• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 BAB II 5 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "4 BAB II 5 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Titanium.

Titanium adalah logam yang memiliki sifat reaktif yang tinggi; secara pasif telah siap untuk membentuk lapisan pelindung oksida yang menjadikannya resisten terhadap korosi (Koizumi, et al., 2019). Titanium merupakan material nonmagnetic.

Titanium juga dapat menghantarkan panas dengan sangat baik. Koefisien termal untuk jenis material titanium lebih rendah dari baja. Material ini juga mempunyai sifat tahan korosi yang sangat baik. Titanium ini juga bayak digunakan untuk peralatan militer. Oleh karena kekuatannya, unsur ini digunakan untuk membuat peralatan perang (tank) dan untuk membuat pesawat ruang angkasa dan untuk alat kedokteran seperti bahan implan gigi, penyambung tulang, pengganti tulang tengkorak, struktur penahan katup jantung.

Pemanfaatan titanium dalam aplikasi implan didasarkan pada beberapa keunggulan karakteristik mekanisnya, yaitu:

1. Kekuatan titanium (800 – 3400 HV) setara dengan baja, namun lebih ringan sekitar 60% dari baja.

2. Kekuatan lelah (fatigue strength) yang lebih tinggi daripada paduan aluminium.

3. Ketahanan korosi titanium (0,03 mmpy) lebih tinggi dibandingkan dengan aluminium (0,8 – 0,28 mmpy) dan baja (0,2 mmpy).

(2)

4. Rasio berat-kekuatan yang lebih rendah daripada aluminium. Hal ini mengakibatkan komponen-komponen yang terbuat dari titanium membutuhkan ruang yang lebih sedikit dibanding aluminium.

5. Absorbsi titanium pada saluran pencernaan makanan yang rendah. Logam titanium yang digunakan sebagai implan dapat diterima sangat baik oleh jaringan tubuh karena biokompatibilitasnya (Leni Desmarita, 2017)

Titanium tipe β mempunyai ketahanan korosi paling baik dan mempunyai modulus elastisitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan Titanium paduan tipe  ataupun (+). Berbagai jenis Titanium tipe β sudah banyak dikembangkan untuk aplikasi biomedis (+) (Niinomi, 2008). Namun demikian, jenis Titanium tipe β yang telah dikembangkan mempunyai harga yang relatif mahal disebabkan jumlah dan mahalnya unsur pemadu yang digunakan. Selain itu Titanium dengan banyak komposisi susah didaur ulang dan butuh waktu yang lama untuk menjadikannya unsur yang homogen. Oleh sebab itu dikembangkan paduan Titanium dengan unsur paduan yang sedikit dan berharga murah, seperti Fe dan Cr (Nurbaiti, et al., 2018).

2.1.1 Paduan Alfa Titanium.

Paduan alfa memiliki kekuatan dan ketahanan oksidasi tertinggi pada suhu tinggi (588-811 K), dan memiliki kemampuan las terbaik di antara titanium lainnya.

Namun, paduan ini tidak dapat merespon perlakuan panas dan mereka memiliki kekuatan suhu kamar terendah (Pederson, 2002). Paduan alfa yang paling populer adalah Ti-5Al-2.5Sn dan tingkat interstisial ekstra rendah dari komposisi yang sama. Terdapat grade klasifikasi paduan alfa diklasifikasikan sebagai near alpha.

(3)

Paduan yang paling umum digunakan pada near alpha ialah Ti-8Al-1Mo-1V. Pada grade tersebut siklus anil telah dikembangkan untuk meningkatkan kekuatan mulur

dan kekuatan patah sekaligus memuingkinkannya untuk mempertahankan tingkat kekuatan yang baik. Beberapa paduan near alpha adalah: Ti-2.25Al-11Sn-5Zr- 1Mo-0.2Si, Ti-5Al-6Sn-2Zr-1Mo-0.25Si, dan Ti-6Al-2Sn-1.5Zr-1Mo-0.35Bi- 0.15Si (Ti-11) (Majumdar & Manna, 2015).

