• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebagai lembaga pendidikan pesantren memiliki pengaruh di kehidupan masyarakat Indonesia. Banyak orang yang menaruh perhatian besar pada pendidikan pesantren sebagai alternatif. Apalagi dengan berbagai inovasi sistem pendidikan yang semakin banyak dikembangkan oleh pesantren. Seperti memadukan pendidikan agama dengan pendidikan umum lainnya. Hal ini membuat pesantren semakin kompetitif dalam menawarkan pendidikan kepada masyarakat (Sulthon & kusnuridlo, 2005). Dengan demikian maka tuntutan dari pesantren kepada santri juga semakin besar, selain itu santri yang tinggal didalam pondok pesantren berasal dari berbagai daerah dan budaya yang berbeda. Jadi secara otomatis akan berbeda dengan tempat tinggal sebelumnya.

Santri terdiri dari berbagai kalangan usia mulai dari remaja hingga dewasa yang mana hal tersebut juga mempengaruhi kehidupan di dalam pondok. Pada penelitian kali ini memfokuskan pada santri baru yang tinggal didalam pondok pesantren dengan rentang usia remaja awal (12-15 tahun). Hal tersebut didukung dengan pendapat Konopka (dalam Hendriati, 2006), tiga kategori pada masa remaja yaitu, (19-22 tahun) remaja akhir, (15-18 tahun) remaja tengah, dan (12- 15 tahun) remaja awal.

Menurut Gunarsa, dkk (2008) masa remaja awal memiliki ciri-ciri yaitu, tidak stabil keadaannya dan lebih emosional, mempunyai banyak masalah, masa yang kritis, mulai tertarik dengan lawan jenis, munculnya rasa kurang percaya

(2)

diri, dan suka mengembangkan pikiran baru, gelisah, suka berkhayal dan terakhir suka menyendiri. Selain itu terdapat tugas perkembangan remaja menurut William Kay (dalam Jahja, 2011) yaitu 1) Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya, 2) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas, 3) Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan bergaul dengan teman sebaya, baik secara individual atau kelompok, 4) Menemukan model yang dijadikan identitas pribadinya, 5) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri, 6) Memperkuat self control atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup, 7) Mampu meninggalkan reaksi kekanak-kanakan dan penyesuaian diri. Ini menunjukkan bahwa santri yang masih dalam masa remaja awal rentan mengalami rasa kurang percaya diri.

Penjabaran mengenai kepercayaan diri didasarkan dari empat ahli yaitu, Hakim (2005), berpendapat bahwa percaya diri yaitu dimana seseorang dapat mencapai tujuan hidup serta memiliki keyakinan positif terhadap kekuatannya.

Kepercayaan diri yaitu saat individu bisa melakukan sesuatu dengan senang hati serta penuh keyakinan pada diri sendiri (Hambly dalam Kartini, 2019).

Kepercayaan diri adalah saat individu mampu mempertahankan juga megontrol kemampuannya, serta mempengaruhi lingkungannya, mengendalikan, memotivasi, berempati, dan memiliki kemampuan sosial (Fireira dalam Kartini, 2019). Kepercayaan diri adalah kesadaran diri yang kuat dalam kemampuan dan harga diri yang dimiliki (Coleman dalam Kartini, 2019).

(3)

Arfina (2019) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kepercayaan diri ditandai dengan keyakinan dan kemampuan yang ia miliki, mampu berpikir realistis ke masa depan, dan memiliki harapan tentang keberhasilan. Meskipun keberhasilan dalam mencapai sesuatu tidak diraih, akan tetapi individu tetap berpikir positif dan mampu menerimanya dengan sikap optimis. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Lauster (2005), bahwa percaya diri merupakan keyakinan terhadap diri yang membuat merasa tidak cemas saat bertindak, terhindar dari rasa terbatas dalam berkegiatan, serta menerima konsekuensi dari perbuatan yang dilakukannya, berinteraksi dengan sopan, memiliki motivasi berprestasi, dan mengetahui kelebihan serta kekurangan diri. Selain itu terdapat bentuk-betuk kepercayaan diri yaitu, keyakinan, optimis, obyektif, kemampuan diri, bertanggungjawab, rasional dan realistis.

Kondisi saat ini tidak sedikit santri mengalami masalah mengenai kepercayaan diri rendah. Hal tersebut dapat terlihat dalam kegiatan sehari-hari saat proses belajar dikelas maupun di asrama. Banyak santri memiliki pengetahuan atau potensi berprestasi akan tetapi tidak mampu untuk menyampaikan atau menyalurkannya karena rendahnya kepercayaan diri yang dimiliki (Arfina, 2019). Individu merasa tidak mampu dalam mencapai tujuan hidup disebabkan oleh persepsi dan penilaian negatif terhadap keterbatasan akibat rendahnya kepercayaan diri yang dimiliki (Hakim, 2005).

