TESIS
Oleh
DWI AZWAMI ARDHAWINSYAH 157011252/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DWI AZWAMI ARDHAWINSYAH 157011252/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
NO. 1873.K/PDT/2012)
Nama Mahasiswa : DWI AZWAMI ARDHAWINSYAH Nomor Pokok : 157011252
Program Studi : KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Notaris Suprayitno, SH, MKn)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)
Tanggal lulus : 23 Agustus 2017
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MH
Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 2. Notaris Suprayitno, SH, MKn
3. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum 4. Notaris Egawati Siregar, SH, MKn
Nim : 157011252
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PERTANGGUNG JAWABAN NOTARIS ATAS
PEMBUATAN AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN SUSUNAN PENGURUS YAYASAN YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 1873.K/PDT/2012)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama : DWI AZWAMI ARDHAWINSYAH Nim : 157011252
notaris. Oleh karena itu notaris memiliki peranan penting dalam pendirian dan pengesahan yayasan sebagai badan hukum. Pembuatan akta yayasan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan juga UUJN No. 30 tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah, Bagaimana pengaturan hukum tentang pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan berdasarkan UU No.16 Tahun 2001 juncto UU No.28 Tahun 2004 tentang yayasan, bagaimana pertanggung jawaban notaris dan legalitas atas pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum, bagaimana dasar pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung dan analisis pertimbangan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal ini adalah Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan juga UUJN No. 30 tahun 2004 jo UUJN No. 2 Tahun 2014.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untuk menggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang timbul, lalu mencari jawaban yang benar sebagai solusi dari permasalahan tersebut.
Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah pengaturan hukum tentang pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan berdasarkan Undang-Undang No.16 Tahun 2001 Juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 Tentang Yayasan yang pada intinya menyebutkan bahwa perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat pembina yang dihadiri oleh paling sedikit 2/3 dari jumlah anggota pembina.
Pertanggung jawaban notaris dan legalitas atas pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum adalah bahwa notaris bertanggung jawab atas pembuatan akta otentik tentang perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku serta mengandung cacat hukum. Pertanggung jawaban notaris tersebut mencakup pertanggungjawaban perdata yaitu dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri oleh pihak yang merasakan dirugikan atas terbitnya akta notaris tersebut dengan mengajukan gugatan pembatalan akta dan juga gugatan ganti rugi terhadap notaris tersebut.
Sedangkan pertanggungjawaban secara pidana adalah notaris yang melakukan perbuatan melawan hukum dapat dilaporkan ke pihak yang berwajib dalam hal ini kepolisian. Dasar pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dan analisis pertimbangan hukum tersebut dalam putusan Mahkamah Agung No.1873 K/PDT/2012 adalah bahwa pembatalan akta notaris No. 2 Tahun 2004 tanggal 3 November 2004 yang dibuat oleh Notaris/PPAT ST sebagai Tergugat III adalah sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku karena pembuatan akta tersebut mengandung unsur perbuatan melawan hukum dan cacat hukum.
Kata Kunci : Tanggung Jawab Notaris, Akta Yayasan, Cacat Hukum
foundation as a legal entity is established by using a notarial authentic deed.
Therefore, a Notary plays an important role in the establishment and the authorization of a foundation as a legal entity. The making of a deed on foundation has to be in accordance with legal provisions such as law no.16/2001 in conjunction with law no. 28/2004 on Foundation, and UUJN No. 30/2004 in conjunction with UUJN No. 2/2004. The research problems are as Follows: how about legal provision on making a deed on the amendment of the statutes and the structure of foundation management according to Law No. 16/2001 in conjunction with Law No. 28/2004 on Foundation, how about a Notary’s liability and legality for making a deed on the amendment of the statutes and the structure of foundation management which are illegal, and how about the panel of judges consideration and the analysis on the consideration.
The research used juridical normative method related to Law No. 16/2001 in conjunction with Law No. 28/2004 on Foundation, and UUJN No. 30/2004 in conjunction with UUJN No. 2/2004. It also used descriptive analytic method in order to describe, explain, and analyze the research problems and to find the correct answers.
The result of the research showed that the regulation on making a deed on the amendment of statutes and the structure of foundation management according to Law No. 16/2001 in conjunction with Law No. 28/2004 on Foundation states that the amendment can be done according to the decision of the patron’s meeting which is presented by 2/3 of them. A notary is liable for making authentic deed on the amendment of the statutes and the structure of foundation management with is illegal and legally defective. The liability includes civil liability which can be brought to District Court by those are harmed by filing a complaint about the revocation of the deed and compensation against the Notary. Meanwhile, the criminal liability is that a Notary who commits illegal act can be reported to the police. The panel of judges consideration and the analysis on the legal consideration in the supreme Court’s Ruling No. 1873 K/Pdt/2012 is that the revocation of the notarial deed No. 2/2004 on November 3, 2004 made by Notary/PAAT ST as the defendant III is in accordance with legal provision because the making of the deed is illegal and legally defective.
Keywords: Notary’s Liability, Foundation Deed, Legally Defective
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan di Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam memenuhi tugas ini, penulis menyusun dan memilih judul :
“PERTANGGUNG JAWABAN NOTARIS ATAS PEMBUATAN AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN SUSUNAN PENGURUS YAYASAN YANG MENGANDUNG CACAT HUKUM (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 1873.K/Pdt/2012)”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan didalam penulisan tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pedoman dimasa yang akan datang.
Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan menghaturkan terima kasih yang sebesar- besarnya secara khusus kepada Ketua Komisi Pembimbing Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum dan Suprayitno, SH, M.Kn masing masing selaku anggota Komisi Pembimbing yang banyak memberikan masukkan dalam penulisan tesis ini.
Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Secara khusus penulis menghaturkan terima kasih yang tak terhingga kepada keluargaku tercinta Ayahanda Azman, MA, SH, MH dan Ibunda Susilawati yang telah membesarkan dan mendidik Ananda dengan penuh kasih sayang dan selalu memberikan doa, semangat, perhatian dan dorongan yang tiada hentinya kepada penulis selama ini. Dukungan yang telah kalian berikan selama ini dan semua pencapaian yang telah saya raih akan saya persembahkan untuk kalian.
menjadi inspirasi dan penyemangat agar tesis ini selesai.
