• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI PEREMPUAN BATAK TOBA DALAM FILM DEMI UCOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "REPRESENTASI PEREMPUAN BATAK TOBA DALAM FILM DEMI UCOK"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI PEREMPUAN BATAK TOBA DALAM FILM

“DEMI UCOK”

SKRIPSI

LUSI S. HUTAGALUNG 140904051

JURNALISTIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

REPRESENTASI PEREMPUAN BATAK TOBA DALAM FILM

“DEMI UCOK”

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata (S1) pada program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

LUSI S. HUTAGALUNG 140904051

JURNALISTIK

PROGRAM STUSDI ILMU KOMUNUKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya

terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia di proses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Lusi S. Hutagalung NIM : 140904051

Tanda Tangan :

Tanggal : 9 september 2020

(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, puji dan syukur peneliti panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Representasi Perempuan Batak Toba Dalam Film Demi Ucok” dengan baik.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan skripsi ini, saya banyak mendapat saran, bimbingan dan arahan baik dari segi moril maupun materi serta dorongan semangat dari berbagai pihak yang sangat berguna bagi saya. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, saya tidak dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Secara khusus saya ingin mengucapkan terimakasih kepada orang tua peneliti, ibu Mariaty Hutabarat dan alm. Ayah saya Jubi Hutagalung serta keempat saudara saya Frenky, Doklas, Wandy, dan Hotmardongan yang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan dan nasehat yang bijaksana bagi peneliti. Ucapan terimakasih lainnya ingin saya sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dra. Dewi Kurniawati, M.si., PhD selaku ketua Departemen Ilmu Komunikasi.

3. Ibu Emilia Ramadhani, Ssos, MA selaku sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi.

4. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, SH, M.si., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah sabar selama memberikan saya arahan, nasehat, dan bimbingan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar yang telah membimbing penulis selama perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi

6. Elvy Sihite yang telah memberikan semangat, dukungan dan waktu selama proses perkuliahan dan penelitian skripsi

7. Seluruh mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU stambuuk 2014 yang telah menjadi teman yang baik selama perkuliahan.

8. Semua yang telah mendukung penulis dalam penyelesaian pendikdikan dan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

(7)

Semoga Tuhan yang Maha Esa membalas semua doa dan dukungan yang telah diberikan. Penulis berharap semoga skripsi ini kelak dapat bermanfaat dan jika ada kesalahan penulis memohon maaf serta menerima kritikan dan saran yang membangun.

Medan, 9 September 2020

Lusi S. Hutagalung

(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademi Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Lusi S. Hutagalung

Nim : 140904051

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Eksklusif-Free) atas karya ilmiah saya yang berjudul Representasi Perempuan Batak Toba dalam Film “Demi Ucok”. Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Sumatera Utaraberhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan Pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di : Medan Pada tanggal :

Yang menyatakan

(Lusi S.Hutagalung)

(9)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Representasi Perempuan Batak Toba Dalam Film Demi Ucok”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana perempuan direpresantasikan dalam film “Demi Ucok” berdasarkan denotasi, konotasi dan mitos yang ada. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, disertai dengan paradigma konstruktivisme. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teori relevan yaitu: teori komunikasi, komunikasi massa, film, karakteristik film, jenis film, unsur-unsur film, semiotika Roland Barthes, Reprsentasi, perempuan dalam kultur budaya batak, patrilineal dan patriarki, perempuan dalam media.

Dari hasil analisis data dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa adanya penggambaran perempuan batak yang ditampilkan dalam film Demi Ucok terlihat perbedaan antara ibu dan anak. Film ini menggambarkan kisah antara ibu dan anak yang memiliki pemikiran yang berbeda yaitu Ibu seorang perempuan batak Toba yang memiliki pemikiran konservatif. Masih mengikuti aturan lama dimana seorang perempuan diusia 30 tahun sudah seharusnya menikah. Sedangkan generasi anak lebih pada kehidupan yang modern yaitu adanya pertimbangan antara keinginan pribadi dengan aturan adat yang ada.

Kata Kunci: Representasi, Film, Semiotika, Perempuan

(10)

ABSTRACT

The title of this research is “Representation of Batak Toba Women in the Film Demi Ucok”. The research objective is to see how women are represented in the film “Demi Ucok” based on the denotations, connotations and myths that exist.

This research use a qualitative method, with a constructivism paradigm. In this research, researchers have several relevant theories, namely: communication theory, mass communcation, films, film characters, types of films, film elements, Rolan Barthes semiotics, representation, women in Batak culture, patrilineal and patriarchy, women in media. From the results of data analysis in this study, it can be shown that the depiction of the Batak Toba women. In the film Demi Ucok shows the difference between mother and child. This film depicts a story between a mother and child who have different thoughts, namely the mother of a Batak Toba woman who has conservative thoughts. Still following the old rules where a women at the age of 30 should be married. Meanwhile, creating children is more in a modern life, namely the consideration of personal desires with existing customary rules.

Keywords: Representation, Film, Semiotics, Women

(11)

Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ... Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined.

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ...iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ...vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

Daftar Isi ...ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Konteks Masalah ... 1

I.2 Fokus Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Paradigma Penelitian ... 8

2.1.1 Paradigma Konstruktivisme ... 9

2.2 Penelitian Terdahulu ... 11

2.3 Kajian Pustaka... 12

2.3.1 Komunikasi ... 12

2.3.1.1 Proses Komunikasi ... 15

2.3.1.2 Unsur Komunikasi... 16

2.3.2 Komunikasi Massa ... 17

2.3.2.1. Karakteristik Komunikasi Massa ... 19

2.3.2.2 Fungsi Komunikasi Massa ... 21

2.3.2.3 Bentuk-Bentuk Media Massa ... 25

2.3.3 Film ... 26

2.3.3.1 Film Sebagai Media Massa ... 27

(12)

2.3.3.2 Karakteristik Film ... 28

2.3.3.3 Jenis-jenis Film ... 30

2.3.3.4 Unsur-unsur film ... 31

2.4 Semiotika ... 34

2.4.1 Konsep Semiotika Roland Bartes ... 38

2.5 Representasi ... 40

2.6 Perempuan Dalam Kultur Budaya Batak ... 42

2.7 Patrilineal dan Patriarki ... 44

2.8 Perempuan Dalam Media ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 48

3.1 Metode Penelitian... 48

3.2 Objek Penelitian ... 49

3.3 Subjek Penelitian ... 49

3.4 Jenis Sumber Data ... 49

3.4.1 Data Primer ... 49

3.4.2 Data Sekunder ... 49

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5.1 Studi Pustaka ... 49

3.5.2 Studi Dokumentasi ... 50

3.6 Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Film “Demi Ucok (2013)”... 50

4.1.1 Poster Film “Demi Ucok (2013) ... 50

4.1.2 Sinopsis Film “Demi Ucok” ... 51

4.2. PenyajiandanAnalisis Data ... 52

4.2.2. Analisis Scene Kedua Film Demi Ucok ... 59

4.2.3. Analisis Scene ketiga Film Dem Ucok ... 64

4.2.4. Analisis Scene Keempat Film Demi Ucok... 69

4.2.5. Analisis Scene Kelima Film Demi Ucok ... 74

4.2.7. Analisis Scene Ketujuh Film Demi Ucok ... 81

4.3 Mitos dan Temuan Data ... 86

4.4 Triangulasi Data ... 91

(13)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1 Simpulan ... 93

5.2 Saran ... 99

DAFTAR REFERENSI ... 100

GLOSARIUM ... 103

LAMPIRAN ... 105

BIODATA PENULIS ... 112

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Fungsi Komunikasi Menurut Alexis Tan ... 25

