• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG DAERAH RELOKASI KORBAN GEMPA BUMI MUARA SIPONGI DI KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI TENTANG DAERAH RELOKASI KORBAN GEMPA BUMI MUARA SIPONGI DI KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN MANDAILING NATAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi

Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

RIZKI WAHIDAH NIM. 309331045

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)
(5)

kepada penulis. Salah satu nikmat itu adalah nikmat kesempatan bagi penulis untuk penyusunan skripsi, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : Studi Tentang Daerah Relokasi Korban Gempa Bumi Muara Sipongi di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari berbagai kendala, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.Si selaku Rektor Universitas Negeri Medan dan seluruh stafnya.

2. Bapak Dr. H. Restu, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta stafnya. 3. Bapak Drs. W. Lumbantoruan, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Geografi.

4. Ibu Dra. Asnidar, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Geografi. 5. Ibu Dra. Nurmala Berutu, M.Pd selaku Pembantu Dekan 1 dan Dosen

Pembimbing Skripsi yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Ibu Dra. Elfayetti, M.P selaku Dosen Pembimbing Akademik.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Jurusan Pendidikan Geografi yang telah membekali penulis dengan ilmu yang sangat berguna di bangku perkuliahan.

8. Bapak H Siagian selaku Tata Usaha di Jurusan pendidikan Geografi. 9. Camat Kecamatan Kotanopan beserta stafnya.

10. Lurah Kelurahan Pasar Muara Sipongi beserta stafnya.

(6)

Nst), yang selalu membuat penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi. 13. Rekan-rekan Seperjuangan di Jurusan Pendidikan Geografi (Kholilah, Nur

Aisyah, Deti Nurhasanah, eiy, Julia Eftika Sari, Kumala, Niar, Weni, Silvi) yang juga banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis. 14. Rekan-rekan bimbingan skripsi yang selalu memberikan masukan serta

motivasi bagi penulis.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua yang memberikan bantuan atas selesainya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermamfaat bagi pembaca, khususnya bagi jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Medan, April 2014

Penulis

(7)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

ABSRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Mamfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Kerangka Teori ... 9

B. Penelitian Relevan ... 23

C. Kerangka Berpikir ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Lokasi Penelitian ... 28

B. Populasi dan Sampel ... 28

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 28

D. Tehnik Pengumpulan Data ... 30

E. Tehnik Analisis Data ... 31

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENEITIAN ... 32

A. Kondisi Fisik ... 32

(8)

B. Pembahasan ... 81

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(9)

DAFTAR TABEL

No Uraian Hal

1. Penggunaan Lahan ... ...38

2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... ...43

3. Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur ... ...45

4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... ...46

5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... ...48

6. Sarana Kesehatan di Desa Tobang ... ...49

7. Tingkat Usia Responden ... ...53

8. Distribusi Desa Asal Responden ... ...55

9. Jenis Pekerjaan Responden ... ...56

10. Tingkat Pendapatan Responden ... ...57

11. Jumlah Tanggungan Responden ... ...57

12. Kondisi Bangunan Rumah Responden ... ...58

13. Perbaikan Rumah Responden ... ...60

14. Kepadatan Hunian ... ...64

15. Kondisi Rumah Responden ... ...64

16. Kondisi MCK di Daerah Relokasi ... ... ...66

17. Pemakaian MCK di Daerah Relokasi ... ...67

18. Tempat Bekerja Responden ... ...72

19. Peraturan di Daerah Relokasi yang Diketahui Responden ... ...74

20. Respon Terhadap Rumah ... ...75

21. Respon Terhadap MCK ... ...76

22. Respon Terhadap Sumber Penerangan ... ...77

23.Respon Menjangkau SD ... ...78

24. Respon Menjangkau Tempat Kerja ... ...79

(10)

DAFTAR GAMBAR

No Uraian Hal

1. Skema Alur Berpikir ... 27

2. Peta Kabupaten Mandailing Natal ... 33

3. Peta Kecamatan Kotanopan ... 34

4. Peta Desa Tobang ... 35

5. Denah Relokasi ... 36

6. Bidan Desa di Daerah Relokasi ... 49

7. Sekolah Dasar di Daerah Relokasi ... 50

8. Mesjid di Daerah Relokasi ... 52

9. Lantai Rumah Responden ... 60

10. Jendela Sebelah Kanan Rumah Responden ... 61

11. Jendela Sebelah Kiri Rumah Responden ... 62

12. Drainase di Daerah Relokasi ... 63

13. Rumah Responden di Daerah Relokasi ... 65

14. MCK di daerah Relokasi ... 67

15. Sumber Air yang Ada di Daerah Relokasi ... 68

16. Sungai ... 69

17. Listrik di Daerah Relokasi ... 70

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wilayah Indonesia berada pada daerah pertemuan dua lempeng tektonik

dunia yaitu lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia serta dipengaruhi oleh

tiga gerakan yaitu gerakan sistem sunda di bagian barat, gerakan sistem pinggiran

Asia Timur, dan gerakan sirkum Australia. Faktor-faktor tersebut menyebabkan

Indonesia rentan terhadap gempa bumi.

Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di

Indonesia. Tidak hanya kerugian materi dan korban jiwa, bencana gempa bumi

memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan di bumi termasuk

terhadap lingkungan hidup. Bencana gempa menyebabkan perubahan terhadap

unsur-unsur lingkungan pada akhirnya berdampak bagi kehidupan manusia saat

ini maupun yang akan datang, dan pada intinya bencana gempa telah

menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan.

Sektor perumahan merupakan salah satu sektor yang mengalami dampak

paling besar akibat gempa, oleh sebab itu, dilakukan relokasi demi kelangsungan

hidup masyarakat. Program relokasi merupakan bagian dari mekanisme

penyelenggaraan penanggulangan bencana. Penyelenggaraan penangggulangan

bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan

pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,

tanggap darurat, dan rehabilitasi. Tujuan program ini bukan hanya memindahkan

(12)

kondisi sosial ekonomi setelah dipindahkan. Lokasi dan kualitas tempat relokasi

adalah faktor penting dalam rencana relokasi, karena sangat menentukan

kemudahan menuju lahan usaha, jejaring sosial, pekerjaan, bidang usaha. Setiap

lokasi mempunyai keterbatasan dan peluang masing-masing. Memilih lokasi yang

sama baik dengan kawasan sebelumnya dari segi karakteristik, lingkungan, sosial,

budaya, dan ekonomi akan lebih memungkinkan keberhasilan relokasi dan

pemulihan mata pencarian. (Sumber : http repository . usu . ac . id / bitstream /

123456789/5422/3/10E00203.pdf.txt. Di akses pada tanggal 15 november 2013).

Relokasi dalam suatu wilayah sering kali berakibat pada pemindahan

ekonomi dan fisik. Program relokasi erat kaitannya dengan perubahan dari segi

sosial ekonomi. Relokasi permukiman diharapkan dapat memberikan perubahan

pada permukiman masyarakat korban bencana alam menjadi kondisi yang lebih

baik daripada sebelum terjadi bencana alam atau setidaknya tidak lebih buruk

daripada sebelum dipindahkan. Selain itu, dalam melakukan relokasi pemukiman

akan terjadi beberapa perubahan taraf hidup dalam masyarakat berupa perubahan

kondisi ekonomi berupa perubahan pendapatan dan pengeluaran serta mata

pencarian dan perubahan kondisi sosial berupa kondisi kesehatan, pendidikan,

aktivitas kemasyarakatan dan relasi sosial. Selain itu indikator keberhasilan

program relokasi adalah tercapainya tujuan dan sasaran program yaitu

terpindahnya pemukiman ke lokasi yang lebih layak dan aman.