Kepada istrisaya Vinkan Anggraini atas segala motivasi, perhatian, doa dan dukungan selama berlangsungnya masa perkuliahan hingga memasuki masa penyelesaian perkuliahan.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan seperjuangan, khususnya rekan rekan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan kawan-kawan satu angkatan lain yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang terus memberikan motivasi, semangat, kerjasama dan diskusi, membantu dan memberikan pemikiran kritik dan saran dari awal masuk di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan sampai saat penulis selesai menyusun tesis ini.
Penulis berharap semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesuksesan dan rezeki yang melimpah. Akhir kata, semoga tesis ini dapat berguna bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak khususnya yang berkaitan dengan bidang kenotariatan.
Medan, Agustus 2017
(Dwi Azwami Ardhawinsyah)
Nama : Dwi Azwami Ardhawinsyah Tempat dan Tanggal Lahir : Langsa, 08 Februari 1992
Alamat : Desa Pondok Pabrik Kebun Lama No.1 Dusun Garuda Kecamatan Langsa Lama Kota Langsa Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 25 Tahun
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Nama Bapak : Azman, MA, SH, MH
Nama Ibu : Susilawati
II. PENDIDIKAN
Sekolah Dasar : SD Negeri 5 Langsa Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Langsa Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 1 Lhoksukon
S1 Universitas : Fakultas Hukum Universitas Samudera Langsa
S2 Universitas : Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 15
C. Tujuan Penelitian ... 15
D. Manfaat Penelitian ... 16
E. Keaslian Penelitian ... 18
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 20
1. Kerangka Teori ... 20
2. Konsepsi ... 26
G. Metode Penelitian ... 28
1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 28
2. Sumber Data... 29
3. Teknik dan Pengumpulan Data ... 30
4. Analisis Data ... 30
BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PROSEDUR PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN SUSUNAN PENGURUS YAYASAN BERDASARKAN UU NO.16 TAHUN 2001 JUNCTO UU NO.28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN YANG DIBUAT DIDALAM AKTA NOTARIS... 32
A. Tinjauan Umum Tentang Yayasan di Indonesia ... 32
B. Yayasan Sebagai Badan Hukum Berdasarkan Undang-Undang No. 16 tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 ... 40
BAB III PERTANGGUNG JAWABAN NOTARIS DAN LEGALITAS ATAS PEMBUATAN AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN SUSUNAN PENGURUS YAYASAN YANG MENGANDUNG UNSUR PERBUATAN
MELAWAN HUKUM ... 76
A. Tinjauan Yuridis Notaris Sebagai Pejabat Umum/Publik... 76
B. Peran Notaris Dalam Pendirian yayasan Sebagai Badan Hukum... 93
C. Pertanggung Jawaban Notaris Dan Legalitas Atas Pembuatan Akta Perubahan Anggaran Dasar Dan Perubahan Susunan Pengurus Yayasan Yang Mengandung Unsur Perbuatan Melawan Hukum... 101
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM MAHKAMAH AGUNG DAN ANALISIS PERTIMBANGAN HUKUM TERSEBUT DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.1873 K/PDT/2012... 111
A. Kasus Posisi Perkara Sengketa Akta Perubahan Pendirian Yayasan dan Perubahan Susunan Kepengurusan Yayasan dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1873K/Pdt/2012 ... 111
B. Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung Dalam Putusan No. 1873K/Pdt/2012 tentang Pembuatan Akta Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Susunan Kepengurusan Yayasan yang Terindikasi Mengandung Perbuatan Melawan Hukum ... 123
C. Analisis Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Mahkamah Agung Dalam Putusan No. 1873K/Pdt/2012 ... 125
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 132
A. Kesimpulan ... 132
B. Saran... 134
DAFTAR PUSTAKA ... 135
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) No.30 Tahun 2004 juncto UUJN Perubahan (selanjutnya disebut UUJN-P) No.2 Tahun 2014 berbunyi, “Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Mengenai pengertian akta otentik itu sendiri penjelasannya termuat dalam Pasal 1868 KUH Perdata yang berbunyi, “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang- undang oleh/dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.1
Pasal 1870 dan Pasal 1871 KUH Perdata menyatakan bahwa akta otentik adalah alat pembuktian yang sempurna bagi kedua pihak dan ahli waris, sekalian orang yang mendapat haknya dari akta tersebut, memberikan kepada pihak-pihak suatu pembuktian yang mutlak. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah, formil dan materil. Kekuatan pembuktian lahiriah, akta itu sendiri mempunyai kekuatan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik,karena kehadirannya, kelahirannya sesuai /ditentukan dengan perundang-undangan yang mengaturnya. Kekuatan pembuktian formil artinya adalah apa yang dinyatakan
1Sutan Rachmat, Perlindungan Hukum terhadap Notaris Berdasarkan UUJN No. 30 Tahun 2004, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2009, hal 53.
