• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Anak Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Anak Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Definisi Anak

2.1.1 Pengertian Anak Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

Berbagai definisi tentang anak yang diberikan oleh Undang-Undang memiliki perbedaan sesuai dengan Undang-Undang tersebut, berbagai definisi ialah sebagai berikut :

a. Menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak nomor 11 tahun 2012: Undang Undang SPPA mendefinisikan anak di bawah umur sebagai anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belu berumur 18 tahun.

b. 7Menurut Undang Undang Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 (Pasal 1 angka 1) Undang-Undang no. 35 tahun 2014

c. Menurut KUH Perdata

Pasal 330 KUH Perdata memberikan pengertian anak adalah orang yang belum mencapai usia batas legitimasi hukum sebagai subjek hukum atau layaknya subjek hukum nasional yang ditentukan oleh perundang-undangan perdata.8

d. Menurut Konvensi Hak Anak

Definisi anak adalah manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun.9

7Undang-undang no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak 8 Pasal 330 KUH-Perdata

(2)

10 2.1.2 Menurut Para Ahli

a. Menurut John Locke

Anak merupakan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan rangsangan yang berasal dari lingkungan.

b. Menurut Agustinus

Anak tidaklah sama dengan orang dewasa,anak mempunyai kencenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.10

Pembagian anak menurut Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak: 1. Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik

dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadisaksi tindak pidana. (Pasal 1 angka 2 UU SPPA).

2. Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU SPPA).

3. Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selajutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang

(3)

11

mengalami penderitaan fisik, metal, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana (Pasal 1 angka 4 UU SPPA).

4. Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun (Pasal 1 angka 5 UU SPPA).11

2.2 Tinjauan Umum Tindak Pidana Kekerasan Seksual 2.2.1 Pengertian Tindak Pidana

bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan :

1. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana.

2. Larangan ditujukan kepada perbuatan (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.12

3. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan erat pula. “ Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya”.13

Kekerasan seksual adalah isu yang penting dari seluruh peta kekerasan terhadap perempuan karena ada khas bagi perempuan. Seperti dalam

11 Undang-undang no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak 12 Masruchin Ruba’I, 2015, Hukum Pidana,Malang, Media Nusa Creative

(4)

12

persoalan ketimpangan relasi kuasa yang dimaksud antara laki-laki dan perempuan. Ketimpangan yang diperparah adalah yang memiliki kendali terhadap korban seperti faktor ekonomi, penerimaan masyarakat,sumberdaya termasuk pengetahuan. Kekerasan seksual termasuk bentuk yang paling kelihatan sampai bagi kalangan menilai Indonesia sudah dalam kondisi yang sangat darurat.14

Bentuk 15 jenis kekerasan seksual yang ditemukan Komnas Perempuan dari hasil pemantauannya selama tahun 2018 yaitu :

1. Perkosaan

2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan 3. Pelecehan Seksual

4. Eksploitasi Seksual

5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual 6. Prostitusi Paksa

7. Perbudakan Seksual

8. Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung 9. Pemaksaan Kehamilan

10. Pemaksaan Aborsi

11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi 12. Penyiksaan Seksual

13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual

(5)

13

14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan.15

2.2.2 Unsur-Unsur Tindak Pidana

Dalam Hukum Pidana terdapat berbagai unsur, Untuk mengetahui adanya tindak pidana, maka pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai dengan sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat yang menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari perbuatan lain yang tidak dilarang. Berikut ini kumpulan unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana.

Unsur tindak pidana menurut para ahli :

1. Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah perbuatan manusia (positif atau negative, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan). Diancam dengan pidana (statbaar gesteld) Melawan hukum (onrechtmatig) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatoaar person). Simons juga menyebutkan adanya unsur obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana

(strafbaar feit).

2. Lamintang yang merumuskan pokok-pokok perbuatan pidana sejumlah tiga sifat. Wederrechtjek (melanggar hukum), aan schuld

(6)

14

te wijten (telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja), dan strafbaar (dapat dihukum).16

3. Duet Cristhine-Cansil memberikan lima rumusan. Selain harus bersifat melanggar hukum, perbuatan pidana haruslah merupakan Handeling (perbuatan manusia), Strafbaar gesteld (diancam dengan pidana), toerekeningsvatbaar (dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab), dan adanya schuld (terjadi karena kesalahan).17

4. Moeljatno unsur-unsur perbuatan pidana adalah perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) bersifat melawan hukum (syarat materiil). Unsur-unsur tindak pidana menurut Moeljatno terdiri dari kelakuan dan akibat hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, yang dibagi menjadi unsur subyektif atau pribadi.18

2.3 Pengaturan kekerasan seksual terhadap anak 2.3.1 Menurut KUHP

Pencarian kenikmatan seksual orang dewasa yang berakibat merusak fisik dan psikologis anak dalam hukum pidana Indonesia (KUHP) adalah tindakan yang tercela. Artinya, ada “kekuatan normatif” yang diciptakan oleh KUHP untuk disalurkan pada objek yang semestinya.

