• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlakuan terhadap Orang Meninggal dalam Tradisi Penguburan Masyarakat Desa Trunyan Bali T2 752012015 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlakuan terhadap Orang Meninggal dalam Tradisi Penguburan Masyarakat Desa Trunyan Bali T2 752012015 BAB I"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kematian adalah akhir dari kehidupan. Dalam kematian manusia ada ritual

kematian yang disebut dengan pemakaman. Pemakaman dianggap sebagai akhir dari

ritual kematian. Di beberapa daerah, pemakaman biasanya dilakukan dengan cara

ditanam di dalam tanah. Di daerah kepulauan Bali, ritual pemakaman dilakukan dengan

cara pembakaran jenazah orang yang meninggal yang disebut dengan upacara Ngaben.

Ngaben adalah bagian dari ritual peniadan jenazah orang Bali pada umumnya atau

Bali besar, Ngaben tidak selalu harus dibakar. Ngaben yang tidak melalui pembakaran

diselenggarakan di desa Trunyan kabupaen Bangli, kecamatan Kintamani. Hal itu tejadi

demikian karena bagi masyarakat Trunyan, Ngaben bukan dibakar tapi disaram dengan

air. Pengertian yang demikian membuat masyarakat Trunyan membaringkan jenazah di

atas tanah sebagai upacara peniadaan jenazah secara terhormat.

Bali suatu pulau yang dijuluki dengan pulau seribu pura, Bali menjadi sangat

indah dan terkenal dimata dunia dengan kebudayaan yang dimilikinya. Salah satunya

adalah budaya meletakan mayat diatas tanah/mayat lepas oleh desa adat Trunyan Bali.

Trunyan merupakan desa adat yang paling tua di kepulauan Bali, desa ini masih sangat

kental dengan kebudayaan yang ada. Desa Trunyan yang masih memegang teguh warisan

▸ Baca selengkapnya: ibadat untuk orang yang baru meninggal

(2)

dengan menggunakan sarana angkutan penyeberangan perahu tempel dan dayung, dari

dermaga Kedisan, perjalanan bisa ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit sedangkan dari

dermaga di Desa Trunyan perjalanan memakai waktu separuhnya atau sekitar 7 menit.1

Dilihat dari dimensi kebudayaan fenomena upacara kematian adalah manifestasi

dari pewarisan nilai-nilai melalui proses sosialisasi dan inkulturasi. Hal ini dapat

dibuktikan dari perwujudan upacara yang pada hakekatnya adalah serangkaian aktifitas

yang berorientasi pada penggunaan simbol, penghayatan terhadap makna

simbol-simbol dan penyadaran terhadap para pendukung upacara mengenai nilai-nilai yang ada

dibalik simbol tersebut. Maksud dan tujuan upacara kematian masyarakat Trunyan pada

hakekatnya hampir sama dengan golongan lainnya di Bali dataran. Maksud dan tujuan

upacara kematian menurut sistim kepercayaan masyarakat setempat di Trunyan Bali

adalah untuk membayar hutang si anak kepada orang tuanya. Hutang jasa ini perlu

dibayar si anak, yang menurut sistim norma setempat dilakukan dalam dua tahap. Tahap

pertama pada waktu orang tua masih hidup melalui serangkaian perilaku susila yang

terwujud dalam bentuk hormat, berbakti terhadap orang tua. Sedangkan tahap kedua pada

waktu orang tua meninggal melalui serangkaian perilaku ritual. Upacara kematian adalah

merupakan pencetusan nilai-nilai luhur yang telah membudaya pada masyarakat Trunyan,

dimana si anak mempunyai hutang jasa kepada orang tua, dengan itu jasa dibayar dengan

jasa.2

Tradisi peniadaan jenazah di Desa Trunyan merupakan suatu hal yang langka,

unik dan aneh karena perlakuan terhadap mayat di desa ini berbeda dengan daerah-daerah

