7
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Kajian Teoretik
Dalam kajian teoretik ini disajikan teori tentang minat, hasil belajar, menulis, narasi dan Project Based Learning.
1. Minat
Minat merupakan gambaran sifat dan sikap ingin memiliki kecenderungan tertentu. Minat ini juga diartikan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu keinginan yang kuat untuk melaksanakan sesuatu. Minat bukan bawaan dari lahir, melainkan dapat dipengaruhi oleh bakat. Minat merupakan dorongan dalam diri seseorang atau faktor yang menimbulkan ketertarikan atau perhatian secara efektif, yang menyebabkan dipilihnya suatu objek atau kegiatan yang menguntungkan, menyenangkan, dan lama kelamaan akan mendatangkan kepuasan dalam dirinya Susanto (2015: 58).
Menurut Slameto (2010: 57) minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi, berbeda dengan perhatian karena perhatian sifatnya sementara dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasaan.
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan
8
maksimal, karena tidak ada daya tarik untuk belajar. Timbulnya minat pada diri seseorang pada prisipnya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu minat yang berasal dari pembawaan dan minat yang timbul karena adanya pengaruh dari luar.
(1) minat yang berasal dari pembawaan, timbul dengan sendirinya dari setiap individu, hal ini biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan atau bakat alamiah, (2) minat yang timbul karena adanya pengaruh dari luar indinidu, timbul seiring dengan proses perkembangan individu yang bersangkutan. Minat ini sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan atau bakat alamiah (Rosyidah dalam Susanto, 2015: 60).
2. Hasil Belajar
Definisi belajar banyak dikemukakan oleh banyak ahli, diantaranya, H.C Witherington (dalam Aunurrahman, 2009: 35) menyatakan belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, atau kepribadian. Sedangkan Gagne dan Berlin (dalam Ani, 2006: 2) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Sedangkan Salvin (dalam Ani, 2006: 2) berpandangan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.
James O. Whittaker (dalam Ahmadi dan Supriyono, 2004: 126) menyatakan belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Slameto (2010: 2) menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
9
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Nasution (1992: 3) menyatakan juga bahwa belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun potensial. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku organisme yang ditimbulkan karena hasil pengalaman atau latihan.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia hampir tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar, baik itu seseorang melaksanakan aktifitas sendiri, maupun di kelompok tertentu. Dipahami ataupun tidak, sesungguhnya sebagian besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan, tidak ada ruang dan waktu di mana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar.
Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.
Sudjan (2010: 2) menyatakan hasil belajar adalah hasil dari suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai oleh siswa. Hasil belajar menurut Sudjana adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang setelah menerima pengalaman belajarnya.
10
Gagne (dalam Aunurrahman, 2009: 47) menyimpulkan ada lima macam hasil belajar, yaitu:
(1) Keterampilan intelektual atau pengetahuan prosedural yang mencakup belajar konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui penyajian materi di sekolah.
(2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperhatikan, belajar, mengingat, dan berfikir.
(3) Informasi verbal, yaitu kemampuan untuk mendiskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi- informasi yang relevan.
(4) Keterampilan motorik, yaitu kemapuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasi gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
(5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan- kepercayaan serta faktor intelektual.
Dari beberapa definisi hasil belajar dapat disimpulkan bahwa kemampuan yang dimiliki seseorang diperoleh setelah orang tersebut menerima pengalaman belajar yang mencakup lima hal, yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik, dan sikap.
Namun dalam belajar juga ada beberapa faktor yang mempengarauhi.
Adapun faktor yang memberikan pengaruh belajar antara lain kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh;
kondisi psikis, seperti kemampuan intelektual, emosional, dan kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Sedangkan kondisi eksternal mencakup variasi dan derajat kesulitan materi yang dipelajari, tempat belajar, iklim, suasana, dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses, dan hasil belajar (Anni, 2006: 14).
11
Nasution (1992: 5) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempempengaruhi hasil belajar dapat dilihat pada gambar 2.1.
Alami Lingkungan Sosial
Luar Kurikulum Instrumental Program
Faktor Saran dan fasilitas
Guru
Kondisi fisiologis umum
Fisiologis Kondisi panca indera Dalam Minat
Psikologi Kecerdasan
Bakat
Motivasi
Kemampuan kognitif
Gambar 2.1 Bagan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Dari Gambar 2.1 dapat dijelaskan seperti beikut: faktor lingkungan terdiri dari lingkungan alami dan sosial. Lingkungan alami seperti suhu, kelembaban udara berpengaruh terhadap hasil belajar. Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya maupun yang berwujud hal-hal lain, langsung berpengaruh terhadap hasil belajar. Misalnya suara-suara mesin pabrik dan hiruk- pikuk lalulintas akan mempengaruhi hasil belajar, jika tempat belajar terletak di kawasan pabrik atau di pinggir jalan raya maka akan mempengaruhi aktivitas belajar siswa. Siswa dapat terganggu dengan suara-suara mesin, sehingga konsentrasi siswa akan menjadi tidak fokus. Pada akhirnya dapat mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah.