2.1.2 Paduan Alfa-Beta Titanium.

Paduan alfa-beta memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan dapat merespon perlakuan panas, tetapi kurang bisa dibentuk seperti paduan alfa. Alfa-beta memiliki efisiensi las fusi hingga 100% yang dapat dicapai. Pada paduan kelas ini telah menyumbang lebih dari 70% semua paduan titanium yang tersedia secara komersial. Beberapa paduan titanium alfa-beta yang penting ialah Ti-3Al-2.5V, Ti- 5Al 2Sn-2Zr-4Mo-4Cr (Ti-17), Ti-6Al-2Sn-2Zr-2Mo-2Cr-0.25 Si, Ti-6Al-2Sn-4Zr 6Mo, dan Ti-6Al-6V-2Sn (Majumdar & Manna, 2015).

2.1.3 Paduan Beta Titanium.

Paduan beta dapat mudah diolah dengan panas, dengan peningkatan kemampukerasan yang baik dibandingkan dengan paduan alfa atau alfa-beta.

Meskipun paduan beta memiliki kekuatan suhu ruang yang tinggi, paduan beta memiliki kekuatan suhu tinggi yang buruk. Paduan beta memiliki formability yang sangat baik. Beberapa contoh paduan yang tersedia secara komersial ialah: Ti-3Al- 8V-6Cr-4Mo-4Zr, Ti-4.5Sn-6Zr-11.5Mo, Ti-8Mo-8V 2Fe-3Al, dan Ti-13V-11Cr- 3Al (Majumdar & Manna, 2015). Berikut Tabel 2.1 yang merupakan pengaruh unsur-unsur paduan pada struktur titanium.

(4)

Tabel 2.1 Pengaruh Unsur-Unsur Paduan pada Struktur Titanium (ASM, 1992).

Unsur Paduan Range (Approx)

wt. % Efek pada Struktur

Aluminium 2 – 7 Unsur Penstabil Fasa α

Tin 2 – 6 Unsur Penstabil Fasa α

Vanadium 2 – 20 Unsur Penstabil Fasa β

Molybdenum 2 – 20 Unsur Penstabil Fasa β

Chromium 2 – 12 Unsur Penstabil Fasa β

Copper 2 – 6 Unsur Penstabil Fasa β

Zirconium 2 – 8 Unsur Penstabil Fasa β

Silicon 0,05 to 1 Meningkatkan ketahanan mulur

2.2 Biomaterial.

Biomaterial adalah material yang mengalami kontak langsung dengan sistem biologis pada makhluk hidup, material tersebut diharuskan memiliki beberapa persyaratan, antara lain tidak menimbulkan pengaruh buruk pada tubuh, memiliki ketahanan terhadap korosi dan memiliki kekuatan yang baik terutama kekuatan fatik dan ketangguhan (Bombac, et al., 2007). Biomaterial dalam aplikasinya digunakan untuk menggantikan atau mengembalikan fungsi dari komponen tulang yang mengalami kegagalan/kerusakan (Ige, et al., 2009).

Selanjutnya dalam pemilihan material yang akan digunakan untuk implan harus memenuhi beberapa syarat berikut (Sutowo, Ikhsan, & Kartika, 2014):

a. Biocompatible, material harus dapat menyatu dengan tubuh jangan sampai terjadi penolakan dari tubuh terhadap material yang di implan.

b. Material tahan korosi, degradasi, dan keausan, material yang akan di implan harus dapat bertahan lama di dalam tubuh saat fasa penyembuhan, karena di dalam tubuh manusia itu sendiri lingkungannya sangat korosif, sehingga dibutuhkan material yang tahan terhadap korosi.