didalam akta tersebut adalah benar. Kekuatan pembuktian materil artinya adalah memberikan kepastian hukum terhadap peristiwa, apa yang diterangkan didalam akta itu adalah benar adanya. Kewenangan notaris dalam pembuatan akta otentik tidak hanya diberikan oleh UUJN No.30 Tahun 2004 juncto UUJN No.2 Tahun 2014, tetapi juga diberikan dan termuat dalam undang-undang lainnya. Salah satu undang- undang lainnya di luar UUJN dalam memberikan kewenangan kepada notaris dalam pembuatan akta otentik adalah Undang-Undnag Yayasan yakni Undang-Undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004.2
Pasal 9 ayat 2 Undang-Undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan berbunyi, “Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.” Dari ketentuan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa notaris sebagai pejabat publik berwenang pula membuat akta otentik untuk pendirian yayasan. Selain berwenang membuat akta pendirian yayasan, notaris juga berwenang membuat akta perubahan anggaran dasar dan akta perubahan susunan pengurus yayasan.3 Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan berbunyi, “Perubahan anggaran dasar yayasan dilakukan dengan menggunakan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.4
2 R.Soesanto, Tugas, Kewajiban, dan Hak-Hak Notaris, Wakil Notaris, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982, hal.75
3 Ridwan Ghani, Selayang Pandang Tentang Yayasan Sebagai Badan Hukum di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2009, hal. 76
4Bahari Adib, Prosedur Pendirian Yayasan, Pustaka Yustitia, Yogyakarta, 2010, hal. 56
Dari ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan ketentuan Pasal 18 ayat (2) Undang- Undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tersebut maka dapat diketahui bahwa notaris memiliki kewenangan dalam pembuatan akta otentik baik dalam pendirian yayasan maupun dalam perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan. Kewenangan notaris dalam pembuatan akta pendirian dan perubahan anggaran dasar serta perubahan susunan pengurus yayasan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang yayasan yakni Undang-Undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-UndangNo.28 Tahun 2004 tentang Yayasan.5
Notaris harus memenuhi semua persyaratan dan prosedur yang ditetapkan oleh undang-undang Yayasan dalam pembuatan akta otentik pendirian yayasan dan perubahan anggaran dasar serta perubahan susunan pengurus yayasan. Hal ini dimaksudkan agar akta otentik notaris dalam hal pendirian maupun perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan dapat memiliki kekuatan, keabsahan dan legalitas secara hukum yang berlaku.6
Apabila dalam pembuatan akta pendirian, akta perubahan anggaran dasar dan akta perubahan susunan pengurus yayasan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dan digariskan oleh undang-undang Yayasan yakni Undang-Undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004, maka akta notaris
5Doni Syahputra, Yayasan di Indonesia dari Waktu ke Waktu, Lentera Ilmu, Jakarta, 2009, hal. 33
6 Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan (Suatu Analisis Mengenai Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 5
tersebut tidak memiliki kekuatan, keabsahan dan legalitas hukum untuk dijadikan dasar pembuktian yang sempurna dalam perbuatan hukum pendirian, perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan tersebut. Notaris wajib bertanggung jawab kepada para penghadap, pihak ketiga maupun masyarakat luas atas otentisitas akta pendirian, perubahan anggaran dasar maupun perubahan susunan pengurus yayasan apabila akta notaris tersebut tidak memiliki kekuatan hukum atau mengandung cacat hukum.7
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan, yayasan adalah, “Badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.8
Pasal 2 Undang-Undang No. 16 tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan berbunyi, “Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus (Pasal 40 ayat 4 Undang-Undang No.16 tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan.9
Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas (PT), tujuan filosofis pendirian Yayasan adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari
7Amiruddin, Badan Hukum Yayasan,Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hal. 18
8 Borahima Anwar, Kedudukan Yayasan di Indonesia : Esistensi, Tujuan dan Tanggung jawab Yayasan, Jakarta : Kencana. 2012, hal. 46
9 Marwan Arifin, Tata Cara Pengurusan Pendirian Yayasan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 27
keuntungan, maksudnya adalah tujuan utamanya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup orang lain yang membutuhkan bantuan. Oleh karena Yayasan tidak mencari keuntungan maka untuk mendanai kegiatan operasionalnya Yayasan dapat mencari dana dengan cara yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Yayasan yaitu ketentuan dalam Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan. Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan yang berbunyi, “Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha”
Hal tersebut semakin diperjelas dengan Pasal 7 ayat (1) yang berbunyi : “Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan”.10
Yayasan dalam mendanai kegiatan operasionalnya memperoleh dana melalui kekayaan awal yang berasal dari pendiri Yayasan dan kekayaan lainnya yang bersumber dari sumbangan yang tidak mengikat, wakaf, hibah dan hibah wasiat.
Oleh karenanya tujuan pendirian dari Yayasan diidentikan dengan kegiatan bidang sosial, keagamaan, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan. Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang No 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No 28 Tahun 2004 Tentang
10 NH. Bregstein, Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum Sosial, Mandar Maju, Bandung, 2013, hal. 26
Yayasan pendidikan, kemanusian dan banyak lagi. Keberadaan Yayasan dalam masyarakat untuk mencapai berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan telah berkembang pesat dan makin beragam coraknya.11
Kiprah Yayasan sebagai organisasi nirlaba menjadi sorotan publik, setelah keterkaitan sejumlah Yayasan dengan berbagai kasus pelanggaran hukum yang dilakukannya. berkaitan dengan status badan hukum yayasan yang bertujuan sosial namun pada akhirnya digunakan sebagai badan hukum untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memanfaatkan status badan hukum yayasan untuk mendapatkan berbagai kemudahan dibanding bentuk badan hukum lain, seperti Perseroan Terbatas (PT) misalnya.12
Pasal 5 ayat (1) undang-undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan berbunyi, “Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.”13 Dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan tersebut di atas dapat diketahui bahwa kekayaan yayasan yang sudah
11Fahmi Armando, Yayasan Sebagai Badan Hukum Sosial, Armico, Bandung, 2010, hal. 29
12 Muchtar Rasmantio, Tata Cara Pendirian Yayasan Sebagai Badan Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2012, hal. 42
13Syawie Hisbullah, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 39.
dipisahkan dari kekayaan pribadi para pendiri yayasan tersebut tidak boleh dialihkan atau dibagikan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk apapun kepada pembina, pengawas maupun pengurus yayasan. Harta kekayaan yayasan tetap menjadi milik yayasan, dan segala bentuk pengalihan maupun pembagian harta kekayaan yayasan oleh siapapun merupakan suatu perbuatan melawan hukum.14
Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan memperoleh pengesahan dari Menteri, dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan HAM. Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu.15
Anggaran Dasar Yayasan sekurang-kurangnya memuat:
1. Nama dan tempat kedudukan;
2. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;
3. jangka waktu pendirian;
4. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;
5. cara memperoleh dan penggunaan kekayaan
6. Tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;
7. hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas
14Hayati Surojo, Hukum Yayasan di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hal. 39
15Indra Ismawan, Harta dan Yayasan,Pressindo, Bandung, 2007, hal. 47
8. tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;
9. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar 10. penggabungan dan pembubaran Yayasan dan
11. penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.16
Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina hanya dapat dilakukan, apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pembina. Perubahan Anggaran Dasar dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Perubahan Anggaran Dasar yang meliputi nama dan kegiatan Yayasan harus mendapat persetujuan Menteri. Perubahan Anggaran Dasar mengenai hal lain cukup diberitahukan kepada Menteri. Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui atau telah diberitahukan wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang.17
Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang No.16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan atau Anggaran Dasar.