Indonesia telah menetapkan dalam pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Dasar

RI tahun 1945, bahwa setiap orang memiliki hak sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

(13)

kehidupan dan kesehatan manusia, banyak usaha yang telah dilakukan oleh

manusia. Usaha-usaha tersebut tersebut diantaranya adalah hal-hal yang berkaitan

terhadap upaya penyediaan air bersih, pembuangan sampah rumah tangga (padat

dan cair), pembuangan tinja, pemeliharaan parit/drainase serta pekarangan /

halaman rumah. ( Sumber : http: // www academia. edu / 2774454 / Sekilas _

tentang _ Perumahan _ sebagai _ Hak _ Asasi _ Manusia).

Agar fungsi rumah terpenuhi dengan baik maka haruslah didukung oleh

persyaratan banguan, yaitu memiliki penataan letak ruang yang baik, memiliki

ruangan-ruangan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan

memberikan perlindungan dari panas, hujan, dingin, angin, dan sebagainya.

Syarat-syarat pembangunan rumah yang sehat haruslah didukung dengan

material-material bangunannya. Pembangunan dan perbaikan perumahan

merupakan upaya peningkatan kembali kondisi dan fungsi kawasan pemukiman.

Kecamatan Muara Sipongi di Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah

satu daerah di Provinsi Sumatera Utara yang pernah dilanda gempa pada tanggal

18 Desember 2006. Gempa bumi di Kabupaten Mandailing Natal ini berkekuatan

5,7 Skala Richter (SR) dengan pusat gempa pada kedalaman 17,7 kilometer.

Lokasi pusat gempa terletak di darat, sekitar 18 kilometer barat laut kota Muara

Sipongi, 70 kilometer timur laut Kota Mandailing Natal, 89 kilometer tenggara

kota Padang Sidempuan, dan 343 kilometer tenggara kota Medan. Kecamatan

Muara Sipongi merupakan daerah terparah yang terkena dampak dari gempa bumi

tersebut. Kecamatan Muara Sipongi berada di atas lahan perbukitan struktural dan

secara geologis daerah ini memang termasuk daerah yang rawan gempa.

(14)

Sipongi,

(http://artikel.posko-jenggala.org/blog/2006/12/22/gempa-bumi-pada-akhir-2006-di-mandailing-natal/. Di akses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul

16:30)

Pasca gempa bumi, pemerintah merelokasikan pemukiman warga yang

terkena bencana alam gempa bumi ke daerah relokasi dengan target memindahkan

200 rumah yang terletak di Desa Tobang Kecamatan Kotanopan, Kabupaten

Mandailing Natal. Masyarakat yang mendapatkan bantuan rumah relokasi

merupakan masyarakat Kecamatan Muara Sipongi yang kehilangan rumah

ataupun rumah yang rusak parah.

Relokasi yang dilakukan telah dilaksanakan pada tahun 2007 dan berhasil

memindahkan warga korban gempa ke daerah relokasi yang di beri nama desa

Madinatussalam (nama desa sementara). Hampir selama 6 tahun menempati

pemukiman baru, dengan fasilitas rumah berukururan 4 X 6 semua berukuran

seragam. Kondisi rumah pada saat ditempati sangat sederhana dengan lantai

berupa semen, dinding berupa papan serta atap berupa seng. Berdasarkan studi

pendahuluan, ada beberapa rumah yang telah mengalami kerusakan pada bagian

stuktur rumah, hingga mengalami perbaikan. Perlu diketahui bahwa keberhasilan

program relokasi pemukiman tidak hanya sebatas memindahkan pemukiman ke

lokasi pemukiman yang baru, akan tetapi program relokasi pemukiman

diharapkan dapat memiliki dampak baik dari kondisi sebelum direlokasi. Kondisi

yang lebih baik tersebut meliputi kondisi fisik permukiman sosial maupun

ekonomi masyarakat, sehingga dapat tercipta lingkungan pemukiman yang baru

yang berkelanjutan serta responsifitas masyarakat terhadap program relokasi akan

(15)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan (wawancara dengan Bu

Watini), kondisi di daerah relokasi, masyarakat belum mendapatkan surat

tanah/status kepemilikan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat yag di

relokasi, sehingga warga hanya mempunyai hak memakai bukan memiliki.

Karena warga hanya mempunyai hak memakai, maka oleh pemerintah tidak

memperbolehkan rumah yang ditempati dirubah bentuk dan fisiknya. Beberapa

warga berinisiatif untuk pindah karena merasa tidak nyaman berada di rumah

relokasi. Aspirasi masyarakat tidak hanya sebatas segera dikeluarkannya surat

kepemilikan tanah, akan tetapi mengharapkan pemerintah agar lebih

memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang berada di daerah relokasi.

Sementara itu berdasarkan wawancara dengan bapak Junjung selaku kepala

lorong (kepala desa sementara di daerah relokasi), bahwasannya bangunan rumah

di daerah relokasi yang resmi adalah 100 Kopel atau 200 pintu dan 6 pintu yakni

Nomor 1 s/d 6 pada Trap 1 diperuntukkan untuk umum. Selain itu bangunan baik

hunian ataupun tempat usaha dan jualan tidak ada izin untuk mendirikannya.

Tetapi saat ini sudah ada beberapa rumah yang di bangun sendiri (tidak

mendapatkan izin), padahal rumah yang disediakan tidak boleh di lakukan

penambahan atau pengurangan atau perubahan, tetapi pada kenyataannya ada

beberapa rumah yang melakukan perubahan dengan membuat rumah permanen

yang awalnya adalah rumah semi permanen.

Selain itu, daerah relokasi yang terletak di Kecamatan Kotanopan yang

berbatasan langsung dengan kecamatan Muara Sipongi membuat warga yang di

relokasi tidak mau dipindahkan menjadi warga Kecamatan Kotanopan dengan

(16)

warga yang di relokasi masih menjadi wewenang Kecamatan Muara Sipongi.

Kondisi yang tidak stabil ini membuat permasalahan di bidang pembangunan.

Menurut keterangan lurah Kelurahan Pasar Muara Sipongi, yang sebagian besar

warganya berada di daerah relokasi, kondisi warga yang tidak jelas status

kependudukannya menbuat pembangunan menjadi tidak merata. Sebagai salah

satu contoh jika ada bantuan dari pemerintah berupa pembangunan fasilitas

umum, maka untuk menempatkan pembangunan pun menjadi tidak jelas. Jika

pembangunan di buat di Kecamatan Muara Sipongi, sementara sebagian besar

warga berada di Kecamatan Kotanopan yang di rekomendasikan pemerintah

untuk menjadi warga resmi Kecamatan Kotanopan.

Melihat banyaknya permasalahan yang muncul di daerah relokasi, maka

peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di daerah relokasi yang terletak di

Desa Tobang, Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal. Selain itu,

peneliti ingin mengetahui lebih jelas mengenai kondisi di daerah relokasi baik dari

masyarakat maupun kondisi fisik di daerah relokasi.

B. Identifikasi Masalah

Relokasi yang berhasil adalah apabila terpindahnya permukiman ke lokasi

yang lebih layak dan aman atau tidak berbeda jauh dengan kondisi yang

sebelumnya. Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi identifikasi

masalah dalam penelitian ini adalah kondisi rumah di daerah relokasi korban

gempa bumi, dampak dari program relokasi, respon masyarakat terhadap

(17)

C. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya cakupan masalah tentang daerah relokasi, dan berdasarkan

identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi permasalahan yang akan

diteliti yaitu mengenai kondisi rumah di daerah relokasi, serta respon masyarakat

yang di relokasi terhadap relokasi.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka yang menjadi perumusan masalah

di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi rumah masyarakat di daerah relokasi di Kecamatan

Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal?

2. Bagaimana respon masyarakat terhadap relokasi permukiman yang berada di

Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal?

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kondisi rumah masyarakat di daerah relokasi di

Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal.

2. Untuk mengetahui respon masyarakat terhadap relokasi permukiman yang

(18)

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan berbagai mamfaat, di

antaranya :

1. Sebagai bahan masukan bagi peneliti dalam menambah ilmu pengetahuan di

bidang permukiman baik secara teori maupun aplikasinya di lapangan.

