• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Selain itu, ketahanan pangan juga merupakan pilar bagi eksistensi dan kedaulatan suatu bangsa. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis dan desentralistis saat ini, pelaku utama pembangunan pangan mulai dari produksi, penyediaan, distribusi dan konsumsi adalah masyarakat. Pemerintah berperan sebagai inisiator, fasilitator, serta regulator, agar kegiatan masyarakat yang memanfaatkan sumber daya nasional dapat berjalan lancar, efisien, berkeadilan dan bertanggungjawab.

Permasalahan utama dalam mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini adalah pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan penyediaannya. Permintaan yang meningkat cepat tersebut merupakan resultan dari peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli masyarakat dan perubahan selera. Sementara itu kapasitas produksi pangan nasional pertumbuhannya lambat bahkan stagnan disebabkan oleh adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumberdaya lahan dan air serta stagnannya pertumbuhan produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian.

Di Indonesia, kesulitan dalam penyeimbangan neraca pangan sudah dialami sebelum awal krisis moneter terjadi pada pertengahan tahun 1997.

Bahkan, pemenuhan kebutuhan beras yang pernah diatasi secara swasembada pada tahun 1986, sampai saat sekarang ini ternyata tidak dapat

(2)

2 dipertahankan. Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 1999, Indonsia telah mengimpor beras sebanyak 1.8 juta ton pada tahun 1995; 2.1 juta ton pada tahun 1996; 0.3 juta ton pada tahun 1997; 2.8 juta ton pada tahun 1998; 4.7 juta ton pada tahun 1999.

Kebijakan pangan pada pemerintahan tahun 80-an sangat terfokus pada ketersediaan beras sebagai komoditas pangan nasional sehingga terwujud swasembada beras pada tahun 1984-1985. Wujud intervensi pemerintah terhadap komoditas ini juga masih dapat dilihat pada penetapan harga pembelian pemerintah, produksi dan ketersediaan cadangan beras nasional. Jika dilihat dari sudut pandang produsen (petani), telah muncul suatu pandangan bahwa tanaman padi merupakan satu-satunya tanaman pangan yang menguntungkan dan prospektif. Dilihat dari sudut pandang konsumen, tercipta juga pemikiran yang memandang superioritas beras sebagai satu-satunya komoditas yang mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia dalam aspek nutrisi, kestabilan persediaan dan harga. Hal ini berujung pada semakin kuat dan berkembangnya ungkapan yang mengatakan bahwa belum makan jika belum makan nasi dalam kesadaran masyarakat Indonesia secara umum. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika ketergantungan terhadap beras sangat tinggi.

Data kementerian pertanian menunjukkan bahwa hingga tahun 2013 beras masih menjadi komponen utama ketahanan pangan. Kebutuhan karbohidrat nasional 80% dipenuhi dari beras. Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan konsumsi beras masyarakat Indonesia pada 2011 mencapai 113,48 kg per kapita per tahun. Jika dibandingkan dengan beberapa negara lain seperti

(3)

3 Korea 40 kg per kapita per tahun, Jepang 50 kg per tahun, Malaysia 80 kg per tahun, Thailand 70 kg per tahun. Jumlah ini hampir dua kali lipat dari konsumsi rata-rata konsumsi beras dunia sebesar 60 kg per kapita per tahun. Data ini menunjukan tingginya konsumsi masyarakat Indonesia akan beras. Padahal, ada begitu banyak keanekaragaman pangan di Indonesia yang berperan penting sebagai sumber bahan pangan pokok masyarakat di berbagai daerah. Setiap daerah memiliki keanekaragaman pangan lokal. Pangan lokal ini dikonsumsi sebagai pangan tambahan, pangan pengganti, bahkan merupakan makanan pokok yang sudah dikonsumsi sejak berpuluh bahkan beratus tahun lamanya.

