• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN COURSE REVIEW HORAY TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

SISWA KELAS IV

I Made Lianto1, Dewa Nyoman Sudana2, Putu Nanci Riastini3

3 , 2 ,

1 Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: [email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran course review horay dan kelompok siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran konvensional. Penelitian ini adalah eksperimen semu (Quasi Eksperimen), dengan desain post test only control group desain. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng. Sampel penelitian ini adalah kelas IV SDN 2 Penarukan dan kelas IV SDN 5 Penarukan. Sampel ditentukan menggunakan teknik simple random sampling. Data hasil belajar dikumpulkan menggunakan tes pilihan ganda. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial uji-t dengan rumus polled varians. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran course review horay dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng. Hal ini ditunjukan oleh thitung (29,87) > ttabel (2,019). Selanjutnya, rata-rata (mean) kelompok eksperimen (19,86) lebih besar daripada rata-rata (mean) kelompok kontrol (15,38). Dengan demikian, model pembelajaran course review horay berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD tahun pelajaran 2015/2016 di Gugus II Kecamatan Bueleleng.

Kata kunci: Course Review Horay, Hasil Belajar

Abstract

The research aims to determine the significant difference of science learning outcome between the group of students who studied following course review horay learning model and the group of students who studied following conventional learning model. The research design was quasi experiment, with post-test design only of control group design. The population of this study was entire students from grade IV Elementary school of Cluster II in sub-district of Buleleng. The research sample was grade IV students from SDN 2 Penarukan and grade IV students from SDN 5 Penarukan. Sample was classified using simple random sampling technique. Data of learning outcome was collected using multiple choice test. Data being obtained was analyzed using statistical descriptive analysis technique and t-test statistical inferential with polled variance formulation. The result of study shows that there is significant difference on the science learning outcome between the group of students who studied following course review horay learning model and the group of students who studied following conventional learning model on the students from grade IV Elementary school of Cluster II in sub-district of Buleleng. This is showed by tvalue (29.87) > ttable (2.019). Next, the mean of experiment group (19.86) is greater than the mean of control group (15.38). Thus, course review horay learning model has an

(2)

effect to the Science learning outcome of the grade IV Elementary school students school year 2015/2016 of Cluster II in sub-district of Buleleng.

Key word: Course Review Horay, learning outcomes

PENDAHULUAN

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam era globalisasi sudah mengalami kemajuan yang pesat dan sangat mempengaruhi pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh Hasbullah (2009:06), menyatakan “dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas”. Persaingan dalam berbagai bidang menuntut seluruh masyarakat untuk memantapkan diri dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu berdaya saing dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin berat.

Atas dasar tuntutan mewujudkan masyarakat yang seperti itu, maka diperlukan upaya peningkatan kualitas SDM yakni melalui peningkatan mutu pendidikan.

Pendidikan merupakan sarana penting dalam mewujudkan SDM yang berkualitas. Pendidikan didefinisikan oleh Darmaningtyas (2015:1) bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis untuk mencapai tarap hidup atau kemajuan yang lebih baik”. Selanjutnya, Munandar (1999:6) menyatakan bahwa pendidikan mempunyai

“peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan Bangsa dan Negara”. Oleh sebab itu, semua Negara menempatkan variabel pendidikan sebagai hal yang penting dalam konteks pembangunan bangsa dan upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Indonesia termasuk salah satu negara yang menempatkan pendidikan sebagai hal yang utama demi kemajuan bangsa. Hal ini dapat dilihat dari isi Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 alenia IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Wiratma (2010), menyatakan bahwa pendidikan dapat dijadikan sarana untuk melahirkan

sumber daya manusia yang berkualitas.

Untuk itu, pendidikan menjadi jalan utama pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas.

Pendidikan dikatakan berkualitas apabila terjadi penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan efisien dengan melibatkan semua komponen- komponen pembelajaran. Sanjaya (2010:204), menyatakan bahwa “proses pembelajaran terdiri dari beberapa komponen-komponen meliputi tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media, dan evaluasi, dimana komponen tersebut terintegrasi”.

Komponen-komponen tersebut dilibatkan secara langsung, dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Kolaborasi antara komponen-komponen ini, tentunya akan menghasilkan sebuah pembelajaran yang efektif dan efisien guna menghasilkan hasil belajar siswa yang optimal. Maka, hal ini akan dapat menjadi indikator terwujudnya pendidikan yang berkualitas.