2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah ataupun dinas

terkait dalam rangka melihat bagaimana kondisi daerah relokasi korban

gempa muara sipongi di kecamatan kotanopa, serta untuk mengambil

langkah-langkah kebijaksanaan pembangunan yang akan dilaksanakan.

3. Untuk menambah wawasan penulis dalam menyusun karya ilmiah dan

pembendaharaan ilmu penulis.

4. Sebagai bahan studi perbandingan bagi peneliti lain yang akan melakukan

penelitian dengan objek yang sama dengan tempat dan waktu yang berbeda.

(19)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1. Identitas Responden a. Usia Responden

Usia merupakan salah satu karakteristik penilaian untuk menggambarkan

piramida penduduk suatu daerah, selain itu usia responden dapat diperkirakan

memiliki hubungan dengan cara berpikir seseorang. Untuk mengetahui keadaan

kelompok usia responden dapat dilihat pada tabel 7 :

Tabel 7. Tingkat Usia Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Tingkat Usia (tahun) Frekuensi (Jiwa) Persentase (%)

1.

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa frekuensi responden menurut

usia sangat bervariasi dengan usia termuda dari 25 tahun, hingga lebih dari 76

tahun. Berdasarkan tabel 7, responden yang terbanyak berusia 40-44 tahun yakni

sebanyak 35, 49% atau 22 responden, dan yang paling sedikit adalah yakni 1

(20)

b. Jenis Kelamin Responden

Responden penelitian ini adalah kepala keluarga di daerah relokasi

berjumlah 62 KK. Berdasarkan hasil angket dapat dijelaskan bahwa frekuensi

responden laki-laki sebanyak 57 jiwa (91,93%), sementara itu, responden

perempuan terdapat 5 jiwa (8,07%).

c. Agama Responden

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa agama yang di anut oleh 62

responden adalah agama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah penelitian

tidak ada perbedaan agama, disebabkan karena penduduk Kecamatan Muara

Sipongi yang menjadi daerah asal responden mayoritas beragama Islam.

d. Suku Responden

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bangsa responden terdiri

dari suku ulu muara sipongi 56 responden (90,32%), dan suku mandailing 6

responden (9,68%), yang menyebabkan masyarakat memiliki budaya yang

heterogen. Walaupun demikian kehidupan masyarakat relokasi hidup rukun antar

tetangga, karena sudah merasa hidup sepenanggungan.

Suku mandailing yang ada di daerah relokasi menunjukkan bahwa di

Kecamatan Muara Sipongi sudah terdapat bermacam-macam suku. Hal ini

disebabkan karena Kecamatan Muara Sipongi yang merupakan daerah perbatasan

(21)

e. Desa Asal Responden

Kecamatan Muara Sipongi terdiri dari 15 desa dan 1 kelurahan. Berdasarkan

hasil penelitian, masyarakat yang berada di daerah relokasi merupakan warga

yang berasal Kecamatan Muara Sipongi yang terdiri dari Lingkungan III

Kelurahan Pasar Muara Sipongi (Koto Rojo), Lingkungan IV Kelurahan pasar

Muara Sipongi (Bukit Gudang), dan yang terakhir adalah Desa Bandar panjang.

Dari hasil penelitian melalui angket dapat diketahui frekuensi responden menurut

desa asal pada tabel 8 :

Tabel 8. Distribusi Desa Asal Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Desa Asal Frekuensi (KK) Persentase

(%)

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Dari Tabel 8 dapat diketahui distribusi desa asal responden terbanyak yaitu

responden yang berasal dari Lingkungan III Kelurahan Pasar Muara Sipongi

berjumlah 50,00%, karena lokasi ini merupakan lokasi yang tepat berada dibawah

perbukitan. Selanjutnya distribusi desa asal responden terbanyak ke dua adalah

Lingkungan IV Kelurahan Pasar Muara Sipongi sebanyak 33,87%. Lingkungan

IV Kelurahan Pasar Muara Sipongi berdekatan dengan Lingkungan III yang

letaknya juga berada di bawah perbukitan. Sementara itu, yang paling sedikit

yang berasal dari desa Bandar panjang sebanyak 16,13%. Menurut Badan Pusat

Statistik 2012 ketiga daerah tersebut bertofografi lereng / punggung bukit yang

(22)

f. Pekerjaan Responden

Pekerjaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri

dan keluarga. Penduduk yang berada di daerah relokasi memiliki pekerjaan yang

beragam mulai dari petani sawah, petani karet, buruh tambang emas, hingga

pedagang. Untuk melihat jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada tabel 9 :

Tabel 9. Jenis Pekerjaan Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1.

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa pekerjaan responden di daerah relokasi

lebih dominan adalah sebagai petani sawah sejumlah 46,77%. Pekerjaan sebagai

petani sawah merupakan pekerjaan yang umum bagi penduduk di Kabupaten

Mandailing Natal, begitu pula di Kecamatan Muara Sipongi. Sementara itu, yang

paling sedikit adalah jenis pekerjaan pedagang sejumlah 1,62%.

g. Penghasilan Responden

Penghasilan responden adalah penghasilan yang di dapat selama satu bulan

bekerja. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penghasilan responden

bervariasi dari Rp. 500.000,- s/d Rp. 2.000.000,-. Untuk lebih jelas dapat dilihat

(23)

Tabel 10. Tingkat Penghasilan Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Penghasilan Frekuensi Persentase

(%)

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Data pada tabel 10 menunjukkan bahwa rentang pendapatan Rp.

1.000.100,-s/d 1.500.100,-/bulan merupakan pendapatan yang paling banyak diterima oleh

responden, yaitu sebanyak 48,39%, dan yang paling sedikit pada rentang Rp.

1.500.200,-s/d 2.000.200 sebanyak 19,36%.

h. Jumlah Tanggungan Responden

Jumlah tanggungan responden di daerah relokasi bervariasi mulai dari 1

tanggungan sampai dengan 5 tanggungan. Jumlah anak yang menjadi tanggungan

adalah 540 jiwa. Untuk lebih jelas mengenai jumlah tanggungan responden di

daerah relokasi dapat dilihat pada tabel 11 :

Tabel 11. Jumlah Tanggungan Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013 No Jumlah

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Dari tabel 11 terlihat bahwa jumlah tanggungan responden terbanyak adalah

(24)

sedikit memiliki tanggungan anak berjumlah 1 yaitu 3,23%. Sedangkan

responden yang sama sekali tidak memiliki tanggungan ada 1,62%.

2. Kualitas Rumah Responden a. Bangunan Rumah

Bangunan rumah di daerah relokasi adalah seragam, dimana pondasi rumah

terbuat dari batu, lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah terbuat dari

papan, dan atap rumah terbuat dari seng. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi

bangunan rumah yang belum pernah diperbaiki / sudah pernah diperbaiki dilihat

dari lantai, pondasi, dinding, dan atap bisa dilihat pada tabel 12 :

Tabel 12. Kondisi Bangunan Rumah Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

62

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Menurut tabel 12 dapat disimpulkan bahwa pondasi rumah responden belum

pernah di perbaiki sebanyak 100%, hal ini dikarenakan pondasi yang di buat

terbuat dari semen dan batu kali yang kuat. Belum ada satu pun pondasi rumah

responden yang rusak.

Sementara itu untuk lantai rumah responden yang terbuat dari semen

sebagian besar belum pernah diperbaiki adalah 61,29% dan lantai yang sudah

(25)

dikarenakan lantai rumah responden mengalami retak-retak bahkan pecah yang

sudah tidak layak lagi digunakan.

Untuk dinding rumah responden sebanyak 48,39% sudah pernah diperbaiki,

sementara itu untuk dinding rumah responden yang belum pernah diperbaiki

adalah 51,61%. Berdasarkan hasil penelitian, dinding yang sudah pernah

diperbaiki karena papan yang digunakan untuk dinding sudah mengalami

pelapukan bahkan lepas sehingga masyarakat mengganti dengan dinding yang

baru.

