• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Fauna Tanah Terhadap Dekomposisi Serasah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Fauna Tanah Terhadap Dekomposisi Serasah"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN FAUNA TANAH TERHADAP DEKOMPOSISI

SERASAH

HANIF FATAROH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peranan Fauna Tanah Terhadap Dekomposisi Serasahadalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Hanif Fataroh

(4)

ABSTRAK

HANIF FATAROH. Peranan Fauna Tanah Terhadap Dekomposisi Serasah. Dibimbing oleh NOOR FARIKHAH HANEDA.

Fauna tanah merupakan organisme pengurai bahan organik yang ada pada permukaan dan dalam tanah. Keberadaan fauna tanah sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan siklus hara. Siklus hara pada suatu ekosistem dapat dilihat dari kandungan C/N rasio.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan fauna tanah dengan siklus hara. Penelitian dilakukan pada empat ekosistem, yaitu areal perkebunan kelapa sawit (oil palm plantation), hutan karet (jungle rubber), hutan sekunder (secondary forest), dan kebun karet (rubber plantation). Metode pengumpulan data dengan pemisahan serasahdan fauna tanah dari keempat ekosistem di setiap panen, yaitu setiap 2 minggu sekali selama 12 minggu dan analisis kandungan C dan N. Korelasi kelimpahan fauna tanah dengan C/N pada ekosistem rubber plantation dan secondary forest tidak nyata, sedangkan pada ekosistem oil palm plantation dan jungle rubber bernilai negatif yang menunjukkan hubungan antara keduanya berlawanan arah. Rasio C/N dipengaruhi oleh kualitas serasah, kondisi fisik, dan non fisik lingkungan dari masing-masing ekosistem, serta fauna tanah yang berperan sebagai dekomposer. Kata kunci: Fauna tanah, C/N ratio, siklus hara

ABSTRACT

HANIF FATAROH.The Role of Soil Fauna on The Decomposition of Litter. Supervised by NOOR FARIKHAH HANEDA.

Soil fauna is an organic material decomposing organisms that exist on the surface of the soil. The existence of soil fauna influence on the sustainability of nutrient cycling. Nutrient cycling in an ecosystem can be seen from the content of the C/N ratio. This study aims to examine the relationship of soil fauna with nutrient cycling. The study was conducted in four ecosystems; oil palm plantations, jungle rubber, secondary forest, and rubber plantations. Methods of data collection with the separation of litter and soil fauna of the four ecosystems in each crop, is every 2 weeks for 12 weeks and the analysis of the content of C/N. Correlation abundance of soil fauna with C/N in rubber plantation ecosystem unreal and secondary forest, while on the ecosystem jungle oil palm and rubber plantation negative values showing the relationship between the two in opposite directions. Ratio of C/N is influenced by the quality of the litter, physical environment, and non-physical environment of each ecosystem, as well as soil fauna that act as decomposers.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Silvikultur

PERANAN FAUNA TANAH TERHADAP DEKOMPOSISI

SERASAH

HANIF FATAROH

DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Peranan Fauna Tanah Terhadap Dekomposisi Serasah” ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan fauna tanah dengan siklus hara di empat ekosistem di Jambi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MS selaku pembimbing yang telah sabar dalam membimbing, membantu, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis. Terima kasih kepada staf Laboratorium Entomologi Hutan Kak Asep, Mbk Tutik, Teh Lia dan seluruh staf Departemen Silvikultur IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Tukul Raharjo, Ibu Sugiyanti yang telah sabar dalam membesarkan, mendidik, dan membimbing dengan penuh cinta dan kasih sayang. Terima kasih atas perjuangan, pengorbanan dan doa-doa yang dicurahkan untuk anak-anaknya: Hanif Fataroh, Aprillia Dien Hafisyah, dan Diah Ayu Tri Astuti. Terima kasih kepada Paman Wiji Sulamto dan Bulek Hanif Mifrohah yang selalu memberikan dukungan mulai dari penulis masih duduk di sekolah dasar hingga sekarang. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar yang selalu mendoakan dengan sepenuh hati.

Penulis juga berterimakasih kepada Muhammad Hamdani dan Abdulah S.Hut yang telah banyak membantu selama penelitian dan rela berjuang bersama hingga saatini. Selain itu ucapan terima kasih dihaturkan kepada teman-teman Silvikultur 48, teman-teman DKM Ibaadurrahmaan, teman-teman syiar IPB, serta Keluarga Mahasiswa Klaten yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, doa, dan bantuan dalam berbagai hal. Penulis menghargai segala bentuk ktitik dan saran yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Metode Pengumpulan Data 2

Pengolahan Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Hubungan Kelimpahan Fauna Tanah dengan Siklus Hara 4

Fauna Tanah yang Berperan dalam Siklus Hara 6

Kandugan Unsur Karbon pada Serasah di Empat Ekosistem 6 Kandugan Unsur Nitrogen pada Serasah di Empat Ekosistem 10

Kandungan C/N pada Serasah di Empat Ekosistem 11

Kadar Komponen Serat pada Serasah 13

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 18

(10)

