BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi
2.1.1 Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication
berasal dari bahasa latin atau communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu
makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka
komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna
mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si penerima maupun
si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu (Effendy, 2002: 9)
Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakar
komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang
dikutip oleh Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi
teori dan Praktek , ilmu komunikasi adalah Upaya yang sistematis
untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta
pembentukan pendapat dan sikap (Effendy, 2001: 10)
Hovland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi
ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga
pembentukan pendapat umum (Public Opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting.
Dalam pengertian khusus komunikasi, Hovland yang dikutip dari
Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah
perilaku orang lain (communication is the procces to modify the behaviour of other individuals). (Effendy, 2001:10)
Jadi dalam berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga
melakukan kegiatan atau tindakan yang diinginkan oleh komunikator,
akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap pendapat atau
perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila komunikasi yang
disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam
menyampaikan pesan-pesan harus benar-benar dimengerti dan
dipahami oleh komunikan untuk mencapai tujuan komunikasi yang
komunikatif.
Menurut Willbur Schramn, seorang ahli ilmu komunikasi
kenamaan dalam karyanya Communication Research In The United States sebagaimana dikutip oleh Onong Uchjana Effendy menyatakan
bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh
komunikator cocok dengan kerangka acuan (Frame of Reference) yakni panduan pengalaaman dan pengertian (collection of experience and meanings) yang pernah diperoleh komunikan. (Effendy, 2003:13)
Proses komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian
pesan yang dilakukan oleh seseorang komunikator kepada komunikan.
Pesan itu bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain. Dalam
prosesnya Mitchall. N. Charmley memperkenalkan 5 (lima) komponen
yang melandasi komunikasi yang dikutip dari buku (Susanto, 2003)
yang berjudul Komunikasi Dalam Praktek dan Teori , yaitu sebagai
berikut:
- Sumber (source) - Komunikator (encoder) - Pertanyaan/pesan (messege)
- Komunikan (decoder)
- Tujuan (destination)
Unsur-unsur dari proses komunikasi diatas merupakan faktor
penting dalam komunikasi, bahwa pada setiap unsur tersebut oleh para
ahli ilmu komunikasi dijadikan objek ilmiah untuk ditelaah secara
khusus. menurut (Mulyana, 2000: 237). Proses komunikasi dapat
1. Komunikasi verbal
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang
menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan
wicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan
verbal disengaja yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar
untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa
dapat juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal.
2. Komunikasi non verbal
Secara sederhana pesan non verbal adalah semua isyarat
yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard
E Porter dalam (Mulyana, 2000: 237) komunikasi non verbal
mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal)
dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu
dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai
nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima.
Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat
dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali
mengutip paradigma yang ditemukan oleh Harold Lasswell
dalam karyanya, the sructure and function of communication in Society yang dikutip dalam (Effendy, 1993:253) Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut Who Say What In Which Channel To whoam With What Effect?
Klasifikasi pesan non verbal meliputi (Mulyana, 2000:351):
1. Bahasa Tubuh
Bidang yang menelaah bahasa tubuh adalah
kinesika (kinesics), istilah yang diciptakan oleh seorang perintis studi bahasa non verbal, Ray L. Biedwhistell.
Setiap anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman
tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat
simbolik.
a. Isyarat Tangan
Isyarat tangan atau “berbicara dengan tangan” termasuk apa yang di sebut emblem, yang dipelajari,
yang punya makna dalam suatu budaya atau subkultur.
Penggunaan isyarat tangan dan maknanya jelas
berlainan dari budaya ke budaya. Untuk menunjuk diri sendiri ”saya” ,seperti juga orang Kenya dan orang Korea Selatan, orang Indonesia menunjuk dadanya
dengan telapak tangannya atau telunjuknya, sedangkan
orang Jepang menunjuk hidungnya dengan telunjuk.