Atap rumah responden berupa seng mayoritas belum pernah diperbaiki

sebanyak 61,29%, dan sebanyak 38,71% sudah pernah diperbaiki. Seng yang

sudah pernah diperbaiki karena seng mengalami kebocoran ataupun sudah tidak

layak digunakan oleh responden.

Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa mayoritas responden sudah

pernah memperbaiki struktur rumahnya baik dari struktur lantai, dinding, maupun

atap rumah, namun ada juga responden yang sama sekali belum pernah

memperbaiki struktur rumahnya. Untuk melihat frekuensi responden yang

struktur rumahnya sudah pernah diperbaiki ataupun frekuensi responden yang

rumahnya belum pernah sama sekali ada perbaikan, secara lebih jelas dapat

(26)

Tabel 13. Perbaikan Rumah Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Dari tabel 13 dapat diketahui bahwa responden yang memperbaiki struktur

rumahnya adalah 82,26%, sedangkan responden yang belum pernah memperbaiki

struktur rumahnya adalah 17,74%.

b. Lantai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh (100%) lantai rumah

responden telah diplester/diperkeras. Untuk lebih jelasnya lihat pada gambar 9 :

(27)

Secara keseluruhan lantai rumah responden di daerah relokasi kondisinya

sudah di plester/diperkeras. Lantai yang diplester/diperkeras membuat masyarakat

yang mendiami rumah relokasi selain terlihat bersih tetapi juga merasa nyaman

untuk ditempati oleh responden.

c. Ventilasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ventilasi rumah responden seluruhnya

(100%) memiliki jendela di kedua sisi ruang. Hal ini disebabkan karena rumah

relokasi pada saat diserahkan kepada masyarakat penerima bantuan rumah,

kondisinya memiliki ventilasi dengan memiliki jendela di kedua sisi ruang. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 10 :

Gambar 10. Salah Satu Jendela Sisi Kanan Rumah Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

Jendela yang terletak di sisi kanan rumah responden merupakan ventilasi

yang ada di setiap rumah responden di daerah relokasi yang merupakan ventilasi

(28)

memiliki jendela yang berukuran kecil yang letaknya di sisi kiri rumah responden

seperti gambar 11 :

Gambar 11. Jendela Sisi Kiri Rumah Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

Berdasarkan hasil penelitian, jendela rumah responden pada gambar 11

adalah jendela yang terletak di sebelah kiri sisi rumah. Jendela tersebut

merupakan ventilasi untuk kamar tidur. Walupun jendela berukuran kecil dan

kondisi jendela yang juga terbuat dari papan, tetapi jendela tersebut sudah

memenuhi syarat untuk ventilasi yang baik bagi suatu rumah.

d. Genangan Air Hujan

Genangan air hujan yang ada di daerah relokasi tidak begitu banyak terlihat,

dikarenakan drainase yang berfungsi baik. Berdasarkan hasil penelitian, rumah

responden yang tidak ada genangan air hujan yaitu ada 56 rumah (90,32%) dan

ada genangan 6 rumah (9,68%). Untuk lebih jelasnya mengenai drainase yang ada

(29)

Gambar 12. Drainase yang Ada Di Daerah Relokasi Tahun 2013

Berdasarkan gambar 12 terlihat bahwa di daerah relokasi dilengkapi dengan

parit yang ada berguna untuk menampung air hujan agar tidak ada genangan.

e. Kepadatan Bangunan

Kepadatan bangunan yang memadai adalah bangunan yang didirikan 60%

dari luas lahan. Berdasarkan hasil penelitian, kepadatan bangunan di daerah

relokasi sudah memadai yaitu luas lahan relokasi yang disediakan adalah seluas 3

ha. Luas lahan relokasi yang dipakai untuk pembangunan pemukiman warga

yaitu seluas 1,5 ha (50%), dan luas lahan yang tersisa adalah 1,5 ha (50%).

f. Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian masyarakat di daerah relokasi dilihat dari jumlah anggota

keluarga. Berdasarkan tabel 11 sebanyak 59 responden (95,14%) yang memiliki

(30)

Tabel 14. Kelayakan Huni Rumah Relokasi Tahun 2013

No Jumlah

Tanggungan

Frekuensi (KK) Persentase (%)

1.

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Dari tabel 14 diketahui bahwa yang memadai sebanyak 3 responden

(4,86%), yaitu responden yang menempati maksimal 3 orang atau yang

mempunyai tanggungan lebih dari 1 orang.

3. Kondisi Relokasi Permukiman a. Kondisi Rumah

Rumah responden di daerah relokasi berjumlah 200 unit yang terdiri dari

100 kopel, dimana untuk 1 kopel rumah terdiri dari 2 rumah yang dibangun

bergandengan. Rumah di daerah relokasi terbagi menjadi 4 Blok. Fasilitas umum

hanya terdapat pada Blok 1 saja, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 15 :

Tabel 15. Kondisi Rumah Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Blok Rumah

(31)

Rumah responden yang tersedia adalah 194 unit, tetapi saat dilakukannya

penelitian hanya 178 rumah yang ditempati, sisanya 16 unit rumah ditinggalkan

oleh penghuninya. Rumah yang paling banyak terdapat pada trap 2 yaitu

sebanyak 118 unit, tetapi hanya ditempati sebanyak 105 unit. Sedangkan rumah

yang paling sedikit terdapat pada trap 3 yaitu 18 unit, dan hanya ditempati 17

unit.

Ukuran rumah responden di daerah relokasi sebelumnya adalah seragam,

namun ada masyarakat yang menambah ukuran rumah. Menurut peraturan

pemerintah daerah Mandailing Natal mengenai ukuran rumah yang disediakan

adalah 4X6 m. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan terdapat 27 responden

(43,55%) yang menambah ukuran rumah, sedangkan yang tetap mematuhi

peraturan dengan tidak menambah ukuran rumah 35 responden (56,45%). Untuk

melihat lebih jelas mengenai rumah responden dapat dilihat pada gambar 13:

(32)

Masyarakat yang merasa rumah relokasi tidak cukup lagi untuk menampung

anggota keluarga biasanya memutuskan untuk tidak menempati rumah relokasi

lagi, dan pindah ke daerah lain. Rumah relokasi yang ditinggalkan biasanya juga

diberikan kepada sanak saudara terdekat untuk ditempati sementara. Masyarakat

relokasi juga boleh menyerakan rumah kepada orang lain agar di tempati dengan

perjanjian kepada pemilik kunci rumah relokasi dan dilaporkan kepada kepala

lorong sebagai penanggung jawab relokasi. Berdasarkan data yang ada di kepala

lorong daerah relokasi, hingga saat penelitian ini berlangsung sudah terdapat 7

pergantian menempati rumah relokasi.

b. Kondisi Mandi Cuci Kakus (MCK)

MCK yang ada di daerah relokasi terdiri dari 12 unit yang tersebar di setiap

Trap yang digunakan masyarakat relokasi. Namun, kondisi MCK sebagian besar

tidak berfungsi lagi (rusak). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 16 :

Tabel 16. Kondisi MCK di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Trap Jumlah

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Berdasarkan tabel 16 dapat diketahui bahwa MCK yang rusak paling

(33)

yang paling banyak jumlah rumah. MCK yang masih digunakan masyarakat

terdapat 3 unit. Untuk melihat kondisi MCK, dapat dilihat pada gambar 14 :

Gambar 14. MCK yang Berada di Daerah Relokasi Tahun 2013

MCK di daerah relokasi dipakai oleh sebagian masyarakat saja. Kondisi

MCK yang rusak dan tidak ada air merupakan alasan masyarakat tidak

menggunakan fasilitas MCK. Gambar 14 merupakan gambar MCK yang masih

digunakan masyarakat relokasi walaupun dengan mengambil air dari tempat lain.