DAFTAR TABEL

1 Koefisien korelasi (r) antara kelimpahan fauna tanah dengan rasioC/N 6 2 Kandungan C organik (%) di berbagai ekosistem berdasarkan waktu

pemanenan serasah setiap dua minggu 9

3 Kandungan N (%) di berbagai ekosistem berdasarkan waktu

pemanenan serasah setiap dua minggu 10

4 Hasil analisis kadar komponen kimia serasah 13

DAFTARGAMBAR

1 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada ekosistem

oil palm plantation 4

2 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada

ekosistem rubber plantation 4

3 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada

ekosistem jungle rubber 5

4 Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada

ekosistem secondary forest 5

5 Jenis semut yang mendominasi; (a) Anoplolepis sp., (b) Leptogenys

sp. 7

6 Jenis Collembola yang mendominasi; a) Callyntrura sp., (b)

Heteromorus sp., (c) Homidia sp. 8

7 Kondisi vegetasi ekosistem jungle rubber 9

8 Kondisi vegetasi (a) secondary forest, (b) oil palm plantation 10 9 Kandungan C/N pada ekosistem oil palm plantation berdasarkan

waktu panen serasah setiap dua minggu 12

10 Kandungan C/N pada ekosistem rubber plantation berdasarkan waktu

panen serasah setiap dua minggu 12

11 Kandungan C/N pada ekosistem secondary forest berdasarkan waktu

panen serasah setiap dua minggu 12

12 Kandungan C/N pada ekosistem jungle rubber berdasarkan waktu

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fauna tanah merupakan fauna yang hidup di tanah, baik di permukaan maupun yang ada di dalam tanah (Suin 1997). Menurut Suhardjono et al. (1997), berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan menjadi tiga, yaitu mikrofauna (< 0.15 mm), mesofauna (0.16-10.4 mm) dan makrofauna (> 10.5 mm). Keanekaragaman jenis dekomposer fauna tanah diduga dipengaruhi kandungan bahan organik tanaman. Komposisi kimia yang berbeda dari bahan organik tanaman menjadikan laju dekomposisinya juga akan berbeda.

Komponen jaringan pada tanaman tersusun atas berbagai unsur. Unsur-unsur tersebut mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik yang ada di tanah. Bahan organik berperan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Secara fisik bahan organik mampu menahan air, secara kimia dapat meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation, sedang secara biologi dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis fauna tanah (Notohadiprawiro 1999). Bahan organik dapat berasal dari jaringan tumbuhan, jaringan hewan, sumber energi, dan nutrisi lainnya.

Laju dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, kondisi lingkungan, serta jenis organisme dekomposer yang berperan dalam proses penghancuran (Tian 1992). Hasil dari dekomposisi bahan organik berupa hara serta unsur mineral. Menurut Anderson dan Ingram (1993), fauna tanah merupakan organisme dekomposer yang keberadaannya berkaitan dengan kandungan bahan organik tanaman serta faktor lingkungan tempat hidupnya. Karbon (C), nitrogen (N) dan polyphenol merupakan komponen penting bahan organik tanaman yang menentukan laju dekomposisi (Handayanto et al. 1997).

Penggunaan lahan yang berbeda akan mempengaruhi jumlah dan jenis fauna tanah, serta laju dekomposisi karena bahan organik yang ada di setiap lahan berbeda-beda.Desa Bungku merupakan salah satu desa di Provinsi Jambi, dimana terdapat empat ekosistem yang menunjukkan penggunaan lahan yang berbeda.Keempat ekosistem tersebut yaitu areal perkebunan kelapa sawit (oil palm plantation), hutan karet (jungle rubber), hutan sekunder (secondary forest), dan kebun karet (rubber plantation).

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran proses siklus hara dan jenis fauna tanah yang berperan dalam proses perombakan bahan organik pada empatekosistem, yaitu areal perkebunan kelapa sawit (oil palm plantation), hutan karet (jungle rubber), hutan sekunder (secondary forest), kebun karet (rubber plantation).

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitiandilakukan selama 17 bulan (Februari2014 sampai Juli 2015), tahap pertama merupakan pengambilan sampel fauna tanah yang dilakukan setiap dua minggu sekali selama 6 bulan (Februari sampai Juli 2014). Pengambilan sampel fauna tanah dilakukan di empat tipe ekosistemyang terletak di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.Kemudian tahap kedua yaitu identifikasi fauna tanah pada bulan Agustus 2014 - Juli 2015 di Laboratorium Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB, analisis serasah di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB dan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakandalam penelitian ini adalahbotolkoleksi, bukuidentifikasiarthropoda Borror et al. (1996), Susanti (1998), Arnett dan Jacques (1995), Corbert dan Penelbury (1945), cangkul,cawan petri, mikroskop, laptop, pinset, kalkulator, kaca pembesar, lem, termometer tanah, termometer bola basah dan kering, pita meter, bor tanah, plastik kecil, kertas label, bak plastik,

tally sheet, alat tulis, timbangan, kamera digital, dan optilab.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang berupa koleksi fauna tanah dan serasah dari empat ekosistem berbeda yang diambil setiap 2 minggu sekali selama 12 minggu, kemudian dikoleksi di Laboratorium Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB dan alkohol 70% yang digunakan untuk mengawetkan spesimen selama identifikasi.

Metode Pengumpulan Data Inventarisasi fauna tanah

(13)

3 Pembuatan litter trap

Litter trap dibuat dari trashbag yang ditempatkan di setiap ekosistem dan diletakkan di tiga titik dengan jarak 150 meter untuk mengumpulkan serasah yang jatuh.Tiga titik merepresentasikan pusat dari tegakan, keliling tegakan, dan area antara pusat dengan keliling tegakan. Pembukaan trashbag dilakukan setiap dua minggu sekali. Serasah hasil panen dikeringkan dengan angin dan ditimbang sebanyak 50 gram, kemdian dimasukkan ke dalamlitterbag dengan ukuran mata jala (lubang) 0.25 mm. Litterbag dipendam dalam tanah dengan kedalaman 5-7 cm di tiga titik dan dilakukan tiga pengulangan di setiap titik.