(5)

c. Mechanical properties yang sama antar implan dengan tulang tulang manusia itu sendiri ketika sedang bekerja mengalami beberapa pembebaban. Hal ini dimaksudkan agar ketika implan tersebut bekerja dan mengalami pembebanan maka implan tersebut dapat memenuhi fungsinya sebagai pengganti dari sendi tulang yang rusak tersebut.

d. Bioactive, material implan diharapkan dapat menyatu dengan jaringan ketika telah ditanam didalam tubuh manusia.

e. Osteoconductive, material ini harus dapat menghubungkan atau sebagai perekat antara tulang dengan implan.

2.2.1 Jenis-Jenis Biomaterial.

Jenis-jenis biomaterial antara lain biokeramik, biopolimer, biokomposit, dan biologam (Anwar & Solechan, 2014) yang dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi tubuh (Kim, et al., 2015 ). Masing-masing jenis biomaterial mempunyai sifat yang berbeda sesuai dengan fungsi atau kegunaannya (Anjarsari, et al., 2016).

1. Biomaterial Logam.

Logam banyak digunakan secara baik untuk pengganti implan tulang yang mendapat pembebanan seperti di pinggul dan lutut berbentuk kawat, pin, sekrup dan pelat. Logam juga dipakai dalam katup jantung buatan dan pegangan pembuluh darah yang menyebabkan alat pacu jantung. Logam murni kadang digunakan biomaterial tetapi bnyak juga memakai paduan untuk memperbaiki sifat dari logam murni. Yang sering digunakan dalam biomaterial adalah stainless steel 316L, paduan kobalt dan kromium molybdenum, dan titanium murni dan paduan titanium.

(6)

Pemilihan utama dari logam dan paduannya sebagai biomaterial adalah sifat mekanik yang sesuai dan ketahanan terhadap korosi dan harga yang layak (Respati, 2010). Kekuatan tarik dan kelelahan dari logam dapat dibandingkan dengan keramik dan polimer, sehingga logam dipilih sebagai pengganti tulang yang meyangga beban kerena sifatnya mekaniknya (Dee, et al., 2002). Beberapa sifat mekanik logam tersaji dalam Tabel 2.2

Tabel 2.2 Sifat Biomaterial Logam (Dee, et al., 2002).

Material Modulus Elastisitas (GPa)

Kekuatan Luluh (MPa)

Kekuatan Tarik (MPa)

Batas Fatigue

(MPa)

Stainless Steel 190 221 – 1213 586 – 1351 241 – 820

Paduan (Co-Cr) 153 – 210 448 – 1606 665 – 1896 207 – 950

Titanium (Ti) 110 485 760 300

Ti-6Al-4V 116 896 – 1034 965 – 1103 620

Tulang

Kortikal 15 – 30 30 – 70 70 – 150

2. Biomaterial Keramik.

Keramik digunakan sebagai bahan pembuat sambungan tulang. Keramik adalah bahan yang tahan terhadap mikroba, tidak merusak jaringan tubuh. Bahan keramik dan kaca sudah lama digunakan dalam industri kesehatan seperti tempat obat (Hench, 1991). Keramik merupakan bahan dengan kekuatan dan kekerasan yang tinggi sehingga tahan terhadap keausan. Bahan ini mempunyai kelemahan yaitu mudah pecah karena sangat rapuh (Suh, 1998). Keramik sering didefinisikan bahan molekul Kristal yang teratur, hal ini cukup untuk menjadi pertimbangan dalam pengguanan keramik dalam biomaterial, apalagi dengan strukturnya yang teratur tidak merusak jaringan tubuh. (Respati, 2010). Kelemahan utama dari

(7)

keramik dan kaca untuk bahan implant tulang adalah kerapuhan yang tinggi dan kekuatan tarik yang rendah (Dee, et al., 2002).

3. Biomaterial Polimer.

Biopolimer didefinisikan sebagai polimer yang dibuat dari sumber biologi, misalnya mikroorganisme, alga atau tumbuhan. Biopolimer yang paling sederhana adalah selulosa dan pati biopolimer banyak dikembangkan di dunia medis, produksi makanan, dan obat-obatan. Biopolimer dapat disintesis dengan metode kimia dan fisika, sesuai dengan jenis polimernya. Kolagen adalah salah satu jenis biopolimer (Meraldo, 2016).