Tabel 2. Tabel Proses Komunikasi Fiske ... 42

Tabel 3. Profil Pemeran Film Demi Ucok ... 53

Tabel 4. Teknik Pengambilan Gambar... 54

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Komunikasi ... 15

Gambar 2. Kategori Tipe Tanda Pierce... 37

Gambar 3. Peta Tanda Roland Barthes ... 40

Gambar 4. Scene Pertama ... 55

Gambar 5. Scene Kedua ... 60

Gambar 6. Scene Ketiga ... 65

Gambar 7. Scene Keempat ... 70

Gambar 8. Scene Kelima ... 76

Gambar 9. Scene Keeman ... 79

Gambar 10. Secene Ketujuh ... 82

(16)

BAB I

PENDAHULUAN I.1 Konteks Masalah

Perkembangan media massa sebagai pusat informasi, menjadikan media massa sebagai bagian dari kehidupan manusia saat ini. Realitas sosial yang terjadi di dunia bagian lain saat ini sangat mudah untuk disaksikan melalui bantuan media. Media mampu menjadi sarana yang menjanjikan untuk menjadi alat yang dapat menyampaikan berbagai macam realitas sosial dalam kehidupan secara nyata. Saat ini banyak karya seni kreatif yang telah menjadi konsumsi masyarakat.

Beragam media komunikasi baik itu visual dan audio visual hadir ditengah-tengah masyarakat sebagai sumber informasi salah satu diantaranya adalah film.

Film merupakan salah satu media paling populer di zaman modern ini dan perkembangannya cukup pesat dalam dunia hiburan Indonesia. hal ini dapat dibuktikan semakin banyak genre filmseperti action, adventure, animation, comedy, romance, mistery, crime, documentary, horror, biography, thriller juga beragamnya cerita yang disajikan oleh film-film Indonesia. Film pun sudah mendapatkan perhatian yang lebih di mata masyarakat. Tidak heran semakin banyak sutradara yang berlomba menunjukkan kepiawaiannya menciptakan film semenarik mungkin untuk mendapatkan hati para penggemar film. Film juga berperan sebagai sarana penyampaian pesan kepada masyarakat. Film dapat dikatakan sebagai transformasi kehidupan masyarakat, karena film adalah potret dari masyarakat di mana film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikan ke dalam layar (Sobur, 2004: 127).

Jika dilihat dari fungsi film,film tidak hanya berfungsi sebagai entertainment (hiburan) semata. Banyak filmyang sudah menjalankan fungsi yang lain dan menjadi gambaran realita kehidupan sehari-hari yang mengandung pesan tersirat untuk mendidik, menyatakan pesan moral, dan lain sebagainya. Film sebagai sarana penyampaian pesan dapat diterima dengan cepat, disamping itu film pada umumnya tidak beda jauh dari kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini,

(17)

agar pesan film dapat diterima oleh penontonnya, penulis cerita sangat berperan penting dia harus dapat membuat alur cerita yang dapat membuat pemirsa hanyut dan menyelami isi cerita (Mudjiono, yoyon, 2011, Vol 1, No 1).

Film dapat dijadikan media komunikasi dimana pesan yang tersirat di dalam isi cerita tersebut akan sampai kepada komunikannya dan menghasilkan sebuah efek. Seperti komunikasi pada umumnya yaitu dimana ada komunikator maka harus ada komunikan. Film juga merupakan sebuah hasil karya seni dimana keseluruhan penciptaan film menggunakan hasil cipta pola pikir dan rasa manusia.

Film juga dapat menjadi sebuah representasi masyarakatnya, dimana dalam isi cerita film tersebut pasti menambil suatu kebudayaan yang terdapat pada lingkungan dimana film itu diambil.

Dalam hal ini peneliti memfokuskan untuk menganalisis sebuah film yang bertemakan budaya yang mengandung unsur-unsur budaya batak yaitu film

“Demi Ucok” yang disutradarai oleh Sammaria Simanjuntak. Film “Demi Ucok”

merupakan film panjang pertama dari hasil produksi PT kepompong gendut mulai tayang perdana pada tanggal 3 januari 2013 di bioskop-bioskop seluruh Indonesia.

Film ini bertema ibu dan anak yang dibalut dalam kisah kultur batak.

Alur cerita film Demi Ucok condong pada ambis orangtua dan idealisme seorang anak. Gloria Sinaga tidak mau seperti ibunya, yaitu menikah, lupa mimpi dan hidup dengan rutinitas setelahnya. Glo ingin mengejar mimpi yaitu membuat film. Sementara Mak Gondut (Ibu Glo) sibuk mencari pendamping dan menjodohkannya dengan Glo.Sayangnya, Glo tidak menunjukkan ketertarikannya pada laki-laki manapun. Glo lebih tertarik pada film dan membuat film. Bercerita tentang tarik-menarik antara gadis Batak Toba, dan sang ibu yang janda, Mak Gondut. Sang anak, seperti gadis lain, berkata. “Glo tak mau jadi seperti mama.

Kawin, lupa mimpi, and live boringly ever after.” Mencapai mimpi memang tidak semudah membalikkan telapak tangan, baik itu mimpi Mak Gondut agar anaknya bisa kawin maupun mimpi Glo yang sangat didambakan menjadi seorang sutradara film.

(18)

Dari penjelasan di atas, peneliti menggunakan salah satu film yang berbeda untuk menjadi pembanding film terkait pembahasan dalam penelitian ini, yaitu film 3 nafas Likas. Film 3 Nafas Likas diceritakan berdasarkan kisah nyata seorang tokoh bernama Likas Tarigan, yang kemudian lebih dikenal sebagai Likas Ginting, istri dari Let, Jend Djamin Ginting. Film ini juga bukanhanya sekedar kisah tentang sebuah keluarga, melainkan sebuah kisah universal yang bisa diterima oleh semua orang. Kisah cerita dalam film berawal dari adanya seorang wartawan bernama Hilda (diperankan olehMarissa Anita) yang tertarik untuk menulis sebuah biografi tentang kisah perjalanan hidup seorang perempuan bernama Likas Tarigan (diperankan oleh Tuti Kirana) yang merupakan istri dari mendiang Djamin Ginting,yang merupakan tokoh penting perjuangan kemerdekaan Indonesia di Sumatera Utara.

Untuk merealisasikannya Hilda berkunjung ke rumah Likas untuk meminta izin dan menceritakan kisah hidupnya itu. Dan Likaspun bersedia menceritakan kisah hidupnya tersebut kepada Hilda. Film yang bercerita tentang seorang perempuan istimewa bernama Likas (diperankan oleh Atiqa Hasiholan), yang menjalani kehidupan yang luar biasa. Likas berhasil meraih pencapaian dan keberhasilan, karena ia memegang teguh tiga janji yang pernah ia ucapkan kepada tiga orang terpenting dalam hidupnya. Janji-janji itulah yang selalu berada disetiap tarikan nafasnya. Nafas yang selalu memberikan semangat dalam setiap tindakan yang akan ia lakukan serta keputusan yang akan ia buat.