Pemanenan serasah

Pemanenan litterbag dilakukan setiap minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, dan 12. Setiap panen diambil 3 litterbag dari setiap titik di masing-masing ekosistem, sehingga dalam sekali panen terdapat 9 litterbag dari tiap ekosistem. Hasil panen dimasukkan dalam bak plastik dan disimpan untuk diekstrak dengan corong

Barlese-Tullgren.

Identifikasi dengan teknik corong Barlese-Tullgren

Hasil panen serasah yang sudah disimpan dalam bak plastik dipindah ke dalam corong Barlese-Tullgren, kemudian didiamkan selama 1 hari dengan kondisi tutup corong diberi lampu 40 watt dengan tujuan menimbulkan panas di dalam corong sehingga diasumsikan fauna tanah yang berada di dalam corong akan mencari tempat yang lebih dingin, yaitu dengan cara turun ke bibir corong dan terperangkap di dalam botol koleksi yang berisi alkolol 70%. Fauna tanah yang diperoleh diidentifikasi sampai ordo, famili, dan morfospesies. Serasah yang telah diekstrak ditimbang sebanyak 50 gram untuk diuji kandungan kimia berupa; C, N, NDF, Hemiselulsa, ADF, Selulosa, Lignin, dan Silika.

Pengolahan Data Korelasi Kelimpahan Serangga dengan Ratio C/N

Korelasi Pearson merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel. Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan salah satu variabel disertai dengan perubahan variabel lainnya, baik dengan arah yang sama ataupun arah yang sebaliknya.

Rumus yang digunakan untuk menghitung korelasi Pearson adalah sebagai berikut (Pearson Product Moment):

r = �∑ − ∑ (∑ ) √{�∑ 2− ∑ )2 {�∑ 2− ∑ )2

Keterangan:

n = Banyaknya pasangan data x dan y ∑x = Total jumlah dari variabel x ∑y = Total jumlah dari variabel y ∑x2

= Kuadrat dari total jumlah variabel x ∑y2

= Kuadrat dari total jumlah variabel y

(14)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Kelimpahan Fauna Tanah dengan Siklus Hara

Banyaknya individu pada suatu ekosistem akan mempengaruhi kegiatan perombakan bahan organik, sehingga akan mempengaruhi kandungan unsur hara pada tanah. Semakin tinggi kelimpahan fauna tanah maka kegiatan perombakan bahan organik semakin tinggi dan akan memberikan dampak positif terhadap kandungan unsur hara pada tanah. Apabila nilai kelimpahan fauna tanah rendah maka akan menurunkan aktifitas perombakan bahan organik dan suplai nutrisi untuk tanah berkurang.Hubungan kelimpahan fauna tanahdengan C/N rasiopada masing-masing ekosistem dapat dilihat pada Gambar 1, 2, 3 dan 4.

Gambar 1Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada ekosistem oil palm plantation

(15)

5

Berdasarkan Gambar 1, ekosistem oil palm plantation memiliki jumlah individu paling tinggi, yaitu 3197 individu dan kandungan C/N rasio tergolong rendah dengan nilai 35.58 jika dibanding dengan ekosistem lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketersedian sumber bahan organik yang cenderung homogen, sehingga persaingan antar fauna tanah dan tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tinggi. Ekosistem secondary forest memiliki nilai C/N rasio rata-rata tertinggi, dengan nilai 46.09 dan jumlah individu rata-rata pada ekosistem ini sebanyak 2098. Ketersediaan bahan organik pada ekosistem

secondary forest banyak, karena jenis tanaman yang tumbuh lebih heterogen. Ketersediaan sumber makanan bagi fauna tanah dan tanaman yang banyak akan mengurangi persaingan untuk pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga ketersediaan nutrisi tercukupi. Rasio C/N merupakan indikator yang baik bagi kualitas bahan organik tanaman yang merupakan sumber nutrisi dan energi bagi fauna tanah. Perubahan komunitas dankomposisi vegetasi tertentu pada suatu ekosistem secara tidak langsung menunjukkan pula adanya perubahan komunitas hewan dan sebaliknya (Adisoemarto 1998). Setiap fauna tanah mempunyai kondisi spesifik agar kinerjanya optimum, yaitu kondisi suhu, pH, udara, kelembaban dan objek makanan (Sudarmin 1999).

Gambar 3Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada ekosistem jungle rubber

(16)

6

Menurut Walpole (1995), analisis korelasi merupakan metode statistika yang digunakan untuk mengukur besarnya hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Nilai korelasi populasi (p) berkisar pada interval -1 ≤ p ≤ 1.Jika

korelasi bernilai positif, maka hubungan antara dua variabel bersifat searah.Sebaliknya, jika korelasi bernilai negatif, maka hubungan antara dua variabel berlawanan arah. Hasil uji korelasi menggunakan model Pearson dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil uji korelasi dengan rumus Pearson menunjukkan bahwa pada ekosistem rubber plantation dan secondary forestrasio C/N memiliki korelasi tidak nyata. Korelasi antara kelimpahan dengan rasio C/N terjadi pada ekosistem

oil palm plantation dan jungle rubber, namun nilai korelasi bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara kelimpahan individu dengan rasio C/N berlawanan arah. Kelimpahan fauna tanah berperan dalam proses dekomposisi serasah dan penyediaan kandungan C/N. Yudi et al. (2003) menyatakan bahwa padakandungan C/N yang rendah, akan ditemui lebih banyak fauna tanahkarena fauna tanah yang berperan dalam proses dekomposisi semakin banyak. Besarnya kandungan C/N berarti jumlah C yang terurai lebih sedikit begitu juga berlaku sebaliknya, sehingga kandungan N yang dihasilkan dari proses dekomposisi akan kecil. Hal tersebut akan menyebabkan persaingan antara fauna tanah dan tumbuhan dalam memenuhi kebutuhan hidup (Yudi et al. 2003)