Model pembelajaran merupakan salah satu faktor yang penting dan besar pengaruhnya dalam pembelajaran untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas.

Apabila guru dapat memilih sekaligus menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan baik, maka hasil pembelajaran akan dapat maksimal.

Aktifitas dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran pun sangat bergantung pada model pembelajaran yang dipilih guru.

Suasana kelas perlu direncanakan sedemikian rupa menggunakan model pembelajaran yang tepat, sesuai dengan mata pelajaran maupun dan materi yang akan diajarkan, sehingga siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian, siswa akan terlibat secara aktif baik mental, fisik, maupun sosialnya.

Pembelajaran yang demikian juga harus terjadi pada mata pelajaran IPA. IPA merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan di Sekolah Dasar. Selain itu, mata pelajaran IPA memegang peranan penting

(3)

dalam kehidupan sehari-hari sebab IPA melatih siswa berfikir logis, rasional, kritis dan kreatif atau berpikir secara ilmiah.

Pendidikan IPA juga memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian dan perkembangan intelektual anak. Oleh karena pentingnya pendidikan IPA di SD, maka sangat diperlukan metode pembelajaran yang sesuai dengan materinya, sehingga siswa belajar IPA secara bermakna.

Namun kenyataannya di sekolah dasar, termasuk di SD Gugus II Kecamatan Buleleng, pembelajaran IPA saat ini masih belum sesuai harapan. Hal tersebut salah satunya dikarenakan masih banyak kendala yang dihadapi siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara tanggal 12 Januari 2016 di kelas IV, siswa menyatakan bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang menakutkan dan membosankan sehingga berdampak pada hasil belajar yang ingin dicapai. Selain hal tersebut, guru juga belum mampu mengubah paradigma siswa yang menganggap IPA sebagai mata pelajaran yang sulit dan paling menakutkan.

Hal tersebut di atas diperkuat oleh hasil observasi pada tanggal 12-15 Januari

2016. Berdasarkan observasi, terlihat bahwa dalam proses pembelajaran siswa terlihat kurang semangat mengikuti pembelajaran. Pada saat guru menerangkan, banyak siswa yang mengobrol dengan teman sebangkunya.

Selain itu, pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya seputar materi yang dibahas, tidak ada siswa yang bertanya. Siswa tampak merasa malu dan takut salah sehingga mereka memilih diam. Disamping itu, guru hanya menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu ceramah, dari pada memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Akibatnya, siswa cenderung pasif, hanya mencatat, dan mendengarkan sesuai perintah guru tanpa berupaya untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Dengan demikian, pembelajaran menjadi berpusat pada guru.

Akibat pembelajaran yang demikian adalah rendahnya hasil belajar siswa, terutama hasil belajar ranah kognitif.

Berdasarkan hasil pencatatan dokumen yang dilakukan pada tanggal 12-15 Januari 2016, diperoleh data berikut.

Tabel 1. Rata-rata Nilai UTS Mata Pelajaran IPA Siswa Kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016

No Sekolah Rata-rata Nilai

UTS

KKM

1 SD N 1 Penarukan 68,75 71

2 SD N 2 Penarukan 67,39 71

3 SD N 3 Penarukan 68,56 75

4 SD N 4 Penarukan 62,41 63

5 SD N 5 Penarukan 66,85 68

(Sumber: Dokumen Guru SD di Gugus II Kecamatan Buleleng, 2016) Berdasarkan tabel tersebut, tampak

rata-rata nilai siswa kelas IV masih di bawah KKM. Rendahnya rata-rata nilai IPA tersebut menunjukan bahwa hasil belajar kognitif siswa rendah.

Masalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tersebut perlu dicarikan suatu solusi. Dalam hal ini diperlukan perubahan paradigma guru dalam pembelajaran, dalam artian merubah cara mengajar guru dari yang masih

menerapkan model pembelajaran konvensional menjadi model pembelajaran yang lebih inovatif. Sejalan dengan hal tersebut, model pembelajaran inovatif diharapkan dapat menarik minat siswa untuk mempelajari IPA dan dapat mendorong siswa untuk lebih berperan aktif dalam belajar, sehingga berdampak pada hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai untuk menyelesaikan masalah

(4)

tersebut adalah model pembelajaran course review horay. Model pembelajaran course review horay digunakan untuk mengetes kemampuan pemahaman siswa menggunakan kotak yang diisi dengan nomor untuk menuliskan jawabannya.