Keputusan yang lahir atas janjinya untuk terus berjuang dan berlandaskan kerinduan akan cinta. Likas kecil (diperankan oleh Tissa Biani Azzahra) adalah perempuan Batak Karo yang memiliki keinginan kuat untuk menjadi seorang guru. Ia terinspirasi oleh gurunya di sekolah. Keinginan tersebut kemudian ia sampaikan kepada ayahnya, Ngantari (diperankan oleh Arswendi Nasution) dan kakaknya, Jore (diperankan oleh Ernest Samudra). Keduanya setuju menyekolahkan Likas untuk menjadi guru. Namun sang ibunda, Tembun (diperankan oleh Jajang C. Noer) tidak menyetujuinya. Bagi sang ibu, sudah cukuplah Jore yang meninggalkan keluarga untuk bekerja sebagai Polisi laut.

(19)

Namun niat Likas kecil sudah bulat untuk menjadi guru. Meski harus berselih dengan sang ibu, ia tetap pergi untuk melanjutkan sekolahnya di kota.

Ia meninggalkan desa Sibolangit tempat ia tumbuh dan bermain semasa kecilnya. Dengan tekat yang kuat untuk membuat bangga sang ibu dan Jore, Likas (diperankan oleh Atiqah Hasiholan) tumbuh dewasa dan akhirnya berhasil menjadi guru. Sayangnya, karirnya sebagai guru tak berjalan begitu mulus karena situasi sosial dan politik Indonesia yang belum merdeka kala itu. Ia harus pindah dari satu tempat ke tempat lain, dari Medan hingga ke Aceh. Dengan situasi yang terjadi pada saat itu, kemudian ia bertemu dengan pria bernama Djamin Ginting (diperankan oleh Vino G. Bastian) seorang pemuda progresif yang menjadi tentara PETA waktu itu. Ia juga merupakan tentara nasional yang menjadi bagian penting saat perjuangan kemerdekaan Indonesia. Djamin jatuh hati kepada kepada Likas dan Likas pun demikian. Mereka akhirnya menikah dan menjalani perjalanan kisahcinta mereka mulai dari masa perjuangan kemerdekaan hingga hidup dizaman Soeharto. Film yang berdasarkan kisah nyata seorang tokoh bernama Likas Tarigan, yang kemudian lebih dikenal sebagai Likas Ginting, istri dari Let. Jend. Djamin Ginting. Tokoh Likas yang sebenarnya sendiri hingga saat ini masih hidup dan berusia 90 tahun. Dalam cerita film tersebut dapat kita lihat bagaimana perempuan Batak memperjuangkan hidupnya untuk keluarganya.

Alasan inilah yang membuat peneliti memilih film Demi Ucok, karena ingin melihat bagaimana media disini yaitu film, merepresentasikan perempuan dalam sisi yang berbeda. Dimana di dalam film Demi Ucok memperlihatkan bagaimana kegigihan seorang perempuan untuk mencapai mimpi, bahwasanya perempuan juga dapat mendapatkan pekerjaan yang layak. Setelah menonton film ini juga diharapkan para perempuan mendapat semangat lebih dalam menggapai cita-cita.

Walaupun ada beberapa kemiripan dalam hal merepresentasikan perempuan pada umumnya yaitu diceritakan bahwa perempuan hanya bertanggung jawab pada berbagai kegiatan didalam rumah atau lingkungan domestik saja. yang kemudian muncul anggapan bahwa pada tempatnyalah perempuan untuk bernaung di bawah lelaki. Untuk melihat bagaimana film Demi Ucok merepresentasikan perempuan yang tidak hanya dapat hidup mandiri namun

(20)

dapat menerima kesetaraan dengan laki-laki. Dimana perempuan Batak Toba disini diceritakan dalam film terlihat sekali bahwa Perempuan Batak Toba pada masa kini mulai mempunyai pemikiran yang berbeda dengan aturan Batak Toba pada masa dahuludi daerah asal yang sebagian besar dibatasi dalam hal memperjuangkan cita-citanya.

Diceritakan pula perempuan Batak Toba dalam film tersebut yang mulai berani mengemukakan pendapatnya dan melakukan perlawanan, sudah mulai diperlihatkan pula bagaimana perempuan Batak Toba memperjuangkan mimpinya atau karirnya terlebih dahulu dibandingkan memilih pasangan hidup alias menikah. Seperti halnya yang dilakukan Gloria sinaga dalam film Demi Ucok bahwa perempuan juga dapat berkarir. Dalam film Demi Ucok memperlihatkan bahwa pemikiran perempuan Batak Toba pada zaman sekarang lebih kritis dan ambisius dalam hal menata hidupnya. Ia akan berjuang mati-matian untuk meraih cita-citanya namun tidak lepas pula dari peran orang tua yang selalu menginginkan hal baik terjadi dalam hidup anaknya.

Dalam budaya Batak Toba ada beberapa nilai budaya yang dijunjung tinggi, dimana merupakan nilai yang utama. Cita-cita tertinggi dalam hidup bagi orang Batak Toba yaitu Hamoraon (kekayaan), Hagabeon (berkat karena keturunan) dan Hasangapon (kehormatan). Bagi orang Batak Toba, memiliki banyak anak adalah hal yang utama. Dapat dilihat bahwa dalam upacara adat perkawinan selalu terungkap dan diungkapkan harapan agar mempelai segera diberi keturunan. “Maranak sampulu pitu, marboru sampulu ualu…., Anak per iris, boru pe tung torop……, sai tumibu ma hamu marompaompa huhut marabingabing”, adalah beberapa permohonan yang diucapkan berkali-kali oleh para sisolhot dan Hulahula (keluarga) sebagai harapan untuk mempelai. Namun secara kultural, pandangan orang Batak Toba hanya mengacu kepada anak laki- laki, bukan anak perempuan.

Berdasarkan hukum orang Batak Toba, perempuan Batak Toba lebih ditempatkan pada posisi tawar yang lemah dalam hal waris. Negara sudah memberikan jaminan persamaan hak kepada perempuan Batak untuk mewaris, akan tetapi budaya hukum yang semakin berkembang dalam masyarakat belum sepenuhnya mendukung upaya menuju persamaan hak tersebut (dalam Irianto,

(21)

2005:287). Disamping motivasi keuntungan, pengaruh sosialisasi nilai-nilai adat di kalangan laki-laki Batak Toba adalah kuat. Sejak masa anak-anak, pengetahuan yang rinci mengenai tradisi turun menurun secara khusus menjadi tanggung jawab laki-laki Batak, sementara itu perempuan hanya mengetahui hubungannya dengan clan, kelompok dimana ia dilahirkan. Semasa anak-anak pula, laki-laki Batak Toba selalu disadarkan bahwa ia adalah milik clan ayahnya, marga, dengan segala hal yang melekat dalam dirinya. Sementara itu perempuan Batak Toba berhubungan dengan dua clan dalam hidupnya, yaitu clan ayahnya, dan clan suaminya. Dengan demikian perempuan melihat sengketa dan hukum secara berbeda dengan laki-laki(Irianto, 2005:288).

Dalam budaya Batak Toba, perempuan Batak Toba memiliki haknya yaitu:

hak mangihutihut (mengikut) atau manumpang (menumpang). Perempuan dalam budaya Batak tidak berhak memiliki warisan dari orangtuanya. Jikapun perempuan memperoleh sesuatu dari orangtua, itu adalah sebagai silehonlehon (pemberian), bukan sebagai warisan. Perempuan Batak mendapat sesuatu dari orangtuanya karena pemberian, bukan karena berhak memperoleh warisan.

(Baiduri, 205, Vol 31, No 1).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai representasi perempuan Batak Toba dalam film “Demi Ucok”.