Fauna Tanah yang Berperan dalam Siklus Hara

Fauna tanah memegang peranan penting karena sisa organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain) dan atmosfer (CH4 atau CO2) sebagai hara yang dapat digunakan kembali oleh tanaman, sehingga siklus hara berjalan sebagaimana mestinya. Fauna tanah disebut sebagai organisme perombak bahan organik atau biodekomposer, artinya fauna tanah merupakan organisme pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik. Fauna tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah.Menurut Arief (2001), terdapat suatu peningkatan nyata terhadap siklus hara tanah, terutama pada lahan-lahan yang ditambahkan fauna tanah sebesar 20%-50%.

Tabel 1 Koefisien korelasi (r) antara kelimpahan fauna tanah dengan

(17)

7 Fauna tanah berperan besar dalam perbaikan kesuburan tanah. Fauna tanah memakan tumbuhan-tumbuhan yang hidup dan yang sudah mati.Hasil dari perombakan atau dekomposisi yang dilakukan oleh fauna tanah dimanfaatkan oleh tumbuhan yang masih hidup dan sebagai sumber kehidupan bagi fauna tanah lainnya. Ketersediaan sumber makanan (biomassa hidup dan bahan organik) yang cukup akan lebih meningkatkan siklus hara. Ketersediaan sumber makanan akan meningkatkan perkembangan dan aktivitas fauna tanah, sehingga akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah.Menurut Mengel dan Kirkby (1987) bahwa siklus hara merupakan suatu proses suplai dan penyerapan dari senyawa kimia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Proses ini mencakup proses kualitas bahan kimia dari serasah, proses mikroklimat, status kimia dari tanah, dan aktivitas fauna (Binkley 1987). Arief (2001) menyebutkan keberadaan fauna dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk kelangsungan hidupnya. Tersedianya energi dan hara bagi fauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas fauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah.

Menurut Abdulah (2015), fauna tanah yang paling mendominasi pada empat ekosistem adalah semut (Formicidae) dan Collembola. Semut merupakan fauna tanah yang mempunyai peran sebagai dekomposer bahan organik. Menurut Andersen (2000) keberadaan semut sangat terkait dengan kondisi habitat dan beberapa faktor pembatas utama yang mempengaruhi keberadaan semut yaitu suhu rendah, habitat yang tidak mendukung untuk pembuatan sarang, sumber makanan yang terbatas serta daerah jelajah yang kurang mendukung. Berdasarkan hal tersebut, lingkungan fisik sangat mempengaruhi keberadaan semut pada suatu ekosistem (Lampiran 1). Faktor suhu dan kelembaban udara mikro dalam ekosistem turut mempengaruhi variasi kehidupan semut, karena titik optimum suhu dan kelembaban untuk masing-masing semut pasti berbeda. Jenis semut yang mendominasi disajikan pada Gambar 5.

Data menunjukkan bahwa suhu tanah pada empat ekosistem berkisar antara 26.1°C-27.8°C sehingga semut masih banyak dijumpai, sedangkan suhu udara berkisar antara 28.0°C-30.0°C. Menurut (Riyanto 2007) kisaran suhu 25°C-32°C merupakan suhu optimal dan toleran bagi aktifitas semut di daerah tropis. Keempat ekosistem sama-sama memiliki pH sedikit asam yaitu 4 untuk secondary forest, rubber plantation, oil palm plantation dan 5 (netral) untuk jungle rubber. Kondisi pH tanah ini masih toleran untuk semut, artinya semut masih dapat hidup dengan baik pada pH netral dan sedikit asam. Fauna tanah ada yang senang hidup pada pH asam dan ada pula yang senang pada pH basa tergantung pada jenisnya (Arief 2001).

(18)

8

Collembola merupakan salah satu ordo dari kelas hexapoda yang keberadaan tersebar diseluruh daratan.Sebagian besar hidup di lapisan atas tanah, semakin ke lapisan bawah populasinya semakin menurun hingga sampai di lapisan 2 m. Collembola berperan dalam penghalusan sisa bahan organik.Collembola paling banyak ditemukan pada ekosistem jungle rubber

dibanding ekosistem lainnya.Collembola biasanya hidup pada daerah dengan pH masam (Boror et al. 1998).Collembola banyak ditemukan pada daerah yang memiliki serasah tebal karena kelompok ini adalah pemakan serasah.Ekosistem

jungle rubber memiliki ketebalan serasah paling tebal jika dibanding ekosistem lainnya (Lampiran 1), dengan kerapatan tajuk paling tinggi, yaitu sebesar 85%.Kondisi tajuk yang rapat sangat disenangi oleh Collembola. Menurut Suin (1997), faktor suhu merupakan salah satu faktor penentu keberadaan Collembola karena kelompok ini lebih menyukai habitat yang ternaungi. Jenis Collembola yang mendominasi pada empat ekosistem ditunjukkan pada Gambar 6.