Siswa yang paling dulu mendapatkan tanda benar langsung berteriak horay. Model ini mendorong siswa lebih berperan aktif dalam belajar serta tetap dalam bimbingan guru untuk keefektifan dari proses belajar.

Adapun kelebihan yang dimiliki oleh model course review horay adalah proses pembelajarannya yang menarik dan dapat mendorong siswa untuk dapat aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran pun tidak monoton karena diselingi sedikit hiburan sehingga suasana tidak menegangkan. Siswa akan menjadi lebih semangat belajar karena suasana

pembelajaran berlangsung menyenangkan dan dapat melatih kerjasama antar siswa.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Course Review Horay Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Di Gugus II Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Tahun Ajaran 2015/2016”.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu (quasi eksperimen). Dikatakan eksperimen semu karena tidak semua variabel dikontrol dengan ketat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng Tahun Pelajaran 2015/2016. Distribusi anggota populasi dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Distribusi Populasi Penelitian

No. Nama Sekolah Jumlah Siswa

(Orang)

1 SDN 1 Penarukan 29

2 SDN 2 Penarukan 22

3 SDN 3 Penarukan 37

4 SDN 4 Penarukan 31

5 SDN 5 Penarukan 21

Total Populasi 140

Untuk mengetahui kesetaraan hasil belajar kognitif IPA siswa kelas IV di masing-masing sekolah dasar tersebut, maka terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan dengan menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Berdasarkan hasil analisis dengan ANAVA A pada taraf signifikansi 5%, didapatkan nilai Fhitung sebesar 1,83. Nilai Ftabel pada taraf signifikansi 5% dengan dbA = 4, dan db

dalam = 136 sebesar 2,44, artinya Ftabel>F

hitung sehingga Ho diterima. Dengan

demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar IPA siswa kelas IV sekolah dasar di Gugus II Kecamatan Buleleng adalah setara.

Berdasarkan hasil pengundian, sampel dalam penelitian ini adalah kelompok siswa kelas IV di SDN 2 Penarukan yang berjumlah 22 orang sebagai kelompok eksperimen dan kelas IV di SDN 5 Penarukan yang berjumlah 21 orang sebagai kelompok kontrol. Sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

(5)

Tabel 3. Sampel Penelitian

No Sampel Kelompok Pendekatan/Model

Pembelajaran

Jumlah Siswa 1 Kelas IV SDN 2

Penarukan

Eksperimen Menggunakan model

pembelajaran course review horay

22

2 Kelas IV SDN 5 Penarukan

Kontrol Konvensional 21

Total Sampel 43

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Post Test Only Control Group

Design. Design penelitiannya tampak seperti tabel 4.

Tabel 4. Rancangan Penelitian Post Test Only Control Group Design Kelompok Perlakuan Tes akhir (Post-test)

KE X

O1

KK -

O2

(dalam Sugiyono, 2009:112) Berdasarkan rancangan penelitian di

atas, kelompok eksperimen (KE) diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran course review horay (X).

Setelah diberikan perlakuan, selanjutnya kelompok eksperimen diberikan tes akhir (

O1). Disisi lain, kelompok kontrol (KK) tidak diberikan perlakuan atau tetap dengan model pembelajaran konvensional. Tes akhir (O2) juga diberikan kepada kelompok kontrol. Selanjutnya, kedua hasil tes tersebut dianalisis untuk mengetahui tingkat keberhasilan perlakuan (X).

Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang bisa digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Data hasil belajar siswa dikumpulkan menggunakan satu metode, yaitu metode tes. Metode ini dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa dalam bentuk tulis.

Instrumen penelitian ini adalah tes hasil belajar. Tes hasil belajar ini dibuat dalam bentuk pilihan ganda agar bisa memberikan gambaran yang representative tentang penguasaan siswa terhadap pelajaran yang telah diberikan. Tes pilihan ganda dapat menjamin reliabilitas skor yang diberikan terhadap pekerjaan siswa. Tes ini diberikan pada saat post-test. Untuk jawaban yang benar mendapatkan skor 1

(satu) dan jawaban yang salah mendapatkan skor 0 (nol).