I.2 Fokus Masalah

1. Bagaimana Representasi Perempuan Batak Toba dalam film “Demi Ucok”

2. Tanda dan makna apa saja yang digunakan dalam film “Demi Ucok”dalam merepresentasikan perempuan Batak Toba dengan menggunakan

pendekatan semiotika Roland Barthes.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis lebih mendalam tentang bagaimana Representasi Perempuan Batak Toba dalam film “Demi Ucok”

2. Untuk menjelaskan tanda dan makna yang digunakan dalam film “Demi Ucok”.

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini menambah serta memperluas wawasan di bidang ilmu komuikasi khususnya tentang anlisi semiotika.

2. Secara akademis, penelitian ini memperkaya bahan bacaan mahasiswa serta dapat memberi kontribusi dalam perkembangan Ilmu Komunkasi FISIP USU.

3. Secara praktis, penelitian ini menjadi sumbangan pikiran dan masukan kepada pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berkenaan dengan penelitian ini.

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Penelitian

Dalam proses komunikasi terdapat sudut pandang atau persfektif yang berbeda dalam melihat suatu fenomena sosial. Setiap manusia ataupun individu memiliki sudut pandang atau persfektif masing-masing dalam melihat sebuah permasalahan yang terjadi. Kemudian cara pandang tersebut akan menghasilkan suatu interpretasi terhadap suatu fenomena sosial.

Paradigma penelitian merupakan kerangka berfikir yang menjelaskan bagaimana cara pandang peneliti terhadap fakta kehidupan sosial dan perlakuan peneliti terhadap ilmu atau teori. Paradigma penelitian merupakan perspektif penelitian yang digunakan oleh peneliti tentang bagaimana peneliti (Pujileksono, 2015:26):

a. Melihat realita (world views) b. Bagaimana mempelajari fenomena

c. Cara-cara yang digunakan dalam penelitian

d. Cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan.

Paradigma itu sendiri bermacam-macam. Guba dan Lincoln menyebutkan ada empat macam paradigma yaitu, positivisme, post positivisme, konstruktivisme, dan kritis. Sedangkan Cresswel membedakan dua macam paradigma, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Paradigma kuantitatif menekankan pada pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakkan analisis data dengan prosedur statistik. Paradigma kualitatif merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas yang holistis, kompleks dan rinci. Paradigma kualitatif disebut juga dengan pendekatan

(24)

konstruktivis, naturalistik atau interpretatif, atau perspektif post modern (Erlina, 2011: 14).

2.1.1 Paradigma Konstruktivisme

Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan rekannya. Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Dalam teori ini, realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaiana cara seseorang melihat sesuatu (Morissan, 2009: 107). Paradigma konstrukivisme ialah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai konstruksi sosial, dan kebenaran suatu realitas sosial bersifat relatif.

Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang. Konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi.

Bahasa tidak lagi dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan, tetapi konstruktivisme menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek mampu melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Weber menerangkan bahwa substansi bentuk masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melinkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas itu secara objektif. Little John mengatakan bahwa paradigma konstruktivis berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya (Wibowo, 2011: 27).

(25)

Paradigma konstruktivisme berbasis pada pemikiran umum tentang teori- teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Littlejohn mengatakan bahwa teori-teori aliran ini berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat dan budaya. Paradigma konstruktivis dapat dijelaskan melalui empat dimensi, yaitu:

1. Ontologis: relativism, merupakan konstruksi sosial. Kebenaran suatu realitas bersifat relatif, berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.

2. Epistemologi: transactionalist/subjectivist, pemahaman tentang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti merupakan produk interaksi antara peneliti cengan yang diteliti.

3. Axiologis: nilai, etika dan pilihan moral merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian. Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subjectivitas pelaku sosial. Tujuan penelitian lebih kepada rekonstruksi realitas sosial. Tujuan penelitian lebih kepada rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti.

4. Metodologis: menekankan empati, dan interaksi dialektis antara peneliti dengan responden untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode-metode kualitatif seperti participant observation. Kriteria kualitas penelitian authenticity dan reflectivity: sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas yang dihayati oleh para pelaku sosial.

(26)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan suatu acuan bagi peneliti dalam menyusun tinjauan teori, hipotesis, dan kerangka pemikiran. Penelitian terdahulu terdiri dari skripsi dan jurnal yang berhubungan dengan topik atau masalah penelitian.

Penelitian terdahulu bukan semata-mata untuk memaparkan sejumlah penelitian, melainkan untuk menunjukkan keterkaitan permasalahan penelitian yang diusulkan dengan hasil penelitian terdahulu.

1) Penelitian Pertama

Penelitian ini dilakukan oleh Friska Oviomeita jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara tahun 2016. Fiska melakukan penelitian yang berjudul Representasi Perempuan dalam Film (Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film

“Fifty Shades Of Grey). Tuuan film ini yaitu untuk mengetahui representasi perempuan di film Fifty Shades Of Grey. Menggunakan analisis semiotika Rolan Barthes. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa film “Fiffty Shades Of Grey” memproduksi gagasan budaya patriarki yang mengkonstruksikan film yang struktur ceritanya menempatkan perempuan sebagai posisi tersubordinasi. Dalam konteks ini, media massa meletakkan perempuan sebagai pihak marjinal yang kepentingannya semata-mata untuk tetap berada dibawah kontrol laki-laki.

Film ini juga melanggengkan stereotip dalam masyarakat. Perempuan digambarkan lemah sehingga membutuhkan kehadiran laki-laki untuk membuatnya merasa berarti.

2) Penelitian Kedua

Penelitian ini dilakukan oleh Gita Fiolanda Gresia jurusan Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unuversitas Sumatera Utara tahun 2015 yang berjudul Representasi Pesan Budaya Karo dalam Film 3 Nafas Likas. Menggunakan teori Analisis Semiotika Rolan Barthes.

Hasil dari penelitian ini yaitu memberikan dampak positif bagi khalayak

(27)

yang menonton, maupun keluarga dari Djamin Ginting dan Likas Trigan.

Dengan adanya film 3 nafas likas khalayak semakin dapat mengerti tentang perjuangan pahlawan daerah maupun pahlawan nasional di Indonesia, khalayak yang menonton juga dapat melihat bagaimana keunikan dari tradisi budaya adat karo yang disuguhkan dalam film tersebut. Selama ini masyarakat mengetahui tentang budaya Btak Toba yang ternyata memiliki perbedaan yang signifikan dengan tradisi budaya Karo, dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat karo khususnya.

Dengan melihat penelitian ini, maka peneliti memfokuskan pada analisis semiotika Roland Barthes yaitu Representasi Perempuan Batak Toba dalam film

“Demi Ucok”

2.3 Kajian Pustaka

Dalam setiap penelitian, diperlukan teori yang mendukung. Seorang peneliti harus terlebih dahulu menyusun teori yang bersangkutan dengan topik penelitian sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut pandang mana penelitian tersebut dilihat. Teori adalah suatu set dari hubungan antara konstruk, konsep, definisi/batasan dan preposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan-hubungan antar variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi fenomena tersebut (Pujileksono, 2015:11). Teori dapat membantu memfokuskan perhatian dan peneliti akan mampu memahami fenomena-fenomena yang terjadi di dalamnya.