12
Faktor Instrumental adalah faktor yang pengadaan dan penggunaanya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Evaluasi mengenai keberhasilan usaha belajar harus memperhitungkan faktor-faktor instrumental itu.
Misalnya sekolah yang memiliki fasilitas seperti gedung yang baik, media pembelajaran yang lengkap, fasilitas labolatorium yang lengkap, dan hal-hal lain yang dapat mendukung aktifitas belajar ada. Semua hal tersebut akan membuat peserta didik nyaman, senang, dan tertarik pada kegiatan belajar, sehingga proses pembelajaran menjadi lancar dan hasil belajarpun akan menjadi baik.
Faktor fisiologis terdiri atas kondisi fisiologis umum yang sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang, seperti orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Selain kondisi fisiologis hal yang tidak kalah pentingnya yaitu kondisi panca indera, terutama penglihatan dan pendengaran. Misalnya orang yang memiliki kondisi jasmani yang bugar maka dia akan lebih siap untuk melakukan pembelajaran. Selain itu orang yang memiliki kekurangan dalam indra pendengaran dan penglihatan akan sulit menerima materi yang disampaikan guru.
Karena tidak dapat mendengar penjelasan guru dan tidak dapat melihat apa yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran dapat mengakibatkan hasil belajar menjadi tidak sesuai harapan.
Faktor psikologi tentu saja berpengaruh terhadap proses belajar, seperti minat, kecerdasan, bakat, motifasi, serta kemampuan kognitif. Jika keinginan untuk belajar saja tidak ada tentu bagaimanapun caranya guru menyampaikan materi pasti tidak dapat diterima. Sehingga pekerjaan yang guru lakukan akan sia-
13
sia, jadi guru harus membangkitkan minat belajar siswa terlebih dulu supaya nantinya hasil belajar menjadi baik.
Ahmadi dan Supriyono (2004: 138) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal mencakup faktor jasmaniah dan faktor psikologis sedangkan faktor eksternal meliputi faktor sosial, faktor budaya, dan faktor lingkungan fisik.
Contoh faktor internal adalah jika kondisi jasmani siswa sedang baik, secara otomatis dia akan bersemangat dan siap menerima materi pembelajaran yang akan disampaikan, sehingga materi tersebut akan mudah diterima. Ini dapat berakibat pada hasil belajar menjadi baik. Sedangkan contoh faktor eksternal adalah kondisi lingkungan siswa seperti kondisi kelas dan media pembelajaran yang baik akan membuat siswa menjadi tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Siswa akan lebih mudah menerima materi yang disampaikan karena sejak awal siswa sudah merasa nyaman di dalam kelas dan juga sudah tertari untuk mengikuti pembelajara. Ini dapat mendorong hasil belajar menjadi baik.
Dari uraian faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat disimpulkan bahwa interaksi berbagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar berasal dari dalam diri individu (faktor internal) maupun dari luar diri individu (faktor eksternal).
3. Menulis
a. Hakikat Menulis
Menulis adalah kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara (Aleka, dan Achmad H.P, 2010:
14
106). Pada awal sejarahnya, menulis dilakukan dengan menggunakan gambar, contohnya tulisan hieroglif (hieroglyph) pada zaman Mesir kuno. Kegiatan menulis berkembang pesat. Semenjak teknik percetakan diciptakan orang semakin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan. Tulisan dengan aksara mulai dikenal sekita 5000 tahun lalu. Menurut Suparno (2008: 1.3) menulis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.
Menurut Loga (dalam Tarigan 2008: 8) menulis seperti halnya keterampilan berbahasa yang lain yaitu menyimak, berbicara, dan membaca, menulis merupakan suatu proses perkembangan. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, pelatihan, keterampilan-keterampilan khusus. Secara singkat dapat dikemukakan bahwa: (1) tulisan dibuat untuk dibaca, (2) tulisan didasarkan pada pengalaman, (3) tulisan ditingkatkan melalui latihan terpimpin, (4) dalam tulisan, makna menggantikan bentuk, (5) kegiatan-kegiatan bahasa lisan hendaklah mendahului kegiatan menulis.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah memberikan informasi melalui simbol-simbol atau lambang-lambang tertentu agar orang lain mengerti isi dari informasi tersebut.