Setelah instrumen tersusun, agar instrumen itu memenuhi syarat instrument yang baik, maka dilakukan uji validitas tes, uji reliabilitas tes, uji daya beda tes, dan uji tingkat kesukaran tes. Namun, sebelum melakukan uji lapangan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas isi oleh para ahli (expert judgement) di bidang IPA.

Selanjutnya, instrumen yang telah mendapat pertimbangan pakar kemudian diujicobakan untuk mendapatkan gambaran secara empirik tentang kelayakan instrumen tersebut dipergunakan sebagai instrumen penelitian. Hasil uji coba dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan validitas dan reliabilitas instrumen.

Untuk mendeskripsikan data yang diperoleh digunakan teknik analisis statistik deskriptif yang meliputi: mean, median, modus, standar deviasi, dan varians.

Sebelum dilakukan pengujian untuk mendapatkan kesimpulan, terlebih dahulu dilakukan uji coba normalitas menggunakan uji Chi-Kuadrat (x2) pada taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan db = (k-1).

Rumus yang digunakan, yaitu sebagai berikut.

(6)

e e o

f f

f 2

2 ( )

(dalam Koyan, 2012:90) Keterangan:

x2 = Chi-Square f0

= Frekuensi observasi fe = frekuensi harapan

Kriteria pengujian, data berdistribusi normal jika x2hitung < x2tabel pada taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan dk- (k-1). Dilanjutkan dengan dilakukannya uji homogenitas varians kelompok menggunakan uji F dengan rumus:

terkecil Varians

terbesar Varians

F

hit

(dalam Koyan, 2012:34)

Kriteria pengujian tolak H0 jika

11, 21

n n

hit F

F . Uji dilakukan pada taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan untuk pembilang n1 – 1 dan derajat kebebasan untuk penyebut n2 – 1.

Setelah data diketahui normal dan variannya homogen maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkolerasi).

Dalam penelitian ini rumus t-test yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah polled varians yang ditulis sebagai berikut.

Polled Varians

   



 



 

 

2 1 2

1

2 2 2 2 1 1

2 1

1 1 2

1 1

n n n

n

s n s n

X t X

(dalam Koyan, 2012:33)

Sesuai dengan hipotesis penelitian yang telah diajukan, maka dapat dirumuskan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1) sebagai berikut.

H0 : tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPA kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran course review horay

dan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.

H1 : terdapat perbedaan hasil belajar IPA kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran course review horay dan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional.

Hipotesis stastistiknya adalah sebagai berikut.

H0:

1

2

H1:

1

2

Keterangan:

1 : model pembelajaran course review horay.

2 : model pembelajaran konvensional.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil belajar IPA kelompok eksperimen diperoleh melalui post-test terhadap 22 orang siswa. Hasil post-test menunjukan bahwa skor tertinggi adalah 24 dan skor terendah adalah 11. Dari skor yang diperoleh dapat dideskripsikan, yaitu mean (M) = 19,86, median (Md) = 20,62, modus (Mo) = 21,50, varians (s2) = 12,18, dan standar deviasi (s) = 3,49.

Data hasil tes kelompok eksperimen, dapat disajikan ke dalam bentuk polygon seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Grafik Poligon Data Hasil Belajar IPA Siswa Kelompok Eksperimen

(7)

Berdasarkan grafik poligon di atas, maka dapat diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo > Md > M), sehingga kurva di atas adalah kurva juling negatif. Artinya, skor yang diperoleh adalah cenderung tinggi.

Data hasil belajar IPA kelompok kontrol diperoleh melalui post-test terhadap 21 orang siswa. Hasil post-test menunjukan bahwa skor tertinggi adalah 23 dan skor terendah adalah 9. Dari skor yang diperoleh dapat dideskripsikan, yaitu mean (M) = 15,38, median (Md) = 15,00, modus (Mo) = 14,87, varian = 8,47, dan standar deviasi (s) = 2,91.

Selanjutnya mean, median, modus hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol disajikan ke dalam kurva polygon sebagai berikut.