Kewenangan pembina Yayasan meliputi:
16Budi Untung, Yayasan dalam Perspektif Hukum dan Manajemen, Andi Yogyakarta, 2012, hal. 49
17 Nasir Kusnandar, Hak dan Kewajiban Pengurus Yayasan Sebagai Suatu Badan Hukum, Salemba IV, Jakarta, 2010, hal. 39
1. Keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar
2. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas 3. Penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan 4. Pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan dan 5. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.18
Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota Pengawas. Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali.19
Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas : a. seorang ketua
b. seorang sekretaris dan c. seorang bendahara.20
Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan. Pengawas Yayasan diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan
18 Gunawan Wijaya, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, Elexmedia Komputindo, Jakarta, 2011, hal.32
19 Bustamam Gunadi, Perkembangan Hukum Yayasan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2011, hal. 66
20Ibid, hal.67
rapat Pembina.21 Dalam hal terjadi penggantian Pengawas, Pengurus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri. Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku Yayasan ditutup, Pengurus wajib menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya:
1. Laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai
2. Laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan.22 Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan.23 Yayasan bubar karena:
1. Jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir
2. Tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai
3. Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:
a. Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;
b. Tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
21Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, PT. Abadi, Jakarta 2003, hal. 90
22Indra Bastian, Yayasan dan Lembaga Politik, Erlangga, Jakarta, 2012, hal. 52
23Suyud Margono, Aspek Hukum Yayasan Antar Fungsi Kariatif & Kegiatan Komersial, Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta, 2005, hal. 88
c. Harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.24
Di dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1873.K/Pdt/2012 dalam perkara gugatan antara Andi Sikati Sultan dan Natsir Lambogo selaku para pemohon kasasi, dahulu tergugat I dan III/para pembanding melawan Abdul Aziz Lamadjido selaku termohon kasasi, dahulu penggugat/pembanding dan Sartima Thalib (notaris/PPAT), selaku termohon kasasi, dahulu tergugat II/pembanding. Bahwa pada tanggal 10 November 197, Abdul Aziz Lamadjido selaku termohon kasasi, dahulu penggugat/terbanding, bersama dengan beberapa tokoh masyarakat telah mendirikan yayasan dengan nama Yayasan Akademi Administrasi Niaga Palu, sesuai akta pendirian No.105 tanggal 10 November 1971.
Salah satu kegiatan usaha yayasan Akademi Administrasi Niaga Palu tersebut adalah menyelenggarakan/membina akademi administrasi niaga guna mengembangkan pendidikan dan pengajaran terutama dalam bidang administrasi.
Sesuai akta pendirian yayasan akademi administrasi niaga Palu tersebut untuk pertama kalinya telah diangkat/ditetapkan sebagai pengurus yayasan yaitu: Ketua:
H.Abdul Aziz Lamadjido, Ketua I: Kapten BC Tobondo, Ketua II: Andi Matalatta, Ketua III: Yunus Kindangen, Ketua IV: Daeng Maradja Lamakarate, Sekretaris I:
Djalaludin Lembah, Sekretaris II: Ahmad Tahadju, Bendahara I Mohammad Idris Roe, Bendahara II: Abdul Hafid Bakrie. Setelah pendirian Yayasan tersebut
24Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hal. 63
berlangsung selama 15 (limabelas) tahun, maka pada tanggal 4 Maret 1986, telah dilakukan perubahan terhadap nama dan anggaran dasar yayasan tersebut, menjadi Yayasan Pendidikan Panca Bhakti Sulawesi Tengah, sesuai akta notaris No. 4 tanggal 4 Maret 1986, yang dibuat oleh dan dihadapan notaris Hans Kansil.
Dari akta notaris Hans Kansil No.4 tanggal 4 Maret 1986 tersebut terdiri atas:
Ketua Umum: Abdul Azis Lamadjido, Wakil Ketua Umum: Irsan Hamid Tantu, Sekretaris: Ahmad Tahadju, Wakil Sekretaris: Tampari Masuara, Bendahara: Abdul Hafid Bakri. Setelah perubahan nama yayasan dari Yayasan Akademi Administrasi Niaga menjadi Yayasan Pendidikan Panca Bhakti Sulawesi Tengah, maka penyelenggaraan pendidikan yang berada di bawah Yayasan Pendidikan Panca Bhakti Sulawesi Tengah ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya 2 (dua) sekolah tinggi yaitu: 1. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Panca Bhakti Palu berdasarkan SK Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI Nomor 64/0/1988, tanggal 9 Februari 1988 dan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (STISIPOL) Panca Bhakti Palu berdasarkan SK Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan No. 051/0/1988 tanggal 17 Oktober 1988.
Dari perubahan nama dan Susunan Pengurus Yayasan Panca Bhakti berdasarkan akta notaris Hans Kansil No.4 Tahun 1986, tertanggal 4 Maret 1986 tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa ASS selaku pemohon kasasi dahulu tergugat I/pembanding, Notaris/PPAT Sartima Thalib selaku turut termohon kasasi dahulu tergugat II, dan Natsir Lambogo selaku pemohon kasasi dahulu tergugat III/pembanding tidak termasuk/tercatat sebagai anggota pengurus Yayasan
Pendidikan Panca Bhakti Sulawesi Tengah, oleh karena itu tergugat I, II, dan III tidak memiliki kewenangan l/hak apapun untuk melakukan perubahan atas akta pendirian Yayasan Pendidikan Panca Bhakti Sulawesi Tengah. Namun demikian tanpa sepengetahuan/persetuan dari Abdul Aziz Lamadjido selaku termohon kasasi, dahulu penggugat/terbanding, (selaku pengurus yang sah dari Yayasan Pendidikan Panca Bhakti Sulawesi Tengah), ternyata ASS selaku pemohon kasasi, dahulu tergugat I/pembanding secara melawan hukum telah melakukan perubahan terhadap akta pendirian yayasan No.105, tanggal 10 November 1971 juncto akta notaris no.4 Tahun 1986, tanggal 4 Maret 1986 yang dibuat oleh dan dihadapan notaris Hans Kansil, dengan menerbitkan akta notaris No.2 Tahun 2004, tanggal 3 November 2004 yang dibuat oleh notaris/PPAT Sartima Thalib, selaku turut termohon kasasi, dahulu tergugat II, pembanding.