Hasil penelitian Arifin (2011) menunjukkan bahwa santri memiliki kepercayaan diri pada kategori tinggi 1%, kategori sedang 71%, dan kategori rendah 28%. Kemudian hasil penelitian berikutnya menunjukkan kepercayaan diri

(4)

santri kategori tinggi 20%, kategori sedang 65%, kategori rendah 15%, (Rochmayanti, 2018). Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa santri memiliki kepercayaan diri dengan kategori tinggi 32%, kategori sedang 40%, dan kategori rendah 27.5% (Amyani, 2010). Terlihat dari penelitian sebelumnya bahwa santri cenderung memiliki kepercayaan diri pada kategori sedang bahkan tergolong rendah.

Pernyataan sebelumnya sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada 10 santri pada tanggal 25 Oktober 2021 di salah satu pesantren di Jembrana, Bali. Berdasarkan ketentuan karakteristik rasa percaya diri diperoleh bahwa 4 santri merasa malu yang berlebihan saat bertemu santri lainnya, cenderung tidak aktif di dalam kelas dan lingkungan pondok, ragu dalam mengambil keputusan, sulit menyelesaikan masalah, cenderung menghindar, pendiam, dan pasif. Sedangkan pada 3 santri melakukan penghindaran terhadap beberapa orang dan cenderung merasa terbatas dalam melakukan sesuatu, pendiam, dan terkadang malu untuk bertanya. Dan 3 santri lainya merasa dapat melakukan aktifitas dengan perasaan yakin, mau mencoba hal baru tanpa rasa terbatas, mampu bertanya tanpa merasa malu, dan aktif. Dari hasil wawancara terlihat bahwa santri baru di pondok pesantren tersebut cenderung merasa kurang percaya diri.

Point penting memiliki kepercayaan diri menurut Kartini (2019) yaitu; 1) Tahan terhadap tekanan merupakan gambaran dari percaya diri, segala tekanan yang dihadapi cenderung mudah dilalui, 2) Percaya diri mampu mengendalikan segala sesuatu dengan baik, 3) Keyakinan terhadap fungsi diri sendiri, 4)

(5)

Kehidupan menjadi nyaman dan menyenangkan dengan kepercayaan diri, 5) Percaya diri dapat meningkatkan kemampuan seseorang, 6) Terhindar dari perilaku rendah diri.

Menurut Hakim (2005), tidak percaya diri pada remaja dapat dilihat gejalanya seperti; 1) Merasa takut saat ulangan, 2) Kurang wajar dalam menarik perhatian, 3) Malu bertanya serta mengutarakan pendapat, 4) Tidak mampu ketika maju di kelas, 5) Rasa malu yang berlebihan, 6) Bersikap minder, 7) mencontek saat ujian, 8) Dalam menghadapi sesuatu mudah merasa cemas, 9) cenderung menghadapi lawan jenis dengan salah tingkah salah tingkah. Kurang percaya akan kemampuan yang dimiliki untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang dihadapi akan berpengaruh pada sikap yang berdampak negatif pada kepribadian, yaitu menghilangkan kemampuan, pasrah, dan putus asa, sehingga berusaha menghindar dari permasalahan yang dihadapi (Abraham, 2007).

Orang yang paling utama dan pertama bertanggung jawab terhadap perkembangan seorang anak adalah orang tua. Guru dan teman-taman, mereka memiliki peranan pula didalam perkembangan seorang anak. Ketidakhadiran salah satu peranan tersebut dapat berpengaruh pada perkembangan diri anak, karena seorang anak sesungguhnya membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya untuk bisa berkembang (Kartika, 1986).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri menurut Hakim (2005) yaitu : fisik, wajah, ekonomi, status pendidikan, penyesuaian diri, gugup dan gagap, serta keluarga yang mana didalam keluarga terdapat hubungan orang tua dengan anak, yang saling memberikan dukungan satu sama lain.

(6)

Terdapat beberapa tipe dukungan sosial menurut Glanz (2008) yaitu, pertama lingkungan informal seperti teman, rekan kerja, atasan, keluarga. Kedua lingkungan formal berupa pekerjaan, kesehatan, jasa kemanusiaan.