Setiap jenis tulisan pasti mempunyai maksud dan tujuan. Maksud dan tujuan penulisan adalah respon dari pembaca. Dalam hal ini Tarigan (2008: 24) mengemukakan batasan mengenai maksud dan tujuan sebuah tulisan.
1) Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif (informative discourse).
15
2) Tulisan yang bertujuan untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discourse).
3) Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetika disebut tulisan literer (wacana kesastraan atau literary discourse).
4) Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api.
Morsey (dalam Tarigan: 2008: 20) mengemukakan tulisan dipergunakan oleh orang-orang terpelajar untuk merekam, meyakinkan, melaporkan, serta mempengaruhi orang lain. Maksud dan tujuan tersebut hanya bisa tercapai dengan baik oleh orang-orang (para penulis) yang dapat menyusun pikirannya serta mengutarakannya dengan jelas. Kejelasan tersebut bergantung pada pikiran, susunan organisasi, penggunaan kata-kata dan struktur kalimat yang cerah.
b. Tujuan Menulis
Tujuan dari menulis menurut Tarigan (2008: 24) adalah respon atau jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperoleh dari pembaca. Sedangkan menurut Rosidi (2009: 5) tujuan menulis yaitu : (1) memberitahukan atau menjelaskan, (2) meyakinkan atau mendesak, (3) menceritakan sesuatu, (4) mempengaruhi pembaca, (5) menggambarkan sesuatu. Sedangkan menurut Sukirno (2010: 7) tujuan kegiatan menulis kreatif mempunyai banyak tujuan, seperti memberikan informasi kepada orang lain atau pembaca, menceritakan suatu peristiwa, melaporkan sesuatu, mengisahkan kejadian, melukiskan tidak tanduk manusia pada sebuah peristiwa yang menimbulkan daya khayal atau
16
imajinasi pembacanya, dan menarik suatu makna baru diluar apa yang diungkapkan secara tersurat.
D’Angelo (dalam Tarigan 2008: 25) menyatakan bahwa tujuan menulis diantaranya adalah tujuan penugasan, tujuan alturistik, tujuan persuasif, tujuan informasional atau penerangan, tujuan pernyataan diri, tujuan kreatif, dan tujuan pemecahan masalah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah mengungkapkan ekspresi yang mengandung informasi agar orang lain atau pembaca menjadi tahu atau mengerti sehingga pembaca akan memberikan respon terhadap tulisan tersebut.
c. Fungsi Menulis
Pada prinsipnya fungsi menulis adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung atau tidak bertatap muka dengan orang yang diajak berkomunikasi (Wicaksono: 2014: 12). Bagi seorang siswa fungsi menulis adalah mengungkapkan ide, gagasan atau mendemonstrasikan bahwa mereka telah menguasai materi yang telah diberikan. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena para pelajar akan merasa mudah dan nyaman dalam berpikir secara kritis.
Juga dapat memudahkan kita merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tangkap atau persepsi, memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, menyusun urutan bagi pengalaman. Tulisan membantu kita menjelaskan pikiran-pikiran kita.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis sangat besar manfaatnya, khususnya dalam dunia pendidikan. Menulis dapat
17
menghasilkan ide-ide baru kreatif, menulis dapat dijadikan sebagai alat evaluasi dan pemecahan masalah.
d. Hambatan-hambatan Menulis
Kegiatan menulis memang kegiatan yang tidak mudah bagi sebagian orang. Selalu saja ada hambatan yang dialami oleh orang yang ingin menulis.
Berdasarkan pengamatan dilapangan ada empat macam hambatan menulis, yaitu:
1) Takut untuk memulai
Mengapa kita tetap takut untuk menulis barangkali bisa juga terletak pada sebab-sebab rasa cemas atau rasa takut secara umum, seperti: takut ditertawakan, takut membuat kesalahan, takut mendapat kritik, takut karena tidak menguasai tema (kalau tugas menulis yang harus dikerjakan sudah ditentukan temanya), takut bahwa kesalahan-kesalahannya tidak bisa diperbaiki lagi.
2) Tidak tahu kapan harus memulai
Tidak tahu kapan dan bagaimana untuk memulai menulis adalah masalah besar yang umum dihadapi oleh setiap penulis. Persoalan ini muncul dalam bentuk berbagai versi keluhan, seperti topik apa yang harus dikerjakan, kapan akan mulai mengerjakan, bagaiamana cara mengerjakannya.