Meskipun di beberapa negara, telunjuk digunakan
untuk menunjukkan sesuatu, hal itu tidak sopan di
Indonesia, seperti juga di banyak negeri Timur Tengah
dan Timur Jauh.
b. Gerakan Kepala
Di beberapa negara, anggukan kepala malah berarti “Tidak”, seperti di Bulgaria, sementara isyarat untuk “Ya” di negara itu adalah menggelengkan kepala. Orang Inggris, seperti orang Indonesia, menganggukkan
kepala untuk menyatakan bahwa mereka mendengar,
dan tidak berarti menyetujui.
c. Postur Tubuh dan Posisi Kaki
Postur tubuh sering bersifat simbolik. Beberapa
postur tubuh tertentu diasosiasikan dengan status sosial
dan agama tertentu.penghargaan terhadap tubuh yang dianggap “Baik” itu terutama lebih menonjol dikalangan wanita. Banyak wanita melakukan apapun
untuk memiliki tubuh yang ramping. Mereka makan
Nervosa). Cara lainnya adalah dengan sengaja
memuntahkan kembali makanan yang mereka telan
setelah makan kenyang (Bulinia Nervosa). Kedua
obsesi itu kini menjadi semacam penyakit yang juga
berdimensi psikologis.
Cara berdiri atau duduk juga sering dimaknai secara
berbeda di tiap negara. Dalam banyak budaya, orang
yang berdiri di pandang berwibawa daripada orang
yang duduk, sebagai mana orang yang tinggi di persepsi
lebih dominan daripada orang yang pendek. Cara orang
berjalanpun dapat memberi pesan pada orang lain
apakah orang itu merasa lelah,sehat,bahagia,riang,sedih,
atau angkuh. Orang yang berjalan lamban memberi
kesan loyo dan lemah. Pria yang berjalan tegap dan
tenang ketika memasuki ruangan untuk diwawancarai
memberi kesan percaya diri.
Kaum wanita lebih terbatas lagi dalam mengubah
postur tubuh mereka. Umumnya wanita lebih cenderung
menjaga lengannya lebih dekat dengan tubuh mereka,
kurang cenderung mencondongkan tubuh mereka
kedepan atau bersandar ke belakang. Wanita lebih
sering menyibakkan rambut dan merapikan pakaian
mereka dan lebih sering merapatkan kedua telapak
tangan (seperti yang dilakukan para pembawa acara
infotainment di televisi swasta kita). d. Ekspresi Wajah dan Tatapan Mata
Perilaku non verbal yang paling banyak “berbicara” adalah ekspresi wajah, khususnya pandangan mata,
meskipun mulut tidak berkata-kata. Okulesika
berkomunikasi. Menurut Albert Mehrabian, andil wajah
bagi pengaruh pesan adalah 55%, sementara vocal 30%
dan verbal hanya 7%.
Kontak mata punya dua fungsi dalam komunikasi
antar pribadi. Pertama, fungsi pengatur, untuk memberi
tahu orang lain apakah anda akan melakukan hubungan
dengan orang itu atau menghindarinya. Kedua, fungsi
ekspresif, memberi tahu orang lain bagaimana
perasaaan anda terhadapnya. Pria lebih banyak
menggunakan kontak mata dengan orang yang mereka
sukai, meskipun menurut penelitian, perilaku ini kurang
ajek di kalangan wanita.
Dalam keadaan normal, kita menatap orang lain
sekilas, hanya satu-dua detik. Bila pandangan lebih
lama, reaksi orang yang kita pandang cenderung
emosional. Boleh jadi pandangan tersebut akan
mengubah kesan kita mengenai status hubungan kita,
misalnya dati hubungan biasa (antarteman) menjadi
lebih khusus. Tampaknya orang-orang yang punya
hubungan dekat, seperti suami-istri atau orangtua-anak,
atau dua sahabat dekat, saling menatap sedikit lebih
lama daripada orang-orang yang tidak saling mengenal.
Semakin dekat hubungan antara dua orang, semakin
lamalah mereka berpandangan, meskipun ada batas
maksimalnya. Tidaklah mengherankan seseorang yang
dianggap intim mampu menyampaikan banyak makna
lewat pandangan matanya, meskipun berbicara sedikit.
Ekspresi wajah merupakan perilaku non verbal
utama yang mengekspresikan keadaan emosional
seseorang. Sebagian pakar mengakui,terdapat beberapa
wajah yang tampaknya dipahami secarauniversal:
kebahagiaan, kesedihan, ketakutan, keterkejutan,
kemarahan, kejijikan, dan minat. Ekspresi-ekspresi wajah tersebut dianggap “murni,” sedangkan keadaan emosional lainnya (misalnya malu, rasa berdosa, bingung, puas) dianggap “campuran”, yang umumnya lebih bergantung pada interpretasi.