Secara umum pola konsumsi pangan nasional didominasi oleh beras. Hal ini berbeda dengan di wilayah timur Indonesia yang didominasi oleh sagu dan ubi-ubian. Secara khusus di Papua, telah dikenal bahwa makanan pokok masyarakatnya adalah sagu untuk daerah pesisir pantai sedangkan di daerah pegunungan adalah ubi jalar dan ubi-ubian lainnya. Kondisi yang berbeda ini menjadi kurang tepat jika dalam pengembangan ketahanan pangan diterapkan kebijakan pangan seperti pada kebanyakan daerah lain di Indonesia. Sebaliknya yang menjadi sangat penting adalah bagaimana mengembangkan ketahanan pangan di Papua khususnya di Jayawijaya dengan mengacu kepada potensi alam termasuk pangan lokalnya dan kearifan lokal masyarakat setempat.

Besarnya potensi alam, kultur masyarakat agraris, dan kearifan masyarakat lokal merupakan modal penting dalam membangun ketahanan pangan masyarakat sejalan dengan upaya diversifikasi pangan. Oleh karena itu peranan dan eksistensi masyarakat local tidak boleh diabaikan. Masyarakat lokal di pedesaan dengan

(4)

4 kulturnya yang kuat telah melahirkan kearifan lokal masing-masing. Kearifan lokal ini telah dibangun selama berabad-abad seiring dengan perjalanan hidup sehingga merupakan intisari dari kompilasi pengalaman hidup yang panjang dan diwariskan turun temurun. Karena merupakan akumulasi pengalaman hidup lokal selama berabad-abad, maka untuk setiap daerah kearifan lokal ini dapat memiliki rupa dan praktek yang berbeda-beda. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan, kearifan lokal tersebut diterapkan secara tertib dan ditaati dengan penuh keyakinan.

Pengembangan kearifan lokal merupakan salah satu cara membangun ketahanan pangan yang perlu untuk dilaksanakan dan penting bagi pengembangan suatu daerah. Di daerah pedesaan khususnya di Kabupaten Jayawijaya sebagian besar hidup dari pertanian, maka kearifan lokal tersebut juga terinternalisasi dalam tata cara bertani sehingga kehidupan sehari-hari masyarakat petani pun tidak lepas dari kearifan lokal pertanian tersebut.

Pembangunan pertanian di Kabupaten Jayawijaya juga dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan. Daerah ini memiliki potensi cukup besar untuk pengembangan berbagai jenis komoditas pertanian sebagai sumber pangan.

Mengacu pada potensi yang dimiliki maka salah satu program utama Pemerintah Kabupaten Jayawijaya untuk menjaga ketersediaan pangan bagi semua penduduk di kabupaten Jayawijaya adalah penyediaan bahan pangan yang cukup sepanjang tahun melalui pengembangan komoditas sumber pangan, terutama bahan makanan pokok. Ditinjau dari sisi kearifan pangan lokalnya maka bahan makanan pokok utama bagi masyarakat Jayawijaya adalah Ubi jalar.

(5)

5 Ubi jalar sebagai makanan pokok masyarakat asli setempat memiliki nilai sosial budaya yang tinggi dan mendominasi pertanian lahan kering di daerah dataran sampai yang berbukit-bukit hingga saat ini. Karena merupakan makanan pokok asli sejak jaman dahulu maka eksistensi ubijalar ini terus di pelihara oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat, dan dikembangkan sebagai suatu komoditas andalan daerah.

Menurut Sianturi (2003), masyarakat di daerah marjinal umumnya mengatasi kelangkaan pangan dengan memanfaatkan umbi-umbian, termasuk ubi jalar, sebagai sumber protein. Oleh karena itu, upaya meningkatkan produktivitas dan kualitas umbi-umbian akan sangat membantu mengatasi masalah pangan di wilayah tersebut. Jayawijaya merupakan daerah pertanian yang relatif subur sehingga jika menurut Sianturi daerah marginal saja berpotensi bagi peningkatan produksi maupun kualitas ubi-ubian maka sudah tentu di Jayawijaya akan lebih berpotensi. Produktivitas ubijalar di kabupaten Jayawijaya memang masih tergolong cukup rendah yaitu 11,23 ton/Ha. Varietas ubi jalar yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar, (BPPT 2006). Walaupun demikian perlu diingat bahwa tingkat produktivitas ini dicapai dengan sistem budidaya ubijalar dengan teknologi tradisi setempat (tidak monokultur, tidak banyak mengadopsi sistem budidaya moderen, umumnya masih menggunakan varietas lokal dan tujuannya pemenuhan kebutuhan keluarga). Artinya masih ada kemungkinan besar untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan produktivitas dengan penerapan teknologi yang tepat sesuai kondisi daerah.