1

DEPDIKBUD, UpacaraTradisional Upacara Kematian (Daerah Bali,1985), 250. 2

(3)

Bali lainnya, dalam kebudayaan Bali pada umumnya dikenal “Ngaben” yaitu perlakuan

terhadap mayat dengan diupacarakan dan dibakar. Peniadaan jenazah di Desa Trunyan

berupa peletakan mayat di atas tanah. Ini merupakan suatu kebudayaan yang terus dijaga

dan dilestarikan oleh warga Desa Trunyan. Pengertian dan pemahaman akan adanya

kehidupan sesudah kematian juga dimiliki oleh warga Desa Trunyan untuk itu budaya

Bali pada umumnya mengadakan upacara kematian dengan suatu pesta yang sangat

mewah dan besar serta menghabiskan banyak biaya. Tidak semua warga desa dapat

melaksanakan ritual pesta kematian dengan kemewahan karena warga desa terbentur oleh

biaya. Namun demikian warga desa diperbolehkan untuk mengumpulkan biaya terlebih

dahulu, setelah warga mempunyai biaya yang cukup, baru dapat melaksanakan acara

ritual pesta kematian.3

Dari data yang ada, di daerah ini terdapat cara penguburan yang cukup unik.

Keunikan tradisi pemakaman mayat di Desa Trunyan sampai sekarang ini masih menjadi

tradisi yang dilakukan secara turun temurun oleh warga setempat. Prosesi orang

meninggal di Bali, biasanya dikubur ataupun dibakar. Tapi kalau di desa Trunyan tidak

seperti itu, tubuh orang yang sudah meninggal melalui sebuah prosesi dan akhirnya

dibungkus dengan kain kafan, dan selanjutnya ditaruh di atas tanah dikuburan yang

disebut sema wayah, dikelilingi anyaman dari pohon bambu atau yang disebut “ancak

saji“ ikatan yang dibuat dari bahan bambu kemudian ditempatkan di atas lubang

kuburan secara melingkar. Tujuannya untuk melindungi mayat dari gangguan binatang

maupun burung.4

3

Ibid, 256 4

(4)

Mayat yang telah diupacarai menurut tradisi setempat diletakkan begitu saja di

atas lubang sedalam 20 cm. Sebagian badannya dari bagian dada ke atas, dibiarkan

terbuka, tidak terkubur tanah. Mayat tersebut hanya dibatasi dengan ancak saji yang

terbuat dari sejenis bambu membentuk semacam kerucut, digunakan untuk memagari

mayat. Jika semua liang sudah penuh dan ada lagi mayat baru yang akan dikubur, mayat

yang lama dinaikkan dari lubang dan mayat barulah yang menempati lubang tersebut.

Mayat lama, ditaruh begitu saja di pinggir lubang.5

Uniknya setelah berhari-hari walaupun tidak dibalsem, mayat tersebut tidak

menyebarkan, mengeluarkan bau busuk, karena dipercaya pengaruh pohon taru menyan

yang tumbuh di desa tersebut. Taru berarti pohon, sedangkan Menyan berarti harum.

Pohon Taru Menyan, hanya tumbuh di daerah Trunyan. Jadilah Tarumenyan yang

kemudian lebih dikenal sebagai Trunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa

tersebut. Karena dipercaya pengaruh pohon Taru Menyan dan kepercayaan-kepercayaan

warga desa Trunyan yang cukup kuat dalam pemahaman Trunyan tradisional. Adat Desa

Trunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya. Trunyan memiliki tiga

jenis kuburan yang menurut tradisi Desa Trunyan, ketiga jenis kuburan itu

diklasifikasikan berdasarkan kondisi fisik orang yang meninggal, keutuhan mayat dan

tempat penguburan, dan untuk itu dalam memperlakukan jasad orang yang meninggal

pun berbeda, perbedaan itu dilihat dari keadaan kondisi fisik, serta jiwa dari orang yang

meninggal sehingga masuk dalam kategori orang yang mati suci, dan mati pati. Ritual

penguburan yang ada di desa Trunyan membawa nilai-nilai kebersamaan dalam

5

(5)

kehidupan sosial religius, itu ditandai dengan keikutsertaan dan peran aktif seluruh

masyarakat dalam setiap upacara-uacara yang ada, lebih khusus upacara kematian.6

Dalam penelitian, peneliti akan memfokuskan pada proses penguburan dan

bagaimana cara memperlakukan jenazah di desa Trunyan Bali, yang berbeda dengan

daerah-daerah yang lain.

1.2 Penjelasan Konsep Operasional

a. Perlakuan terhadap orang meninggal

Perlakuan yang dimaksud adalah perlakuan terhadap orang meninggal

di desa Trunyan Bali, yang berbeda dengan daerah-daerah lain, di desa

Trunyan perlakuan terhadap orang meninggal dibagi dalam tiga klasifikasi

berdasarkan kondisi fisik dari orang yang meninggal. Cara penguburannya

pun berbeda ada yang tidak digali dalam tanah, hanya diletakkan diatas

tanah.

b. Ngaben

Ngaben adalah bagian dari perlakuan terhadap orang meninggal di

desa Trunyan yang berbeda dengan Bali pada umumnya, Dalam upacara

sisa-sisa tubuhnya tidak dibakar melainkan dibiarkan berada di tempat

pemakaman. Pada akhir upacara, dimana diadakan pawai meriah, sebuah

pagoda terbuat dari bambu dan kertas warna-warni tempat membawa

boneka-boneka kayu, yang mewakili mayat orang yang meninggal, di

6

(6)

tenggelamkan ke dalam air danau Batur, di muka Sema Wayah atau

kuburan utama.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perumusan masalahnya adalah:

- Bagaimana proses penguburan orang mati dalam tradisi penguburan Masyarakat

Trunyan Bali

- Mengapa Masyarakat membedakan perlakuan terhadap jenazah?

1.4 Tujuan Penelitian

- Untuk menjelaskan proses penguburan di desa Trunyan Bali

- Untuk menjelaskan mengapa terjadi perbedaan perlakuan terhadap jenazah.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat Teoritis: Memberikan sumbangan teori tentang ritual penguburan,

khususnya ritual penguburan yang ada di desa Trunyan Bali.

Manfaat Praksis:

Kepada Masyarakat Trunyan: Agar tradisi penguburan dan cara memperlakukan

jenazah yang ada di desa Trunyan tetap dijaga dan dipelihara karena tradisi ini

merupakan suatu tindakan penghormatan kepada orang yang sudah meninggal yang

(7)

Kepada Masyarakat Umum: untuk menjelaskan dan memberikan pengetahuan

kepada masyarakat umum di luar Bali, tentang tradisi penguburan di Trunyan yang

berbeda pada umumnya.

1.6 Metode Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian lapangan, peneliti akan menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan cara melakukan wawancara secara mendalam dengan

orang-orang yang terlibat dalam proses upacara penguburan, seperti petua adat, kepala desa,

kepala lingkungan, keluarga orang yang meninggal, pemangku adat, serta masyarakat,

dan mengamati kehidupan masyarkat Trunyan. .

1.7 . Lokasi Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

- Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Trunyan Bali. Khususnya di Desa Induk

- Unit Amatan : Masyarakat Trunyan yang melakukan penguburan orang mati

- Unit Analisis : Proses penguburan masyarakat Trunyan

- Teknik Pengumpulan Data :

o Observasi

Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran dengan melihat tentang

tingkah laku manusia seperti yang terjadi dalam kenyataan. Observasi adalah

pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala yang diteliti.7 Dalam

7

(8)

melakukan obeservasi peneliti mengadakan pengamatan terhadap lokasi

penguburan di desa Trunyan dan kehidupan masyarakat.