Gambar 2. Grafik Poligon Data Hasil Belajar IPA Siswa Kelompok Kontrol

Berdasarkan grafik poligon di atas, maka dapat diketahui modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo < Md < M), sehingga kurva di atas adalah kurva juling positif. Artinya, skor yang diperoleh adalah cenderung rendah.

Selanjutnya sebelum melakukan uji hipotesis, dilakukan uji normalitas sebaran data dan homogenitas kelompok varians.

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, data berdistribusi normal dan homogen sehingga bisa dilanjutkan pada pengujian hipotesis.

Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkolerasi) dengan rumus polled varians. Kriterianya Kriteria tolak H0 jika

tab hit t

t  dan terima H0 jika thitttab. Hasil ringkasan perhitungan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Uji-t

Data Kelompok N X s2 thit ttab(t.s.5%)

Hasil Belajar

Eksperimen 22 19,86 12,18 29,87 2,019

Kontrol 21 15,38 8,47

Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t di atas, diperoleh thit sebesar 29,87, sedangkan ttab dengan db = 41 dan taraf signifikansi 5% adalah 2,019. Hal ini berarti, thit lebih besar dari ttab (thit > ttab), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima.

Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang mengikuti

pembelajaran dengan model pembelajaran course review horay dan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional di Gugus II Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.

Pembahasan

Model pembelajaran course review horay yang digunakan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional yang digunakan pada kelompok kontrol menunjukan pengaruh

(8)

yang berbeda pada hasil belajar IPA siswa.

Hal ini dapat dilihat dari perbedaan rata-rata skor hasil belajar IPA pada kedua kelompok dan hasil uji-t. Secara deskriptif, hasil belajar IPA kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata- rata skor dan kecenderungan skor hasil belajar IPA yang diperoleh kedua kelompok. Rata-rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok eksperimen adalah 19,86 (kategori sangat tinggi), sedangkan rata- rata skor hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol adalah 15,38 (kategori tinggi).

Selanjutnya, berdasarkan analisis data menggunakan uji-t, diketahui thitung = 29,87 dan ttabel (db = 41 pada taraf signifikansi 5%) = 2,019. Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran course review horay dan kelompok siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Adanya perbedaan yang signifikan menunjukan bahwa model pembelajaran course review horay berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa.

Temuan penelitian yang menunjukan bahwa model pembelajaran course review horay berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor pertama, model pembelajaran course review horay memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk kelompok dan berdiskusi. Hal tersebut mengarahkan siswa untuk mengeluarkan kemampuannya dalam memecahkan sebuah permasalahan dan menyebabkan siswa terlatih berpartisipasi dalam kelompoknya secara demokratis.

Kegiatan diskusi akan menambah keyakinan siswa terhadap hasil pemikirannya. Selanjutnya, kegiatan diskusi juga dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih baik dan menemukan hal-hal yang bermakna. Kebermaknaan belajar siswa sangat berpengaruh terhadap hasil belajar IPA mereka. Pendapat tersebut sesuai

dengan pendapat Calfe (dalam Jacob, 2011) yang menyatakan bahwa, siswa

mampu menggambarkan dan

menghubungkan pengetahuan yang diketahuinya melalui diskusi. Di samping itu, sesuai dengan konsep motivasi yang diungkapkan oleh Uno (2008:27), bahwa

“tingkah laku seseorang yang merasa senang terhadap sesuatu, apabila ia menyenangi kegiatan itu, maka termotivasi untuk melakukan kegiatan tersebut”.

Berikutnya, Sagala (2009) menyatakan bahwa pembelajaran yang bermakna dapat menciptakan kondisi yang membangun kreativitas siswa untuk menguasai ilmu pengetahuan.

Faktor kedua, siswa diberikan kesempatan untuk membuat kotak sesuai dengan kebutuhan dan setiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing- masing siswa. Hal ini membuat siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Aktifnya siswa dalam kegiatan pembelajaran menjadikan pembelajaran lebih menyenangkan dan lebih meriah, sehingga siswa lebih tertarik untuk belajar dan proses pembelajaran tidak monoton. Kondisi belajar yang seperti ini dapat memberikan kontribusi yang berarti untuk membantu siswa mempelajari konsep-konsep IPA, yang pada akhirnya siswa dapat mencapai hasil belajar yang maksimal karena pembelajaran bermakna.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (2009) yang menyatakan bahwa keaktifan bagi siswa berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi, dan keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan bermakna.

