. Tidak ada pengaruh isu rasisme terdapat interaksi sosial antara etnis Tionghoa dengan Non-Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan.

2.4 Kerangka Pemikiran

Etnis Tionghoa telah datang ke Indonesia lama sebelum kedatangan orang Belanda. Pada era orde lama dan orde baru, etnis Tionghoa banyak menjadi

(44)

sasaran kebencian dan korban rasisme. Rasisme adalah salah satu masalah universal yang menjangkiti seluruh negara di dunia. Indonesia pun tidak luput dari masalah ini, terutama terhadap warga keturunan etnis Tionghoa. Pada tahun 2016, kasus Ahok telah membuat berbagai pandangan masyarakat terhadap isu yang berbentuk SARA sehingga orang-orang Tionghoa di Indonesia kembali menjadi sasaran kebencian. Hal tersebut memberi pengaruh yang bisa dirasakan keberadaannya dalam kehidupan dan aktivitas manusia sebagai makhluk sosial. Terlebih lagi ada sejumlah kelompok tertentu yang mencoba memanaskan isu ini secara konstan dan mengakibatkan perlakuan rasisme. Bentuk-bentuk dari isu rasisme ini berupa 1) penyebaran hoax, 2) politik, dan juga 3) prasangka. Tentu saja, hal itu semua berdampak pada interaksi sosial yang ada di antara etnis Tionghoa dengan Non Tionghoa yaitu berupa 1) perilaku sosial, 2) multikulturalisme, 3) kerukunan, 4) perilaku diskriminasi, dan 6) ancaman.

(45)

Berikut adalah bagan kerangka pemikiran:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Pengaruh

Etnis Non- Tionghoa Isu rasisme (x):

 Pemberitaan hoax

 Politik

 Prasangka

Interaksi Sosial (y):

 Perilaku sosial

 Multikulturalisme

 Kerukunan

 Perilaku diskriminasi

 Ancaman

Etnis Tionghoa

(46)

2.5 Definisi Konsep

Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi, dan lain-lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang mempunyai ciri yang sama. Definisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan serta mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. (Siagian, 2011: 134).

Agar menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna- makna konsep yang diteliti. Untuk lebih memahami pengertian konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Pengaruh merupakan daya ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak atau kepercayaan seseorang.

2. Isu rasisme merupakan suatu kabar yang berkembang dalam arena publik dan berdampak luas pada masyarakat mengenai ras, namun belum bisa dipastikan kebenarannya dan dapat mengakibatkan permusuhan, perasaan negatif, prasangka, serta diskriminasi terhadap suatu kelompok etnis atau masyarakat terhadap kelompok lain.

3. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

4. Etnis Tionghoa dan Non Tionghoa yang dalam penelitian ini merupakan masyarakat di Kelurahan Glugur Kota, Kecamatan Medan Barat.

(47)

2.6 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau operasi lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Definisi operasional bertujuan untuk memudahkan penelitian dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Maka perlu operasionalisasi dari konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus diamati (Silalahi, 2009: 120).

Perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi konsep. Pemberian definisi operasional yang tepat pada suatu penelitian akan membantu peneliti dalam membantu kesesuaian variabel yang diperlukan di dalam penelitian.

Dalam hal ini harus ditentukan lebih dahulu variabel-variabel yang ada dalam penelitian yaitu:

1. Variabel bebas adalah variabel atau sekelompok atribut yang mempengaruhi atau memberikan akibat terhadap variabel atau sekelompok atribut lain.

Variabel bebas disebut variabel pengaruh sehingga diberi symbol “x”.

Variabel bebas (x) yaitu isu rasisme yang terjadi di dalam masyarakat etnis Tionghoa dan etnis Non-Tionghoa dengan penjabaran berikut:

a) Pemberitaan hoax b) Politik

c) Prasangka

2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi variabel lain. Maka, variabel terikat disebut variabel terpengaruh sehingga diberikan simbol “y”.

(48)

Variabel terikat (y) yaitu interaksi sosial etnis Tionghoa dengan Non- Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota dengan penjabaran berikut:

a) Perilaku sosial b) Kerukunan c) Multikulturalisme d) Perlakuan diskriminasi e) Ancaman

(49)

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 2002). Dalam penelitian deskriptif ini, akumulasi data dasar dalam cara deskriptif tidak perlu mencari atau menerangkan setiap hubungan dan menguji hipotesis (Notoadmojo, 2002).