Dalam hal ini, peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan dengan topik yang menjadi permasalahan yang akan diteliti yaitu:

2.3.1 Komunikasi

Kata komukasi atau communication dalam bahasa ingris berasal dari bahasa latin “communis” yang berarti „sama‟. Istilah pertama (communis) sering disebut sebagai asal kata komunikasi yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip (Mulyana 2010:46). Hal ini diartikan apabila ada dua orang yang terlibat komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapan. Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat

(28)

dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang ditentukan oleh Harold Laswell yang mengatakan, “Who Say What In Which Channel Whit What Effect?”. Jadi menurut paradigma tersebut, Laswell mengartikan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Menurut Supriyanto (Mondry, 2008 1-2) mengutip beberapa defenisi komunikasi sebagai berikut:

a) Komunikasi ialah mekanisme hubungan antara manusia untuk mengembangkan isi pikiran dengan lambang-lambang yang mengandung pengertian dan dengan cara yang leluasa serta tepat pada waktunya (Charles H. Chooley)

b) Komunikasi adalah proses pengoperan perangsang/lambang-lambang bahasa dari komunikator kepada komunikan untuk mengubah tingkah laku individu-individu komunikan (Carl I. Hovland).

c) Komunikasi sebagai pengoperan lambang-lambang yang berarti di antara individi-individu (William Albig)

d) Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, pengetahuan dan pengalaman supaya timbul saling pengertian, keyakinan/kepercayaan serta kontrol yang diperlukan (Sir Geral Barry)

e) Komunikasi ialah usaha mengadakan “persamaan” dengan orang lain (Wilbur Schramm)

Senada dengan itu, Mulyana (Mondry, 2008:1-2) melengkapi dengan berbagai defenisi komunikasi lainnya, antara lain sebagai berikut:

a) Komunikasi merupakan transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata- kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau transmisi informasi itulah yang disebut komunikasi (Bernard Barelson dan Gary A.

Steiner)

(29)

b) Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri atas rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima (Theodore M. Newcomb).

c) Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk memengaruhi perilaku penerima (Gerald R. Miller)

d) Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada penerima atau lebih, dengan maksud mengubah tingkah laku mereka (Everett M. Rogers)

e) Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan: who says what in which channel to whom with what effect? (siapa mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan pengaruh bagaimana?) (Harold Lasswell). (Mondry, 2008: 1-2).

Adapun bentuk dasar komunikasi yaitu komunikator yang baik harus tahu bagaimana menempatkan kata yang membentuk arti, bagaimana mengubah situasi menjadi lebih menarik.

a) Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal (verbal communication) merupakan bentuk komunikasi yang disampaikan kepada pihak lain melalui lisan (oral) dan tulisan (written)

b) Komunikasi nonverbal

Komunikasi nonverbal (nonverbal communication) merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan bahasa isyarat atau body languagesebagai sarana berkomunikasi dengan orang lain (Mondry, 2008: 2-3).

(30)

2.3.1.1 Proses Komunikasi

Proses komunikasi, menurut Efendy (Mondry, 2008: 3-5), terdiri atas dua tahap, meliputi secara primer dan secara sekunder

1. Proses Komunikasi Primer

Proses komunikasi secara primer merupakan proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media lambang sebagai proses komunikasi meliputi bahasa, kial (gesture), gambar, warna dan sebagainya.

2. Proses Komunikasi Sekunder

Proses komunikasi sekunder merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau saran sebagai media kedua setelah menggunakan lambang sebagai media pertama sarana yang sering dikemukakan untuk komunikasi sebagai media kedua antara lain surat, telepon, faksimili, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, internet dan sebagainya.

3. Gambaran Proses Komunikasi

Dengan defenisi tersebut, secara umum, proses komunikasi sederhana dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Proses Komunikasi

Umpan balik (feed back)

Sumber: Meinando, Teguh. 1981. Pengantar ilmu komunikasi Bandung: Armico.

(Mondry, 2008: 5-6)

KOMUNIKAN

KOMUNIKATOR PESAN

(31)

2.3.1.2 Unsur Komunikasi

Supaya proses komunikasi berlangsung baik, setiap unsur harus berperan dengan baik salah satu saja dari unsur tersebut tidak berjalan dengan baik, tentu komunikasi tersebut akan terganggu.

1. Komunikator

Menurut Meinando (Mondry, 2008: 8) komunikator merupakan individu atau kelompok yang mengambil prakarsa dalam mengadakan komunikasi kepada individu atau kelompok lain. Syarat umum sumber pesan yang baik, meliputi:

 Harus memiliki pengetahuan yang luas

 Tidak menyembunyikan fakta

 Berpendidikan (formal atau non formal)

 Mengetahu tentang yang dikomunikasikan 2. Pesan

Pesan merupakan inti atau perumusan tujuan dan maksud dari komunikator kepada komunikan, pesan ini merupakan unsur yang sangat menentukan dalam keberhasilan komunikasi.

3. Saluran

Agar pesan yang diterima mudah dimengerti komunikan, maka harus dipertimbankan saluran yang digunakan dalam komunikasi tersebut.

Saluran itu meliputi:

a. Metode yang ditempuh bisa dengan menggunakan komunikasi verbal yang bersifat langsung (tatap muka) atau tidak langsung (melalui surat, dan sebagainya), bisa juga dengan komunikasi nonverbal.

b. Metode atau alat yang digunakan juga mempertimbangkan kebutuhan dan sasaran. Bisa dengan peralatan yang sederhana, dan juga menggunakan peralatan yang rumit

(32)

4. Komunikan

Komunikan atau penerima memang diharapkan minimal punya pengetahuan yang luas tentang masalah yang dikomunikasikan.

Keberhasilan komunikasi tergantung pada komunikator, pesan dan saluran.

5. Efek

Harapan dari proses komunikasi, informasi atau pesan yang disampaikan oleh komunikator adalah bisa dimengerti oleh komunikan secara baik dan akhirnya membawa dampak sesuai dengan yang diharapkan

6. Umpan Balik

Setelah proses komunikasi berlangsung salah satu unsurnya menyangkut umpan balik (feedback), arus umpan balik tersebut selalu diharapkan seseorang atau kelompok orang yang melakukan kegiatan komunikasi.

(Mondry, 2008: 8-9) 2.3.2 Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi). Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Kemapuan untuk menjangkau ribuan, atau bahkan jutaan orang merupakan ciri dari komunikasi massa. Karakteristik utama yang dimiliki oleh komunikasi massa adalah kemampuannya untuk menyebarkan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat melalui media massa. Media massa sebagai alat komunikasi yang semua orang sudah memakainya sekarang teus berkembang dan semakin berproses dalam menyajikan berita. Media massa bsa membuat kesamaan dalam masyarakat, hal ini benar adanya karena setiap sebab dan akibat pemberitaan yang ada membuat seseorang berpikir dan menelaah yang ada. (Putri, Nadia 2020:7)

Dalam arti umum dan dalam pengertian komunikasi massa, pengertian massa dalam komunikasi massa menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Komunikasi massa akan di defenisikan sebagai komunikasi kepada khalayak dalam jumlah besar melalu banyak saluran komunikasi. Oleh karenanya, konteks komunkasi massa mencakup baik saluran maupun khalayak.

(33)

Dengan kata lain massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Selakanin itu, konteks komunikasi massa berbeda dengan konteks lain karena komunikasi yang terjadi biasanya lebih terkendali dan terbatas.

Maksudnya, komunikasi dipengaruhi oleh biaya, politik, dan oleh kepentingan- kepentingan lain. Pembuat keputusan biasanya akan menggunakan batas untung- rugiuntuk menentukan apakah pesan tertentu akan tetap disampaikan atau tidak.