Dengan menggunakan akta notaris No.2 Tahun 2004, tanggal 3 Maret 2004, yang diterbitkan oleh notaris/PPAT Sartima Thalib, selaku turut termohon kasasi, dahulu tergugat II, pembanding, telah dilakukan perubahan susunan nama pengurus yayasan pendidikan Panca Bhakti yang tidak sesuai dengan akta pendirian yayasan No. 105 Tahun 1971, tanggal 10 November 1971, juncto akta perubahan pendirian yayasan No.4 Tahun 1986, tanggal 4 Maret 1986, yang dibuat oleh dan dihadapan notaris Hans Kansil yaitu: Ketua: Abdul Azis Lamadjido, Wakil Ketua: Andi Sikati Sultan, Sekretaris: Nasir Lambongo, Wakil Sekretaris: Tampari Masuara dan Bendahara: Muchtar Labalado. Perbuatan melawan hukum (onrechtmatigeheid) yang dilakukan oleh Andi Sikati Sultan selaku pemohon kasasi, dahulu tergugat
I/pembanding dan notaris/PPAT Sartima Thalib selaku turut termohon kasasi, dahulu tergugat II/pembanding yang telah menerbitkan akta notaris No.2 Tahun 2004 tertanggal 3 November 2004.
Mengenai perubahan susunan pengurus yayasan pendidikan Panca Bhakti merugikan yayasan, dan Abdul Aziz Lamadjido, selaku pengurus yayasan pendidikan Panca Bhakti yang sah secara hukum dan selaku termohon kasasi, dahulu penggugat/pembanding. Karena itu Abdul Aziz Lamadjido selaku pengurus yayasan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri Palu dan menang, kemudian pihak Andi Sikati Sultan, notaris/PPAT Sartima Thalib dan Natsir Lambogo, masing masing selaku pemohon kasasi dan turut termohon kasasi dahulu tergugat I, II dan III/para pembanding mengajukan banding serta Kasasi ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah dan Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan ternyata semua putusan pengadilan pada semua tingkatan tersebut memenangkan Abdul Aziz Lamadjido, selaku termohon kasasi, dahulu penggugat/terbanding selaku pengurus yayasan pendidikan Panca Bhakti yang sah sesuai hukum yang berlaku.
Perkara perubahan akta notaris pendirian dan perubahan susunan pengurus yayasan yang dilakukan oleh notaris/PPAT Sartima Thalib, akan dianalisis secara lebih mendalam pada bab-bab selanjutnya dalam penelitian ini yang didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang yayasan yakni Undang-Undang No.16 Tahun 2001 juncto undang-undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan, termasuk peraturan pelaksana dari Undang-Undang Yayasan
tersebut yakni Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2008 juncto Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2013 tentang peraturan pelaksana yayasan dan perubahannya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan hukum tentang prosedur perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan berdasarkan UU No.16 Tahun 2001 juncto UU No.28 Tahun 2004 tentang yayasan yang dibuat didalam akta notaris?
2. Bagaimana pertanggung jawaban notaris dan legalitas atas pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum?
3. Bagaimana dasar pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung dan analisis pertimbangan hukum tersebut dalam putusan Mahkamah Agung No.1873 K/PDT/2012?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang prosedur perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan berdasarkan UU No.16 Tahun
2001 juncto UU No.28 Tahun 2004 tentang yayasan yang dibuat didalam akta notaris
2. Untuk mengetahui pertanggung jawaban notaris dan legalitas atas pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum
3. Untuk mengetahui dasar pertimbangan majelis haki m Mahkamah Agung dan analisis pertimbangan hukum tersebut dalam putusan Mahkamah Agung No.1873 K/PDT/2012
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis di bidang hukum kenotariatan pada umumnya dan hukum pelaksanaan pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan oleh notaris pada khususnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang yayasan yaitu UU No.16 Tahun 2001 juncto UU No.28 Tahun 2004 serta peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2008 juncto Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2013, sehingga akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang dibuat oleh notaris tersebut dapat memiliki kekuatan dan keabsahan secara hukum untuk dijadikan bukti otentik dan tidak mengandung unsur perbuatan melawan hukum.25
25Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press Jakarta, 1986, hal. 6
Pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan oleh notaris yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum akan mengakibatkan akta tersebut menjadi tidak memiliki kekuatan/keabsahan secara hukum dan bahkan dapat digugat oleh pihak ketiga apabila akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang dibuat oleh notaris tersebut merugikan pihak lain. Notaris wajib bertanggung jawab atas gugatan dari pihak ketiga tersebut, baik secara perdata, maupun secara pidana atas pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang mengandung unsur perbuatan melawan hukum tersebut.
1. Secara Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum kenotariatan pada umumnya dan dalam hal prosedur hukum dan tata cara pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan berdasarkan ketentuan peraturan perundang,-undangan yang berlaku di bidang yayasan, sehingga akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan tersebut dapat memiliki kekuatan dan keabsahan hukum, sehingga dapat dijadilakan bukti otentik bagi para pihak yang berkepentingan dalam hal perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan tersebut.26
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada masyarakat, praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai hukum kenotariatan pada
26 Mulyoto, Yayasan : Priodisasi Dalam Pembuatan Akta, Mal Praktek dalam Pembuatan Akta.Cakrawala Media, Yogyakarta, 2015, hal. 55
umumnya sebagaimana termuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni UU No.30 Tahun 2004 juncto UU No.2 Tahun 2014 dan ketentuan hukum pembuatan akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan sesuai ketentuan UU No.16 Tahun 2001 juncto UU No.28 Tahun 2004 tentang yayasan, sehingga akta tersebut memiliki kekuatan hukum untuk dijadikan alat bukti yang sah bagi para pihak yang berkepentingan dalam pembuatan akta yayasan tersebut.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:
1. Syahrul Sitorus/09705067/MKn-USU Tinjauan Yuridis Terhadap kedudukan Kekayaan Yayasan Setelah Berlakunya Undang-Undang No.28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.
Perumusan Masalah:
a. Bagaimana tanggung jawab pengurus yayasan terhadap yayasan yang didirikan setelah berlakunya Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan?
b. Bagaimana status hukum harta kekayaan yayasan ditinjau dari UU No.28 Tahun 2004 dan PP No.63 Tahun 2008?
c. Bagaimana sikap pemerintah terhadap keberadaan yayasan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya terhadap UU No.28 Tahun 2004 dan PP No.63 Tahun 2008?