2. Sentuhan
Study tentang sentuh-menyentuh disebut heptika
(haptics). Sentuhan, seperti foto, adalah perilaku nonverbal yang multi makna, dapat menggantikan seribu kata.
Kenyataannya sentuhan ini bisa merupakan tamparan,
pukulan, cubitan, senggolan, tepukan, belaian, pelukan,
pegangan (jabat tangan), rabaan, hingga sentuhan lembut
sekilas. Sentuhan kategori terakhirlah yang sering
diasosiasikan dengan sentuhan. Banyak riset menunjukkan
bahwa orang berstatus lebih tinggi lebih sering menyentuh
orang berstatus lebih rendah daripada sebaliknya. Jadi sentuhan juga berarti “kekuasaan”.
Menurut Heslin, terdapat lima kategori sentuhan,
yang merupakan suatu rentang dari yang sangat impersonal
hingga yang sangat personal. Kategori-kategori tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Fungsional-profesional. Di sini sentuhan bersifat “dingin” dan berorientasi-bisnis, misalnya pelayan took membantu pelanggan memilih pakaian.
2) Sosial-sopan. Perilaku dalam situasi ini membangun
dan memperteguh pengharapan, aturan dan praktik
sosial yang berlaku, misalnya berjabat tangan.
hubungan yang akrab, misalnya dua orang yang
saling merangkul setelah mereka lama berpisah.
4) Cinta-keintiman. Kategori ini merujuk pada sentuhan yang menyatakan ketertarikan emosional
atau ketertarikan, misalnya mencium pipi orangtua
dengan lembut; orang yang sepenuhnya memeluk
orang lain; dua orang yang “bermain kaki” di bawah
meja; orang Eskimo yang saling menggosokkan
hidung.
5) Rangsangan seksual. Kategori ini berkaitan erat
dengan kategori sebelumnya, hanya saja motifnya
bersifat seksual. Rangsangan seksual tidak otomatis
bermaksa cinta atau keintiman.
3. Parabahasa
Parabahasa, atau vokalika (vocalic), merujuk pada aspek-aspek suara selain selain ucapan yang dapat
dipahami, misalnya kecepatan berbicara, nada (tinggi atau
rendah), intensitas (volume) suara, intonasi, kualitas vocal
(kejelasan), warna suara, dialek, suara serak, suara sengau,
suara terputus-putus,suara yang gemetar, suitan, siulan,
tawa erangan, tangis, gerutuan, gumaman, desahan,dan
sebagainya. Setiap karakteristik suara ini
mengkomunikasikan emosi dan pikiran kita. Wanita dengan
suara basah (misalnya sebagai penyiar radio) dipersepsi
lebih feminimdan lebih cantik daripada wanita tanpa suara
basah. Sedangkan pria dengan nada suara tinggi atau
melengking dianggap kewanita-wanitaan.
Merhabian dan Ferris menyebutkan bahwa
parabahasa adalah terpenting kedua setelah ekspresi wajah
dalam menyampaikan perasaan atau emosi. Menurut
keseluruhan impak pesan. Oleh karena ekspresi wajah
punya andil 55% dari keseluruhan impak pesan, lebih dari
90% isi emosionalnya ditentukan secara nonverbal.
4. Penampilan Fisik
Setiap orang punya persepsi mengenai penampilan
fisik seseorang, baik itu busananya (model, kualitas bahan,
warna), dan juga ornamen lain yang dipakainya, seperti
kaca mata, sepatu, tas jam tangan, kalung, gelang, cincin,
anting-anting, dan sebagainya. Seringkali orang member
makna tertentu pada karakteristik fisik orang yang
bersangkutan, seperti bentuk tubuh, warna kulit, medel
rambut dan sebagainya.
a. Busana
Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan
(tertulis atau tidak), nilai kenyamanan, dan tujuan
pencitraan, semua itu mempengaruhi cara kita
berdandan. Biasanya ketika seseorang memilih
memutuskan untuk memakai pakaian tertentu maka dia
secara sadar telah menggunakan tanda non verbal untuk
mengekspresikan makna melalui kesan tertentu dalam
penampilannya. Seperti dikemukakan oleh Ronald. B.
Adler dan George Rodman dalam bukunya
Understanding Human Communication, bahwa salah satu kategori komunikasi non verbal yang penting
adalah clothing atau cara berpakaian. Pakaian yang
kenakan merupakan suatu alat komunikasi.