Contohnya, keputusan untuk menghentikan sebuah acara televisi atau memuat sebuah cerita di surat kabar biasanya di dasarkan pada satu hal: uang. (Turner, West, 2008:41)

Komunikasi massa yang berarti komunikasi yang menggunakan media massa, berbiaya yang relatif mahal yang dikelola oleh suatu lembaga yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim dan heterogen (Mulyana, 2005:83). Komunikasi massa terjadi ketika sejumlah orang mengirimkan pesan kepada audiens yang besar yang bersifat anonymousdan heterogen melalui penggunaan media komunikasi khusus. Studi komunikasi massa mempelajari pemanfaatan media oleh audiens, dan menjelaskan efek media terhadap human interaction dalam konteks komunikasi, dan unit analisis komunikasi massa antara lain pesan, media, dan audiens (Liliweri, 2011:219).

Fokus kajian dalam komunikasi massa adalah media massa. Media massa adalah institusi yang menebarkan informasi berupa pesan, berita atau peristiwa (Bungin, 2006: 258). Media massa adalah alat yang digunakan dalam menyampaikan pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, majalah, film, radio, dan televisi. Karakteristik media massa ialah:

1) Bersifat melembaga, artinya pihak yang mengelola media terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai pada penyajian informasi.

2) Bersifat satu arah, artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog anatara pengirim dan penerima;

3) Meluas serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena ia memiliki kecepatan. Bergerak secara luas dan simultan, dimana

(34)

informasi yang disampaikan diterima oleh banyak orang pada saat yang sama

4) Memakai peralatan teknis atau mekanis seperti majalah, televisi, dan surat kabar;

5) Bersifat terbuka, artinya pesannya dapat diterima siapa saja dan dimana saja tanpa mengenal usia, jenis kelamin, dan suku bangsa (Cangara, 2000:134)

2.3.2.1. Karakteristik Komunikasi Massa

Pengertian komunikasi massa melalui defenisi komunikasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebelumnya telah dipaparkan. Sebelumnya telah dibahas tentang pengertian komunikasi massa melalui defenisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh beberapa ahli ilmu komunikasi. Melalui defenisi itu pula dapat mengetahui karakteristik komunikasi massa. Karakteristik komunikasi massa (Ardianto dan Komala, 2004: 7) adalah sebagai berikut:

a. Komunikator Terlembaga

Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Kita sudah memahami bahwa komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik media cetak maupun elektronik. Wright (Ardianto dan Komala, 2004: 7) berpendapat bahwa komunikasi massa itu melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. Apabila pesan akan disampaikann melalui surat kabar, maka prosesnya adalah komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. Apabila pesan akan disampaikan melalui surat kabar, maka prosesnya komunikator menyusun pesan dalam bentuk artikel, selanjutnya pesan diperiksa oleh penanggung jawab rubrik, lalu diserahkan ke redaksi untuk diperikasa baik tidaknya pesan itu dimuat dengan pertimbangan utama tidak menyalahi kebijakan dari lembaga media massa itu. Kemudian pesan diperiksa oleh korektor, disusun oleh lay-out managar, lalu masuk mesin cetak. Tahap akhir setelah dicetak kemudian tugas bagian distribusi kemudian mendistribusikan surat kabar yang berisi pesan itu kepada pembacanya.

b. Pesan bersifat umum

(35)

Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang, tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya komunikasi massa bersifat umum. Pesan komunikasi masa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. Namun, tidak semua fakta dan peristiwa dapat dimuat dalam media massa. Pesan komunikasi massa yang dikemas dalam bentuk apa pun harus memenuhi kriteria penting atau menarik, atau penting sekaligus menarik, bagi sebagian komunikan.

c. Komunikannya anonim dan heterogen

Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen. Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim) karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Di samping anonim, komunikan massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama dan tingkat ekonomi

d. Komunikasinya berlangsung satu arah

Komunikator aktif menerima pesan, namun diantaranya keduanya tidak dapat melakukan dialog. Dengan demikian, komunikasi massa itu bersifat satu arah.

e. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan

Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. (Ardianto dan Komala. 2004: 10)

Dalam kounikasi massa ada keserempakan dalam proses penyebaran- penyebaran pesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikamati media massa tersebut hampir bersamaan. Tentunya bersamaan ini juga bersifat relatif. Bisa jadi surat kabar bisa dibaca ditempat terbit jam 5 pagi, tetapi diluar kota baru jam 6 pagi. (Nurudin, 2003: 26)

f. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper

Gatekeeper atau yang sering disebut pentapis informasi/ pialang pintu/

penjaga gawang, adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran

(36)

informasi melalui media massa. Gatekeeper ini berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Gatekeeper yang dimaksud antara lain reporter, editor film/surat kabar/buku, manajer pemberitaan, penjaga rubrik, kameramen, sutradara dan lembaga sensor film yang semuanya mempengaruhi bahan-bahan yang akan dikemas dalam sebuah pesan-pesan dari media massa masing-masing. Gatekeeper ini juga berfungsi untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data dan mengurangi pesan-pesannya. (Nurudin. 2003: 28-29).

2.3.2.2 Fungsi Komunikasi Massa

Ada banyak pendapat yang dikemukakan untuk mengupas apa fungsi komunikasi massa. Sama dengan defenisis komunikasi massa, fungsi komunikasi massa juga mempunyai latar belakang dan tujuan yang berbeda satu sama lain.

Meskipun satu pendapat dengan pendapat lain berbeda, tetapi intinya dari yang ingin disampaikan mereka bisa jadi sama.

Perkembangan masyarakat yang dipicu oleh kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih menunjukkan pengaruh yang kuat terhadap kemekaran media massa, tetapi dilain pihak secara timbal-balik ini menimbulkan dampak yang teramat kuat pula terhadap masyarakat. Dalam membicaraka fungsi komunikasi massa ada satu hal yang perlu disepakati terlebih dahulu. Hal trsebut adalah komunikasi massa itu sendiri berarti, komunikasi lewat media massa.

Dalam (Wiryanto, 2000:10), Wilbur Schramm menyatakan komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter, dan encoder. Komunikasi massa mendecode lingkungan di sikitar untuk kita, mengawasi kemungkinan timbulnya bahaya, mengawasi terjadinya persetujuan dan juga efek-efek dari hiburan.

Komunikasi massa menginterpretasikan hal-hal yang di-decode sehingga dapat menganbil kebijakan efek, menjaga berlangsungnya interaksi serta membantu anggota-anggota masyarakat menikmati hidup.

Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (Ardianto dan Komala, 2004: 15-19), terdiri dari surveillance (pengawas), interpreatation

(37)

(penafsiran), linkage (keterkaitan), transmissions of values (penyebaran nilai), dan entertainmen (hiburan).

1. Surveillance (pengawasan)

Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi menjadi dua jenis:

 Warning or beware surveillance (pengawasan peringatan) Pengawasan jenis ini terjadi jika media menyampaikan informasi kepada kita mengenai ancaman topan, meletusnya gunung merapi, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi, atau adanya serangan militer. Peringatan ini dapat serta merta menjadi ancaman. Kendati banyak informasi yang menjadi peringatan atau ancaman serius bagi masyarakat yang dimuat oleh media, akan tetapi banyak pula orang yang tidak mengetahui ancaman itu.

 Instrumental surveillance (pengawasan instrumental)

Jenis kedua ini berkaitan dengan penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Berita tentang film yang dipertunjukkan di bioskop setempat, harga barang kebutuhan dipasar, produk-produk baru, dan lain-lain adalah contoh pengawasan instrumental.

2. Interpretation (penafsiran)

Fungsi penafsiran hampir mirip dengan fungsi pengawasan. Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Organisasi atau industri media memilih dan memutuskan peristiwa-peristiwa yang dimuat atau ditayangkan.