16Lamintang,1984. Dasar dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung. Hal. 97

17Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidanadan Acara Pidana. Ghalia Indonesia Jakarta,2001. Hlm. 22

(7)

15

Secara normatif, aturan mengenai kekerasan seksual terhadap anak di dalam KUHP diatur sebagai berikut dalam Pasal 287 ayat (1) KUHP, yakni:

Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk dikawin, dihukum penjara selama-lamanya Sembilan tahun. Kemudian dalam pasal 287 ayat (2) KUHP, disebutkan bahwa kekerasan seksual terhadap anak termasuk kepada delik aduan, sebagai berikut: Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan kecuali jika umurnya perempuan itu belum 12 tahun atau jika ada salah satu hal yang tersebut pada pasal 291 dan 294. Pada pasal 291 KUHP, ancaman hukuman diperberat menjadi 12 tahun jika mengakibatkan luka parah dan 15 tahun, jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kematian. Sedangkan, pada pasal 294 adalah sebagai berikut:

Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan padanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau sebawahannya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun. Secara umum larangan pemerkosaan terhadap kaum perempuan (baik perempuam dewasa dan anak-anak) diatur dalam Pasal 285 KUHP, sebagai berikut: “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa

(8)

16

perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.19 2.3.2 Menurut undang undang nomor 35 tahun 2014 tentang

perlindungan anak (perubahan atas undang undang no 23 tahun 2002)

Semakin meluas dan maraknya kasus tindak pidana yang melibatkan anak sebagai korban maka semakin mendorong tercapainya kewajiban dalam pemenuhan tugas perlindungan anak beserta perkembangannya. Sebagai implementasinya, Pemerintah kemudian mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuannya menjadi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Berdasarkan bukti empiris anak dan perempuan merupakan posisi rentan menjadi korban kekerasan seksual.

Dalam hal ini efektivitas Undang-Undang Perlindungan Anak dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual dikaitkan dengan faktor-faktor terjadinya kekerasan seksual tersebut.

20

Sejauh ini, ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang menyangkut perlindungan hukum terhadap anak korban perdagangan orang sudah memadai. Namun, belum secara menyeluruh atau efektif penerapannya dilaksanakan dalam masyarakat. Sebagai bagian dari

19https://pengaturan-pelecehan-seksual-di-indonesia-dalam-kuhp

20 Penjelasan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang -Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

(9)

17

perlindungan dalam tindak pidana yang ekstrim maka sudah jelas perlindungan yang diberikan berupa perlindungan khusus.

Dalam perkembangan UUPA No. 23 Tahun 2002 menjadi UUPA No. 35 Tahun 2014, mengalami beberapa perubahan-perubahan. Perihal perubahan tersebut dalam bentuk pengurangan, penambahan ataupun penyempurnaan makna. Perubahan-perubahan dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang berhubungan dengan anak sebagai korban kekerasan seksual, yaitu: a. Ketentuan Pasal 1 Angka 12, menjadi:

Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.

b. Ketentuan Pasal 1 Angka 15, menjadi:

Perlindungan Khusus adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapatkan jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.21

2.4 Faktor penyebab kejahatan 2.4.1 Juvenile Delinquency

Istilah deliquen berasal dari delinquency yang berarti: kenakalan anak, kenakalan remaja, kenakalan pemuda dan delikuensi. Kata delikuensi atau

delinquency sering dijumpai bergandengan dengan juvenile. Disebabkan delinquency erat kaitannya dengan anak, sedangkan kata delinquent act

21 Abintoro Prakoso, 2013, Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak. Yogyakarta: Laksbang Grafika,hlm 90

(10)

18

diartikan perbuatan yang melanggar norma dasar dari masyarakat. Perbuatan tersebut apabila dilakukan oleh kelompok anak maka disebut

delinquency.