3) Pengorganisasian
Pengorganisasian ide termasuk hal yang esensial di dalam suatu tulisan.
Dengan pengorganisasian yang baik, sebuah tulisan akan mudah untuk diikuti arahnya oleh pembaca. Apabila sebuah tulisan dapat diikuti arahnya maka hal itu berarti pembaca akan dapat menangkap yang dikehendaki oleh penulisnya.
18
4) Bahasa
Sebagai pemula, karena tidak mengetahui esensi perubahan yang terjadi didalam bahasa, kita umumnya masih menghadapi problema serius dalam hal ini.
Di samping itu kita umumnya juga mempunyai pandangan yang ‘remeh’ terhadap bahasa-bahasa hanya dipandang sebagai alat komunikasi dan bukan dipandang sebagai wahana pokok dalam berpikir. Karena pandangan yang tidak sepenuhnya benar ini, banyak diantara kita yang tidak menguasai bahasa secara baik.
4. Pengajaran Menulis
Penguasaan bahasa tulis sangat penting bagi kehidupan saat ini, dalam kehidupan sehari-hari kita hampir tak pernah lepas dari aktifitas menulis. Sebagai guru kita harus paham betul tentang bahasa tulis, karena salah satu tugas kita sebagai guru adalah membimbing dan melatih siswa dalam menulis. Pemahaman konsep menulis sangat penting karena pada kenyataannya banyak orang mengalami kesilitan ketika menulis. Menurut Furqanul Aziz (2015: 171) Dalam upaya kita mempersiapkan pembelajar ke dalam dunia nyata menulis merupakan keterampilan tersulit untuk diadaptasikan di antara empat keterampilan berbahasa.
Pengetahuan kita tentang pengajaran menulis masih sangat terbatas. Bahkan tidak ada satu metodepun yang dianggap paling baik dalam pengajaran menulis karena setiap individu mempunyai gaya belajar yang berbeda.
Menurut Halliday (dalam Furqanul Aziz, 2015: 172-173) Dalam dunia moderen bahasa tulis memiliki beberapa fungsi diantaranya :
1. Terutama untuk tindakan
Biasanya digunakan pada tanda-tanda di tempat umum; seperti rambu lalulintas, label produk dan instruksi, pada alat-alat rumah tangga; menu
19
makanan, buku telepon, surat pemilihan umum; manual komputer. Singkatnya utuk kontak sosial.
2. Terutama untuk informasi
Biasanya digunakan dalam surat kabar, dan majalah; buku-buku non fiksi; iklan; pamflet politis; laporan ilmiah; dan buku petunjuk.
3. Terutama untuk hiburan
Digunakan dalam majalah hiburan, buku fiksi, puisi dan drama, feature surat kabar, keterangan film, dan permainan, termasuk permainan komputer.
Dalam pengajaran menulis menurut Furqanul Aziz (2015: 175) kita dapat membagi aktivitas menulis dalam tiga katagori yaitu menulis kontrol, menulis terbimbing, dan menulis bebas. Pada tahap menulis kontrol peran guru sangat dominan, sedangkan pada tahap menulis terbimbing peran guru semakin berkurang, mereka hanya membimbing kemudian pada tahap menulis bebas siswa diberi keleluasaan untuk mengekspresikan gagasannya.
Dalam tahap menulis kontrol ada beberapa aktivitas yang dapat dilakukan, diantaranya: 1) Kalimat Jigsaw; 2) Wacana Berjenjang; 3) Wacana Cloze Murni;
4) Wacana Cloze Pilihan Ganda; 5) Mencari dan Menyalin; 6) Dikte; 7) Merangkai Kalimat; 8) Meringkas; 9) Telegram. Sedangkan pada tahap menulis terbimbing dapat dilakukan aktifitas seperti: 1) Menggunakan Gambar; 2) Cerita dengan Gambar; 3) Kegiatan Formal; 4) Merangkum; 5) Menggabungkan; 6) Membuat Catatan; 7) Membalas Surat; 8) Menulis Ulang Iklan; 9) Dialog Berpasangan.
20
5. Narasi
Narasi mencakup pengertian narasi, jenis narasi, langkah-langkah menulis narasi, dan penilaian menulis narasi.
a. Pengertian Narasi
Narasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu narration (cerita) dan narrative (yang menceritakan). Narasi menyajikan karangan serangkaian peristiwa menurut urutan kejadian (kronologis), untuk memberi arti sebuah atau serentetan kejadian.
Sehingga nantinya pembaca dapat memetik hikmah dari cerita tersebut, (Suparno, dan Yunus, 2008: 4.31). Narasi adalah pengisahan suatu cerita atau kejadian (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007: 774).