Kandugan Unsur Karbon pada Serasah di Empat Ekosistem

Unsur C merupakan salah satu unsur makro yang dibutuhkan oleh tanaman untuk penyusunan jaringan-jaringan tanaman. Besar kandungan nilai C di tanah ditentukan oleh banyaknya ketersediaan bahan organik dan kualitas bahan organik. Semakin bagus kualitas serasah, maka serasah tersebut akan mudah lapuk dan akan menyumbangkan nilai atau kandungan unsur hara yang tinggi. Unsur C merupakan hasil rombakan dari CO2, yang sumber utama berasal dari dekomposisi bahan organik

berupa sisa-sisa tanaman atau hewan dan dari respirasi invertebrata, bakteri, serta fungi (Kononova 1966). Kandungan C organik yang terdapat di tanah pada setiap panen di setiap ekosistem dapat dilihat pada Tabel 2.

(19)

9

Kandungan unsur C rata-rata paling besar berada pada ekosistem jungle rubber, dengan nilai 52.60. Nilai kandungan C dapat menunjukkan keaktifan tanaman dalam berfotosintesis. Menurut Pratikno (2001), kecepatan dekomposisi bahan organik berkolerasi sangat nyata dengan kandungan C organik. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan unsur C organik pada bahan organik akan menurunkan kecepatan dekomposisi. Bahan organik dengan kandungan unsur C tinggi menunjukkan banyaknya fraksi tahan lapuk, misalkan dikarenakan kandungan lignin dan polyphenol. Hasil analisis kandungan lignin paling tinggi terdapat pada ekosistem jungle rubber, yaitu sebesar 37.63. Kandungan lignin yang tinggi merupakan salah satu faktor penyebab tingginya kandungan unsur C karena tidak mudah diurai oleh fauna tanah. Kondisi vegetasi di ekosistem jungle rubber cukup terbuka (Gambar 3), cahaya matahari yang masuk mencapai lantai tanah. Hal seperti ini tidak terlalu disukai oleh fauna tanah, sehingga serasah yang jatuh ke lantai hutan tidak diurai secara sempurna oleh fauna tanah.

Kandungan C terendah terdapat pada ekosistem rubber plantation sebesar 48.11. Hasil analisis kimia pada ekosistem rubber plantation memiliki kandungan lignin paling rendah dibanding ekosistem lainnya (Tabel 4), sehingga bahan organik lebih mudah terurai. Ekosistem rubber plantationmerupakan ekosistem monokultur, sehingga produksi serasah cukup rendah.Kebun kelapa sawit memiliki kandungan unsur C tergolong tinggi jika dibandingkan secondary forest, yaitu dengan rata-rata C yaitu 48.84. Hal ini diduga karena material serasah pada lahan kelapa sawit relatif keras sehingga sulit terdekomposisi. Kondisi vegetasi ekosistem secondary forest dan oil palm plantation ditunjukkan pada Gambar 4. Manurut Nurmailah (1999) kulit benih kelapa sawit yang sangat keras menghambat perkecambahan yang dikarenakan tingginya kadar lignin, sehingga potensi simpanan karbon pada serasah cenderung lebih tinggi daripada kelas tutupan lahan lainnya. Hal yang serupa ditunjukan pada hasil kandungan C tertinggi pada ekosistem jungle rubber dikarenakan kandungan ligninnya paling

Gambar 7Kondisi vegetasi ekosistem jungle rubber

Tabel 2 Kandungan C organik (%) di berbagai ekosistem berdasarkan waktu pemanenan serasah setiap dua minggu

Ekosistem Minggu Ke-

Rata-Rata

0 2 4 6 8 10 12

(20)

10

tinggi (Tabel 4). Menurut Thom et al. (1996), degradasi lignin merupakan tahapan pembatas bagi kecepatan dan efisiensi dekomposisi yang berhubungan dengan selulosa. Lignin menjadi penghalang akses enzim pada dekomposisi bahan organik, yang pada akhirnya menyebabkan penumpukan bahan organik yang tidak terurai.

Bila dilihat hasil kandungan C pada minggu ke-0 hingga ke-12 disetiap ekosistem, rata-rata memiliki kandungan C yang semakin menurun karena waktu untuk pelapukan bahan organik lebih lama. Menurut Bambang dan Ellianawati (2010), penurunan berat C akan berangsur-angsur turun menuju stabilitas menjadi mineral tanah. Jumlah kadar air dalam serasah semakin lama semakin berkurang karena suhu serasah dalam tanah semakin meningkat. Meningkatnya suhu dikarenakan kandungan air dalam kompos digunakan untuk menjaga temperatur serasah.

Kandugan Unsur Nitrogen pada Serasah di Empat Ekosistem

Unsur nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara makro utama yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar, diserap dalam bentuk amonium dan nitrat. Salah satu sumber N berasal dari hasil pelapukan bahan organik. Nitrogen diketahui terdapat di semua bagian dari sel tumbuhan, baik itu di dinding sel, sitoplasma ataupun di dalam inti sel, sehingga kebutuhan tumbuhan akan N sangat tinggi. Kandungan N di berbagai karakteristik ekosistem disajikan pada Tabel 3.