2. Marwiati Oktaviani Hamid: 087011 123/MKn-USU, Analisis Yuridis Terhadap Yayasan Yang Tidak Didaftarkan Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2004 Tentang Yayasan
Perumusan Masalah:
a. Bagaimana kedudukan hukum yayasan yang tidak didaftarkan berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan?
b. Bagaimana tanggung jawab pengurus yayasan terhadap kegiatan yayasan yang akta pendiriannya belum disesuaikan dengan UU No.28 Tahun 2004 dan PP No.63 Tahun 2008?
c. Bagaimana akibat hukum terhadap kegiatan pengurus yayasan dan harta kekayaan yayasan yang belum didaftarkan sesuai UU No.28 Tahun 2004 dan PP No.63 Tahun
3. Meiyanti Afrina/07701140-MKn-USU dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Perubahan dan Pengesahan Anggaran Dasar Yayasan Oleh Notaris Berdasarkan UU No.28 Tahun 2004 dan PP No.63 Tahun 2008 jo PP No 2 Tahun 2013 Tentang Yayasan.
Perumusan Masalah:
a. Bagaimana prosedur dan tata cara pendirian dan pengesahan akta yayasan yang dibuar oleh nilotaris berdasarkan UU No.28 Tahun 2004 dan PP No.63 Tahun 2008 juncto PP No.2 Tahun 2013 tentang yayasan?
b. Bagaimana kedudukan hukum terhadap yayasan yang belum terdaftar berdasarkan UU No.28 Tahun 2004 dan PP No.63 Tahun 2008, juncto PP No.2 Tahun 2013?
c. Bagaimana tanggung jawab hukum notaris atas proses pengurusan perubahan dan pengesahan anggaran dasar yayasan berdasarkan UU No.28 Tahun 2004, dan PP No.63 Tahun 2008 juncto PP No.2 Tahun 2013?
Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan pegangan teoritis.27
27 JJJ. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting M. Hisyam UI Press, Jakarta, 1996, hal. 203
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hukum positif dan teori kepastian hukum. Seluruh perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau anggota masyarakat dalam suatu negara harus didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar perbuatan hukum tersebut dapat memperoleh kekuatan, legalitas dan kepastian hukum dalam pelaksanaan perbuatan hukum tersebut.28
Setiap perbuatan hukum yang dilakukan seseorang dalam masyarakat akan dihadapkan kepada ketentuan hukum yang berlaku apakah sesuai atau bertentangan dengan ketentuan hukum tersebut. Apabila perbuatan hukum yang dilakukan tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku maka perbuatan hukum tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, tidak sah dan tidak berlaku secara hukum, cacat hukum karena mengandung unsur perbuatan melawan hukum.
Salah seorang penganut teori hukum positif ini adalah John Austin, yang berpendapat bahwa hukum itu sendiri terdiri dari beberapa unsur, seperti, hukum dibuat oleh pihak yang secara politik berkuasa kepada yang dikuasai, hukum itu bersifat perintah, hukum itu menganut ide sanksi dan status hukum itu dengan adanya perintah pada umumnya harus ditaati.
Hukum itu bersifat perintah, yaitu keinginan atau kehendak yang berdasarkan rasionalitas sehingga rasionalitas yang lain akan mengikutinya. Sebagai suatu perintah hukum itu harus ditaati, karena telah diwujudkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal tertentu, atau permasalahan tertentu
28Sumadi Surya Barata, Metodologi Penelitia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 28
untuk menimbulkan ketertiban dan kepastian hukum dalam melaksanakan perbuatan hukum tertentu.29
Hukum positif di Indonesia adalah: “kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia.” Penekanan “pada saat ini sedang berlaku,” karena secara keilmuan rechtwefenschap, pengertian hukum positif diperluas. Bukan saja yang sedang berlaku sekarang, melainkan termasuk juga hukum yang pernah berlaku dimasa lalu.
Perluasan ini timbul karena dalam definisi keilmuan mengenai hukum positif dimasukkan unsur “berlaku pada waktu tertentu dan tempat tertentu.” Hukum yang pernah berlaku, adalah juga hukum yang berlaku pada waktu tertentu dan tempat tertentu, sehingga termasuk pengertian hukum positif, walaupun pengertian tersebut adalah pengertian hukum positif di masa lalu. Memasukkan hukum yang pernah berlaku sebagai hukum positif dapat pula dikaitkan dengan pengertian keilmuan yang membedakan antara ius constitutum dan ius constituendum. Ius constituendum lazim didefinisikan sebagai hukum yang diinginkan atau yang dicita-citakan (das sollen) yaitu “hukum” yang diinginkan berlaku dalam suatu peraturan prrundang-undangan.
Sedangkan hukum ysng berlaku pada kenyataannya sekarang ini disebut dengan ius constitutum (das sein). Dalam kajian teori hukum positif di Indonesia, hukum positif diartikan sebagai aturan hukum yang sedang berlaku atau sedang berjalan, tidak termasuk aturan hukum di masa lalu .30
29Miko Harianto, Teori Hukum Positif dan Kepastian Hukum, Mitra Ilmu, Surabaya, 2011, hal. 12
30Dadang Rusmanto, Teori Suatu Pengantar, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2013, hal. 47
Selain unsur “pada saat ini sedang berlaku,” didapati pula unsur-unsur lain dari hukum positif, yaitu:
a. Hukum Positif “mengikat secara umum atau khusus.”