Keraf (1995: 17) mengemukakan karangan narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu peristiw atau kejadian, sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh para pembaca. Namun pengertian narasi sebenarnya dibatasi pada peristiwa-peristiwa dalam waktu.
Narasi dalam pengertian yang esensial hanyalah urutan peristiwa yang disusun sedemikian rupa sehingga menggiring pembaca dari awal hingga akhir kejadian sambil memberi sebuah makna aktualitas yang hidup.
b. Jenis Narasi
Karangan Narasi dibagi mejadi dua jenis yaitu Narasi Ekspositoris dan Narasi Sugestif. Narasi Ekspositoris adalah narasi yang bertujuan untuk menggugah pikiran para pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan.
Sasarannya adalah pengetahuan para pembaca setelah membaca kisah tersebut.
21
Sebagai sebuah bentuk narasi, Narasi Ekspositoris mempersoalkan tahap-tahap kejadian, rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar (Keraf, 1982: 136).
Narasi Sugestif adalah merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca (Keraf, 1982: 138). Semua obyek yang dipaparkan sebagai suatu rangkaian gerak kehidupan para tokoh dilukiskan dalam satuan gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan berubah dari waktu ke waktu.
c. Langkah-langkah Menulis Narasi
Menurut Suparno dan Mohamad Yunus (dalam Susi, P. 2012: 22) Untuk menyusun karangan narasi harus melalui langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan.
(2) Tetapkan sasaran pembaca kita.
(3) Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur.
(4) Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita.
(5) Rincian peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita.
(6) Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.
d. Penilaian Menulis Narasi
Penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah pembelajaran, karena dapat berfungsi sebagai pemantau perkembangan proses dan
22
hasil belajar siswa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Depdiknas (Saleh Abbas, 2006: 146), penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan seara berkesinambungan, singga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Penilaian yang dilakukan guru dapat membantu mengetahui hasil belajar siswa secara objektif. Penilaian dalam pembelajaran akan menghasilan penilaiaan yang baik apabila aspek-aspek yang dinilai dalam tulisan disajikan lebih rinci.
Nurgiyantoro (dalam Iskandarwassid dan Sunendar, 2011: 250) berpendapat bahwa penilaian yang dilakukan terhadap karangan siswa biasanya bersifat holistis, impresif, dan selintas, maksudnya adalah penilaian yang bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca karangan secara selintas. Dalam kaitannya dengan penilaian karangan, berikut ini beberapa kriterianya: (1) kualitas dan ruang lingkup isi; (2) organisasi dan penyajian isi; (3) komposisi; (4) kohesi dan koherensi; (5) gaya dan bentuk bahasa; (6) mekanik:
tata bahasa, ejaan, dan tanda baca; (7) kerapian tulisan dan kebersihan; dan (8) respon afektif pengajar terhadap karya tulis. Selain penilaian dengan kriteria tersebut, dapat pula dipilih model penilaian dengan analisis unsur karangan. Unsur yang dimaksud menurut Aries (2011: 137) adalah isi gagasan yang dikemukakan, organisasi isi, tata bahasa dan pola kalimat, gaya; pilihan struktur dan kosa kata, serta ejaan.
Penerapan model penilaian analitis dengan kategori di atas dapat dilakukan dengan mempergunakan skala, misalnya skala 1 sampai 10, atau
23
interval 1-5. Sedangkan dalam penelitian ini, keterampilan menulis karangan narasi dinilai dari aspek isi dan pengorganisasiannya, penggunaan kalimat, pilihan kata, ejaan serta tanda baca yang digunakan siswa ketika menulis karangan.
Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuhdi mengemukakan bahwa penilaian dalam keterampilan menulis dapat dilakukan secara holistik atau per aspek. Penilaian holistik adalah penilaian karangan yang dilakukan secara utuh atau tanpa melihat bagian-bagiannya. Sedangkan penilaian per aspek dilakukan dengan cara menilai bagian-bagian karangan, misalnya : struktur tata bahasa, pemilihan diksi, tanda baca dan ejaan, organisasi ide, gaya penulisan, serta kekuatan argumentasi yang disajikan. Contoh penilaian keterampilan menulis menurut Ahmad Rofi’uddin dan Darmiyati Zuhdi (2002: 191) dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Aspek Penilaian Keterampilan Menulis Karangan No Aspek yang dinilai Skor Maksimal 1. Isi gagasan yang dikemukakan 30
2. Organisasi Isi 25
3. Struktur tata bahasa 20
4. Gaya : pilihan struktur dan diksi 15
5. Ejaan dan tanda baca 10
Jumlah 100
6. Project Based Learning
a. Pengertian Project Based Learning
Model pembelajaran Project Based Learning sering juga disebut dengan model pembelajaran proyek. Model pembelajaran proyek merupakan pemberian tugas kepada siswa untuk dikerjakan secara individual maupun kelompok. Siswa
24
dituntut untuk mengamati, membaca dan meneliti. Kemudian siswa diminta membuat laporan dari tugas yang diberikan. Model pembelajaran ini bertujuan membentuk analisis pada masing-masing siswa (H. Martinis Yamin, 2008: 166).