Orang-orang dengan sengaja mengirimkan pesan tentang diri
mereka melalui apa yang mereka kenakan dan kita
berusaha menginterpretasikannya berdasarkan pada
b. Karakteristik Fisik
Penampilan fisik acapkali mengekspresikan
penandaan non verbal tertentu. Hal ini dapat kita
rasakan ketika memberikan stereotik tertentu yang
berkaitan dengan keadaan fisik seseorang. Misalnya
orang yang gemuk dianggap sebagai periang dan orang
yang kurus sebagai seseorang yang serius. Demikian
pula dengan panjang atau potongan rambut tertentu.
Beberapa karakter fisik lainnya dianggap berperan dan
penandaan non verbal mencakup berat badan, tinggi
badan, warna kulit, kontur wajah, dan berbagai jenis
bekas luka atau cacat fisik.
5. Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi
Kategori selanjutnya dari komunikasi non verbal
adalah proxemics, yaitu suatu cara bagaimana orang-ornag
yang terlibat dalam suatu tindakan komunikasi berusaha
untuk menggunakan ruang (space). Antropolog Edward. T.
Hall mendevinisikan empat jarak yang kita gunakan
sehari-hari.
1) Akrab ( intimate distance )
Percakapan dan jarak yang akrab ini berkisar
antara 0-6 inci (fasedekat) dan 6-18 inci (fase jauh)
berlangsung dengan bisikan atau suara yang sangat
pelan. Dalam jarak ini, orang-orang berkomunikasi
secara emosional sangat dekat dan dalam situasi
yang sangat pribadi. Orang-orang yang terlibat
dalam interaksi dengan jarak yang sangat akrab ini
merupakan suatu tanda bahwa diantara mereka
2) Personal (personal distance)
Dalam jarak social ini berkisar antara 18-30
inci (fase dekat) dan 30 inci-4 feet (fase
jauh),kontak komunikasi yang berlangsung tertutup,
namun percakapannya tidak lagi bersifat pribadi
disbanding dengan interaksi dalam jarak akrab.
3) Social (social distance)
Interaksi yang berlangsung dalam jarak
social ini berkisar antara 4-7 feet (fase dekat) dan
7-12 feet (fase jauh) biasanya terjadi dalam situasi
bisnis misalnya interaksi antara sales dengan para
calon pembeli. Dalam kontak komunikasi ini, suara
yang lebih keras sangat dibutuhkan.
4) Publik (public distance)
Jarak publik berkisar antara 12-25 feet (fase
dekat) dan 25 feet keatas (fase jauh) ini adalah
perkuliahan dalam kelas atau pidato yang
disampaikan pada suatu ruang tertentu.
2.1.2 Unsur-unsur Komunikasi
Dalam melakukan komunikasi setiap individu berharap tujuan dari
komunikasi itu sendiri dapat tercapai dan untuk mencapainya ada
unsur-unsur yang harus di pahami, menurut Onong Uchjana Effendy
dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi bahwa dari
berbagai pengertian komunikasi yang telah ada tampak adanya
sejumlah komponen atau unsur yang di cakup, yang merupakan
persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur
tersebut menurut Onong Uchjana Effendy adalah sebagai berikut:
- Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan.
- Pesan : Pernyataan yang didukung oleh lambang.
- Media :Sarana atau saluran yang mendukung pesan
bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya
- Efek : Dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy: 2002, 6)
2.1.3 Sifat Komunikasi
Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori
dan Praktek menjelaskan bahwa komunikasi memiliki sifat-sifat.
(Effendy, 2002: 7) Adapun beberaapa sifat komunikasi tersebut yakni:
1. Tatap muka (face-to-face)
2. Bermedia (mediated)
3. Verbal (verbal)
- Lisan
- Tulisan
4. Non verbal (non-verbal)
- Gerakan/isyarat badaniah (gestural)
- Bergambar (picturial)
Komunikator (pengirim pesan) dalam menyampaikan pesan kepada
komunikan (penerima pesan) dituntut untuk memiliki kemampuan dan
pengalaman agar adanya umpan balik (feedback) dari si komunikan itu
sendiri, dalam penyampaian pesan komunikator bisa secara langsung
atau face-to-face tanpa menggunakan media apapun. Komunikator
juga bisa menggunakan bahasa sebagai lambang atau simbol
komunikasi bermedia kepada komunikan fungsi media tersebut
sebagai alat bantu dalam menyampaikan pesannya.