(6)

6 Tabel 11 menunjukkan bahwa selama kurun waktu tahun 2007 sampai 2009, baik luas panen, produksi maupun produktivitas ubi jalar di Jayawijaya terus menurun. Hal ini juga dapat berarti bahwa pada kurun waktu tersebut terjadi penurunan ketersediaan pangan pokok lokal. Pada tahun 2010 kembali terjadi peningkatan karena intervensi pemerintah melalui program pengembangan luas lahan ubi jalar.

Tabel 1.1 Data luas panen, produksi dan produktivitas ubi jalar di Kabupaten Jayawijaya Tahun 2006 – 2010

Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas

(ha) (ton) (ton/ha)

2007 10.950,35 123.726,61 11,30 2008 10.825,35 122.034,34 11,27 2009 7.236,48 80.352,32 11,10 2010 11.076,62 124.321,49 11,22 Rata‐rata 9.670,73 108.704,42 11,23 Sumber: Dinas Tanaman Pangan Dan Perkebunan Kabupaten Jayawijaya, 2011

Walaupun ubi jalar adalah makanan pokok pangan lokal asli, namun saat ini ketergantungan masyarakat Jayawijaya terhadap beras cukup tinggi. Hal ini dapat di tunjukkan oleh jumlah pasokan beras oleh Bulog yang setiap tahunnya mencapai rata-rata 1.781,98 ton/tahun (Grafik 1.1)

Grafik 1.1. Data Pasokan Beras BULOG (dalam Ton) untuk Kabupaten Jayawijaya, , Tahun 2005 – 2010.

Sumber: Kantor BULOG Kabupaten Jayawijaya, 2011.

2005 2006 2007 2008 2009 2010

JAYAWIJAYA 1.905,5 1.939,9 1.937,5 2.095,5 1.445,0 1.368,3 0,00

1.000,00 2.000,00 3.000,00

Pasokan Beras (Ton)

Tahun

(7)

7 Sejak 2005 sampai 2008 terlihat pasokan beras ke Jayawijaya terus meningkat sedangkan selanjutnya penurunan pasokan lebih disebabkan adanya pemekaran wilayah sehingga terjadi pengalihan pasokan ke Kabupaten-Kabupaten yang baru. Secara administratif, Kabupaten Lany Jaya, Yalimo, Mamberamo tengah dan Nduga sebelumnya adalah bagian dari Kabupaten Jayawijaya hingga pertengahan tahun 2008. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa dengan adanya pemekaran wilayah maka pasokan beras juga akan terus meningkat. Hal ini akan sangat menghawatirkan bila kemudian nantinya masyarakat pegunungan Jayawijaya menjadi sangat tergantung dengan beras dan kurang memperhatikan lagi ubi jalar sebagai warisan kearifan pangan lokal. Mansoben (Kompas.com,2007) menyatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan, adanya kecenderungan masyarakat Papua mengkonsumsi beras terus meningkat setiap tahun dibanding makanan lokal. Kondisi ini akan menjadi lebih sulit karena, budidaya padi di kalangan petani lokal terutama di Jayawijaya sangat tidak mudah dikembangkan.

Pembangunan telah menyebabkan terjadinya modernisasi dan urbanisasi serta berbagai perubahan persepsi, terutama pada struktur ekonomi dan budaya masyarakat pedesaan, khususnya petani di Jayawijaya. Perubahan yang tak dapat dihindari adalah terjadinya pergeseran pola konsumsi pangan rumahtangga terutama dari pola konsumsi pangan lokal ke pola pangan beras. Atas dasar ini peranan keluarga dalam membangun ketahanan pangan menjadi sangat penting dengan memperhatikan kearifan pangan lokal spesifik daerah. Hal ini mengingat ketahanan pangan yang kuat di tingkat rumahtangga merefleksikan ketahanan

(8)

8 wilayah dan ketahanan nasional yang kukuh. Namun peran kunci rumahtangga tani yang sangat menentukan dalam memperkokoh ketahanan dan kemandirian pangan belum mendapat perhatian proporsional sementara dari rumahtangga tani ini dapat diambil kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam spesifik lokal.