4. Biomaterial Komposit.

Biokomposit merupakan campuran dari dua atau material yang berbeda, baik berasal dari mahluk hidup atau bahan yang dapat diperbaharui, dan mempunyai sifat berbeda dari sebelumnya. Biokomposit umumnya terdiri dari dua unsur. Unsur yang berfungsi sebagai pengisi (fillers) yaitu serat (fiber) dan bahan pengikat serat- serat tersebut yang disebut matriks. Biokomposit dapat berupa gabungan diantara dua atau lebih biomaterial (Anjarsari, et al., 2016).

(8)

2.3 Molybdenum Equivalent dan Fasa Paduan.

Gambar 2.1Diagram Fasa Pseudobiner dari Titanium dan Penstabil Beta (Bania, 1998).

Teori dan persamaan ekivalen molibdenum pada Gambar 2.1 digunakan untuk menggambarkan tingkat stabilitas fasa α dan fasa β dan untuk menentukan kelas paduan apa (Beiler, et al., 2005). Mo adalah salah satu unsur penstabil utama dan, dari 10% berat, fasa ini sudah tercapai. Dengan demikian, sebuah persamaan diperoleh yang menghubungkan persentase equivalent molybdenum dengan unsur lain, indikator penstabil fasa (Lourenco, et al., 2020). Secara umum, suhu beta transus (TB) cenderung menurun dengan meningkatnya equivalent molybdenum (Weiss & Semiatin, 1998).

Mo adalah penstabil yang kuat dan dianggap sebagai unsur penstabil yang paling cocok karena mampu menstabilkan fasa-fasa ini dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah. Ini penting karena merupakan logam tahan api dengan titik leleh tinggi. Jadi, penambahan unsur ini ke Ti meningkatkan titik leleh membuat pemrosesan material menjadi sangat sulit, memberikan modulus elastisitas dan kekuatan lentur yang rendah. Paduan Ti-Mo biner dengan molibdenum hingga 20%

telah menjadi subjek beberapa penelitian karena memiliki sifat mekanik dan

(9)

ketahanan korosi yang baik, dominasi fasa dan perilaku non-sitotoksik. Selain itu, sistem biner Ti-Mo dianggap cocok untuk digunakan sebagai implan ortopedi, yang distandarisasi oleh ASTM untuk jenis aplikasi ini (ASTM, 2008).

Penambahan krom juga berkontribusi pada penstabil fasa β, dengan faktor 1,6, menurut persamaan Mo ekivalen. Dalam penelitian ini, kromium (Cr) dipilih sebagai unsur paduan karena mengontrol aktivitas anodik paduan dan meningkatkan kecenderungan titanium untuk pasif (Elshalakany, et al., 2017).

Selain itu, Cr adalah salah satu yang penstabil fasa β yang lebih kuat dan memiliki pengaruh yang signifikan pada sifat-sifat sistem titanium lainnya. Tergantung pada jumlah Cr dan kecepatan pendinginan (H.-C Hsu, et al, 2015). Dari kedua unsur penambah tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.3 berikut ini merupakan unsur-unsur penstabil β beserta nilai lainnya.

Tabel 2.3 Unsur Penstabil Fasa β (Weiss & Semiatin, 1998).

Unsur Tipe βc (wt%)a

Mo Isomorphous 10.0

V 15.0

W 22.5

Nb 36.0

Ta 45.0

Fe Eutectoid 3.5

Cr 6.5

Cu 13.0

Ni 9.0

Co 7.0

Mn -

(10)

Berdasarkan dari perhitungan Mo Ekivalen pada paduan Ti-18Mo-xCr (x = 3, 7, 10 wt%) dari masing-masing variasi penambahan ialah sebesar 22,615, 28,766, dan 33,38 (wt%) yang menunjukkan bahwa semakin besar Mo Ekivalen maka akan semakin mendekati juga fasa β stabil (Weiss & Semiatin, 1998). Semakin besar pula Mo Ekivalen maka kemungkinan temperatur beta transus yang didapat ialah semakin kecil. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini dan garis biru merupakan daerah komposisi paduan Ti-18Mo-xCr (x = 3, 7, 10 wt%).