Menurut Thomas, dkk, (dalam Wena, 2013: 144) pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
Daryanto (2009: 407), menyatakan Project Based Learning merupakan cara belajar yang memberikan kebebasan berpikir pada siswa yang berkaiatan dengan isi atau bahan pengajaran dan tujuan yang direncanakan. Made Wena (2010: 145), menyatakan belajar Project Based Larning adalah model pembelajaran yang inovatif yang mengajarkan mengenai konsep-konsep dalam materi ajar. Fokus pembelajaran terletak pada prinsip dan konsep inti dari suatu disiplin ilmu, melibatkan siswa dalam investivigasi, pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna lainnya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dan menghasilkan suatu produk.
Dari beberapa pengertian di atas model Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media yang difokuskan pada aktivitas siswa dalam melaksanakan investigasi, pemecahan masalah dan tugas-tugas lain sehingga nantinya siswa dapat menghasilkan produk.
Model ini melibatkan partisipasi aktif dari peserta didik dapat membuat pembelajaran lebih bermakna sehingga siswa dapat antusias dalam pembelajaran.
b. Karakteristik Project Based Learning
Sebagai model pembelajaran, Project Based Learning memiliki karakteristik yang berbeda dengan model pembelajaran yang lain. Karakteristik
25
tersebut antara lain seperti yang tercantum dalam Buck Institute For Education (dalam Wena, 2013: 145) belajar berbasis proyek memiliki karakteristik yaitu : 1) Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja.
2) Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya.
3) Siswa merancang proses untuk mencapai hasil.
5) Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan.
5) Siswa melakukan evaluasi secara kontinu.
6) Siswa secara teratur melihat kembali apa yang meraka kerjakan.
7) Hasil akhir berupa produk dan di evaluasi kualitasnya.
8) Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.
Pada dasarnya siswa merancang kegiatan proyek sendiri tidak ditentukan oleh guru. Guru hanya menjadi fasilitator dan tempat untuk berkonsultasi ketika siswa mengalami kendala dalam menjalankan proyeknya.
c. Langkah Project Based Learning
Untuk memperlancar kegiatan pembelajaran Project Based Learning perlu dilakukan langkah-langkah pembelajaran. Made Wena (2011: 108-118), menyatakan langkah-langkah dalam Project Based Learning menjadi 3 tahap pembelajaran, yaitu: tahap perencanaan pembelajaran proyek, tahap pelaksanaan pembelajaran proyek, dan tahap evaluasi pembelajaran proyek yang merupakan tahapan terakhir dari metode pembelajaran Project Based Learning. Ketiga tahap itu merupakan satu kesatuan yang saling menunjang dan berhubungan, dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran proyek secara optimal. Berikut tahap langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Learning:
26
a. Perencanaan
Perencanaan pada dasarnya sama dengan tahap perencanaan pembelajaran pada umumnya. Tahap perencanaan pembelajaran merupakan tahap yang sangat penting dalam setiap proses pembelajaran. Dikatakan penting karena tahap perencanaan ini sangat mempengaruhi kualitas hasil pembelajaran. Selain itu, tahap perencanaan ini akan memberi tuntutan tentang bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran harus dilakukan. Dalam proses pembelajaran dengan mengunakan strategi pembelajaran berbasis proyek, tahap perencanaan ini sangat mempengaruhi proses pelaksanaan pembelajaran. Apalagi untuk mengerjakan proyek-proyek pembelajaran yang kompleks, tahap perencanaan harus dirancang secara sistematis sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan secara optimal.
Mengingat perencanaan strategi pembelajaran berbasis proyek harus disusun secara sistematis agar proses pembelajaran dapat berjalan secara optimal, maka langkah-langkah perencanaan dirancang seperti Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Langkah-langkah Tahap Perencanaan Project Based Learning
27
Berdasarkan Gambar 2.2 tahap perencanaan terdiri dari 6 langkah pokok, langkah tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran atau Proyek, mengingat pembelajaran praktik kejuruan berbasis proyek lebih bersifat kompleks maka setiap bagian proyek harus dirumuskan tujuan pembelajarannya secara jelas.