B. Perumusan Masalah

Sejak Orde Baru, beras menjadi komoditas strategis secara politis, sehingga peranan pemerintah terhadap perkembangan produksi dan konsumsi beras sangat intensif. Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan yang berkaitan dengan perberasan, mulai dari industri hulu hingga hilir. Kebijakan tersebut dilakukan secara terus menerus, termasuk diantaranya kebijakan beras untuk orang miskin yang dikenal dengan 'raskin' yang diberlakukan untuk semua provinsi. Dampak dari kebijakan yang bias pada komoditas beras adalah terjadinya pergeseran pola konsumsi pangan pokok masyarakat, terutama di daerah-daerah yang makanan pokoknya bukan beras seperti di Jayawijaya.

Pola konsumsi pangan merupakan salah satu faktor yang penting dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat. Pola konsumsi pangan yang terkonsentrasi pada satu jenis bahan pangan dalam hal ini beras dapat menyebabkan ketergantungan yang tinggi pada bahan pangan tersebut. Hal ini sangat berisiko dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat pada masa yang akan datang. Lebih-lebih bila kondisi daerah tidak mampu menyediakan beras sebanding dengan kebutuhan baik karena terjadinya penurunan produksi beras oleh faktor alam, alih fungsi lahan pertanian maupun karena lonjakan kebutuhan beras oleh laju pertumbuhan penduduk. Untuk mengantisipasi ketergantungan

(9)

9 pangan pokok yang hanya bertumpu pada beras maka penting sekali memperhatikan pengembangan pangan pokok lokal daerah. Mengingat bahwa konsumsi pangan tidak hanya menyangkut pangan pokok maka penganekaragaman konsumsi pangan sumber protein dan vitamin juga sangat penting agar semakin melengkapi kecukupan gizi rumahtangga.

Kearifan lokal Jayawijaya telah menyediakan bahan-bahan pangan lokal yang sejak lama dikonsumsi secara turun temurun dan terbukti tetap diusahakan rumahtangga tani sebagai komoditas utama usahataninya dan tetap menjadi makanan pokok. Seiring meningkatnya program perberasan pemerintah dan berkembangnya usahatani sawah di Jayawijaya maka pola konsumsi pangan masyarakat tentu akan mengalami perubahan.

Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. a. Bagaimana pola konsumsi pangan rumahtangga tani di Jayawijaya

b. Bagaimana tingkat diversifikasi konsumsi pangan riumahtangga tani di Jayawijaya

c. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat diversifikasi konsumsi pangan rumahtangga tani.

2. Bagaimana perubahan pola konsumsi pangan pokok yang telah terjadi pada tingkat rumahtangga tani di Jayawijaya.

3. a. Bagaimana pengaruh harga terhadap jumlah permintaan pangan pokok b. Bagaimana pengaruh pendapatan terhadap permintaan pangan pokok.

c. Bagaimana hubungan antara pangan pokok satu dengan lainnya.

(10)

10 4. a. Bagaimana tingkat ketahanan pangan rumah tangga tani

b. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi derajat ketahanan pangan rumahtangga tani.

5. Bagaimana hubungan antara pola pangan harapan dengan tingkat ketahanan pangan rumahtangga tani di Jayawijaya.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka Penelitian ini bertujuan untuk :

1. a. Menganalisis pola konsumsi pangan rumahtangga tani di Jayawijaya b. Menganalisis tingkat diversifikasi konsumsi pangan riumahtangga tani di

Jayawijaya

c. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat diversifikasi konsumsi pangan rumahtangga tani.

2. Mengetahui perubahan pola konsumsi pangan pokok yang telah terjadi pada tingkat rumahtangga tani di Jayawijaya.

3. a. Mengetahui pengaruh harga pangan pokok terhadap permintaan pangan pokok di Jayawijaya.

b. Mengetahui pengaruh pendapatan rumah tangga tani terhadap permintaan pangan pokok di Jayawijaya.

c. Mengetahui hubungan antara pangan pokok satu dengan lainnya.