o Wawancara

Penulis mengadakan percakapan atau mewawancarai orang-orang yang

mengetahui dan menegalami secara langsung proses penguburan jenazah,

diantaranya adalah dengan mewawancarai Pemerintah setempat khususnya

Kepala Desa, Kepala Lingkungan, Kepala adat, Pemangku, masyarakat yang

melakukan dan terlibat dalam proses penguburan di Trunyan Bali. Wawancara ini

dilakukan agar mendapatkan data yang akurat dan faktual.

o Studi Kepustakaan

Dalam penelitian ini saya juga mengadakan penelitian terhadap buku-buku

yang terkait dengan ritual kematian desa Trunyan, ritual kematian dari

daerah-daerah yang lain, dan membaca, majalah, artikel, literatur dan catatan-catatan

kuliah yang berhubungan dengan pokok penelitian, dan penulisan karya ilmiah.

o Analisis data

Dalam penulisan ini saya menganalisa data-data yang ada di dalam Bab III,

dengan menggunakan teori-teori dari para ahli dalam Bab II, untuk menjelaskan

(9)

1.8. Sistimatika Penulisan

BAB I : Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

1.2.Penjelasan Konsep Operasional

1.2.1. Pelakukan Terhadap Orang Meninggal 1.2.2. Ngaben

1.3.Perumusan Masalah 1.4.Tujuan Penelitian 1.5.Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis 1.5.2 Manfaat Praksis 1.6. Metode Penelitian

1.7.Lokasi Penelitian dan Pengumpulan Data 1.8.Sistematika Penulisan

BAB II

Kerangka Konseptual Ritual Kematian dan Penguburan Jenazah 2.1 Ritual

2.2 Ritual Kematian

2.3 Dimensi Sakral dalam Ritual BAB III

Tradisi Penguburan Masyarakat Trunyan Bali 3.1. Letak Geografi

3.2 Sistim Sosial Masyarakat Trunyan 3.2.1 Keadaan Ekonomi

3.2.2 Keadaan Sosial Budaya dan Keagamaan 3.3 Sistim Kepercayaan Masyarakat Trunyan

(10)

3.3.3 Upacara Perkawinan

3.4 Sistim Kepercayan tentang Kematian 3.4.1 Upacara Kematian

3.4.2 Upacara Kematian Desa Trunyan

3.4.3 Pembedaan perlakuan terhadap orang meninggal di Desa Trunyan 3.4.3.1 Tiga Tempat Penguburan Masyarakat Trunyan

3.4.3.2 Pohon Tarumenyan sebagai Pohon suci 3.5 Norma atau aturan-aturan Hidup masyarakat Trunyan BAB IV

Analisis dan Releksi Tradisi Penguburan Masyarakat Trunyan dan cara memperlakukan Jenazah

4.1 Ritual Masyarakat Trunyan

4.2 Ritual Penguburan Masyarakat Trunyan

4.3 Dimensi sakral dan Profane upacara kematian masyarakat Trunyan BAB V

Penutup

Referensi

Dokumen terkait

[r]

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

KONDI SI DAN FASI LI TAS BANGUNAN TEMPAT TI NGGAL VI.. Kondisi Bangunan Tempat

 Adalah hasil karya saya dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk.. memperoleh gelar akademik di suatu

Sesuai dengan jadwal yang tertera dalam SPSE dan sehubungan dengan akan dilaksanakannya pembuktian kualifikasi kepada peserta seleksi umum paket pekerjaan Belanja

Berdasarkan angka 1 s.d 2 diatas, Pokja Jasa Konsultansi dan Jasa Lainnya pada ULP Kabupaten Bengkulu Utara Mengumumkan Peringkat Teknis peserta seleksi umum paket

Berkenaan hal tersebut di atas, diminta saudara untuk membawa dokumen asli perusahaan dan/atau rekaman yang sudah dilegalisir oleh pihak yang berwenang meliputi

Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini... Penulis menyadari tiada satupun