Komunikator dapat menyampaikan pesannya secara verbal dan
non-verbal. Verbal dibagi menjadi dua macam yaitu lisan (oral) dan
tulisan (written/printed) Sementara non verbal dapat menggunakan gerakan atau istarat badaniah (gesturial) seperti melambaikan tangan, mengedipkan mata, dan sebagainya ataupun menggunakan gambar
2.1.4 Tujuan Komunikasi
Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan tujuan
dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan berkomunikasi adalah
mengharapkan adanya umpan yang diberikan oleh lawan bicara kita
serta semua pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh lawan
bicara kita dan adanya efek yang terjadi setelah melakukan komunikasi
tersebut. Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori
dan Praktek mengemukakan beberapa tujuan berkomunikasi, yaitu:
(Effendy. 1993: 18)
a. Supaya gagasan kita bisa diterima oleh orang lain dengan
pendekatan yang persuasif bukan memaksakan kehendak.
b. Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan
harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang
diingikannya, jangan mereka inginkan arah kebarat kita berikan
arah ketimur.
c. Menggerakan orang lain untuk melakukan sesuatu,
menggerakan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin
berupa kegiatan yang dimaksudkan ini adalah kegiatan yang
banyak mendorong, namun yang penting harus di ingat adalah
bagaimana cara yang terbaik melakukannya.
d. Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti, sebagai
pejabat atau komunikator kita harus menjelaskan kepada
komunikan (penerima) atau bawahan dengan sebaik-baiknya
dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang kita
maksudkan.
Jadi secara singkat dapat dikatakan tujuan komunikasi itu adalah
mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan. Tujuan
yang samanya adalah agar semua pesan yang kita sampaikan dapat
2.2 Eksploitasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) eksploitasi adalah
pengusahaan, pendayagunaan, atau pemanfaatan untuk keuntungan sendiri.
Dengan kata lain pemerasan (tenaga orang) atas diri orang lain merupakan
tindakan yg tidak terpuji. Pengertian eksploitasi menurut pemanfaatan untuk
keuntungan sendiri, pengisapan, pemerasan tenaga orang lain, (Idris,
1988:30), Sedangkan menurut makna eksploitasi menurut terminologi adalah
kecenderungan yang ada pada seseorang untuk menggunakan pribadi lain
demi pemuasan kebutuhan orang pertama tanpa memperhatikan kebutuhan
pribadi kedua, (Kartono, 2001:180)
Zoer’aini Djamal Irwan dalam bukunya Besarnya Eksploitasi Perempuan dan Lingkungan di Indonesia, dari berbagai hasil penelitian tentang
perempuan Indonesia, banyak di jumpai masalah. Padahal peranan perempuan
sama pentingnya bagi laki-laki. Dikalangan ekonomi miskin, tugas dan
kewajiban perempuan lebih berat khususnya di daerah pedesaan, perempuan
desa memegang beban terberat dalam menanggung beban rumah tangga.
Hambatan yang dijumpai adalah banyak perempuan yang berpendidikan
rendah, kurang ketrampilan untuk masalah-maslah tertentu, terutama dalam
hal teknologi. Rendahnya kualitas hidup perempuan disebabkan oleh masih
terbatasnya partisipasi, kesempatan, peluang, dan akses serta kontrol bagi
perempuan untuk berperan serta dalam berbagai bidang pembangunan baik
sebagai agen perubahan maupun sebagai pemanfaat pembangunan. Faktor lain
yang menyebabkan rendahnya kualitas perempuan antara lain iklim atau
lingkungan sosial budaya yang belum kondusif terhadap kemajuan
perempuan.
Menurut Syamsudin, wanita memang diciptakan indah, cantik dan
mempesona. Kesempatan ini tidak dilepaskan oleh kaum kapitalis bagi
pengembangan usaha mereka. Wanita dan dunia usaha atau bisnis adalah dua
hal yang sulit dipisahkan. Hampir bisa dipastikan di setiap bidang bisnis:
didalamnya. Selain itu, kaum kapitalis sebenarnya memegang posisi kunci
dalam setiap bisnis yang banyak melibatkan kaum wanita tersebut (2006: 2).1
Lebih lanjut seperti yang di paparkan oleh Ketua Divisi Pemulihan
Komnas Perempuan, Sri Nurherawati kepada merdeka.com, strategi dagang
yang diterapkan para pengusaha dengan mempertontonkan lekuk tubuh
perempuan adalah salah satu bentuk eksploitasi.2
Banyak masalah yang sedang dihadapi oleh manusia di Indonesia baik
laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi lebih banyak masalah yang dihadapi
oleh kaum perempuan itu sendiri. Permasalahan yang di hadapi oleh kaum
perempuan antara lain :
1. Tindak kekerasan : dirumah tangga (KDRT), di kantor, bahkan di
tempat umum.