Pada intinya defenisi yang diuraikan di atas, perihal delinquency dan

juvenile delinquency dianggap sebagai perbuatan yang sifatnya melawan

hukum sehingga merupakan kejahatan ketika dilakukan oleh orang dewasa.22 Faktor penyebab juvenile delinquency dibagi menjadi 2 macam yaitu:

1. faktor internal 2. dan faktor eksternal,

Faktor internal yaitu meliputi: reaksi frustasi diri, gangguan berpikir dan intelegensia pada diri remaja, kurangnya kasih sayang orang tua, masalah yang dipendam dan dasar-dasar agama yang kurang. Karena masih anak-anak pelakunya, maka dikecualikan penghukumannya dari pada penghukuman yang sering diterapkan pada orang yang sudah dewasa.

DefInisi kamus hukum tentang juvenile delinquency tampaknya belum memiliki batasan usia bagi anak yang bisa dikategorikan perbuatan anti sosialnya sebagai kenakalan, padahal dalam persoalan penghukuman atau dengan kata lain pemidanaan, harus jelas batasan usia anak, agar penegakan hukum tidak menjadi kabur aspek perlindungannya terhadap anak berkonflik hukum.23. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, delikuensi

22DRS. Sudarsono.S.H.,M.S.I 2008”kenakalan remaja”,PT. RINEKA CIPTA” hlm 89

(11)

19

juga diartikan sebagai tingkah laku yang menyalahi secara ringan norma dan hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat.

Kenakalan remaja adalah terjemahan kata juvenile delinquency dan dirumuskan sebagai suatu kelainan tingkah laku, perbuatan ataupun tindakan remaja yang bersifat asosial, bertentangan dengan agama, dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Kini, dengan lahirnya UUSPPA justru prinsip perlindungan atas ketidakberdayaan anak baik dari segi psikis dan fisiknya, toleransi pemidanaan semakin menggeser arus pemikiran pada hak-hak anak yang lebih utama untuk dilindungi. Kondisi faktualnya, perundang-undangan terkait anak, sudah mendasarkan pada perbuatan anti sosial yang dilakukannya hanyalah sebagai bentuk kenakalan. Lalu, pemidanaan lebih dominan untuk melakukan pembinaan terhadap perangai dan perilaku anak nakal tersebut.24

2.4.2 Teori Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kejahatan. Kriminologi lahir dan kemudian berkembang menduduki posisi penting sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang interdisiplin dan semakin menarik, bergerak dalam dalam dua roda besar yang terus berputar dalam perubahan pola pola kriminalitas sebagai fenomena sosial yang senantiasa dipengaruhi oleh kecepatan perubahan sosial dan teknologi.25 Ada beberapa penggolongan teori dalam kriminologi antara lain:

24 Sudarsono. 2010. Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 10

(12)

20

1. Teori Asosiasi Diferensial

Sutherland menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma norma masyarakat termasuk norma hukum. Teori asosiasi differensial sutherland mengenai kejahatan menegaskan bahwa:

a. Perilaku kriminal seperti halnya perilaku lainya, dipelajari.

b. Perilaku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain melalui suatu proses komunikasi.

c. Bagian penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi dalam pergaulan intim dengan mereka yang melakukan kejahatan, yang berarti dalam relasi langsung ditengah pergaulan.26

2. Teori Tekanan

Teori ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk yang selalu memperkosa hukum, norma norma dan peraturan peraturan setelah terputusnya antara tujuan dan cara mencapainya menjadi demikian besar sehingga baginya satu satunya cara untuk mencapai tujuan ini adalah melalui saluran yang tidak legal. Akibatnya teori tegas memandang manusia dengan sinar atau cahaya optimis. Dengan kata lain, manusia itu pada dasarnya baik, karena kondisi sosial lah yang menciptakan tekanan atau stress, ketegangan dan akhirnya melakukan kejahatan.27

3. Teori Kontrol Sosial

26 Yermil Anwar Adang,2010”kriminologi”,PT.Refika Aditama, Bandung, hlm 179

(13)

21

Landasan berpikir teori ini adalah tidak melihat individu sebagai orang yang secara intrisik patuh pada hukum, namun menganut segi pandangan antitesis dimana orang harus belajar untuk tidak melakukan tindak pidana. Terdapat empat unsur kunci dalam teori kontrol sosial mengenai perilaku kriminal menurut Hirschi (1996), yang meliputi:

a. Kasih Sayang

Kasih sayang ini meliputi kekuatan suatu ikatan yang ada antara individu dan saluran primer sosialisasi, seperti orang tua, guru dan para pemimpin masyarakat. Akibatnya, itu merupakan ukuran tingkat terhadap mana orang orang yang patuh pada hukum bertindak sebagai sumber kekuatan positif bagi individu.