Tabel 2.4 Komposisi, Kategori, Suhu Transus, Sumber, dan Tahun Pengenalan Paduan Titanum Beta, Diurutkan Berdasarkan Mo Ekivalen (Weiss & Semiatin,

1998).

Komposisi Paduan Nama Komersial

Kategori

(Nilai Mo) TB (°C) Potensial

Aplikasi Tahun

Ti-35V-15Cr Alloy C Beta (47) Tahan Bakar 1990

Ti-40Mo Beta (40) Tahan korosi 1952

Ti-30Mo Beta (30) Tahan korosi 1952

Ti-6V-6Mo-5.7Fe- 2.7Al

TIMETAL

125 Metastab (24) 704

High strength aircraft fasteners

1990

Ti-13V-11Cr-3Al B120 VCA Metastab (23) 650 Airframe, landing gear, springs

1952 Ti-1Al-8V-5Fe 1-8-5 Metastab (19) 825 Fasteners 1957

Diagram terner adalah plot tiga variabel yang dibuat pada area segitiga sedemikian rupa sehingga jumlah nilai variabel sama dengan konstanta yaitu kesatuan. Biasanya, komposisi dalam hal fraksi berat atau fraksi mol diplot untuk tiga zat, tiga senyawa atau tiga bahan dengan sifat agregat karakteristik. Ketika perilaku fasa zat dihamparkan pada area tersebut, plot menjadi diagram fasa terner (Dziubek, 2022). Berikut pada Gambar 2.2 merupakan grafik diagram fasa terner pada Ti-Mo-Cr serta pada paduan yang digunakan.

(11)

Gambar 2.2 Diagram Fasa Isotermal Parsial Sistem Ti-Mo-Cr Terner pada Suhu 1073 K (Eliot, et al., 1953).

2.4 Pengaruh Penambahan Cr pada Sifat Kekerasan.

Gambar 2.3 Kekerasan Mikro dari Paduan Ti-15Mo-6Zr dan Ti-15Mo-6Zr-xCr (Elshalakany, et al., 2017).

Penelitian yang sudah dilakukan oleh Abou Bakr et al, 2016 dapat dilihat pada Gambar 2.3 bahwa dengan penambahan Cr memengaruhi tingkat kekerasan mikro pada suatu paduan. Gambar 2.3 berikut ini merupakan grafik yang menggambarkan antara kekerasan mikro berbanding dengan penambahan Cr pada paduan Ti-15Mo-6Zr dengan x = 1, 2, 3, 4. Membuktikan bahwa dengan penambahan Cr dapat menekan angka kekerasan mikro berikut tabelnya

(12)

(Elshalakany, et al., 2017).

Gambar 2.4 Sifat Kekerasan Ti-12Mo-xCr (Senopati, et al., 2016).

Pada penelitian sebelumnya juga sudah dilakukan yaitu penelitian Senopati, et al, 2016 dapat dilihat pada Gambar 2.4, dimana adanya perbedaan kekerasan

antara paduan yang ditambahkan Cr dan tidak. Hasil penelitian tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.4, ketika tidak ada Cr yang ditambahkan, nilai kekerasan mikro adalah 1648 HV. Nilai kekerasan mikro yang tinggi ini dapat dikaitkan dengan pengendapan intermetalik Ti-Mo (Senopati, et al., 2016). Hal ini pengendapan intermetalik bertindak sebagai unsur penguat dan meningkatkan nilai kekerasan mikro paduan Ti. Penurunan nilai kekerasan mikro dapat disebabkan oleh luas pengendapan intermetalik pada Ti-12Mo-1Cr lebih kecil dari pada Ti- 12Mo. Ketika 3 wt% Cr ditambahkan, nilai kekerasan mikro adalah 1003,9 HV.