Nilai rata-rata N tertinggi ada pada ekosistem jungle rubber dan oil palm ptantation, yaitu 1.68 dan 1.46. Tingginya kebutuhan N tumbuhan perkebunan, membuat para petani menggunakan pemupukan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan N pada perkebunan (Lehmann et al. 2002).Terutama perkebunan kelapa sawit yang memiliki keragaman tumbuhan yang sangat Tabel 3 Kandungan N (%) di berbagai ekosistem berdasarkan waktu pemanenan

serasah setiap dua minggu

Ekosistem Minggu Ke-

Rata-Rata

0 2 4 6 8 10 12

Oil palm plantation 0.96 1.29 1.31 2.27 1.17 1.64 1.57 1.46 Rubber plantation 0.99 1.15 1.15 1.10 1.15 1.34 1.41 1.18 Secondary forest 1.08 1.08 0.94 1.06 0.96 1.11 1.25 1.07 Jungle rubber 0.94 2.27 1.08 2.26 2.26 1.48 1.48 1.68

(21)

11 rendah.Rosleine et al. (2006)mengemukakan kualitas dan kuantitas serasah berbeda-beda pada berbagai karakteristik ekosistem, sehingga menimbulkan dinamika hara termasuk dinamika unsur N. Pada perkebunan kelapa sawit, pemberian pupuk merupakan bagian penting dalam pertahanan hara. Para petani umumnya memberikan pemupukan dengan dosis yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan hara tumbuhan, sehingga faktor pemupukan kemungkinan merupakan salah satu faktor penyebab tingginya nilai rata-rata N pada ekosistem

oil palm plantation jika dibandingkan ekosistem rubber plantation dan secondary forest.Kecepatan dekomposisi bahan organik yang kandungan nitrogennya rendah dapat ditingkatkan dengan penambahan sumber nitrogen baru. Penambahan pupuk kandang ke dalam bahan yang miskin unsur hara akan dapat rnenambah ketersediaan unsur hara, karena di dalam pupuk kandang terdapat berbagai unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman (Sutejo 1992). Pupuk kandang selain mengandung unsur hara makro dan mikro juga mengandung berbagai mikroorganisme yang dapat membantu proses dekomposisi bahan organik (Sutejo dan Kartasaputra l99l). Pupuk kandang dapat memperbaiki kondisi dan struktur tanah, meningkatkan daya serap tanah terhadap air,meningkatkan kondisi lingkungan kehidupan mikroorganisme dan mengandung berbagai unsur hara (Buckman dan Brady 1969). Secara umum kandungan N pada minggu ke-0 hingga ke-12 mengalami kenaikan. Bertambahnya kandungan N disebabkan oleh suplai dari hasil dekomposisi serasah. Sesui pernyataan Li dan Zang (2000), semakin lama waktu panen kompos akan menyebabkan kenaikan kandungan N pada kompos.

Kandungan C/N pada Serasah di Empat Ekosistem

(22)

12

Gambar 9 Kandungan C/N pada ekosistem oil palm plantation

berdasarkan waktu panen serasah setiap dua minggu

y = -1,052x + 41,89

Gambar 10 Kandungan C/N pada ekosistem rubber plantation

berdasarkan waktu panen serasah setiap dua minggu

y = -1,683x + 51,45

Gambar 11 Kandungan C/N pada ekosistem secondary forest

berdasarkan waktu panen serasah setiap dua minggu

(23)

13

Siklus hara yang terjadi di masing-masing ekosistem sangat beragam. Ekosistem jungle rubber dan oil palm plantation memiliki rata-rata C/N yang rendah bila dibandingkan dengan dua ekosistem lainnya. Ekosistem oil palm plantation merupakan ekosistem yang masih dilakukan pemanenan terhadap hasil tanamann berupa kelapa sawit, sehingga di ekosistem ini masih dilakukan perawatan berupa pemupukan tanaman. Pemupukan tanaman dapat meningkatkan kandungan N tersedia untuk tanaman. Rasio C/N menentukan keberhasilan proses pelapukan bahan organik, agar dapat diaplikasikan ketanah. Sesuai dengan karakteristik SNI, rasio C/N kompos yang bagus untuk dijadikan pupuk adalah 10-20%. Menurut Hamoda et al. (1998), rasio C/N yang rendah menunjukkan kandungan unsur hara pada suatu lahan mencukupi bagi tanaman untuk tumbuh, karena proses dekomposi bahan organik berjalan cepat dan sumber makanan bagi fauna tanah tercukupi. Rasio C/N yang rendah menyebabkan tidak adanya persaingan mendapatkan unsur N antara tanaman dan fauna pengurai bahan organik, sehingga tanaman lebih mudah menyerap N.Rata-rata rasio C/N dari empat ekosistem >20%, sehingga menurut SNI kualitas dekomposisi serasah di masing-masing ekosistem kurang bagus.

Kadar Komponen Serat pada Serasah

Selain kadar C dan N pada serasah, terdapat beberapa komponen kimia penyusun serasah. Hasil analisis komponen kimia serasah dari empat ekosistem dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4Hasil analisis kadar komponen kimia serasah Ekosistem NDF NDF: Neutral Detergent Fiber; ADF: Acid Detergent Fiber

Gambar 12 Kandungan C/N pada ekosistem jungle rubber

berdasarkan waktu panen serasah setiap dua minggu

(24)

14

Lignoselulosa merupakan komponen utama tanaman yang menggambarkanjumlah sumber bahan organik yang dapat diperbaharui. Lignoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan beberapa bahan ekstraktif lain. Semua komponen lignoselulosa terdapat pada dinding sel tanaman.Komponen-komponen penyusun dinding sel inilah yang diuraikan oleh mikroorganisme pada proses dekomposisi serasah, sehingga dapatdihasilkan unsur hara yang diperlukan pada suatu ekosistem.Selulosa merupakan struktur dasar sel-sel tumbuhan, sekitar 40% karbon tumbuhan terikat dalam sel-selulosa (Fengel dan Wegener 1995). Komponen yang paling pertama diurai pada proses dokomposisi ialah selulosa.