b. Komitmen

Sehubungan dengan komitmen ini, kita melihat investasi dalam suasana konvensional dan pertimbangan bagi tujuan tujuan untuk hari depan yang bertentangan dengan gaya hidup delikuensi.

c. Keterlibatan

Keterlibatan yang merupakan ujuran kecenderungan seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan kegiatan konvensional mengarahkan individu kepada keberhasilan yang dihargai masyarakat.

d. Kepercayaan

Akhirnya kepercayaan memerlukan keabsahan moral norma norma sosial serta mencerminkan kekuatan sikap konvensional seorang.28 4. Teori Label

(14)

22

Menurut teori label ini maka cap atau merk yang dilekatkan oleh penguasa sosial terhadap warga masyarakat tertentu lewat aturan dan undang undnag sebenarnya berakibat panjang yaitu yang cap tersebut akan berperilaku seperti cap yang melekat itu.29

2.5 Penegakan hukum

Apabila melihat proses Penegakan hukum terhadap kejahatan seksual terhadap anak tercermin dalam Undang undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” UU Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur anak-anak yang menjadi pelaku kekerasan.

Pada prinsipnya si anak belum memahami secara jelas apa yang sudah dia lakukan. Sedangkan Undang- Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dimana perubahan pertama terjadi pada rumusan pasal 15 dengan dimasukannya kejahatan seksual menjadi bagian yang harus dilindungi dari anak-anak.“Selain itu yang paling menarik ialah persoalan unsur pemberat dan ada penambahan bagi tenaga pendidikan yang melakukan kekerasan seksual. Hukumannya ditambah sepertiga sehingga ada effect jera.”30.

Namun dalam prakteknya di Indonesia yang dinilai oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dimana kejahatan seksual di

29Ende Hasbi Nassarudin,2016, “Kriminologi”, Bandung, CV, Pustaka Setia,hlm 115

30Ismantoro dwi yuwono,11 juli 2013, penerapan hukum dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak,(pustaka yustisia), hal 56-63,

(15)

23

Indonesia sudah dalam tahap membahayakan dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang dilakukan kepada anak-anak belakangan ini.

Kekerasan pada anak tahun 2012 2012 terjadi 2.637 kasus kekerasan pada anak dengan 1.700 di antaranya kekerasan seksual kekerasan pada anak tahun 2011 terjadi 2.508 kasus kekerasan pada anak dengan 1.075 di antaranya adalah kekerasan seksual, kekerasan pada anak tahun 2010 terjadi 2.400 kasus seksual dengan 1.152 di antaranya adalah kekerasan seksual Jenis kekerasan seksual Jenis-jenis kekerasan seksual yang sering terjadi di Indonesia 2013 (Komnas PA): sodomi (52 kasus), perkosaan (280 kasus), pencabulan (182 kasus), dan incest (21 kasus).31

Referensi

Dokumen terkait

• Klik Delete pada Rows & Columns Group dan pilih apa yang ingin dihapus (cell, kolom, baris, atau seluruh tabel).. Menggabungkan dan

28 disebabkan oleh karakteristik tertentu yang relevan 29 dengan golongan transaksi, saldo akun, atau 30 pengungkapan (contoh, risiko bawaan); dan 31 (ii) Apakah penilaian risiko

Laba adalah pendapatan dan keuntungan setelah dikurangi beban dan kerugian. Laba merupakan pengukuran aktivitas operasi dan ditentukan menggunakan dasar akuntansi akrual. Dalam hal

Pengguna dapat mengakses Exelsa dengan mudah baik dari luar kampus maupun menggunakan fasilitas kampus karena Exelsa merupakan sebuah e-learning yang berupa

Ada beberapa pendekatan yang dapat ditempuh dalam rangka konservasi lahan gambut: (i) menanggulangi kebakaran hutan dan lahan gambut, (ii) penanaman kembali dengan tanaman

menggambarkan suasana tegang ketika Prabu Nala bermain dadu dengan Puskara, sedangkan dalam pertunjukan suasana yang digambarkan adalah ketakutan Dewi Damayanti

Siswa lebih senang belajar dengan media yang menunjukkan cara kerja, gambar- gambar atau materi secara lebih mendetail (real) dibandingkan belajar dengan hanya menggunakan buku

Analisis SWOT terhadap faktor internal dan eksternal kantor cabang Medan, berhasil diproleh sembilan strategi dan kebijakan oprasional alternatif yang dapat diimplementasikan