Penurunan nilai kekerasan mikro dapat disebabkan oleh berkurangnya presipitasi intermetalik dan menyebar pada matriks. Ketika 5 wt% Cr ditambahkan, kekerasan mikro meningkat lagi, area pengendapan intermetalik lebih besar dari pada paduan Ti-12Mo-3Cr. Ketika 10 wt% Cr ditambahkan nilai kekerasan mikro menurun. Ini

(13)

mungkin dikaitkan dengan mattriks lebih besar dari intermetalik daerah presipitasi (Senopati, et al., 2016). Peningkatan kekerasan mikro yang dipengaruhi oleh adanya fasa, jumlah fasa yang lebih besar, menunjukkan peningkatan nilai kekerasan mikro (Hsu, et al., 2013).

3 Pengaruh Penambahan Cr pada Modulus Elastisitas.

Pada penelitian sebelumnya juga sudah dilakukan oleh (Elshalakany, et al., 2017) pada Gambar 2.5 dengan Hasil modulus elastisitas, kompresi dan lentur ditunjukkan oleh gambar dibawah ini. Modulus elastisitas Ti-15Mo-6Zr-1Cr (92 GPa), Ti-15Mo-6Zr-2Cr (86 GPa), Ti-15Mo-6Zr-3Cr (90 GPa) dan Ti-5Mo-4Cr (91 GPa) masing-masing memiliki modulus elastisitas yang jauh lebih rendah daripada paduan Ti-15Mo-6Zr (99GPa). Modulus elastisitas paduan dasar Ti15Mo6Zr kira-kira 1,15 kali lebih besar daripada Ti15Mo6Zr2Cr. Paduan Ti- 15Mo-6Zr-2Cr memiliki modulus lentur dan kompresi yang lebih rendah (masing- masing 31 dan 23 GPa) daripada paduan berbasis Ti-15Mo-6Zr (masing-masing 40 dan 36 GPa). Selain itu, paduan Ti-15Mo-6Zr-2Cr menunjukkan rasio kekuatan/modulus lentur dan kompresi yang lebih tinggi yang masing-masing sebesar 48,4 dan 52,2, yang lebih tinggi daripada paduan berbasis Ti-15Mo-6Zr (masing-masing 41,3 dan 33,6). Hasil modulus elastisitas sangat penting dalam biomaterial, mereka harus lebih dekat dengan modul tulang manusia. Meskipun interpretasi nilai modulus terukur tidak sepenuhnya dipahami, tampaknya beberapa mekanisme yang berbeda, seperti fasa dan efek zat terlarut, bersaing untuk menentukan modulus paduan.

(14)

Gambar 2.5 Modulus Paduan Ti-15Mo-6Zr dan Ti-15Mo-6Zr-xCr (Elshalakany, et al., 2017).

Gambar 2.6 dibawah ini menunjukkan modulus Young dari paduan yang dirancang yang dikenai solution treatment dan cold rolling. Pada spesimen solution treatment, modulus Young menurun seiring dengan meningkatnya kandungan Cr.

Perubahan modulus Young ini dikaitkan dengan fasa atermal, yang terbentuk selama pendinginan air dari suhu larutan. Berdasarkan hasil pengamatan mikrostruktur, jumlah fasa athermal pada paduan yang dirancang pada kondisi solution treatment menurun drastis seiring dengan meningkatnya kandungan Cr.

Fasa memiliki dampak yang signifikan terhadap sifat mekanik paduan titanium (Akahori, et al., 2005) dan kemungkinan menjadi penyebab peningkatan modulus Young paduan. Oleh karena itu, modulus Young menurun drastis dengan peningkatan kandungan Cr. Setelah cold rolling, modulus Young dari Ti–10Cr, Ti–

11Cr, dan Ti–12Cr sangat meningkat dibandingkan dengan yang setelah solution treatment. Dalam penelitian ini, Ti-12Cr menunjukkan modulus young yang rendah

(15)

sebesar 68 GPa dan modulus young yang tinggi sebesar 85 GPa pada solution treatment dan kondisi cold rolling, masing-masing (Zhao, et al., 2012).