Neutral Detergent Fiber (NDF) merupakan serat kasar yang mewakili kandungan dinding sel yang terdiri dari lignin, selulosa, hemiselulosa dan protein yang berikatan dengan dinding sel. Hasil analisis menunjukkan ekosistem rubber plantation memiliki nilai NDF tertinggi jika dibandingkan ekosistem lainnya, karena kandungan lignin pada ekosistem rubber plantation paling rendah. Menurunnya kadar NDF disebabkan karena meningkatnya lignin dan mengakibatkan menurunnya hemiselulosa. Tingginya kadar lignin menyebabkan mikroba tidak mampu mengurai hemiselulosa dan selulosa secara sempurna (Crampton dan Haris 1969). Lignin berbeda dari selulosa dan hemiselulosa karena lebih tahan terhadap biodegradasi. Urutan penguraian sisa tumbuhan dimulai dengan penguraian selulosa dan penggunaaan karbon terlarut yang selanjutnya diikuti oleh penguraian protein dan terakhir lignin. Tingginya kadar lignin mengakibatkan laju dekomposisi serasah lambat dan menyebabkan kandungan C tinggi. Acid Detergent Fiber (ADF) mewakili selulosa dan lignin dinding sel tanaman. Serat kasar terutama mengandung selulosa dan hanya sebagian lignin. Analisis ADF dibutuhkan untuk evaluasi kualitas serat.

(25)

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Fauna tanah merupakan organisme dekomposer yang keberadaannya sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan siklus hara pada suatu ekosistem. Siklus hara pada suatu ekosistem dapat dilihat dari kandungan C/N rasio. Korelasi kelimpahan fauna tanah dengan C/N pada ekosistem rubber plantation dan

secondary forest tidak nyata, sedangkan pada ekosistem oil palm plantation dan

jungle rubberbernilai negatif yang menunjukkan hubungan antara keduanya berlawanan arah.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang siklus hara pada empat ekosistem tersebut secara kontinu, berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan.

2. Penelitian ini membuka peluang untuk pengkajian jenis fauna tanah yang dapat meningkatkan perombakan bahan organik sehingga dapat memberikan suplai lebih terhadap kesuburan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulah. 2015. Perbandingan Fenologi Dekomposer pada Empat Tipe Ekositem yang Berbeda. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Adisoemarto S. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Jakarta(ID): Airlangga.

Andersen AN. 2000. Global ecology of rainforest ants: functional groups in relation to environmental stress and disturbance. Di dalam: Agosti D, Majer JD, Alonso LE, Schultz TR, editor. Ants: Standard Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity. Volume 3. Amerika Serikat (US): Smithsonian Inst.hlm 25-34.

Anderson JM,Ingram JSI. 1993. Tropical Soil Biology and Fertility, A Handbook of Methods. Bergamon (GB): OxfordCAB International.

Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Jakarta (ID) : Kanisius.

Arnett RH, Jacques RL. 1995. Guide to Insect. New York (US): Library of Congress Cataloging in Publication Data.

Bachtiar E. 2006. Ilmu Tanah. Medan (ID): Fakultas Pertanian USU.

(26)

16

Binkley CS. 1987. When is the optismal economic rotation longer than the rotation of maximum sustained yield. Enviromen Econimoc Management. 14: 152-158.

Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi ke-6.Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada Univ Pr. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insect.

Borror DJ, De Long DM. 1998. An Introduction to the Study of Insect. London (UK): Sounders College Publishing.

Buckman HO, Brady NC. 1969. Ilmu Tanah. Volume ke-1.Soegiman, penerjemah. Jakarta (ID): Bhratara Aksara. Terjemahan dari:Soil Science

Corbert AS, Pendelbury HM. 1945.The Butterflies of The Malay Peninsula. Malaysia (MY): Malayan Nature Society.

Crampton EW, Haris LE. 1969. Applied Animal Nutrision. California (CA): The Engsminger Publishing Campany.

Devendra C. 1990. Utilization of Feedingstuff from Oil Palm. Malaysia (MY): Malaysian Agricultural Research and Development Institute Serdang Malaysia.

Fengel D, Wegener G. 1995. Kayu Kimia Ultrastruktur Reaksi-Reaksi. Yogyakarta (ID): Gajah Mada Univ Pr. Terjemahan dari: Ultrastruktur Chemical Wood.

Hamoda MF, Abu Qdais HA,Newham J. 1998.Evaluation of municipal solid waste composting kinetics.Conservation and Recycling. 2: 209-223.

Handayanto E, Giller KE, Cadish G. 1997. Manipulation of Nitrogen mineralization from mixtures of legume tree pruning of differrent quality and recovery of nitrogen by maize.Soil Biology and Biochemistry. 29(1): 1417-1426.

Howard RL, Abotsi E, Rensburg JV,Howards. 2003. Lignocellulose biotechnology: issues of bioconversion and enzyme production. African Journal of Biotechnology. 2(1): 602-619.

Kononova MM. 1966. Soil Organic Matter, Its Nature, Role in Soil Formation and in Soil Fertility. Oxford (GB): Oxford Univ Press.

Lehmann J, Gebauer G, Zech W. 2002. Nitrogen cycling assessment in a hedgerow intercropping system using 15N enrichment.Nut Cycl Agroeco. 62:1–9.

Li G, Zhang F. 2000. Solid Wastes Composting and Organic Fertilizer Production. Beijing (CN): Chemical Engineering Press.

Mengel K, Kirkby EA. 1987. Principles of Plant Nutrition. Switzelan(CH): International Potash Institute.