Faktor ketiga, keterlibatan guru dalam permainan dapat membuat suasana belajar di kelas menjadi lebih hidup dan memberikan kesan yang berbeda pada pembelajaran. Hal ini karena siswa dan guru dapat berinteraksi satu dengan yang lain, sehingga terjadinya sebuah ikatan diantara mereka. Suasana belajar seperti ini menjadikan hubungan guru dengan siswa lebih dekat (akrab) dan menjadi lebih

(9)

ikatan secara sosial. Hal ini sangat membantu pemecahan berbagai masalah yang dihadapi anak dalam proses pembelajaran, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Arends (dalam Trianto, 2007:120), yang menyatakan bahwa “pembicaraan antara guru dan para siswanya menjadi banyak ikatan sosial sehingga kelas menjadi hidup”. Selanjutnya, Arends (2008) yang menyatakan bahwa interaksi guru pada saat pembelajaran, baik antarsiswa maupun antarguru dan siswa, membuat permasalahan siswa bisa diatasi, sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa.

Faktor keempat, kegiatan bermain memberikan kesan yang menyenangkan pada diri siswa, karena kegiatan tersebut sesuai dengan salah satu karakteristik siswa sekolah dasar. Melalui kegiatan bermain, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan memperoleh pengetahuan melalui pengalaman bermain yang dilakukannya. Suasana belajar yang seperti ini membuat siswa lebih menikmati pelajaran sehingga tidak mudah bosan untuk mempelajari IPA. Hal ini dapat memupuk minat dan perhatian siswa untuk mempelajari IPA, yang pada akhirnya dapat berpengaruh baik terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Soefandi & Ahmad (2009:41), yang menyatakan bahwa

“bermain memberikan kesempatan kepada

anak untuk mengembangkan

kreativitasnya”. Selanjutnya, Soefandi &

Ahmad (2009) juga menyatakan bahwa bermain dapat merangsang anak untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran dan membantu anak untuk memahami dunia sekitar, sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar yang diperoleh anak.

Faktor kelima, pemberian reinforcement kepada siswa berupa tanda benar (√) dan langsung berteriak “horay…”

atau yel-yel lainnya dapat memberikan suasana belajar yang menyenangkan, sehingga perhatian siswa terpusat pada kegiatan belajar. Hal ini membuat siswa akan lebih aktif dan lebih termotivasi dalam mengikuti proses pembelajaran. Dengan demikian, hasil belajar siswa pun akan

semakin meningkat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Barnawi dan Arifin (2012) yang menyatakan bahwa penguatan dalam bentuk symbol, dapat berupa tanda cek (√), pada hasil pekerjaan siswa dapat meningkatkan aktivitas siswa sehingga hasil belajar kognitifnya pun menjadi optimal.

Temuan penelitian yang menunjukan bahwa skor rata-rata hasil belajar IPA siswa kelompok kontrol kecenderungan tinggi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, guru lebih mempersiapkan diri untuk mengajar karena pembelajaran didampingi oleh peneliti. Hal tersebut membuat guru lebih menunjukan kemampuannya dalam mengajar dan membuktikan dirinya profesional. Selanjutnya, guru lebih teliti dalam mengajar di kelas, sehingga materi yang dipelajari siswa dapat diterima dengan baik. Kedua, keterlibatan peneliti dalam pembelajaran membuat suasana menjadi berbeda dari sebelumnya. Hal ini karena muncul rangsangan pada diri siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Ketiga, adanya dokumentasi pada saat pembelajaran membuat siswa bersemangat untuk mengemukakan pendapatnya dan menunjukan kemampuannya di dalam proses pembelajaran. Akibat pembelajaran yang seperti itu, maka dapat berpengaruh terhadap skor rata-rata hasil belajar IPA pada kelompok kontrol. Dengan demikian, skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok kontrol menjadi cenderung tinggi dibandingkan skor rata-rata hasil belajar IPA sebelum dilakukan penelitian.

Temuan penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hermawan (2012) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran course review horay dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran secara langsung.