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan penekatan kuantitatif yang melibatkan beberapa proses pengolahan instrumen penelitian. Data dari instrumen tersebut diolah dengan prosedur tertentu untuk kemudian disajikan secara lebih sederhana agar mudah dipahami.dalam penelitian kuantitatif ada beberapa tujuan khusus analisis data, yaitu untuk menjawab masalah penelitian dan membuktikan hipotesis penelitian, menyusun dan menginterpretasikan data kuantitatif yang sudah diperoleh, menyajikan data dengan cara tertentu, menjelaskan kesesuaian antara teori dan temuan di lapangan, serta menjelaskan argumentasi atas hasil temuan di lapangan (Faisal, 2001).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Glugur Kota, Kecamatan Medan Barat, Medan, Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih lokasi ini, yakni:

(50)

1. Berpenduduk heterogen yang menciptakan multikultural di Kelurahan Glugur Kota.

2. Peneliti juga memperhatikan akses yang mudah dijangkau guna efisiensi dan efektivitas waktu dan biaya.

3. Lokasi cukup signifikan dalam mengumpulkan informasi tentang etnis Tionghoa sebagai dari jumlah total penduduk 9.825 jiwa.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah serumpun atau sekumpulan objek yang menjadi sasaran penelitian. Penentuan populasi harus berpedoman pada tujuan dan permasalahan penelitian (Bungin, 2008). Populasi tidak harus seragam namun diantaranya harus ada persamaan. Populasi dalam penelitan ini adalah penduduk Kelurahan Glugur Kota yang beretnis Tionghoa dan Non Tionghoa. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 9.825 jiwa.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah satu subjek atau tiap bagian dari populasi berdasarkan apakah itu representative atau tidak. Sampel merupakan bagian tertentu yang dipilih dari populasi (Silalahi, 2009: 254). Sedangkan teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dan memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan (Sugiyono, 2004). Berdasarkan notasi rumus besar sampel penelitian minimal oleh Slovin, maka dengan 9.825 jiwa dalam sebuah populasi, bisa ditentukan minimal sampel yang akan diteliti.

(51)

Dengan persen kelonggaran ketidaktelititan (margin of error) yang masih dapat ditolerir atau diinginkan adalah 10%.

Perhitungannya yaitu:

n =

Keterangan:

n : Sampel N : Populasi E : margin of error

Sehingga:

n =

n =

n =

n =

n = 98,99

Apabila dibulatkan maka besar sampel dari 9.825 populasi pada margin of error 10% adalah sebesar 100. Maka, sampel dalam penelitian ini berjumlah 100

(52)

jiwa dengan tingkat kesalahan yang dikehendaki sebesar 10%. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah 50 warga beretnis Tionghoa dan 50 Non- Tionghoa di Kelurahan Glugur Kota, Kecamatan Medan Barat, Medan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik data yang digunakan adalah:

1. Studi kepustakaan (Library Research), yaitu teknik pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti sebagai data sekunder.

2. Studi lapangan, yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian dengan langsung terjun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta kondisi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan melalui kuesioner, yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan cara menyebar daftar pertanyaan untuk dijawab responden sehingga digunakan menjadi data primer. Peneliti akan menyebarkan kuesioner dengan satu angket dan dua skala yakni isu rasisme dan interaksi sosial kepada sampel yang diwakili dengan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian berupa kuesioner atau bisa disebut angket, kemudian dikirim secara langsung dan diberikan kepada sampel yang mewakili bergantung pada hal yang dialaminya. Instrumen penelitian yang digunakan adalah dua skala

(53)

dan disertai pengembangan skala yang telah ada dengan menggunakan 4 alternatif jawaban. Adapun penjelasan untuk masing-masing skala adalah sebagai berikut : a. Skala isu rasisme.

Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan isu rasisme yang meliputi penyebaran hoax, politik, dan prasangka. Masing-masing dari pernyataan tersebut memiliki 4 alternatif jawaban, antara lain Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini telah dimodifikasi dengan menghilangkan jawaban ragu-ragu untuk menghindari kecenderungan subyek memilih jawaban ragu-ragu. Dimana pernyataan memiliki skor 4-1.

b. Skala interaksi sosial.

Peneliti menggunakan skala yang dikembangkan dari beberapa hasil penelitian mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu perilaku sosial, multikulturalisme, kerukunan, toleransi, perlakuan diskriminasi, serta ancaman. Pernyataan tersebut memiliki 4 alternatif jawaban, antara lain Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini telah dimodifikasi dengan menghilangkan jawaban ragu-ragu untuk menghindari kecenderungan subyek memilih jawaban ragu-ragu.

Dimana pernyataan memiliki skor 4-1.