2. Pemerkosaan dan pelecehan seksual.
3. Perdagangan perempuan : menjadi pembantu rumah tangga,
penganten pesanan, pelacur (PSK)
2.2.1 Komodifikasi Tubuh Perempuan Sebagai Ekslpoitasi
Karl Marx menjelaskan bahwa kapitalisme mengganggap semua
barang adalah komoditi, artinya barang bernilai hanya sejauh ia
mempunyai nilai tukar dan dapat ditukarkan dalam tindakan tukar
menukar. Menurut Marx tidak hanya barang, tenaga kerja manusia pun
dipandang sebagai barang dagangan. (Sindhunata, 1983:47)
Melihat pemikiran Marx, dapat disimpulkan bahwa sistem kapitalis
telah membuat tubuh perempuan menjadi komoditi, karena memiliki
nilai tukar yang tinggi. Piliang (2010:269) bahwa semakin seksi, semakin terkenal, semakin top, atau semakin “berani” seorang cover girl yang ditampilkan dalam cover majah misalnya, maka ia akan
1
Syamsudin. 2006. Eksploitasi Wanita dalam Perspektif Kapitalis. E-jurnal Egalita. 1 (2): 20-40. Di unduh pada tanggal 28 April 2015 Pukul 11.39
2
mempunyai nilai tukar (currency) yang tinggi pula di dalam pasar
libido, yang kemudian akan menentukan harga libidonya secara ekonomis.
Tubuh khususnya perempuan di dalam wacana kapitalisme tidak
saja di eksplorasi nilai gunanya (use-value)- pekerja, prostitusi, pelayan; akan tetapi juga nilai tukarnya (exchange-value)- gadis model, gadis peraga, hostess; dan kini juga nilai tandanya (sign-value)-
erotic magazine, erotic video, erotic photography, erotic film, erotic vcd. (Piliang, 2010:264)3
Melihat beberapa contoh pekerja Sales Promotion Girl terlihat eksploitasi tubuh perempuan telah menyentuh batas-batas seksual dan batas-batas “berani” dalam masyarakat. Daerah-daerah tabu perempuan telah hilang dan digantikan oleh daerah-daerah yang
bernilai ekonomis tinggi. Mengutip ungkapan Yasraf Amir Piliang,
bahwa sekarang perempuan berani “bupati” (membuka paha tinggi), dan memperlihatkan “sekwilda” (sekitar wilayah dada) untuk dihargai tinggi.4
Sistem ekonomi kapitalis telah membentuk sebuah tuntutan semu
perempuan dengan menampilkan sosok ideal. Sebuah tuntutan semu
untuk dihargai dan bernilai tinggi. Seorsng perempuan haruslah “berani” menunjukkan batas-batasnya sehingga terjadilan eksploitasi tubuh perempuan.
2.2.2 Kekerasan Simbolik Perempuan sebagai Eksploitasi
Eksploitasi lainnya ada ketika perempuan “dianiaya” dalam sebuah kekerasan yang tidak terasa. Kekerasan yang tanpa disadari menjadi
sebuah stereotipe negatif dalam masyarakat. Kekerasan ini bukan
kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan terhadap perempuan
karena kriminalitas. Tetapi lebih kepada kekerasan dalam permainan
tanda dan simbol atau kekerasan simbolik.
3
Piliang, Yasraf Amir.2010.Post Realitas.Yogyakarta.Jalasutra.
4
Ibrahim (2011:36) menjelaskan, kini kita bisa menemukan corak
kekerasan simbolik yang muncul dalam bentuk bahasa dan foto atau
gambar yang mucul di media (baik cetak atau elektronik) yang
memposisikan perempuan dalam stereotipe body and beauty, not brain. Eksploitasi dalam kekerasan simbolik menjadi penganiayaan terhadap perempuan, saat tubuh perempuan dijadikan sebagai alat
kapitalis untuk memenuhi kepentingan elit-elit bisnis media.5
Bentuk praktik-praktik eksploitasi yang terjadi kepada perempuan
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Komodifikasi tubuh perempuan dalam media sebagai barang
dagangan yang dinilai tinggi saat semakin menunjukan unsur
seksualitas dan erotiseme.