Untuk mengetahui pemakaian MCK di daerah relokasi dilihat pada tabel 17 :

Tabel 17. Pemakaian MCK di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Pemakaian Responden Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3.

Selalu Jarang

Tidak Memakai

13 28 21

20,96 45,16 33,88

Jumlah 62 100,00

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Dari tabel 17 diketahui bahwa responden yang jarang menggunakan MCK

(34)

dikarenakan tidak adanya air, sehingga dipakai jika mendesak saja. Responden

yang tidak memakai MCK yang ada sebanyak 21 responden (33,88%),.

Responden yang tidak memakai mck biasanya dikarenakan kondisi mck sudah

tidak layak pakai. Responden yang selalu menggunakan MCK yaitu 13 responden

(20,96%). Responden yang memakai MCK karena kondisi MCK masih baik.

Mck yang tidak ada airnya biasanya masih dipakai masyarakat dengan

mengambil air dari sumber air yang baru di bangun pemerintah seperti gambar

15:

Gambar 15. Sumber Air yang Berada di Daerah Relokasi Tahun 2013

Sumber air yang berada di daerah relokasi terdapat 13 unit yang tersebar di

permukiman relokasi. Jumlah tersebut masih tidak cukup menampung kebutuhan

masyarakat, karena masyarakat sering kali antri untuk mendapatkan air. Namun,

sebagian masyarakat berdasarkan hasil penelitian, lebih sering menggunakan

(35)

Gambar 16. Sungai di Daerah Relokasi Tahun 2013

Sungai yang terletak di pinggir permukiman warga relokasi merupakan

sungai Batang Gadis, yang dipakai masyarakat sehari-hari. Selain karena kondisi

Mck yang tidak memadai, kebiasaan masyarakat menggunakan sungai untuk

semua keperluan merupakan tradisi di Kecamatan Muara Sipongi maupun

Kecamatan Kotanopan, karena sungai mengalir di sepanjang pemukiman

penduduk. Banyaknya MCK yang rusak menyebabkan masyarakat beralih

menggunakan sungai yang berada di dekat pemukiman yang digunakan untuk

mandi, mengambil air bersih bahkan menyuci.

c. Kondisi Sumber Penerangan

Pada saat menempati rumah relokasi tahun 2007, pemerintah tidak

menyediakan sumber penerangan Listrik. Masyarakat yang tinggal di daerah

relokasi hanya menggunakan lampu minyak dan lilin sebagai sumber penerangan.

Kondisi yang demikian berlangsung selama 1 tahun dikarenakan masyarakat

(36)

ada tanda-tanda akan adanya bantuan pemerintah akan listrik, maka masyarakat

pun berinisiatif untuk memasang listrik secara pribadi. Beberapa masyarakat yang

memasang listrik, dengan kesediaan menerima masyarakat lain yang ingin

menyambung arus karena belum mampu memasukkan listrik. Hingga saat ini di

daerah relokasi berdasarkan hasil penelitian mayoritas sudah menggunakan PLN

walaupun hanya menyambung arus dengan tetangga yang sudah memakai listrik.

Untuk melihat rumah di daerah relokasi sudah memakai listrik dapat dilihat pada

gambar 17 :

Gambar 17. Daerah Relokasi Sudah Memakai Listrik Tahun 2013

Pada gambar 17 terlihat tiang listrik dan kabel listrik yang menunjukkan

bahwa listrik sudah masuk di daerah relokasi. Responden yang sudah memakai

sumber penerangan PLN adalah 60 responden (96,78%), yang memakai Genset

(37)

d. Kondisi Jarak Menjangkau Sekolah

Sekolah yang ada di daerah relokasi berupa 1 unit Sekolah Dasar. Tetapi

jalan untuk menuju sekolah adalah mendaki. Untuk melihat kondisi jalan yang

mendaki menuju sekolah dapat dilihat seperti gambar 18 :

Gambar 18. Jalan mendaki dari pemukiman relokasi menuju sekolah dasar di daerah relokasi tahun 2013

Anak-anak yang berada di daerah relokasi setiap hari bersekolah di Sekolah

Dasar yang ada di daerah relokasi walaupun jalan menuju sekolah adalah

mendaki. Sementara.itu, untuk anak-anak yang bersekolah tingkat SMP ataupun

SMA bersekolah ke Kecamatan Muara Sipongi yang menjadi daerah asal, atau ke

Kecamatan Kotanopan. Sebelum di relokasi, untuk tingkat SMP ataupun SMA

anak-anak biasanya bersekolah dengan berjalan kaki menuju sekolah, kondisi saat

ini mereka harus mengeluarkan biaya ongkos untuk bersekolah dikarenakan jarak

relokasi ke Kecamatan Kotanopan tidak memungkinkan anak-anak berjalan kaki

(38)

e. Kondisi Jarak Menjangkau Tempat Bekerja

Mata pencarian penduduk yang ada di daerah relokasi adalah berdagang,

buruh tambang emas,dan petani. Khususnya petani sawah, masyarakat relokasi

masih kembali ke daerah asal untuk menggarap lahan pertanian milik mereka,

Sementara itu, masyarakat yang berdagang pergi ke Pasar Muara Sipongi untuk

berjualan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan ada 7 tempat bekerja

responden seperti tabel 18 :

Tabel 18. Tempat Bekerja Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Tempat Bekerja Jarak

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Berdasarkan tabel 18 di atas diketahui bahwa pekerjaan responden

mayoritas berada di Kecamatan Muara Sipongi, walaupun memakai angkutan

namun angkutan umum jarang sehingga tempat bekerja sukar untuk di tempuh.

Namun, ada juga reponden yang tempat bekerjanya di Kecamatan Kotanopan.

f. Kondisi Status Kepemilikan Rumah

Status kepemilikan rumah di daerah relokasi saat ini masyarakat masih

berstatus memakai bukan memiliki. Kondisi seperti ini dikarenakan belum

jelasnya status hukum masyarakat yang berada di daerah relokasi. Masyarakat

(39)

rumah yang ditempati di daerah relokasi adalah wilayah Kecamatan Kotanopan.

Tidak adanya titik temu menyebabkan surat tanah belum dikeluarkan hingga saat

ini.

g. Kondisi di Lokasi Permukiman

Lokasi relokasi merupakan pemindahan 3 desa dan kelurahan yang ada di

Kecamatan Muara Sipongi. Bergabungnya 3 desa menjadi 1 desa sementara ,

namun secara administrasi masyarakat relokasi masih pulang ke desa awal

mereka jika ada keperluan secara administrasi. selain keperluan untuk

administrasi, masyarakat relokasi juga melakukan kunjungan ke desa asal. Di

daerah relokasi sendiri walaupun masih berstatus sementara, tetapi masyarakat

relokasi layaknya sebagai satu desa yang sering melakukan kerja bakti, atau

musyawarah desa.

Bergabungnya 3 desa menjadi 1 menyebabkan responden merasa senang

dengan tetangga yang ada di daerah relokasi, karena secara budaya mereka masih

sama walaupun berasal dari desa yang berbeda. Rentang waktu relokasi yang

sedah lama menyebabkan responden sudah jarang mengunjungi tetangga di desa

asal mereka kecuali responden yang datang untuk bekerja. Tetapi mayoritas

responden masih sering mengunjungi desa asal dikarenakan sanak saudara

responden masih ada di desa asal yang mendirikan ulang rumah yang telah rusak.

Lama tinggal di lokasi relokasi ternyata tidak membuat responden setuju

menjadi warga resmi Kecamatan Kotanopan. 100% responden berdasarkan hasil

penelitian menjawab tidak setuju dipindahkan menjadi warga kecamatan

(40)

Daerah relokasi sejak tahun 2007 mempunyai peraturan yang harus ditaati

oleh masyarakat sebagai penerima bantuan rumah. Berdasarkan hasil penelitian

pengetahuan responden mengenai peraturan yang ada di daerah relokasi

mayoritas mengetahuinya walaupun tidak semua peraturan diketahui responden.

Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel 19 :

Tabel 19. Peraturan di Daerah Relokasi yang Diketahui Responden Tahun 2013

No No Peraturan Frekuensi Persentase

(%)

1.rumah relokasi masih milik pemerintah 2.rumah no1-6 trap 1 untuk umum

3.tidak ada izin mendirikan bangunan lain 4.penanggung jawab rumah relokasi

5.pinjaman tertulis untuk menempati rumah 6.pinjaman tertulis yang terlanjur menempati 7.dilarang merubah bentuk bangunan

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Berdasarkan tabel 19, dapat disimpulkan bahwa peraturan yang paling

banyak diketahui oleh responden adalah peraturan No 3 dan No 7, dimana 62

responden (100%) mengetahuinya. Peraturan no 3 adalah tentang siapa

penanggung jawab relokasi yang dinamai sebagai kepala lorong, dan peraturan no

7 adalah dilarangnya merubah bentuk bangunan hunian untuk kepentingan

pribadi. Sedangkan peraturan yang paling sedikit diketahui responden adalah

peraturan no 4 sebanyak 19,35%.

Sementara itu mengenai harapan responden terhadap daerah relokasi adalah

seragam. Harapan responden berdasarkan hasil penelitian adalah segera

mendapatkan surat kepemilikan rumah yang sudah dijanjikan pemerintah sejak

(41)

4. Respon Fungsional Terhadap Relokasi Permukiman

Respon fungsional masyarakat terhadap relokasi permukiman beragam. Hal

ini dapat dilihat dari respon masyarakat terhadap rumah, sarana dan prasarana,

surat tanah yang sudah dijanjikan, serta respon masyarakat terhadap lokasi

relokasi.

a. Terhadap Rumah

Banyaknya responden yang menambah ukuran rumah dikarenakan responden

merasa ukuran rumah di daerah relokasi sudah tidak cukup untuk menampung

anggota keluarga. Untuk lebih jelasnya mengenai respon fungsional terhadap

rumah dapat dilihat pada tabel 20 :

Tabel 20. Respon fungsional Terhadap Rumah di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Pendapat Responden

Skor Frekuensi Total Skor

berpendapat tidak memadai dengan kondisi rumah mereka. Responden yang

berpendapat tidak memadai berjumlah 61,29%. Responden yang berpendapat

tidak memadai karena rumah responden sudah terlalu sempit untuk menampung

anggota keluarga yang ada. Responden yang berpendapat kurang memadai

berjumlah 20,97%, sedangkan responden yang berpendapat memadai berjumlah

(42)

tidak terlalu banyak. Sebagian responden berpendapat tidak memadai walaupun

demikian mereka memilih menetap di daerah relokasi, walaupun ada juga yang

memutuskan pindah. Berdasarkan total skor yang diperoleh sebanyak 97,

Sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa respon terhadap rumah di daerah

relokasi adalah termasuk kategori respon kurang baik dengan skor 97.

(Perhitungan lihat lampiran 6).

b. Terhadap MCK

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas respon

fungsional terhadap MCK adalah tidak memadai sebanyak 127 responden

(71,35%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 21 :

Tabel 21. Respon Terhadap MCK di Daerah Relokasi Tahun 2013 No Kondisi MCK Skor Frekuensi Total

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Dari tabel 21 diketahui bahwa responden yang berpendapat MCK tidak

memadai sebanyak 70,97%. Responden yang berpendapat MCK kurang memadai

sebanyak 6,45%, dan responden yang berpendapat MCK memadai sebanyak

22,58%. Respon terhadap MCK di daerah relokasi adalah kurang baik dengan

(43)

c. Terhadap Sumber Penerangan

Sumber penerangan di daerah relokasi berupa listrik, menyebabkan

masyarakat merasa tercukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, karena

sebelumnya di daerah asal responden sebagian besar masyarakat sudah memakai

listrik. Untuk melihat respon fungsional masyarakat terhadap sumber penerangan

di daerah relokasi dapat dilihat pada tabel 22 :

Tabel 22. Respon fungsional Terhadap Sumber Penerangan di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Pendapat Responden

Skor Frekuensi Total Skor

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Berdasarkan tabel 22 dapat diketahui bahwa responden yang merasa cukup

terhadap sumber penerangan adalah sebanyak 98,39%. Responden yang merasa

cukup dikarenakan sudah memakai listrik sehingga memudahkan masyarakat

untuk keperluan sehari-hari. Responden yang merasa tidak cukup sejumlah

1,61%. Responden yang merasa kurang atau tidak cukup dikarenakan responden

belum mampu memasukkan listrik, dan hanya menggunakan lampu minyak serta

genset untuk sumber penerangan di rumah. Respon fungsional terhadap sumber

(44)

d. Terhadap Jarak Menjangkau Sekolah

Jarak lokasi relokasi yang berjarak 3 Km ke Kecamatan Muara Sipongi,

membuat jarak sekolah anak-anak yang berada di kecamatan Muara Sipongi

menjadi jauh. Untuk mengantisipasi kondisi tersebut, pemerintah telah

membangun Sekolah Dasar (SD) yang terletak di daerah relokasi, untuk Sekolah

Menengah Pertama (SMP) atau sederajat dan Sekolah Menengah Atas (SMA)

atau sederajat, anak-anak yang berada di daerah relokasi tetap bersekolah ke

sekolah asal mereka atau ke Kecamatan Kotanopan. Kondisi yang demikian

membuat masyarakat sukar untuk menempuh sekolah. Untuk mengetahui respon

fungsional menjangkau sekolah dari tempat relokasi dapat di lihat pada tabel 23 :

Tabel 23. Respon fungsional Menjangkau Sekolah Dasar di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Pendapat Responden

Skor Frekuensi Total Skor

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Berdasarkan tabel 23, responden yang memberikan pendapat sukar

menjangkau sekolah adalah responden yang menempati rumah relokasi pada blok

1 dan blok 2, karena selain mendaki untuk menuju sekolah, rumah masyarakat

pada blok 1 harus melewati jembatan menuju ke sekolah. Sedangkan responden

yang menjawab sedang dan mudah adalah responden yang menempati rumah

relokasi pada blok 4. Respon fungsional masyarakat terhadap jarak menjangkau

(45)

e. Terhadap Jarak Menjangkau Tempat Bekerja

Kondisi saat ini, responden harus mengeluarkan biaya untuk menuju tempat

bekerja sehingga pendapat responden mengenai lokasi relokasi dalam

menjangkau tempat bekerja adalah jauh sebanyak 62,90%. Untuk lebih jelas

dapat dilihat pada tabel 24 :

Tabel 24. Respon fungsional Menjangkau Tempat Kerja di Daerah Relokasi Tahun 2013

No Pendapat Responden

Skor Frekuensi Total Skor

Mayoritas responden merasa jauh dalam menjangkau tempat kerja.

Responden yang menjawab jauh berjumlah 62,90%, sebanyak 33,87% responden

menjawab sedang, sedangkan responden yang menjawab mudah sebanyak 3,23%.

Berdasarkan tabel 24, diketahui bahwa respon fungsional terhadap jarak

menjangkau tempat kerja adalah kurang baik dengan skor 87. (Perhitungan lihat

lampiran 6).

f. Terhadap Status Kepemilikan Tanah

Status kepemilikan rumah responden yang masih belum jelas menyebabkan

responden tidak puas karena tidak sesuai dengan yang dijanjikan pemerintah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden merasa tidak

(46)

Status kepemilikan rumah yang tidak jelas menyebabkan responden tidak

menerima dengan status kepemilika rumah. Responden yang tidak menerima

mengenai status status kepemilikan rumah sebanyak 62 (100,00%), artinya respon

masyarakat terhadap status kepemilikan rumah adalah kurang baik dengan skor

62. (Perhitungan lihat lampiran 6).

g. Terhadap Lokasi Relokasi

Setelah di relokasi, trauma atau kecemasan responden akan bencana alam

menjadi berkurang. Tetapi sebagian responden mengaku masih cemas akan

adanya longsor terutama responden yang menempati rumah relokasi yang berada

di dekat perbukitan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai kecemasan

responden dapat dilihat pada tabel 25:

Tabel 25. Kecemasan Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013 No Kecemasan

Responden

Skor Frekuensi Total Skor

Sumber : Data Primer Olahan, 2013

Dari tabel 25 diketahui bahwa sebagian besar responden sudah tidak ada

perasaan cemas akan bencana alam yaitu sebanyak 56,45%. Responden yang

masih merasa cemas sebanyak 19,35%, dikarenakan pada blok 4 rumah penduduk

masih berada di dekat perbukitan, walaupun sudah di buat sengkedan. Sementara

itu responden yang menjawab kurang sebanyak 24,20%. Berdasarkan tabel 25

(47)

dengan skor 147, artinya masyarakat sudah tidak merasa cemas lagi akan bencana

alam setelah di relokasi. (Perhitungan lihat lampiran 6).

B. Pembahasan

Dalam pembahasan penelitian ini disajikan hasil pengolahan data yang

diperoleh dari lapangan, urutan pembahasan disesuaikan dengan tujuan penelitian

yaitu tentang kondisi rumah masyarakat yang berada di daerah relokasi serta

respon masyarakat terhadap relokasi.

1. Kondisi Rumah Masyarakat Relokasi di Kecamatan Kotanopan

Setelah penelitian ini dilakukan, maka dapat diperoleh data bahwa

bangunan rumah di daerah relokasi yang belum pernah diperbaiki adalah pondasi

rumah. Bangunan rumah yang sudah pernah diperbaiki adalah lantai, dinding dan

atap rumah. Lantai rumah yang sudah pernah diperbaiki adalah 38,71%, dinding

rumah sebanyak 51,61%, dan atap rumah yang sudah pernah diperbaiki adalah

sebanyak 38,71%. Secara umum rumah warga relokasi sudah mengalami

perbaikan, artinya struktur bangunan rumah relokasi tidak awet dan permanen

sehingga mendorong warga untuk memperbaikinya, tetapi ada juga masyarakat

yang struktur bangunan rumahnya belum pernah ada perbaikan baik dari lantai,

dinding, atap, maupun pondasi rumah. Banyaknya rumah yang belum ada

perbaikan yaitu sebanyak 17,74% rumah.

Sementara itu, untuk syarat rumah sehat sederhana menurut peraturan

Permen PU No. 54/PRT/1991, rumah masyarakat di relokasi sudah memenuhi

standar minimum rumah sehat sederhana. Lantai rumah masyarakat di daerah

(48)

memiliki jendela di kedua sisi ruang 100%. Selain itu, genangan air hujan di

daerah relokasi 90,32% rumah relokasi tidak mempunyai genangan air hujan di

depan atau sekitar rumah, dikarenakan kondisi pemukiman yang berbukit

sehingga air hujan yang ada mengalir ke bawah dan bermuara ke sungai, serta

adanya drainase berupa parit di daerah relokasi. Lahan relokasi yang dipakai

untuk bangunan rumah dan fasilitas umum sebanyak 1,5 ha atau setengah dari

luas lahan relokasi, sehingga kepadatan bangunan di daerah relokasi ini sudah

sesuai dengan Permen Pu. Sementara itu untuk kepadatan hunian di daerah

relokasi memiliki kepadatan hunian yang tidak memadai sebanyak 95,14%. Hal

ini disebabkan karena banyaknya jumlah anggota keluarga lebih dari 3 orang.

Rumah relokasi yang ada hanya mampu menampung 3 anggota keluarga agar

memenuhi syarat rumah sehat.

2. Respon masyarakat Terhadap Relokasi di Kecamatan Kotanopan

Respon adalah suatu reaksi baik positif maupun negatif yang diberikan oleh

masyarakat akibat adanya penerimaan. (Poewadarminta, dalam Hutasoit 2011).

Respon fungsional masyarakat di daerah relokasi adalah respon fungsional

mengenai bangunan rumah adalah masyarakat yang berada di daerah relokasi

merasa tidak memadai dengan ukuran rumah yang hanya berukuran 4X6, yaitu

61,29%. Oleh karena itu, banyak ditemukan masyarakat yang menambah ukuran

rumah tanpa ada izin dari pemerintah. Tidak adanya sanksi yang tegas kepada

masyarakat yang melanggar peraturan untuk tidak menambah ukuran rumah,

menyebakan banyaknya pelanggaran yang dilakukan masyarakat di daerah

relokasi, dan pada akhirnya masyarakat menjadi seolah tak perduli dengan

(49)

Di daerah relokasi, selain rumah, pemerintah juga menyediakan MCK yang

tersebar di pemukiman masyarakat relokasi. Sumber air yang dipakai pada MCK

yang ada di daerah relokasi bersumber dari air sungai. Saat ini, kondisi MCK di

daerah relokasi sebagian sudah tidak bisa dipergunakan lagi disebabkan karena

tidak adanya air dan Mck yang rusak sebanyak 9 unit, sedangkan yang masih

berfungsi adalah 3 unit. Respon fungsional masyarakat terhadap MCK adalah

MCK di daerah relokasi sudah tidak memadai sebanyak 70,97%. Kondisi Mck

yang rusak dan tidak ada air menyebabkan banyak warga yang menggunakan

sungai untuk keperluan sehari-hari. Tetapi, saat ini pemerintah daerah sudah

membeikan bantuan berupa sumber air yang di pasang tersebar di permukiman

warga relokasi.

Sumber penerangan di daerah relokasi saat ini sudah menggunakan listrik.

Kondisi ini berbeda saat tahun pertama mereka mendiami daerah relokasi yang

tanpa listrik. Menurut keterangan masyarakat, pemerintah tidak menyediakan

listrik, jadi saat ini mereka menggunakan listrik adalah atas inisiatif sendiri dan

biaya sendiri. Walaupun tidak semua masyarakat mampu membayar pemasangan

listrik, mayoritas masyarakat sudah memakai listrik dengan cara menyambung

arus. Masyarakat yang sudah menggunakan listrik adalah 98,38%, sehingga

respon fungsional masyarakat terhadap sumber penerangan sebanyak 98,39%

merasa cukup dengan adanya listrik.

Di lokasi relokasi, pemerintah juga mendirikan Sekolah Dasar (SD) yang

saat ini digunakan oleh anak-anak relokasi untuk bersekolah, walaupun anak-anak

(50)

Kecamatan Muara Sipongi atau Kecamatan Kotanopan. Respon masyarakat

mengenai jangkauan menuju SD adalah mayoritas mengatakan Sukar 85,96%,

karena kondisi sekolah berada di atas perbukitan, walau demikian jalan menuju

sekolah berupa aspal, sehingga tidak berbahaya jika turun hujan. Tenaga pengajar

di SD daerah relokasi adalah tenaga pengajar yang berasal dari Kecamatan Muara

Sipongi, baik pegawai negeri maupun honornya. Sedangkan respon masyarakat

mengenai jangkauan menuju sekolah tingkat SMP atau SMA adalah mengenai

biaya yang harus dikeluarkan untuk bersekolah, dimana dahulu masyarakat

terbiasa berjalan kaki menuju sekolah yang berada di Kecamatan Muara Sipongi.

Walaupun sudah lama tinggal di daerah relokasi, tetapi masyarakat masih

sering berkunjung ke Kecamatan Muara Sipongi yang merupakan daerah asal

masyarakat. Selain alasan bersekolah, mata pencaharian masyarakat yang

berdagang di pasar Muara sipongi juga menyebabkan masyarakat datang untuk

berdagang setiap hari kamis yang merupakan hari Pekan, selain itu hanya pasar

Muara Sipongi yang letaknya dekat dengan pemukiman masyarakat relokasi.

Selain berdagang, masyarakat relokasi juga masih menggarap sawah mereka di

daerah asal. Untuk menjangkau tempat kerja, masyarakat merasa sulit. Salah satu

alasannya adalah adanya biaya (ongkos) untuk pergi bekerja. Ongkos angkutan

umum dari daerah relokasi ke pasar Muara Sipongi adalah Rp.3000,00, hal inilah

yang sangat memberatkan masyarakat relokasi dimana dahulu mereka tidak

mengeluarkan biaya untuk menuju tempat bekerja. Sehinnga respon masyarakat

terhadap tempat bekerja adalah masyarakat merasa jauh untuk menjangkau

(51)

Salah satu yang menjadi perdebatan saat ini adalah mengenai status

kepemilikan rumah. Masyarakat merasa tidak puas dengan janji pemerintah yang

akan memberikan surat kepemilikan tanah. Belum adanya titik temu antara

masyarakat relokasi dengan Pemerintah Daerah Mandailing Natal yang

menyebabkan kondisi carut marut saat ini. Pemerintah Mandailing Natal

merekomendasikan masyarakat yang berada di daerah relokasi pindah menjadi

warga resmi Kecamatan Kotanopan karena wilayah relokasi merupakan wilayah

Kecamatan Kotanopan. Sementara itu, masyarakat yang berada di daerah relokasi

menolak dengan alasan kultur budaya sudah berbeda. Kondisi yang demikian

berlangsung hingga saat ini, banyak upaya yang dilakukan masyarakat agar

segera memberikan hak rumah, termasuk melakukan demo ke kantor Bupati

Mandailing Natal.

Untuk status kepemilikan rumah masyarakat di daerah relokasi tidak puas

dengan janji pemerintah, tetapi masyarakat menerima saja dengan status

menumpang. Masyarakat menerima saja dikarenakan masyarakat sudah beberapa

kali mendatangi kantor Bupati untuk meminta kejelasan mengenai status hukum

warga, tetapi belum ada hasilnya hingga saat ini. Mengenai harapan masyarakat

di daerah relokasi adalah segera mendapatkan surat tanah agar merasa nyaman

tinggal di daerah relokasi.

Sementara itu, untuk di daerah relokasi, respon fungsional masyarakat

terhadap lokasi relokasi sebanyak 56,45% merasa sudah tidak lagi cemas akan

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, Fadhilah . 2012. Relokasi Permukiman Kumuh di Bantaran Sungai ke Rusunawa Guna Mengembalikan Fungsi Sungai dan Peremajaan perkotaan. Jurnal online. Semarang :Universitas Diponegoro.

BPS.2012.Kecamatan Kotanopan Dalam Angka.Panyabungan : BPS

BPS.2012.Kecamatan Muara Sipongi Dalam Angka. Panyabungan : BPS

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Desfandi, Mirza. 2007. Persepsi Masyarakat Tentang Daerah Relokasi. Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi. FIS-UNIMED.

Farida, eri. 2010. Konsep Relokasi Permukiman Bencana Alam Banjir (Studi Kasus Kabupaten Situbondo Jatim). Jurnal online. UPT perpustakaan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Herlina, Nirwana.2013 Studi Tentang Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal Penduduk di kecamatan Tiga Lingga Kabupaten Dairi. Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi. FIS-UNIMED.

http://artikel.posko-jenggala.org/blog/2006/12/22/gempa-bumi-pada-akhir-2006-di mandailing-natal/. Di akses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 16:33

(http://www.academia.edu/2641557/Perumahan_Swadaya_Konsep_Pembelajaran _Dan_Praktek_Unggulan). Di akses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul

16:30

http repository . usu . ac . id / bitstream / 123456789/5422/3/10E00203.pdf.txt. Di

akses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 18:30

http://repository.usu.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/35622/Chapter%20I I.pdf?sequence=3. Di akses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 19:00

http://hasanismailr.blogspot.com/2009/06/pengertian-respon.html. Di akses pada tanggal 11 Juni 2013, pukul 22:07

(53)

Keman, Soedjaja. 2005. Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman.

Jurnal. Vol 2, no 1, juli 2005 : 29-24. Surabaya : Bagian Kesehatan

Lingkungan FKM. Universitas Airlangga.

Mustofha, zaini.2011. Evaluasi pelaksanaan program relokasi permukiman kumuh (studi Kasus program relokasi permukiman di daerah pucangsawit Kecamatan Jebres Kota

Surakarta). Skripsi online (perpustakaan.uns.ac.id) Sarjana S1, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Sebelas Maret, Surakarta : 2011

Musa (2010). Dampak Relokasi Masyarakat dan pengembangan Wilayah (Studi kasus Desa Siti Ambia, Takal Pasir dan Teluk Ambun Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. repository usu ac.id. Sarjana S1. Universitas Sumatera Utara.

Novia, Lia (2011). Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Kualitas Permukiman Penduduk Di Kelurahan Labuhan Ruku Kecamatan Talawi Kabupaten Batu Bara.Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi. FIS UNIMED.

Ndra, Sola Gratia. (2010). Implementasi Kebijakan Relokasi Tempat Tinggal (Studi di Rumah Susun Tipar cakung jakrta Timur). Jurnal (pustaka

pasca Unpad ac.id.). Universitas Padjadjaran.

Pramdany, Amy. (2007). Kajian Perubahan Taraf Hidup Rumah Tangga Pasca Relokasi Permukiman Penduduk Bantaran Sungai. Jurnal. Perpustakaan Digital ITB. Sarjana S2. Institute Tekhnologi Bandung.

Putra, Pandu Naro. (2011). Respon Masyarakat Dalam Program Beras Miskin Untuk Keluarga Miskin di Kelurahan Mutiara Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan. Skripsi. Medan : departemen ilmu kesejahteraan sosial, fakultas ilmu sosial dan politik, USU.

Sastra M, Suparno, dkk. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Perumahan. Yogyakarta: ANDI.

Seroja, Maya. 2008. Studi Tentang Lingkungan Rumah Tempat Tinggal Penduduk Pasca Gempa Aceh Dan Nias Di Desa Siti Ambia Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Skripsi. Medan : Jurusan Pendidikan Geografi. FIS-UNIMED.

Gambar

Tabel 7. Tingkat Usia Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013
Tabel 8. Distribusi Desa Asal Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013
Tabel 9. Jenis Pekerjaan Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013
Tabel 10. Tingkat Penghasilan Responden di Daerah Relokasi Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam penulisan laporan akhir ini, penulis ingin mengetahui bagaimana perencanaan yang baik dalam merencanaan desain geometrik , tebal perkerasan, dan bangunan

Jelantah merupakan salah satu pilihan yang menarik untuk digunakan sebagai bahan bakar karena memiliki beberapa keunggulan antara lain kandungan energi yang dimiliki cukup

Hasil hitung nilai F diperoleh sebesar 60,957 dengan tingkat signifikansi 0,000, karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa perhatian

Maka nilai kebersamaan yang tercermin dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara menjelang tanggal 18 Agustus 1945 ini adalah peristiwa perubahan rumusan Piagam

Since she loves Todd and she has the characteristic as a manipulative woman therefore for the second time, Lovett still deceives Todd about Lucy.. She wants Todd forgets about Lucy

Untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis mengajukan usulan sistem baru dengan menerapkan penggunaan aplikasi komputer untuk pengolahan data yang akan

Respon yang diberikan oleh Cypergrad 500 ml terhadap standar deviasi Cypergard 100 ml bernilai positif, dengan fluktuasi yang cukup signifikan dari periode satu sampai periode

Warna merah, oranye dan kuning tidak dapat disintesis oleh tubuh ikan, sehingga pembentukan warna pada ikan hias sangat tergantung pada jumlah karotenoid yang ada pada pakan