Gambar 2.6 Modulus Paduan Ti-xCr (Zhao, et al., 2012).

2.6 Pengaruh Penambahan Persen Deformasi pada Modulus Elastisitas.

Gambar 2.7 Grafik Modulus Young terhadap Rolling Strain Rate (P.U.

Nwachukwu, et al, 2017).

Penelitian dilakukan oleh P.U Nwachukwu tahun 2017, dapat dilihat pada Gambar 2.7 hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pengerolan panas pada suhu penggilasan akhir 958 °C dan % deformasi total 99% menghasilkan hasil yang lebih baik terutama dengan meningkatnya laju regangan gelinding, karena diperoleh nilai

(16)

ketangguhan, % perpanjangan dan % reduksi yang lebih tinggi. Juga nilai yang baik dari kekuatan tarik, kekuatan luluh, kekerasan, kelenturan dan modulus elastisitas young yang melebihi nilai minimal sifat mekanik dari sampel kontrol baja.

Sementara itu semakin rendahnya nilai % total deformasi maka nilai modulus elastisitasnya akan semakin rendah. Hal tersebut juga dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5 Pengaruh Persen Total Deformasi terhadap Sifat Mekanik (P.U.

Nwachukwu, et al, 2017).

Sample Id

% Total Deformation

Ultimate Tensile Strength

(MPa)

% Elongation

% Reduction

in Area

Modulus Elastisitas

(GPa)

01 99 612 18,6 30,2 57

02 98 569 19 36 53

03 96 509,5 19,5 40 40

Proses rolling mengakibatkan perubahan struktur mikro dan pengurangan substansial lebih lanjut dalam ukuran butir paduan (Javaid & Czerwinski, 2019).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Yu, et al., 2022) yaitu ketika persen reduksi meningkat dari 40% menjadi 50%, ultimate tensile strength meningkat dari ~240 MPa menjadi 300 MPa. Ketika rasio reduksi dinaikkan hingga 60% baik ultimate tensile strength maupun total elongasi paduan nilainya akan menurun.

2.7 Nilai Ketahanan Korosi Ti-18Mo-xCr dan Ti-6Al-4V.

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh (Chaoqun, et al., 2021), bahwa eksperimen elektrokimia dilakukan untuk mengevaluasi penambahan efek Cr pada korosi paduan Ti-Zr-Cr. Pada Tabel 2.6 terdapat hasil yang menunjukkan bahwa pembentukan dan pertumbuhan film pasif terbentuk pada permukaan

(17)

paduan. Dengan penambahan Cr, nilai OCP meningkat secara signifikan sesuai dengan peningkatan ketahanan korosi.

Tabel 2.6 Parameter korosi diperoleh dari OCP dan kurva polarisasi potensiodinamik dalam larutan HCl 5 wt% (Chaoqun, et al., 2021).

Ti50Zr50 Cr1 Cr3 Cr5 Cr7

OCP Value - 0.485 - 0,476 - 0,472 - 0,464 - 0,457 Ba (V/decade) 0,456 0,454 0,417 0,340 0,310 Bc (V/decade) - 0,114 - 0,113 - 0,112 - 0,110 - 0,109 Laju Korosi

(mm/a) 0,107 0,085 0,079 0,066 0,055

Terdapat penelitian yang sebelumnya sudah dilakukan oleh (Syarif, et al., 2013) yang membandingkan antara Ti-Mo-Cr dengan Ti-6Al-4V. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah ini, Ti-18Mo-10Cr memiliki rapat arus yang lebih rendah dari pada Ti-6Al-4V yaitu sebesar 0,61 µA/cm2, sedangkan pada Ti-6Al-4V sebesar 1,03 µA/cm2. Hasil tersebut membuktikan bahwa paduan Ti-18Mo-10Cr memiliki ketahanan korosi lebih baik dari pada paduan konvensional atau paduan Ti-6Al-4V.