Notohadiprawiro T. 1999. Tanah dan Lingkungannya. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nurmailah ES.1999. Pengaruh Matriconditioning Plus Inokulasi dengan Trichoderma sp. Terhadap Perkecambahan, Kadar Lignin dan Asam Absisat Benih Kelapa Sawit (Elaeis gineensis Jacq.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Petal J. 1998.The Influence of ants on Carbon and Nitrogen Mineralization in Drained Fen Soil.Soil Ecol. 9: 271-272..

(27)

17 Selatan [Skripsi]. Malang (ID): Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya Malang.

Riyanto. 2007. Kepadatan, pola distribusi dan peranan semut pada tanaman di sekitar lingkungan tempat tinggal. Jurnal Penelitian Sains. 10(2): 241-253. Rosleine D, Devi N, Choesin, Sulistyawati E. 2006. The contribution of dominant

tree species to nutrient cycling in a mixed forest ecosystem on mount tangkuban perahu, West Java, Indonesia.International Conference on Mathematics and Natural Sciences (ICMNS). 29-30 November 2006. Bandung-Indonesia.hlm 378-380.

Sudarmin.1999. Pemanfaatan EM4 sebagai Biofermentasi pada Sampah Organik Rumah Tangga. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Suhardjono YR, Pudji A, Erniwati. 1997. Keanekaragaman Takson Arthropoda Tanah pada Lahan Terdegradasi di Jampang Jawa Barat. Prosiding Seminar Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Jakarta. Depok. Hal: 290-293.

Suin MN. 1997. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Susanti S. 1998. Mengenal Capung. Bogor (ID): Puslitbang Biologi-LIPI

Sutejo MM, Kartasapoetra AG. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Sutejo MM. 1992. Pupuk dnn Curu Penurpukun. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Tejoyuwono N. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Thorn RG,Reddy CA, Harris D, Paul EA. 1996.Isolation of Saprophytic Basidiomycetes from soil.Microbiology. 62: 4.288-4.292.

Tian G. 1992.Biologi Effect of Plant Residues With Contrasting Chemical Composition on Plant and Soil Under Humid Tropical Conditions. London (UK): Kluwer Academic Publisher.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia. Yudi S, Sugiyarto, Wiryanto. 2003. Hubungan populasi makrofauna dan

(28)

18

LAMPIRAN

Lampiran 1Perbandingan faktor lingkungan pada empat ekosistem

Faktor Secondary

forest

Rubber plantation

Oil palm plantation

Jungle rubber

Strata vegetasi III II I III

Spesies pohon 4 1 1 1

Ketebalan serasah (cm) 5.20 4.15 0.31 5.85

Suhu tanah (°C) 26.8 27.6 27.8 26.1

Suhu udara (°C) 29.0 29.1 30.0 28.0

Kerapatan tajuk (%) 84 78 64 85

pH tanah 4 4 4 5

(29)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 12 Juni 1993. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Tukul Raharjo dan Sugiyanti. Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu TK ABA Dukuh (1998), SDN 1 Dukuh (1999), Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Bayat pada tahun 2008. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cawas dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri jalur Undangan dan diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa Bidik Misi dari DIKTI.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif mengikuti berbagai organisasi, yaitu anggota Organisasi Mahasiwa Daerah (OMDA) Keluarga Mahasiswa Klaten (KMK) tahun 2011-2015, Dewan Mushola Asrama A1 tahun 2011-2012, Pengurus DKM Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan tahun 2012-2014, anggota Forum Silaturahim Lembaga Dakwah IPB (FSLDKI) tahun 2013-2014, anggota Group Seedling Himpunan Profesi Tree Grower Community (TGC) tahun 2012-2013, serta anggota Group Entomologi Himpunan Profesi Tree Grower Community (TGC) tahun 2013-2014. Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan Lets Fight Again Drugs tahun 2012, Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru 49 (MPKMB 49) tahun 2012, Bersatu dalam Orientasi Anak Rimba (BELANTARA) tahun 2013, Semarak Dunia Kehutanan tahun 2013, TGC

Gambar

Gambar 1Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara pada
Gambar 3Hubungan kelimpahan fauna tanah dengan siklus hara
Gambar 6 Jenis Collembola yang mendominasi; a)  Callyntrura sp.,
Tabel 2 Kandungan C organik (%) di berbagai ekosistem berdasarkan waktu pemanenan serasah setiap dua minggu
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan perairan Indonesia-Filipina diketahuni telah terjadi maraknya kegiatan penyelundupan, mulai dari penyelundupan barang-barang elektronik hingga

Hasil analisis proksimat terhadap kadar gula pereduksi yang terdapat pada albedo semangka yaitu 16,89%, sedangkan terong belanda memiliki kadar gula pereduksi

Sebagai contoh, al-Suyuti yang disenaraikan sebagai seorang daripada ulama yang berada di pertengahan, malah terdapat pendapat lain yang mengatakan beliau menolak shahid

Analisis selanjutnya pada pola hubungan yang terbangun yaitu keragu - raguan antara dunia normal dengan dunia paranormal, dunia su pernatural dalam cerita Rumah Hantu

Stakeholders Terhadap Kinerja Mahasiswa Praktik Pengalaman Lapangan. Bab III, dalam bab ini berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, subjek dan objek Penelitian, sumber

Hal tersebut berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kemandirian anak usia dini ditinjau dari status kerja ibu yaitu tingkat kemandirian anak

Tahanan referensi lentur kayu gergajian dapat ditingkatkan dengan faktor komponen ganda (C r ) sebesar 1,5 apabila kayu digunakan sebagai sambungan, rangka