Mengikat secara umum adalah aturan hukum yang berlaku umum yaitu peraturan perundang-undangan (Undang Undang Dasar Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden), dan lain-lain. Pembuatan akta pendirian yayasan, perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan juga diatur dalam hukum positif yaitu ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini UU No.16 Tahun 2001 juncto UU No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan, termasuk pula peraturan pelaksana Yayasan tersebut yang termuat dalam PP No.63 Tahun 2008, juncto PP No.2 Tahun 2013.31 Oleh karena itu sebagai peraturan yang sedang berlaku saat ini, maka notaris yang membuat akta pendirian, pengesahsn yayasan sebagai badan hukum termasuk tentang perubahan anggaran dasar, dan perubahan susunan pengurus yayasan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang mengatur tentang yayasan tersebut.32
Apabila pembuatan akta pendirian yayasan, pengesahan yayasan sebagai badan hukum, termasuk akta perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang yayasan tersebut, maka perbuatan hukum pendirian33,
31 Gunawan Wijaya, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002, hal.36
32Rudhi Prasetya, Yayasan Dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, 45
33Hendri Raharjo, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal. 29
pengesahan yayasan sebagai badan hukum dan termasuk perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, menimbulkan ketidak pastian hukum, karena bertentangan dengan ketentuan peraturan prrundang-undangan yang berlaku di bidang yayasan.34
Dalam suatu undang-undang, kepastian hukum (certainty) meliputi dua hal pertama, kepastian hukum dalam perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua, kepastian hukum juga berlaku dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip-prinsip hukum undang-undang tersebut.35
Jika perumusan norma dan prinsip hukum sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi undang-undang semata-mata (law in the books), kepastian hukum seperti ini tidak akan dan tidak pernah menyentuh kepada masyarakatnya. Peraturan hukum yang demikian disebut dengan norma hukum yang mati (doodregel) atau hanya sebagai penghias yuridis dalam kehidupan manusia.36 Argumentasi yang didasarkan pada asas-asas, dan norma-norma, serta ketentuan-ketentuan hukum sesungguhnya memiliki argumentatif yang didasarkan pada kepastian hukum. Kepastian hukum pada negara hukum
34Margono Hadiman, Notaris dan Yayasan, Prenada Media, Jakarta, 2011, hal. 54
35Rochmat Soemitro, Yayasan Status Hukum dan Sifat Usaha, Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 76
36Sigit Hutomo YB., Yayasan Hukum dan Manajemen, Andi, Yogyakarta, 2004, hal. 56
(rechtstaat) dalam sistem eropa kontinental (civil law) positivistik hukum merupakan prioritas utama meskipun dirasakan sangat tidak adil, namun setidaknya menimbulkan kepastian hukum dalam arti law in the books. Apakah kepastian hukum dalam arti law in the books tersebut akan pasti dilaksanakan secara substantif, maka dalam hal ini bergantung pada aparatur penegak hukum itu sendiri. Walaupun law in the books mencerminkan suatu kepastian hukum, namun jika aparatur penegak hukum itu sendiri tidak menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tetap saja dikatakan tidak ada kepastian hukum.37
Misalnya dalam hal memutus suatu perkara perdata, hakim harus memperhatikan asas-asas, norma-norma, dan ketentuan-ketentuan hukum perdata maupun asas-asas hukum dalam hukum acara perdata sehingga tidak mengeluarkan putusan yang tidak mencerminkan dan menjamin keadilan dan kepastian hukum.
Kadang-kadang dalam suatu perkara tertentu hakim menjatuhkan putusan yang berbeda dasar pertimbangannya dengan perkara yang lain padahal kualifikasi perkara hampir menyerupai.38
Disparitas pendapat (disenting opinion) salah satu contohnya misalnya, pertimbangan antara majelis hakim pengadilan negeri tidak sama dengan pertimbangan majelis hakim pada pengadilan tinggi, maupun Mahkamah Agung.
Bahkan dalam satu forum majelis hakim sekalipun perbedaan pendapat itu pasti terjadi dalam menafsirkan hukum dan peristiwa hukum. Ketika perbedaan pendapat
37Nanda Hartini, Notaris, Akta Autentik dan Kepastian Hukum, Eresco, Bandung, 2009, hal. 69
38 Hasbullah Syawue, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hal. 45
ini terjadi, maka perbedaan ini juga termasuk sebagai suatu ketidakpastian hukum dalam persidangan.39 Kepastian hukum itu harus meliputi seluruh bidang hukum.
Kepastian hukum tidak saja meliputi kepastian hukum secara substansi tetapi juga kepastian hukum dalam penerapannya (hukum acara) dalam putusan-putusan badan peradilan. Antara kepastian substansi hukum dan kepastian penegakan hukum seharusnya harus sejalan, tidak boleh hanya kepastian hukum bergantung pada law in the books tetapi kepastian hukum yang sesungguhnya adalah bila kepastian dalam law in the books tersebut dapat dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma-norma hukum dalam menegakkan keadilan hukum.40
2. Konsepsi
Konsepsi diterjemahkan sebagagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan “definisi operasional”.41Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu:
1. Pertanggungjawaban adalah suatu kewajiban dari subjek hukum untuk bertanggung jawab atas semua perbuatan hukum yang telah dilakukannya
39 Fred BG Tumbuan, Mencermati Yayasan Sebagaimana Dimaksud Undang-Undang Yayasan, Makalah. Fakultas Hukum Unika Atmajaya, Jakarta, 2002, hal. 34
40Kusno Sudarmanto, Hukum dan Keadilan, Pradnya Paramita, Jakarta, 2011, hal. 19
41Bambang Sunggono, Methode Penelitian Hukum, Harvarindo, Jakarta, 2013, hal.59
apabila ternyata dikemudian hari perbuatan hukum tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menimbulkan kerugian bagi pihak lain.
2. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta.
3. Pembuatan akta adalah pembuatan akta pendirian yayasan berikut perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang dilakukan oleh notaris melalui suatu akta autentik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang hukum yayasan.
4. Anggaran dasar adalah merupakan keseluruhan aturan yang mengatur secara langsung pelaksanaan kegiatan yayasan dan pelaksanaan tugas dari organ- organ yayasan yang melakukan kegiatan operasional
5. Susunan pengurus yayasan adalah struktur organisasi yayasan di bidang kepengurusan yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan bendahara yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas kegiatan operasional yayasan tersebut.
6. Cacat hukum adalah suatu produk hukum yang dihasilkan oleh notaris berupa akta perubahan anggaran dasar dan akta perubahan susunan pengurusan
yayasan yang dibuat tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang hukum yayasan.
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Methode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian methode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dimana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku dalam bidang hukum kenotariatan pada umumnya, dan hukum tentang perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan yang termuat di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2008 juncto Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Yayasan yang mengatur tentang tata cara perubahan anggaran dasar dan perubahan susunan pengurus yayasan melalui suatu akta otentik notaris.
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan
yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat, bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut42
2. Sumber Data
Data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, sekunder maupun tertier yang dikumpulkan melalui studi dokumen dan kepustakaan yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum kenotariatan yaitu UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan Hukum Yayasan yang termuat di dalam ketentuan Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2008 juncto Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Yayasan dan juga Putusan Mahkamah Agung No. 1873.K/Pdt/2012.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah tentang hukum kenotiaratan dan hukum yayasan.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.
42Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, UI Press, Jakarta, 2006, hal.30.
3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
Teknik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data primer yakni peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang masalah hukum kenotariatan khususnya dalam pembuatan akta otentik notaris yang termuat didalam UUJN No. 30 Tahun 2004 Jo UUJN No. 2 Tahun 2014 dan juga pembuatan akta otentik tentang perubahan anggaran dasar yayasan dan juga perubahan susunan pengurus yayasan sebagaimana termuat di dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 juncto Undang-Undang No.28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2008 juncto Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksana Yayasan.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.43Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk
43Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media Malang, 2005, hal 8.)