Contoh yang paling nyata dari fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau televisi siaran. Tajuk rencana dan komentar merupakan pemikiran para redaktur media tersebut mengenai topik berita yang paling penting hari ini tajuk rencana dan komentar itu disiarkan.

(38)

3. Linkage (pertalian)

Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat yang beragam, sehingga membentuk linkage (pertalian) berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. Misalnya kegiatan periklanan yang menghubungkan kebutuhan dengan produk-produk penjual. Contoh lainnya adalah hubungan para pemuka partai politik dengan pengikut- pengikutnya ketika membaca surat kabar mengenai partainya yang dikagumi oleh para pengikutnya itu.

4. Transmission of values (penyebaran Nilai-Nilai)

Fungsi penyebaran nilai tidak kentara. Fungsi ini juga disebut sosiolization (sosialisasi). Sosialisasi mengacu pada cara, dimana individu mengadopsi perilaku dan nilai kelompok. Media massa yang mewakili gambaran masyarakat itu ditonton, didengar, dan dibaca.

Media massa memperlihatkan pada kita bagaimana mereka bertindak dan apa yang mereka harapkan. Dengan kata lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya.

Diantara semua media massa, televisi sangat berpotensi untuk terjadinya sosialisasi (penyebaran nilai-nilai), pada anak muda, terutama anak-anak yang sudah melampaui usia 16 tahun. Beberapa pengamat memperingatkan kemungkinan terjadinya disfungsi jika televisi menjadikan saluran terutama untuk sosialisasi atau penyebaran nilai-nilai.

5. Entertainment (hiburan)

Sulit dibantah lagi bahwa kenyataannya hampir semua media menjalankan fungsi hiburan. Televisi adalah media massa yang mengutamakan saluran hiburan. Hampir tiga perempat bentuk siaran televisi setiap hari merupakan tayangan hiburan. Fungsi dari media massa sebagai fungsi penghibur tiada lain tujuanny adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan melihat tayangan hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.

(39)

Sementara itu, menurut Effendy (1993), mengemukakan fungsi komunikasi massa secara umum, yaitu:

a. Fungsi Informasi

Fungsi informasi diartikan bahwa media massa adalah penyebar informasi bagi pembaca , pendengar dan pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya. Khalayak sebagai makhluk sosial akan selalu merasa haus akan informasi yang akan terjadi. Khalayak media massa berlangganan surat kabar, majalah, mendengarkan radio siaran atau menonton televisi karena mereka ingin mendapatkan informasi tentang peristiwa yang terjadi di muka bumi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan, diucapkan atau dilihat orang lain.

b. Fungsi Pendidikan

Media massa merupakan sarana pendidikan bagi khalayaknya (mass education) karena media massa banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik. Salah satu cara mendidik yang dilakukan media massa adalah melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa atau pembaca.

c. Fungsi Memengaruhi

Fungsi memengaruhi dari media masa secara implisit terdapat pada tajuk/editorial, features, iklan, artikel dan lain sebagainya. Khalayak juga dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang ditayangkan televisi ataupun surat kabar (Ardianto, Komala dan Karlinah,2007: 14-19)

Sedangkan menurut Alexis S Tan fungsi-fungsi komunikasi bisa beroperasi dalam empat hal. Meskipun secara eksplisit ia tidak mengatakan fungsi-fungsi komunikasi massa, tetapi ketika ia menyebut bahwa penerima pesan dalam komunikasi bisa kumpulan orang-orang atau ia menyebut mass audience, sedangkan pengirim pesan atau komunikatornya termasuk kelompok orang atau media massa, maka sudah bisa dijadikan bukti bahwa fungsi yang dimaksud adalah fungsi komunikasi massa. (Nurudin, 2003:63

(40)

Tabel 1 fungsi komunikasi massa menurut Alexis S Tan TUJUAN

KOMUNIKATOR (penjaga asiasten)

TUJUAN KOMUNIKAN

(menyesuaikan diri pada sistem, pemuasan kebutuhan)

Memberikan informasi

Mendidik

Mempersuasi

Menyenangkan, memuaskan kebutuhan omunikasi

Mempelajari ancaman dan peluang, memahami lingkungan menguji kenyataan, meraih keputusan.

Memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna memfungsikan dirinya secara efektif dalam masyarakatnya, mempelajari nilai, tingkah laku yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya.

Memberi keputusan, mengadopsi nilai, tingkah laku, dan aturan yang cocok agar diterima dalam masyarakatnya

Menggembirakan, menggendorkan urat saraf, menghibur, dan mengalihkan perhatian dari masalah yang dihadapi.

2.3.2.3 Bentuk-Bentuk Media Massa

Media massa dapat dikategorikan menurut bentuk fisik, teknologi yang terlibat, proses komunikasi, dan lain-lain kategori utama media massa adalah sebagai berikut.(Nadie 2018:37)

1. Media Cetak

Di abad ke-15, Johannes Gutenberg menemukan mesin cetakbergerak dari bahan logam. Penemuan tersebut membka jalan bagi ploriferasi media cetak. Mesin cetak bergerak memerkenalkan metode untuk produksi teks secara massal. Sebelum penemuan mesin cetak, buku merupakan barang mahal yang hanya dapat dijangkau oleh bangsawan dan keluarga kerajaan. Yang termasuk kategori media cetak adalah:

 Surat Kabar

 Majalah

 Buku

 Dokumen tekstual lainnya 2. Media Elektronik

Sejarah media massa elektronik dimulai dengan peneluan radio oleh Marconi. Stasiun radio pertama di dirikan di Pittsburg, New York, dan

(41)

Chichago pada 1920-an. Setelah itu, sejarah media komunikasi elektronik ditandai dengan penemuan sinema. Singkatnya media elektronik meliputi:

 Radio

 Film

 Televisi

 Rekaman audio dan video 3. Media Yang Baru

Cara online dan digital untuk menghasilkan, mengirim, dan menerima pesan dipanggil media baru (new media). Istilah ini mencakup teknologi komunikasi di mediasi komputer. Ini menyiratkan penggunaan komputer dekstop dan portabel serta perangkat nirkabel dan genggam. Setiap perusahan di industri komputer terlibat dengan media baru dalam beberapa cara. Bentuk-bentuk berkomunikasi di dunia digital termasuk:

 CD-RoMs

 DVD

 Fasilitas internet seperti World Wide Web (www), boarding bulletin, email, dll.

2.3.3 Film

Film merupakan alat presentasi dan distribusi dari tradisi hiburan yang lebih tua, menawarkan cerita, panggung, musik, drama, humor, dan trik teknis bagi konsumsi populer. Film adalah bagian dari seni yang memiliki fungsi untuk menyampaikan cerita menarik dan mengandung pesan positif sehingga para penikmat film mampu mendapatkan hiburan menarik dari sebuah tayangan film baik dari musik, cerita film bahkan aktris yang memerankan tokoh dalam sebuah film (McQuail, 2011:35)

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan diainkan dalam bioskop).

Film adalah sekedar gambar bergerak yang muncul hanya karena keterbatasan kemampuan mata dan otak manusia menangkap sejumlah pergantian gambar dalam sepersekian detik.

(42)

2.3.3.1 Film Sebagai Media Massa

Gambar bergerak atau sering juga disebut film adalah bentuk dominan dari komunikasi visual di belahan dunia ini. Film lebih dahulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an (Ardianto, Komala, Karlinah, 2009:143).