(11)

11 4. a. Mengetahui tingkat ketahanan pangan rumah tangga tani

b. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi derajat ketahanan pangan rumahtangga tani.

5. Mengetahui hubungan antara pola pangan harapan (PPH) dengan tingkat ketahanan pangan rumahtangga tani di Jayawijaya.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan ketahanan pangan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Daerah, sebagai bahan masukan dalam penentuan kebijakan pengembangan pangan daerah terutama berkaitan upaya mengoptimalkan potensi sumber pangan lokal bagi ketahanan pangan masyarakat di masa mendatang.

2. Bagi Akademisi dan Peneliti, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pengembangan penelitian-penelitian lanjutannya maupun penelitian di wilayah lain, khususnya di Papua.

E. Keaslian dan Kebaruan Penelitian

Dalam penelitian ini selain dianalisis pola konsumsi pangan dan ketahanan pangan rumah tangga tani, juga dianalisis faktor-faktor nonekonomi di Kabupaten Jayawijaya. Jika dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu, maka keaslian dan kebaruan dari penelitian ini dapat ditunjukan sebagai berikut:

(12)

12 1. Fokus penelitian adalah mengkaji pola konsumsi pangan,

perubahannya/pergeseran pola konsumsi dan derajat ketahanan pangan rumah tangga tani pada masyarakat asli Jayawijaya.

2. Lokasi/tempat penelitian dan data adalah di Kabupaten Jayawijaya dengan data primer dari responden sebanyak 120 rumah tangga tani.

3. Responden yang dipilih sebagai obyek penelitian adalah petani asli Jayawijaya yang di kategorikan dalam kelompok pangan pokok asli daerah (basis usahatani ubi jalar) sebanyak 60 responden dan kelompok pangan pokok introduksi (basis usahatani padi sawah) sebanyak 60 responden, sedangkan untuk mengidentifikasi kondisi pola konsumsi asli sebagai warisan pangan lokal serta kapital sosial masyarakat responden adalah tokoh-tokoh masyarakat adat di Jayawijaya.

4. Karena data yang digunakan adalah data primer maka perubahan pola konsumsi dianalisis secara deskripsi dengan mengukur tingkat partisipasi konsumsi pangan pokok dan menelusuri pergeseran pola konsumsi pangan rumah tangga tani secara historis.

5. Metode analisis yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga dianalisis menggunakan ordered Logit (ologit) dengan memodifikasi variabel-variabel yang diamati,

yaitu dengan memasukkan faktor pengetahuan ibu tentang gizi, harga-harga pangan, tingkat diversifikasi konsumsi pangan serta faktor-faktor modal sosial masyarakat lokal yaitu asosiasi lokal dan interaksi sosial dalam analisis.

Gambar

Grafik 1.1.  Data Pasokan Beras BULOG (dalam Ton) untuk Kabupaten  Jayawijaya, , Tahun 2005 – 2010

Referensi

Dokumen terkait

KI 2 : Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif

Penelitian terdahulu terkait pengaruhvariabel tingkat kesehatan bank terhadap pergerakan harga saham menunjukkan hasil yang tidak konsisten.Oleh karena itu,

Dalam konteks kerjasama antar pedagang, jalinan kerjasama yang baik terjadi antara produsen jamur dengan pedagang karena secara finasial menguntungkan kedua belah

Pada suatu penelitian di Amerika Serikat diperoleh hasil bahwa pemberian profilaksis flukonasol pada pasien anak dengan LLA yang menjalani kemoterapi dengan

1) Ketua Panlok bertugas melakukan koordinasi seluruh perangkat Panitia Pelaksana tahun 2020. 2) Sekretaris Panlok bertugas membantu manajemen pengelolaan operasional

Pengaruh Konsentrasi Pati Ubi Jalar Pada Bahan Pelapis Edible Terhadap Mutu Buah Salak Terolah Minimal Selama Penyimpanan.. Rekayasa Pangan dan

[r]

“Kesegaran Jasmani, adalah : Kemampuan tubuh seseorang sebagai manusia dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, walaupun dengan mendapat kerja fisik yang berat, dalam waktu