Santrok (2006) mengemukakan bahwa dukungan sosial adalah sebuah informasi atau tanggapan dari pihak lain yang disayangi dan dicintai yang menghargai dan menghormati dan mencakup suatu hubungan komunikasi dan situasi yang saling bergantung. Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok disekitarnya dengan membuat penerima merasa di perhatikan, nyamanan, dicintai dan dihargai, sehingga pertolongan yang dirasakan sangat penting (Sarafino, 2014).

Ruwaida, dkk (2006) mengungkapkan individu yang merasa dirinya mendapat dukungan dari keluarganya, maka tidak akan merasa kecil hati dan pesimis. Individu tidak merasa kehilangan fungsinya selama ini karena tahu bahwa dirinya mendapat dukungan dari orang yang ada di sekitarnya.

Menurut Monks, dkk (2006) bahwa kualitas hubungan dengan orang tua memegang peranan penting. Adanya dukungan dan interaksi/hubunganyang kooperatif antara orang tua dengan anak pada masa remaja akan membentuk serta meningkatkan kepercayaan diri pada remaja awal.

Dukungan dari keluarga yang berupa penerimaan, perhatian dan rasa percaya akan meningkatkan kebahagiaan dalam diri remaja (Adicondro &

Purnamasari, 2011). Santri yang mendapatkan dukungan sosial dari orang tuanya akan merasa optimis, bersikap positif, dan merasa tidak kehilangan fungsinya.

Dukungan sosial yang diberikan oleh orang tua akan berdampak pada kondisi

(7)

santri. Permasalahan ketidak percayaan diri pada santri dapat menghambat interaksi santri dengan orang lain. Seperti malu tampil didepan orang lain, pendiam, menarik diri, dan bahkan dapat membuat santri melanggar norma di pesantren. Dalam menghadapi rasa kurang percaya diri serta kondisi santri yang dari awal menunjukkan bahwa santri remaja awal membutuhkan dukungan dari orang tua. Dukungan tersebut dapat berupa dukungan emosional sepeti perhatian dan rasa empati terhadap dirinya. Selain itu dukungan instrumental, informasi, dan juga dukungan penghargaan.

Berdasarkan fenomena serta pemaparan yang dijelaskan diatas, dengan demikian rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara dukungan sosial orang tua dengan kepercayaan diri santri baru pondok pesantren X?

B. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan yang telah dipaparkan, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial orang tua dengan kepercayaan diri santri baru pondok pesantren X.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu psikologi terkait pengaruh dukungan sosial orang tua dengan kepercayaan diri pada santri baru remaja awal.

2. Manfaat Praktis

(8)

a. Diharapkan penelitian ini mampu mengembangkan pemikiran, wawasan, dan masukan kepada santri yang mana santri dapat menjalin hubungan baik dengan orang tua dan menjadi santri yang percaya pada diri sendiri dengan mengaktualisasikan diri di lingkungan dengan dukungan dari orang tua.

b. Diharapkan penelitian ini memberikan wawasan dan masukan kepada orang tua dari santri baru untuk dapat menjalankan peran sebagai orang tua, apa saja yang menjadikan dukungan sosial orang tua dapat menumbuhkan kepercayaan diri pada anak untuk dapat menghadapi kehidupan kedepannya dan lingkungan sekitarnya.

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi villa Majestic Water Village Uluwatu Bali ini sangat strategis, hanya berjarak 30 menit dari bandara internasional Nugrah Rai Bali, dekat dengan Pecatu Resort, Villa

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa hipotesis penulis dalam penelitian ini adalah penulis mampu merencanakan, melaksanakan, dan menilai

Harddisk merupakan media penyimpan yang didesain untuk dapat digunakan menyimpan data dalam kapasitas yang besar.. Hal ini dilatar belakangi adanya program aplikasi yang

Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa permohonan Pemohon Bahwa dengan menyimak dengan seksama keterangan Pemohon pada persidangan tanggal 22 Desember 2008

kepercayaan 5%. Dari persamaan regresi tersebut dapat diketahui probabilitas value signifikansi F sebesar 0,000 yang berarti probabilitas value signifikansi F kurang

ngalami gangguan pada jalur yang digunakan, maka pihak manajemen be- rencana menggunakan koneksi dari 2 (dua) ISP (Internet Service Provider) yang berbeda sehingga komunikasi

Selain gender,tekanan ketaatan, kompleksitas tugas, pengetahuan, pengalaman, dan Effort, seorang auditor harus mempunyai kepercayaan diri dimana rasa percaya diri

pada alamat web: https://klc2.kemenkeu.go.id/. Peserta diharapkan membaca literatur sesuai dengan petunjuk pada web dimaksud. 3) E-Learning Pengenalan Fasilitas