2. Menganalisis Karekteristik Siswa, dalam pembelajaran praktik kejuruan dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis proyek, analisis karakteristik siswa lebih ditekankan pada usaha pengelompokan siswa. Untuk mengelompokan siswa kedalam kelompok jenis pekerjaan yang ada dalam proyek, harus dilihat kemampuan dan keterampilan siswa. Pengelompokan tersebut bertujuan untuk mengelompokan kesesuaian minat dan keterampilan siswa dengan pekerjaan yang dilakukannya.
3. Merumuskan Strategi Pembelajaran, setelah tujuan pembelajaran dan karakteristik siswa dirumuskan, langkah selanjutnya adalah merumuskan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Hal penting yang harus diperhatikan dalam perumusan ini adalah menetapkan strategi pembelajaran yang cocok untuk praktik dengan stategi proyek. Dengan demikian, strategi pengorganisasian, strategi penyampaian, dan strategi pengelolaan pembelajaran harus dirancang sedemikianrupa agar sesuai dengan setiap jenis pekerjaan yang ada dalam proyek yang akan dikerjakan.
4. Membuat Lembar Kerja, mengingat dalam praktik dengan menggunakan strategi proyek ini benda kerja yang dikerjakan sangat kompleks, maka lembar kerja secara detail tidak perlu dibuat. Namun yang perlu dibuat adalah gambar
28
proyek secara menyeluruh dan gambar-gambar detail yang dianggap perlu dan penting. Hal ini perlu dibuat agar siswa tahu secara jelas dan kongkrit bentuk- bentuk pekerjaan yang akan dikerjakan
5. Merancang Kebutuhan Sumber Belajar, biasanya dalam praktik siswa sering dihadapkan pada proyek yang sesungguhnya sehingga sumber-sumber belajar pun harus disediakan sesuai dengan kebutuhan. Dengan adanya kelengkapan bahan dan alat, maka kerja proyek siswa akan dapat berjalan dengan baik.
Akhirnya siswa akan dapat merasakan berbagai jenis pengalaman kerja secara menyeluruh.
6. Merancang Alat Evaluasi, dalam merancang alat evaluasi dalam proses pembelajaran proyek harus dilakuakan dengan lengkap. Dalam arti alat evaluasi itu harus mampu mengukur kemampuan siswa dalam setiap jenis pekerjaan yang ada dalam proyek. Oleh karena itu, dalam setiap jenis pekerjaan yang akan dilakukan siswa harus disediakan alat evaluasinya.
Dengan demikian, alat evaluasi tersebut akan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan kerja siswa secara keseluruhan.
b. Pelaksanaan
Dalam strategi pembelajaran proyek, setelah segala sesuatu yang berkaitan dengan praktik direncanakan, tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan praktik. Agar pelaksanaan praktik dapat berjalan sesuai dengan rencana serta dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, diperlukan beberapa persiapan praktik. Agar proses pelaksanaan praktik dengan menggunakan strategi
29
berbasis proyek ini dapat berjalan dengan baik, ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan seperti Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Kegiatan Tahap Pelaksanaan Project Based Learning Persiapan Sumber Belajar, sumber belajar merupakan sesuatu yang ada dalam setiap tindakan pembelajaran. Terutama dalam pembelajaran praktik, ketersediaan sumber belajar yang memadahi sangat mempengaruhi proses pelaksanaan praktik. Oleh karena itu, sebelum kegiatan praktik dilaksanakan, sumber belajar yang dibutuhkan harus dipersiapkan terlebih dulu. Dikarenakan pada tahap perencanaan praktik kebutuhan sumber belajar sudah diidentifikasi, maka pada tahap ini tinggal mengecek apakah sumber belajar sudah tersedia.
Menjelaskan Proyek, sebelum siswa praktik mengerjakan proyek yang ditetapkan, guru harus menjelaskan secara rinci rencana proyek yang akan dikerjakan. Hal ini penting dilakukan agar pada saat mengerjakan proyek, siswa lebih mengerti prosedur kerja yang harus dilakukan. Penjelasan terhadap rencana proyek juga penting bagi kelancaran praktik. Penjelasan terhadap rencana proyek
30
akan lebih baik jika dimulai dengan penjelasan tujuan proyek secara umum dan secara khusus.