Hasil yang diperoleh adalah thitung > ttabel (3,50 > 2,001) pada taraf signifikansi

= 0,05. Berikutnya, hasil penelitian Giri (2013) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran course review horay

(10)

dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran secara langsung. Hasil yang diperoleh adalah t

hitung > ttabel (64,77 > 2,000) pada taraf signifikansi

= 0,05. Selanjutnya, hasil penelitian Dewi (2014) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran course review horay dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Hasil yang diperoleh adalah thitung > ttabel (4,46 > 1,74) pada taraf signifikansi

= 0,05.

Keberhasilan penelitian-penelitian tersebut mendukung keberhasilan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran course review horay terhadap hasil belajar IPA siswa di SD Gugus II Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.

PENUTUP

Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran course review horay dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil uji- t, diperoleh bahwa thitung adalah 29,87, sedangkan ttabel pada taraf signifikansi 5%

dan db = 41 adalah 2,019. Disamping itu, rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran course review horay (19,86) lebih tinggi dari pada rata-rata skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (15,38).

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) guru hendaknya dapat memilih model pembelajaran yang inovatif, seperti model pembelajaran course review horay untuk meningkatkan hasil belajar siswa. (2) kepala sekolah yang memiliki permasalahan mengenai hasil belajar di sekolahnya hendaknya dapat mengambil suatu kebijakan berupa

penerapan model pembelajaran yang efektif dan efisien di sekolah, seperti model pembelajaran course review horay untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. (3) bagi peneliti lain yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran course review horay dalam bidang IPA maupun pada bidang ilmu lainnya, agar memperhatikan beberapa kendala. Kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk diteliti kembali.

DAFTAR RUJUKAN

Arends, Richard I. 2008. Learning To Teach (Terjemahan Belajar Untuk Mengajar). Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Barnawi dan Mohammad Arifin. 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Jakarta:

Ar-Ruzz Media.

Darmaningtyas. 2015. Pendidikan yang Memiskinkan. Malang: Intrans Publishing.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Jacob, C. 2011. Refleksi pada Refleksi Lesson Stady (Suatu Pembelajaran Berbasis-Metakognisi). Makalah.

Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Pendidikan, Teknik Analisis Data Kuantitatif.

Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.

Munandar, Utami. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:

PT Rineka Cipta.

Sagala, Syaiful. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung:

ALFABETA.

(11)

Sanjaya, Wina. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:

Kencana Prenada Media Group.

Soefandi, Indra & Ahmad Pramudya. 2009.

Strategi Mengembangkan Potensi Kecerdasan Anak. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Administrasi Bandung: Alfabeta.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Uno, Hamzah B. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Wiratma, I G. L. 2010. “Politik Pendidikan dalam Pengembangan Kesadaran Kritis dan Jati Diri”. Jurnal IKA. Vol. 8.

No. 2. Hal. 107-122.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk perusahaan yang tidak tersaring tapi mendaftar dalam tender, pembaruan PQF 2 akan dilakukan sesuai dengan persyaratan dari tender dan diselesaikan sebelum masa pemasukan

Hal ini terlihat pada lebar koridor yang lebih lebar dibandingkan dengan area hunian, cahaya pada bukaan jendela yang lebar lebih banyak masuk ke area podium, ruang

Musabaqah Hifzhil Qur’an Battle adalah jenis lomba pelantunan ayat-ayat suci al-Quran dengan metode hafalan yang dipertandingkan, sehingga yang akan diujikan adalah

1) Imitasi, adalah suatu tindakan meniru orang lain yang dilakukan dalam bermacam-macam bentuk, seperti gaya bicara, tingkah laku, adat dan kebiasaan, serta apa saja

Motif pada kain tenun Siak sudah lama mengalami perkembangan. Terdapat banyak kalangan yang mengembangkan motif kain tenun Siak menggunakan variasi berbeda-beda namun masih pada

Menunjuk surat Nomor: 04.01/PAILIT-SAIP/JP-JOS/IV/13 tertanggal 17 April 2013 peri hal Pemberitahuan Kepailitan dan Permohonan Penghentian Transaksi Efek yang

Dapat disimpulkan jumlah akhir kualitas keefektifan media tersebut “Sangat Efektif” dengan presentasi 87,19%, sehingga media Logico Piccolo Kosakata Bahasa Indonesia Berbasis

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk