TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Ikan Maskoki (Carassius auratus L.)
Ikan Maskoki merupakan satu di antara ikan hias yang populer dan banyak penggemar. Kelebihan Ikan Maskoki adalah karena strain atau keturunannya tidak mirip dengan ikan aslinya. Menurut ilmuwan Cina, Shisan Chen, diperkirakan ada 126 strain baru Ikan Maskoki yang tersebar di dunia (Lingga dan Susanto, 1999). Ikan Maskoki diternakkan pertama kali oleh masyarakat Cina tahun 960 – 1279, dan menjadi populer pada masa pemerintahan Dinasti Ming tahun 1368 – 1644, karena bentuk tubuhnya yang unik dan banyak dijual ke negara – negara lain (Liviawaty dan Aprianto, 1990).
Menurut Sayuti (2003), Ikan Maskoki dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus L.
Di negara Jepang Ikan Maskoki terus mengalami perkembangan pesat sehingga menghasilkan bentuk yang lebih bervariatif seperti saat ini. Ikan Maskoki mulai menyebar ke dunia, termasuk Indonesia. Umumnya, Ikan Maskoki mempunyai bentuk tubuh yang unik, bermata besar agak menonjol ke luar dan
warna sisik yang menarik. Ikan Maskoki termasuk ikan yang mudah dipelihara karena sifatnya cukup adaptif terhadap lingkungan yang baru. Sehingga Ikan Maskoki dengan berbagai varietasnya tersebar di dunia (Bachtiar, 2002).
Menurut Liviawaty dan Aprianto (1990), terdapat 15 jenis Maskoki yang telah dikenal dan digemari oleh masyarakat, yaitu Maskoki Mutiara, Sukiyu, Red head, Ekor Kipas, Kaliko, Oranda (Spencer), Teleskop, Tosakin, Lion Head, Tosa, Black Moor, Bulldog, Rancu, Buble Eye dan Celestial.
Ikan Maskoki, selain mempunyai bentuk tubuh yang beragam, juga memiliki warna kulit yang bervariasi mulai dari merah, kuning, hijau, hitam sampai keperak-perakkan. Warna tubuh Maskoki menentukan keindahan ikan hias tersebut sehingga sering dijadikan sebagai satu diantara komponen penting dalam proses seleksi kualitas Maskoki. Warna tubuh Maskoki ada yang terdiri atas satu macam warna saja dan ada pula yang merupakan gabungan dari beberapa warna (Liviawaty dan Aprianto, 1990).
Satu diantara jenis Ikan Maskoki yang populer adalah Ikan Maskoki varietas Oranda (Spencer). Maskoki Oranda memiliki keunikan yang terletak pada kepalanya yang berjambul dan memiliki sirip punggung (Iskandar dan Sitanggang, 2003). Jenis Ikan Maskoki Oranda dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Ikan Maskoki Oranda (Spencer) (www.tropicalifish.com)
Ikan Maskoki merupakan ikan hias air tawar yang hidup di perairan yang mengalir tenang serta berudara sejuk (Bachtiar, 2002). Maskoki dapat hidup di perairan dengan suhu yang berkisar antara 12 – 30 0C. Di daerah yang mempunyai empat musim, Maskoki melakukan aktivitasnya pada musim semi, yaitu ketika suhu lingkungan mencapai sekitar 12 – 20 0C. Sedangkan di daerah tropis, maskoki lebih produktif karena suhu lingkungannya lebih hangat yaitu sekitar 23 – 29 0C, sehingga mampu bereproduksi sepanjang tahun (Liviawaty dan Aprianto, 1990). Kualitas air yang optimum dalam pemeliharaan Ikan Maskoki dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kualitas Air yang Optimum dalam Pemeliharaan Ikan Maskoki
Parameter Kisaran Suhu (0C) 23 – 29 DO (ppm) 5,0 -8,0 pH 6,5 - 8,0 Amonia (ppm) 0,00 - 0,15 Nitrit (ppm) 0,00 - 0,10 Sumber : Lesmana (2007)
Ikan Maskoki merupakan hewan omnivora dan bukan hewan kanibal sehingga dapat dipelihara secara berkoloni dalam satu lingkungan pemeliharaan. Ikan Maskoki dianggap sebagai ikan yang tangguh karena dapat bertahan hidup di air berkualitas buruk. Walaupun demikian, kualitas air penting diperhatikan agar pertumbuhan, reproduksi dan kesehatan ikan berlangsung optimal. Ikan Maskoki dapat hidup hingga umur 30 tahun dengan panjang mencapai 58 cm dan berat mencapai 2,7 kg (Iskandar dan Sitanggang, 2003).
Pakan
Dalam kegiatan budidaya perikanan, baik pada tahap kegiatan pembenihan maupun pembesaran, pakan merupakan satu diantara faktor produksi yang penting untuk menunjang keberhasilan kegiatan tersebut. Pakan yang dibutuhkan harus mempunyai mempunyai formula yang lengkap, mengandung bahan-bahan yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan mempertahankan sintasan kultivan yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan keuntungan (Sutikno, 2011).
Menurut Liviawaty dan Aprianto (1990), guna mempertahankan kelangsungan hidupnya, ikan membutuhkan semua komponen pakan dalam jumlah tertentu, seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Ikan sangat efisien dalam mengkonsumsi protein dibandingkan dengan lemak atau karbohidrat, baik protein hewani maupun nabati. Meskipun umumnya lebih mahal, kualitas protein hewani relatif lebih baik dibandingkan dengan protein nabati, karena kandungan asam aminonya lebih lengkap.
Berdasarkan sumbernya, pakan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan yang terbentuk secara
alamiah, baik di alam maupun di lingkungan tertentu yang sengaja disiapkan oleh manusia. Sedangkan pakan buatan adalah pakan yang dibuat oleh manusia dengan bahan komposisi tertentu sesuai dengan kebutuhan. Komposisi nilai gizi pakan alami mengandung vitamin maupun mineral sehingga sangat sesuai diberikan pada ikan kecil atau larva. Selain itu, pakan alami sangat mudah dicerna oleh larva yang sistem pencernaannya belum sempurna. Pada pakan buatan, nilai gizinya dapat diformulasikan sesuai kebutuhan ikan. Pakan ikan kecil dibuat dengan kandungan protein lebih tinggi dibandingkan ikan besar. Demikian juga ukuran pakan buatan disesuaikan dengan ukuran bukaan mulut ikan (Lesmana dan Dermawan, 2001).
Berdasarkan fungsinya, (Liviawaty dan Aprianto, 1990) pakan dapat dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu :
1. Pakan utama, yaitu pakan yang diberikan kepada ikan untuk digunakan sebagai sumber energi utama bagi kebutuhan hidupnya.
2. Pakan tambahan, yaitu pakan yang diberikan kepada ikan sebagai sumber energi tambahan karena energi yang berasal dari makanan utama dianggap kurang memadai.
3. Pakan suplemen, yaitu pakan yang diberikan dengan tujuan untuk melengkapi unsur-unsur tertentu yang mungkin tidak diperoleh dari makanan utama maupun makanan tambahan.
Dosis pakan yang diberikan pada ikan jangan terlalu berlebihan agar tidak menciptakan kondisi buruk di dalam air, terutama jika memberikan pakan buatan. Dosis pakan yang umum diberikan dalam satu hari berkisar antara 3 – 5 % dari berat total ikan yang dipelihara. Pakan tidak diberikan sekaligus, tetapi diberikan
secara bertahap. Jumlah pakan yang diberikan pada setiap waktu makan tergantung dari frekuensi pemberian. Artinya, jika frekuensi pemberian pakan dilakukan empat kali sehari, maka jumlah yang diberikan pada setiap waktu makan adalah ¼ dari dosis yang telah ditentukan. Untuk menghindari pemberian pakan secara berlebihan, makan pemberian pakan harus dihentikan apabila 25% dari jumlah ikan yang dipelihara telah meninggalkan tempat makannya (Liviawaty dan Aprianto, 1990).
Faktor – faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi akan berpengaruh pada kebutuhan jumlah maupun kualitas pakan. Faktor tersebut antara lain tingkah laku dan ukuran ikan. Ikan yang aktif memerlukaan energi lebih banyak dibandingkan ikan berukuran besar karena kecepatan metabolismenya lebih tinggi. Semakin tua ikan, maka kebutuhan energinya akan semakin berkurang (Lesmana dan Dermawan, 2001).
Semua hewan membutuhkan waktu tertentu untuk mencerna pakan yang ada di dalam lambungnya. Pada Ikan Maskoki, waktu yang dibutuhkan untuk mencerna pakan dalam lambungnya berkisar antara 3 – 4 jam. Berdasarkan kenyataan ini, agar pakan yang diberikan dapat dikonsumsi lebih banyak, sebaiknya Maskoki baru diberi makanan berikutnya setelah 3 – 4 jam kemudian. Dengan demikian, frekuensi pakan Maskoki dapat dilakukan sebanyak 6 – 8 kali dalam sehari semalam, namun untuk mudahnya pembudidaya hanya memberikan makan 2 – 3 kali dalam sehari semalam. Alternatif lain yang dianggap cukup baik adalah memberikan pakan berupa kombinasi antara pakan buatan dan alami. Pakan buatan diberikan pada siang hari dan pakan alami diberikan pada malam hari dengan jumlah lebih banyak. Berdasarkan pertimbangan tertentu, beberapa
pembudidaya sengaja memberikan pakan buatan kepada Maskoki yang dipelihara. Ukuran dari pakan buatan harus disesuaikan dengan lebar mulut Maskoki. Maskoki kecil umumnya diberi pakan berupa larutan, semakin besar ukurannya semakin bertambah besar pula ukuran pakan buatan yang diberikan (Liviawaty dan Aprianto, 1990).
Warna pada Ikan
Warna merupakan salah satu alasan ikan hias yang diminati oleh masyarakat. Warna menjadi indikator keindahan ikan hias, sehingga pembudidaya perlu mempertahankan warna ikan hias yaitu dengan memberi pakan yang mengandung pigmen warna. Peningkatan intensitas warna pada ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh ikan yang sifatnya tetap seperti umur, ukuran, genetik, jenis kelamin, dan kemampuan ikan dalam menyerap kandungan nutrisi dalam pakan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar tubuh ikan yaitu kualitas air, cahaya dan pakan yang mengandung gizi tinggi serta sumber beta-karoten (Lesmana dan Satyani, 2002).
Warna pada ikan disebabkan oleh adanya sel pigmen atau kromatofor yang terdapat dalam dermis pada sisik, di luar maupun di bawah sisik (Subamia dkk., 2010). Sel pigmen diklasifikasikan menjadi lima kategori warna dasar, yaitu eritriofora yang menghasilkan warna merah dan orange, xanthofora yang menghasilkan warna kuning, melanofora yang menghasilkan warna hitam, leukofora yang menghasilkan warna putih, dan iridofora yang dapat memantulkan refleksi cahaya. Ikan hanya dapat mensintesis pigmen warna hitam dan putih.
Warna merah, oranye dan kuning tidak dapat disintesis oleh tubuh ikan, sehingga pembentukan warna pada ikan hias sangat tergantung pada jumlah karotenoid yang ada pada pakan (Lesmana dan Sugito, 1997).
Komponen utama pembentuk warna merah dan kuning pada ikan adalah senyawa karotenoid. Hewan akuatik tidak dapat mensisntesis karotenoid dalam tubuhnya dan oleh karena itu harus mendapatkan pigmen warna dari pakan (Maulid, 2011). Pigmentasi pada ikan dikendalikan oleh sistem saraf dan dua zat kimia yang dihasilkan oleh saraf, yaitu (1) epinefrin (adrenalin) merupakan neurohormon yang dikeluarkan oleh organisme ketika terkejut atau takut sehingga menyebabkan butiran pigmen berkumpul di tengah sel dan menyebabkan hewan tersebut kehilangan warna, (2) asetilkolin adalah zat kimia yang dikeluarkan sel saraf menuju otot, sehingga menyebabkan melanin menyebar dan mengakibatkan warna tubuh organisme menjadi gelap (Evan, 1993).
Penyerapan karotenoid dalam sel-sel jaringan mempengaruhi kromatofor dalam lapisan epidermis ikan. Kromatofor yang terdapat di kulit memungkinkan ikan untuk mengubah warna. Kandungan astaxanthin dalam karotenoid akan meningkatkan pigmen warna merah pada eritrofor sehingga warna merah yang dihasilkan akan tampak lebih jelas (Indarti dkk., 2012).
Variasi warna merupakan gabungan dari warna – warna yang dikontrol oleh sistem saraf dan hormonal ikan. Kromatofor memiliki kemampuan berubah untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan aktifitas seksual. Perubahan warna karena adanya stres lingkungan seperti cahaya matahari, kualitas air dan kandungan pigmen dalam pakan (Sari dkk., 2012).
Biologi Spirulina platensis
Mikroalga merupakan tumbuhan air mikroskopik yang mampu bergerak secara pasif (Parson, 1984). Mikroalga juga merupakan mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel yang bermacam-macam, baik bersel tunggal maupun bersel banyak, berukuran kecil hidup di perairan dan dibedakan menjadi dua golongan yakni phytoplankton dan zooplankton (Kurniawan dan Gunarto, 1999). Mikroalga memiliki peranan yang penting dalam ekosistem perairan sebagai sumber makanan, pelindung fisik bagi organisme perairan karena mikroalga mengandung komposisi kimia yang potensial misalnya protein, karbohidrat, pigmen (klorofil dan karotenoid), asam amino, lipid dan hidrokarbon (Djarijah, 1995).
S. plantensis berbentuk filamen yang menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang bernilai tinggi (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). S. plantensis memiliki habitat perairan dengan kandungan garam yang tinggi dan sangat penting dalam bioteknologi nutrisional, industri dan lingkungan serta kandungan proteinnya yang cukup tinggi. S. plantensis banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada makanan, untuk pakan ikan (Oktafiana, 2007), hal ini dikarenakan kandungan beberapa zat yang terkandung didalamnya antara lain protein, mineral, vitamin B12, karotenoid, asam lemak essensial seperti γ-linolenic acid (Henrikson, 1989). Bentuk Spirulina platensis dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Spirulina platensis (Sumber : http://databaseartikel.com)
S. platensis adalah alga hijau biru yang kaya protein, vitamin, mineral dan nutrient lainnya. Dalam keadaan kering mengandung protein 55 – 75 %. Protein ini terdiri dari asam amino-asam amino seperti methionin, sistein dan lysin. Jika dibandingkan dengan protein yang berasal dari telur dan susu, alga ini juga kaya gamma-linolenic (GLA), dan juga menyediakan alpha-linolenic acid (ALA), linolenicacid (LA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaeonic (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), and arachidonic acid (AA). Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah vitamin B1, B2, B3, B6, B9, B12, Vitamin C, Vitamin D dan Vitamin E. Selain hal-hal tersebut, juga sebagai sumber potasium, kalsium, krom, tembaga, besi, magnesium, manganese, fosfor, selenium, sodium dan seng (Susanna dkk., 2007). Perbandingan komponen kimia antara S. platensis, susu dan telur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kadar Protein, Vitamin-vitamin dan Mineral Spirulina platensis.
Komponen Kimia 1 butir Telur 10 g Spirulina 200 ml Susu
Protein (g) 6,6 6,6 6,4 Vitamin A (IU) 1050 14.000 248 Asam nikotinat (mg) 0.04 1,18 0.20 Riboflavin (vit. B2) (mg) 0.19 0,40 0.38 Tiamin (vit. B1) (mg) 0.09 0,55 0.10 Vitamin B12 (μg) 2.3 30,0 0.28 Zat besi (mg) 1.6 5,8 0.40
Sumber: Umesh dan Seshagiri (1984)
S. platensis menghasilkan berbagai senyawa bioaktif yang mempuyai nilai ekonomi yang tinggi seperti karotenoid (Suharyanto, 2011). Karotenoid merupakan pigmen yang secara alami terdapat pada tumbuhan dan beberapa organisme fotosintesis seperti alga dan beberapa tipe jamur dan bakteri. Fungsi penting karotenoid diantaranya sebagai pembentuk pigmen jingga yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan misalnya menambah kecerahan warna pada ikan koi, kandungan karotenoid pada S. platensis juga dapat menjadi antioksidan dan dijadikan sebagai food supplement (Layam dan Chandra, 2007). Komposisi pigmen yang terkandung dalam Spirulina adalah phycocyanin, clorophyll-a dan carotene. Kandungan karotene yang tersusun adalah xantophyll 37%, β-carotene (28%) dan zeaxanthin (17%) (Vonshak, 1986).
Berdasarkan hasil penelitian Fitriyati dkk. (2006), menunjukkan bahwa penambahan S. platensis melalui pakan dapat meningkatkan kualitas warna pada ikan koi. Pemberian pakan berupa pasta yang diperkaya dengan S. platensis sebanyak 1% menghasilkan warna merah lebih cerah dibandingkan perlakuan lainnya dan kontrol. Hasil penelitian Kurniawaty dkk. (2012) menunjukkan bahwa
penambahan tepung S. Platensis memberikan peningkatan warna biru terbaik pada tubuh Red Claw, yaitu warna biru laut dan distribusi warna merata pada seluruh tubuh.
Sumber pigmen alami yang biasa digunakan banyak tersedia di alam. Satu diantaranya ialah tepung kepala udang (TKU) dengan dosis 5 – 10 % memberikan peningkatan warna pada bagian atas (ventral) tubuh benih rainbow kurumoi. Penambahan karoten dalam pakan memberikan pengaruh terhadap peningkatan warna ikan yang bersumber dari tepung kepala udang (TKU). Peningkatan warna terjadi karena kandungan karoten yang terdapat dalam wortel (Prayogo dkk., 2012). Dari hasil penelitian Ninin dkk. (2009) menunjukkan bahwa penambahan wortel (Daucus carrota L.) pada pakan berpengaruh terhadap peningkatan warna biru tubuh lobster air tawar red claw (Cherax quadricarinatus), baik pada capit maupun cephalothorax hingga telson.
Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson dkk., 1981), sedangkan sumber karotenoid bagi ikan yang dipelihara secara artifisial berasal dari pakan buatan yang jumlahnya sedikit. Karotenoid tidak dapat disintesa di dalam tubuh hewan sehingga harus ditambahkan ke dalam pakan (Fuji, 1993). Ikan hias air tawar yang diberi pakan Spirulina dapat membuat warnanya menjadi lebih berkilau atau cemerlang (Sasson, 1991).