Pembagian Kelompok, membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang ada dalam proyek, sangat mempengaruhi kelancaran pengerjan proyek. Disamping itu, akan dapat memberi wawasan pengalaman lebih dalam pada siswa saat mengerjakan proyek. Dalam membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kerja harus diperhatikan karakteristik masing- masing siswa. Hal ini dilakukan agar ada kesesuaian antara keterampilan yang dimiliki siswa dengan jenis pekerjaan yang ada dalam proyek. Pengelompokan siswa juga harus memperhatikan kepribadian masing-masing siswa, dalam arti pengelompokan siswa sejenis dalam satu kelompok. Dengan demikian, mereka dapat saling bekerja sama. Kerja sama antara anggota kelompok sangat penting dalam pembelajaran proyek. Pembelajaran dengan strategi ini pada dasarnya juga bertujuan untuk memupuk dan menumbuhkan rasa kerja sama pada semua siswa.
Sehingga kelak setelah mereka bekerja dilapangan dapat bekerja sama dalam satu tim untuk menangani suatu pekerjaan.
Pengerjaan Proyek, setelah langkah-langkah diatas selesai dikerjakan, barulah siswa mulai mengerjakan proyek sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Selama siswa mengerjakan proyek, guru harus selalu mengawasi dan memberi bimbingan kepada semua siswa. Jika terjadi kesalahan pengerjaan pada siswa, maka guru harus segera memberitahu kesalahannya sehingga siswa dapat mengerjakan lagi dengan benar. Jadi selama tahap pelaksanaan proyek guru harus selalu memberi bimbingan secara maksimal.
31
c. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap penting dalam pembelajaran strategi proyek. Agar guru mengetahui seberapa jauh tujuan pembelajaran praktik dapat tercapai maka guru harus melakukan evaluasi. Agar hasil evaluasi dapat mengukur pencapaian tujuan pembelajaran maka evaluasi harus dilakukan sesuai dengan prosedur evaluasi yang benar. Dengan dilakukan evaluasi secara lengkap, kemajuan belajar siswa dapat diketahui secara jelas, begitu pun kelemahan dalam proses pembelajarannya sehingga perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secara tepat.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian menggunakan Project Based Learning merupakan metode penelitian yang sudah tidak jarang lagi ditemukan dalam suatu proses pembelajaran. Penelitian yang terkait penerapan metode Project Based Learning, antara lain: 1) Penelitian yang dilakukan oleh Yanti Rosinda T berjudul
“Pengembangan Perangkat Model Pengajaran Langsung dan Pendekatan Keterampilan Proses yang Terintegrasi dalam Model Pemebelajaran Berbasis Proyek”(2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diterapkannya pembelajaran Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun data diperoleh dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data dari (1) observasi, (2) hasil tes yang meliputi tes awal sebelum tindakan dan tes akhir setelah tindakan, (3) angket siswa, dan (4) dokumentasi. Dari penelitian
32
tersebut menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa dibandingkan sebelum penerapan metode pembelajaran Project Based Learning (PjBL). (2) Penelitian oleh Didik Triyanto dengan judul “Peningkatan
Menulis Narasi Siswa Kelas VII C SMPN 7 Tuban dengan CSL” (2009).
Sebelum adanya penerapan model CSL, kemampuan menulis narasi siswa kurang memuaskan, tetapi setelah diterapkan model CSL hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan sebelum diterapkannya model CSL. Sebelum menggunakan model CSL ada beberapa indikator kinerja yang belum di pahami oleh siswa yaitu a) Menentukan tujuan penulisan, b) Menggun akan penulisan sesuai ejaan dan tanda baca, c) penguasaan kalimat yang kurang.
C. Kerangka Pikir
Keterampilan menulis narasi pada siswa kelas V SD Negeri 1 Tambaknegara masih rendah. Rendahnya kemampuan menulis narasi itu wajar karena dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru kurang variatif, juga kurangnya minat siswa saat pembelajaran menulis narasi berlangsung sehingga minat siswa terhadap pembelajaran menulis narasi sangat rendah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil yang dicapai. Berdasarkan keadaan di atas, peneliti akan menggunakan metode Project Based Learning dalam usaha meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis narasi.
Secara umum kerangka pikir pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini:
33
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pikir
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:
1. Ha : metode Project Based Learning berpengaruh dalam meningkatkan minat menulis narasi.
Ho : metode Project Based Learning tidak berpengaruh dalam meningkatkan minat menulis narasi.
2. Ha : metode Project Based Learning berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar menulis narasi.
Kemampuan Menulis Rendah
Proses Pembelajaran Monoton
Verbalisme Dalam Pembelajaran
Metode Project Based Learning
Kemampuan Menulis Meningkat
34
Ho : metode Project Based Learning tidak berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar menulis narasi.