2. Kekerasan simbolik yang menjurus pada dijadikannya tubuh
perempuan sebagai sensual pleasure laki-laki.
3. Obesesi-obsesi tubuh langsing dan ramping yang dimanfaatkan
oleh bisnis.
(E Banin Diar Sukmono, 2012)
Mengutip skripsi dari Dion Pratama yang berjudul Eksploitasi
Tubuh Perempuan dalam Film “Air Terjun Pengantin” Karya Rizal
Mantovani (Analisis Semiotika Roland Barthes) terdapat dua jenis
eksploitasi : 6
A. Eksploitasi perempuan secara fisik
1. Tubuh perempuan hanya sebagai fragmen (tidak utuh),
dengan:
a. Menonjolkan bibir
b. Menonjolkan lengan dan pundak
c. Menonjolkan dada
5
Ibrahim, idi Subandy. 2011.Budaya Populer Sebagai Komunikasi. Yogyakarta. Jalasutra.
6
[image:17.595.97.517.114.671.2]d. Menonjolkan pinggul
2. Penunjukan hasrat perempuan terhadap laki-laki, melalui:
a. Ekspresi wajah
b. Gesture (Bahasa tubuh)
B. Eksploitasi perempuan secara non fisik, melalui pembentukan
karakteristik perempuan:
1. Mudah tergoda laki-laki
2. Seksi
3. Agresif
2.3 SPG (Sales Promotion Girl)
Sales Promotin Girl atau di singkat dengan SPG adalah suatu profesi yang bergerak dalam bidang pemasaran atau promosi suatu produk. Profesi ini
biasanya menggunakan jasa seorang wanita yang mempunyai karakter fisik
menarik sebagai suatu usaha untuk menarik perhatian konsumen.
Menurut Carter (1999:37), kebutuhan perusahaan terhadap tenaga
sales promotion girl disesuaikan dengan karakteristik suatu produk yang akan dipasarkan. Promosi produk untuk kebutuhan sehari-hari biasanya
menggunakan tenaga sales promotion girl dengan kriteria yang dimungkinkan lebih rendah dibandingkan dengan sales promotion girl untuk produk semisal produk lux seperti halnya otomotif. Dengan demikian,
pemilihan penggunaan tenaga sales promotion girl dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan produk yang akan dipromosikan. Kesesuaian
antara produk yang dipromosikan dengan kualifikasi sales promotion girl
memungkinkan akan meningkatkan daya tarik konsumen pada produk yang
dipromosikan. Keberadaan karakter fisik seorang sales promotion girl
tersebut, secara fungsional dapat mengangkat citra produk, terutama produk
konsumsi langsung.
Darmono (1998:35) SPG dituntut untuk mempunyai tingkat kecerdasan
yang tinggi, terutama terhadap pengetahuan produk yang dipromosikan
mendukung terhadap karakter sebuah produk. Pengertian Sales Promotion Girl
menurut Nitisemito (2001:53) berpendapat bahwa sebagai salah satu
pendukung pemasaran suatu produk maka diperlukan tenaga promosi suatu
produk sehingga mampu menarik minat konsumen. Selanjutnya, dengan
kemampuan berpromosi yang dimiliki oleh seorang SPG akan mampu
memberikan berbagai informasi yang berkaitan dengan produk.
Menurut Retnasih (2001:23) SPG adalah seorang perempuan yang direkrut
oleh perusahaan untuk mempromosikan produk. Dengan melihat keberadaan
SPG dari fungsinya yaitu sebagai pihak presenter dari suatu produk. Lebih
lanjut pendapat ini mengilistrasikan bahwa tugas utama dari seorang SPG
adalah promosi produk, yang dikontrak dalam kurun waktu tertentu.