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.44 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif.
Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari suatu penelitian, yang dilakukan dengan cara menjelaskan dengan kalimat sendiri dari data yang ada, baik primer, sekunder maupun tertier, sehingga menghasilkan kualifikasi yang sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai permasalahan pembuatan akta otentik dibidang perubahan anggaran dasar yayasan dan juga perubahan susunan pengurus yayasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku dibidang hukum yayasan, yang diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk kemudian ditarik kesimpulan terhadap hal-hal yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar dalam pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.
44 Raimon Hartadi, Methode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, Bumi Intitama Sejahtera, Jakarta, 2010, hal.16
BAB II
PENGATURAN HUKUM TENTANG PROSEDUR PERUBAHAN ANGGARAN DASAR DAN PERUBAHAN SUSUNAN PENGURUS YAYASAN
BERDASARKAN UU NO.16 TAHUN 2001 JUNCTO UU NO.28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN YANG DIBUAT DIDALAM AKTA NOTARIS
A. Tinjauan Umum Tentang Yayasan di Indonesia
Yayasan sudah lama ada dan telah dikenal oleh manusia sejak awal sejarah.
Sejak semula yayasan dikenal sebagai suatu badan hukum yang bersifat nirlaba, dimana telah dipisahkan suatu harta dari harta kekayaan pribadi seseorang, yang kemudian dipergunakan untuk suatu tujuan sosial dan keagamaan, dan pengurusannya diserahkan kepada suatu badan pengurus untuk dikelola dengan baik dan penuh tanggung jawab. Di negara Amerika Serikat dan Inggris, yayasan disebut Foundation, sedangkan di negara Belanda disebut Stichting.
Yayasan dengan tujuan khusus pun seperti “keagamaan dan pendidikan”
sudah sejak lama pula ada. Lebih dari seribu tahun sebelum lahirnya Nabi Isa, Para Pharaoh telah memisahkan sebagian kekayaannya untuk tujuan keagamaan.
Xenophon mendirikan yayasan dengan cara menyumbangkan tanah dan bangunan untuk kuil bagi pemujaan kepada Artemis, pemberian makanan dan minuman bagi yang membutuhkan, dan hewan-hewan korban. Plato, pada saat menjelang kematiannya pada tahun 347 sebelum masehi, memberikan hasil pertanian dari tanah yang dimilikinya untuk disumbangkan selama-lamanya bagi academia yang didirikannya. Ini mungkin merupakan yayasan pendidikan pertama di dunia.45
45Chatamarrasyid, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 1
Hal tersebut memperlihatkan bahwa lebih dari seribu tahun sebelum masehi tokoh-tokoh sosial dan kemanusiaan di masa lalu telah menerapkan prinsip-prinsip universal yayasan. “Di Belanda, yayasan (stichtingen) ini pada tahun 1956 barulah diatur dengan Wet op Stichtingen van 31 Mei 1956, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1957,”46 “namun pada tahun 1882 Belanda telah memiliki yurisprudensi tentang yayasan.”47
Dari sejak awal yayasan didirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan, melainkan bertujuan untuk membantu atau meningkatkan kesejahteraan hidup orang lain. Di Indonesia, sebelum berlakunya Undang-undang Yayasan, yayasan telah diakui sebagai badan hukum berdasarkan atas kebiasaan dan Yurisprudensi. Yayasan saat itu berdiri dan menjalankan kegiatannya menggunakan hukum kebiasaan yang ada dalam praktik.
Yurisprudensi yang digunakan untuk mengatur mengenai yayasan sebagai badan hukum adalah Putusan Mahkamah Agung. Salah satu contoh yurisprudensi tentang yayasan sebagai badan hukum adalah :
Putusan Mahkamah Agung tanggal 27 Juni 1973 Nomor 124 K/SIP/1973 telah mempertimbangkan kedudukan suatu yayasan sebagai badan hukum, dimana dalam pertimbangan putusannya tersebut Mahkamah Agung telah membenarkan putusan Judex Factie bahwa Yayasan Dana pensiun H.M.B. didirikan di Jakarta dengan nama “Stichting Pensiunfonds H.M.B. Indonesie” dan bertujuan untuk
46Pitlo, Het, Nederlands Burgelijke Wet Boek deel 1 A, Het Rechts Personenrecht, Gouda Quint, B.V. Arnhem, 1986, hal. 7
47Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal. 3
menjamin keuangan para anggotanya. Bahwa para anggotanya ialah pegawai NV.
H.M.B., mempunyai pengurus sendiri terlepas dari NV. H.M.B., dan yayasan tersebut mempunyai harta sendiri, antara lain harta benda hibah dari NV. H.M.B. (Akte Hibah). Bahwa dengan demikian yayasan tersebut merupakan suatu badan hukum.21
Keputusan lainnya adalah Putusan Mahkamah Agung No. 476K/Sip/1975, tanggal 8 Mei 1975, tentang kasus perubahan Wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af.48
Sebelum berlakunya Undang-undang Yayasan, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus tentang Yayasan di Indonesia.
Selain itu, tampak di masyarakat bahwa peranan yayasan di berbagai sektor, misalnya di sektor sosial, pendidikan dan agama sangat menonjol. Oleh karena itu lembaga tersebut hidup dan tumbuh berdasarkan kebiasaan yang hidup didalam masyarakat.
Namun demikian, tidaklah berarti bahwa di Indonesia sama sekali tidak ada ketentuan yang mengatur tentang yayasan.49
Secara sporadik di beberapa undang-undang disebut adanya yayasan, seperti ; Pasal 365, Pasal 899, 900, 1680 KUHPerdata, kemudian dalam Pasal 6 ayat (3), dan Pasal 236 Rv, serta Pasal 2 ayat (7) Undang-undang Kepailitan (Faillissements- verordening).50Selain itu, di dalam Peraturan Menteri (Permen Penerangan Republik Indonesia No. 1/Per/Menpen/1969 tentang Pelaksanaan mengenai kententuan- ketentuan mengenai Perusahaan Pers, dalam Pasal 28 disebutkan, bahwa untuk
48C. Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1999, hal. 91
49 Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan di Indonesia : Eksistensi, Tujuandan Tanggung Jawab Yayasan, Kencana, Jakarta, 2010, hal. 24
50 Rudi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 35