3.6 Skala Pengukuran

Pengukuran pada penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui pengaruh isu rasisme terhadap interaksi sosial. Oleh karena itu, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pengukuran tingkat persetujuan

(54)

menggunakan skala Likert. Skala pengukuran Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena tertentu. Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor. Skor atas pilihan atas pilihan jawaban untuk kuesioner yang diajukan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Skala penilaian kuesioner

No. Keterangan Skor

1 Sangat Sesuai 4

2 Sesuai 3

3 Tidak Sesuai 2

4 Sangat Tidak Sesuai 1

Sumber: Sugiyono (2008:39)

3.7 Teknik Pengolahan Data

Adapun langkah-langkah pengolahan data dengan yang dilakukan sebagai berikut:

1. Editing Data (Memeriksa Data)

Tahapan ini merupakan kegiatan penyuntingan data yang terkumpul dengan cara memeriksa kelengkapan dan kesalahan pengisian kuisioner. Editing data dilakukan oleh peneliti apabila terdapat kesalahan atau kurang lengkapnya pengisian data maka kuisioner dikembalikan kepada responden untuk melengkapi.

2. Coding Data (Memberi Kode Data)

Tahap ini merupakan pemberian kode pada setiap data mentah yang telah dikumpulkan secara sistematis untuk mempermudah pengolahan data..

3. Entry Data (Memasukkan Data)

(55)

Setelah seluruh data di coding, maka akan dilakukan entry data dengan memasukkan data hasil coding dengan mnggunakan bantuan program komputer.

4. Cleaning Data (Data yang Telah Diolah dan Siap Dianalisa)

Cleaning data atau bisa disebut tabulasi data adalah tahap saat setelah dilakukannya pengentrian data, kemudian dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan apakah data sudah bersih dari kesalahan dan konsisten sesuai kode, sehingga data siap untuk dianalisis dengan bantuan program komputer.

5. Data Analyzing (Analisis Data)

Ini merupakan tahap akhir dalam penelitian. Tahap ini mengharuskan menginterpretasikan data yang sudah diperoleh selama pengumpulan data di lapangan.

3.8 Uji Kelayakan Instrumen 3.8.1 Uji Validitas

Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan.

Intrumen dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur. Instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur. Penelitian berupa achivement test, memiliki nilai benar – salah, maka pengujian validitas item instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi biserial.

Uji validitas dilakukan dengan menggunakan 10 non sampel yaitu 10 orang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

(56)

Validitas dihitung dengan membandingkan antara r hitung dengan r tabel dengan rumus:

(df = n-2), maka 100 – 2 = 98 yaitu 0,196 (Junaidi, 2010) dengan tingkat signifikansi 5% maka dapat dinyatakan, Jika r hitung > r tabel maka dinyatakan valid sebaliknya jika r hitung < r tabel maka dinyatakan tidak valid.

3.8.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas dapat dikatakan sebagai keandalan. Oleh karena reliabilitas menunjuk kepada suatu pengertian yang lebih jelas yaitu bahwa suatu instrumen tersebut sudah cukup baik. Salah satu metode pengujian reliabilitas adalah dengan menggunakan metode Nunally (1960), apabila nilai Cronbach's Alpha Based on Standardized Items lebih besar dari 60% maka dapat dikatakan angket tersebut reliable. Suatu angket dikatakan reliable apabila jawaban seseorang terhadap pertanyaan atau pernyataan selalu konsisten dari waktu ke waktu. Masing-masing indikator dalam variabel dikatakan reliable jika nilai Alfa Croanbach’s > r table.

Tabel 3.2 Variabel X

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items N of Items

.801 .805 11

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Tabel 5.54 Kolmogorov-Smirnov Test
Tabel 5.55 Test of Linearity (ANOVA Table)
Tabel 5.56 Sumbangan Efektif

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu secara gambaran umum Masjid Agung Trans Studio Bandung memiliki kapasitas untuk melaksanakan kegiatan pemberdayaan yang bertujuan untuk

kemampuan representasi konten pada program Konkuren, walaupun mereka belum mencapai tahap maksimal (Gambar 1). Peningkatan nilai konten yang terlihat didalam CoRe menunjukkan

Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian tugas guru adalah cara penyajian bahan atau materi dari guru dengan memberikan tugas-tugas

Citra selanjutnya akan dilakukan proses dekripsi menggunakan algoritma Vigenere Cipher terlebih dahulu, kemudian hasil dari perhitungan tersebut dihitung lagi menggunakan

Aplikasi dalam survei kelautan dengan akustik kita dapat menduga spesies ikan yang ada didaerah tertentu dengan menggunakan pantulan dari suara,

Selanjutnya kegiatan eksperimen dilakukan sebagai berikut: (a) melaksanakan pretes untuk mengetahui kemampuan awal pemahaman dan penalaran matematis sebelum diberikan

program KB di tingkat kecamatan dan desa yang dilaksanakan oleh Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dan Pengendalian Program Lapangan Keluarga Berencana (PPLKB)

tidak menurunkan semangat keaktifan dan prestasi belajar peserta didik. Kegiatan proses belajar mengajar di SDMU Ahmad Dahlan sudah berupaya penuh dalam masa pandemi ini selain