Selanjutnya Raharti (2001:223) menyatakan bahwa untuk menjalankan
tugas utamanya SPG dituntut untuk memiliki :
a. Performance
Performance ini merupkan penampilan fisik yang dapat diindera dengan penglihatan. Dalam hal ini perspektif juga menggambarkan
tentang pembawaan seseorang, pembawaan ini diukur dari penampilan
outlook (penampilan fisik), desain dress code (desain pakaian) b. Communicating style
Komunikasi mutlak harus dipenuhi oleh seorang sales promotion girl
karena melalui komunikasi ini, akan mampu tercipta interaksi antara
konsumen dan sales promotion girl. Komunikasi ini diukur dari gaya bicara dan cara berkomunikasi.
c. Body language
Body language ini lebih kepada gerakan fisik ( Lemah lembut, lemah gemulai, dan lainnya ). Gerakan tubuh dalam menawarkan produk dan
sentuhan fisik (body touch) adalah deskripsi dari body language ini. Apabila memenuhi kriteria tersebut maka sangat dimungkinkan sales promotion girl yang direkrut oleh perusahaan akan mampu menciptakaan persepsi yang baik tentang produk yang dipromosikan dan akan di ikuti oleh
2.4 Kajian Teori
Sebagai pijakan untuk penelitian ini, peneliti menggunakan teori
komunikasi nonverbal yakni teori seksualitas Michel Foucault, dan teori
eksploitasi Karl Marx (Marxisme).
1. Teori Marxisme (Eksploitasi)
Marxisme merupakan dasar teori komunisme modern. Teori ini
terdapat dalam buku Manifesto Komunis yang dibuat oleh Marx dan
Friederich Engel. Marxisme merupakan bentuk protes Marx terhadap
paham kapitalisme. Marx menganggap bahwa kaum kapital
mengumpulkan uang dengn mengorbankan kaum proletar. Kondisi
kaum proletar sangat menyedihkan karena dipaksa bekerja berjam-jam
dengan upah minimum, sementara hasil pekerjaan mereka hanya
dinikmati oleh kaum kapitalis. Banyak kaum proletar yang harus hidup
di daerah pinggiran kumuh. Marx berpendapat bahwa masalah ini
timbul karena adanya "kepemilikan pribadi" dan penguasaan kekayaan
yang didominasi orang-orang kaya. Untuk menyejahterakan kaum
proletar, Marx berpendapat bahwa paham kapitalisme diganti dengan
paham komunisme. Bila kondisi ini terus dibiarkan, menurut Marx,
kaum proletar akan memberontak dan menuntut keadilan.Inilah dasar
dari marxisme.
2. Teori seksualitas Michel Foucault
Foucault banyak menulis buku sejarah, psikologi, sosiologi,
gender, sastra, bahkan kedokteran. Namun satu hal yang menarik
perhatian Foucault adalah tentang kekuasaan dan pengetahuan dan
bagaimana keduanya bekerja sama. Foucault tertarik pada pengetahuan
akan manusia dan kekuasaan yang berpengaruh atas manusia.7
7
Dominasi kekuasaan salah satunya dapat dilihat dalam analisis atas
tema seksualitas. Foucault melihat seksualitas sebagai pengalihan
pemahaman tentang kekuasaan. Bagaimana seksualitas diwacanakan
adalah ungkapan dari kekuasaan. Pembicaraan yang terbuka tentang
seks menurut Foucault, adalah demi mengatur dan mencatat jumlah
kelahiran. Masalah penduduk adalah masalah social, dan masalah ini
berhubungan dengan seksualitas. Karena itu, kekuasaan berusaha
mempelajari dan mengintervensi pembicaraan tentang seks demi
pengaturan pertumbuhan penduduk. Seksualitas menjadi masalah
publik.
Dalam menunjukkan hubungan antara seksualitas dan kekuasaan,
Foucault menggaris bawahi tesis dasarnya bahwa kekuasaan ada di
mana-mana. Intervensi kekuasaan ke dalam seksualitas terjadi melalui
disiplin tubuh dan ilmu tubuh, dan melalui politik populasi yang
meregulasi kelahiran. Kekuasaan mulai mengadministrasi tubuh dan
mengatur kehidupan privat orang. Sejalan dengan itu, resistensi
2.5 Kerangka Penelitian
[image:22.595.100.504.190.628.2]Berdasarkan paparan diatas, maka kerangka penelitian digambarkan pada
gambar 2.1 dibawah ini :
Bagan 2. 1 Kerangka Pikir
Bentuk eksploitasi tubuh perempuan oleh
perusahaan. Perempuan
Sales promotion girl produk rokok
Komunikasi