Gambar 2.8 Hubungan antara potensial dan rapat arus paduan Ti-18%Mo-10%Cr dan paduan Ti-6%Al-4%V (Syarif, et al., 2013).

(18)

2.8 Mikrostruktur Paduan Titanium Beta.

Gambar 2.9 Mikrostruktur Paduan Ti-6Al-4V dengan Butir Alfa Equiaxed dengan Fasa Beta Intergranular (Hossain, et al., 2008).

Berdasarkan pada Gambar 2.9 dari penelitian yang sudah dilakukan (Hossain, et al., 2008) yaitu percobaan yang dilakukan ialah paduan berbasis titanium Ti-6Al-4V dengan fasa (α+β). Struktur mikro tersebut teridir dari fasa alfa coaxial dan fasa beta intergranular. Gambar tersebut juga menjelaskan beberapa

titik yang dituju dengan panah seperti fasa beta, fasa alfa kolumnar, dan alfa equiaxed. Hal ini dapat diketahui dengan warnanya seperti fasa alfa equiaxed kolumnar yang ditandai dengan warna terang, sementara fasa beta intergranular yang ditandai dengan warna gelap.

(19)

Gambar 2.10 Struktur Mikro Paduan Titanium α+β pada Struktur

(a) Widmanstätten, (b) Dupleks, (c) Basket Weave , dan (d) equiaxed.

(Hossain, et al., 2008).

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh (Chongliang, et al., 2020) membahas mengenai struktur mikro titanium yang dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Untuk struktur mikro pada Gambar 2.10 dapat dijelaskan sebagai berikut (Chongliang, et al., 2020):

1. Widmanstätten.

Pada butir β berbentuk kasar. Partikel α tumbuh secara kontinu pada batas butir.

Koloni α berbentuk lamellae tebal dan sejajar. Setelah pendinginan lambat dari zona fasa β, struktur ini memiliki sifat ductility yang rendah dan kinerja fatigue yang tinggi.

2. Dupleks.

Berbentuk partikel α equiaxed putus-putus yag terdistribusi dalam matriks β yang ditransformasikan.

3. Basket-Weave.

Batas butir β primer yang dihancurkan dan lamella α menjadi lebih pendek dalam berbagai orientasi.

(20)

4. Equiaxed.

Lebih dari 50% butir α dan sejumlah butir β yang ditransformasi menujukkan bentuk poligon tidak beraturan.

Referensi

Dokumen terkait

Kepala Desa Teluk Endin Fahrudin pun mengucapkan banyak terimakasih kepada UJP Banten 2 Labuan yang telah membantu dalam perbaikan perahu nelayan pasca banjir ini, semoga

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, analisis data yang digunakan untuk menghitung hubungan lebar karapaks kepiting bakau dan berat tubuh kepiting,

diibaratkan seperti teknologi penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit yang digunakan untuk mendeteksi potensi sumber daya alam di suatu titik lokasi,

Dengan menerapkan metode pembelajaran yang terintegrasi dengan teknologi komputer (seperti SPC) akan memberikan suatu model yang berbasis unjuk kerja, hal ini

LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat) adalah sebuah unit kegiatan yang berfungsi mengelola semua kegiatan penelitian dan pengabdian kepada

ga disimpulkan bahwa elongation anyaman benang arah vertikal dari kantong semen berlaminasi sandwich kraft Tipe 104/ 9.9/900/30µc hasil produksi bulan Juli sampai September

Memberikan manfaat terhadap teknologi dengan mengembangkan teknologi penginderaan jarak jauh yang dipadukan dengan teknologi pengolahan citra (image processing) yang

Akan tetapi pada penelitian ini peneliti menggunakan metode quick on the draw pada mata pelajaran PAI, karena diharapkan siswa dapat dengan cepat memahami materi PAI