Film sebagai media komunikasi massa merupakan bagian dari seni yang menjadi hiburan dan lahan bisnis bagi para pelakunya. Film adalah karya seni budaya yang merupakan dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara yang ditunjukkan. Kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilakukan berdasarkan kebebasan berkreasi, berinovasi dan berkarya. Besarnya pengaru film terhadap pembentukan dan perkembangan perilaku masyarakat dari berbagai usia, perlu dikendalikan untuk megurangi kemungkinan terjadi pengaruh negatif dari film itu sendiri. Salah satu bentuk reguasi perfilman adalan sensor yang berartiperanti yang mentransform (mengubah) suatu nilai (isyarat/energi) fisik ke nilai fisik yang lain, menghubungkan antara fisik nyata dan industri elektrik dan peranti elektronika. Di dunia industri film berguna untuk monitoring, controlling, dan proteksi yang sering disebut juga dengan transduce. Setiap negara terasuk indonesia meliliki lembaga sensor film yang memiliki peran dan fungsi untuk melindugi bangsa dan negara dari pengaruh negatif film. (Fachruddin, 2019: 57- 58)

Dalam hal ini film sebagai bentuk media massa memiliki ide dasar mengenai tujuan media dalam masyarakat yaitu:

1) Informasi

 Menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia.

 Menunjukkan hubungan kekuasaan

 Memudahkan inovasi, adaptasi, dan kemajuan.

2) Korelasi

 Menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi

(43)

 Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan,

 Melakukan sosialisasi

 Mengkoordinasi beberapa kegiatan

 Membentuk kesepakatan

 Menentukan urutan prioritas dan memberikan status relative 3) Kesinambungan

 Mengekspresikan budaya dominan dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subcultural) serta perkembangan budaya baru

 Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai 4) Hiburan

 Menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan sarana relaksasi

 Meredakan ketegangan sosial 5) Mobilitas

 Mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pengembangan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala dalam bidang agama, seni dan budaya

2.3.3.2 Karakteristik Film

Tujuan utama dari film adalah sebagai media hiburan. Tetapi banyak juga film yang didalamnya terkandung unsur informatif, edukatif bahkan persuasif.

Faktor-faktor yang dapat menunjukkan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis dalam (Ardianto & Erdinaya, 2004:134) yaitu:

1. Layar yang Luas/lebar

Film dan televisi sama-sama menggunakan layar, kelebihan media film adalah layarnya yang berukuran luas. Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan penontonnya untuk melihat setiap adegan yang disajikan dalam film. Apalagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film di bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonto seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.

(44)

2. Pengambilan Gambar

Sebagai konsekuensi layar lebar, maka pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot dan panoramic shot, yakni pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberikan kesan artistik dan suasana yang sesungguhnya, sehingga film menjadi lebih menarik.

Perasaan kita akan tergugah melihat seseorang (pemain film) sedang berjalan di gurun pasir pada tengah hari yang amat panas. Melalui panoramic shot, kita sebagai penonton dapat memperoleh suatu gambaran, bahkan mungkin gambaran yang cukup tentang daerah tertentu yang dijadikan lokasi film sekali pun kita belum pernah berkunjung ke tempat tersebut.

3. Konsentrasi Penuh

Dari pengalaman kita masing-masing disaat kita menonton film di bioskop, bila tempat duduk sudah penuh, pintu ditutup, lampu dimatikan, nampak didepan kita layar luas dengan gambar-gambar cerita film tersebut. Kita semua terbebas dari ganguan hiruk piruknya suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara. Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran kita tertuju pada alur cerita.

Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana, kita akan tertawa terbahak-bahak manakala adegan film lucu, atau sedikit senyum dikulum apabila ada adegan yang menggelitik, namun dapat pula kita menjerit ketakutan bila adegan menyeramkan.

4. Identifikasi Psikologis

Kita semua dapat merasakan bahwa suasana di gedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan.

Karena penghayatan kita yang amat mendalam, seringkali secara tidak sadar kita menyamakan pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kitalah yang sedang berperan.

Gejala ini menurut ilmu jiwa disebut sebagai identifikasi psikologis Pengaruh film terhadap jiwa manusia (penonton) tidak hanya sewaktu atau selama duduk di gedung bioskop, tetapi terus sampai waktu yang cukup lama,

(45)

misalnya peniruan terhadap cara berpakaian atau model rambut, hal ini disebut sebagai imitasi. Suasana menonton di bioskop memang berbeda dengan menonton di televisi dan media lainnya. Layarnya yang lebar, sound effect yang menggelegar, suasana hening berkat ruangan kedap suara dan ruangan gelap memang menambah situasi dan ketegangan emosional dalam menonton film yang ditayangkan. Menonton film dibioskop juga dapat mengumpulkan para penikmat film yang bisa saling berinteraksi dengan minat menonton yang sama.

2.3.3.3 Jenis-jenis Film

Perkembangan film sampai saat ini mempunyai beberapa jenis, diantaranya sebagai berikut:

1. Film cerita

Film cerita adalah film yang di dalamnya terdapat atau dibangun dengan sebuah cerita. Film cerita mempunyai waktu penayangan yang berbeda-beda, lebih jelasnya yaitu: pertama, film cerita pendek, film ini berdurasi dibawah 60 menit. Kedua, film cerita panjang, yaitu film yang durasinya lebih dari 60 menit. (Heru Efendi, 2002:13)

2. Film berita

Adalah film mengenai fakta atau atau peristiwa yang benar-benar terjadi. Film berita sangat membantu publik untuk melihat peristiwa yang sering terjadi.

3. Film dokumenter

Yaitu film yang menggambarkan kejadian nyata, kehidupan dari seseorang, suatu periode dalam kurun sejarah, atau mungkin sebuah rekaman dari suatu cara hidup makhluk, dokumenter rangkuman perekaman fotografi berdasarkan kejadian nyata dan akurat (Gatot Prakoso, 1997:15).

Menurut Onong (2000: 214) titik berat pada film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi. Bedanya dengan film berita adalah bahwa film berita harus mengenai sesuatu yang mempunyai nilai-nilai berita (news value).

Gambar

Gambar 1.  Proses Komunikasi
Tabel 1 fungsi komunikasi massa menurut Alexis S Tan  TUJUAN
Tabel 2 Tabel Proses Representasi Fiske
Gambar 4 Poster Film “Demi Ucok (2013)”
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelayanan prima secara parsial terhadap loyalitas nasabah BNI Syari’ah Cir ebon dan pengaruh tingkat kepuasan secara

Tahapan penelitian pada Gambar 2, dapat dijelaskan sebagai berikut : Tahap Identifikasi masalah :pada tahap ini dilakukan analisa tentang masalah yang ada, dan tentang apa saja

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dari hasil tes peserta didik dapat disimpulkan bahwa (1) Nilai rata-rata peserta didik kelas V A Sekolah Dasar

Kepala sekolah mempunyai peran penting dalam kemajuan suatu sekolah. Setiap calon kepala sekolah harus memiliki persyaratan sebagaimana yang telah diatur dalam sebuah

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran koopertif tipe STAD dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar IPA siswa kelas V SD Negeri I

Hasil pengujian yang dilakukan juga menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara penerapan akuntansi pertanggungjawaban terhadap kinerja

Flowchart pada Gambar 4 menunjukkan seluruh proses yang terjadi pada block type form, dimana proses diawali dengan melakukan cek apakah pengguna telah memiliki tabel dan field

Mengingat Pusat Penelitian 8ains dan Materi (PP8M-BA TAN) di 8erpong, Jakarta saat ini sedang mengembangkan teknologi pembuatan magnet dengan logam tanah jarang produk lokal,