• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korelasi Pengetahuan Keluarga terhadap Relaps Pasien Gangguan Jiwa Di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang T1 462010076 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Korelasi Pengetahuan Keluarga terhadap Relaps Pasien Gangguan Jiwa Di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang T1 462010076 BAB IV"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

47 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Tempat penelitian

Rumah Sakit Jiwa Daerah Amino Gondohutomo – Semarang, sebagai salah satu pusat rujukan pasien dengan gangguan Jiwa di Jawa Tengah. RSJD Amino Gondohutomo – Semarang merupakan milik pemerintah provinsi Jawa Tengah, dengan tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan jiwa dengan visi “Rumah Sakit pusat rujukan pelayanan

dan pendidikan kesehatan Jiwa kebanggaan Jawa Tengah” (Bidang keperawatan, RSJ Amino Gondo

Hutomo – Jateng 2014).

(2)

48

Rumah Sakit Umum (RSU) daerah pantura selatan dan Utara, dan pelayanan di panti-panti sosial.

Dari data yang di dapat di RSJD Amino Gondohutomo – Semarang, terdapat 776 pasien gangguan jiwa yang relaps selama periode januari sampai dengan mei 2014, pasien gangguan jiwa yang relaps dengan berbagai sebab, di antaranya adalah karena tidak adanya biaya berobat, pasien tersebut sudah merasa sembuh, pasienyang tidak mau minum obat, pasien takut ketergantungan dengan obat psikotik, ketidaktahuan pasien dan keluarga, jarak rumah pasien dengan pelayanan kesehatan jiwa yang cukup jauh, kurangnya support sistem dari keluarga pasien.

(3)

49

– pasien psikotik gangguan jiwa mulai tanggal 2 Februari

1928. Tanggal 2 februari 1928 di tetapkan sebagai hari jadi RSJ pusat Semarang.

Sejak tanggal 4 Oktober 1986, seluruh kegiatan RSJ pusat Semarang pindah ke Jalan Brigjen Sudiarto no 347 Semarang. Tanggal 9 februari 2001, berganti nama menjadi RSJ Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Dr. Amino Gondohutomo sendiri adalah seorang psikiater pertama di Indonesia yang lahir di Surakarta – Jawa Tengah. Tangal 1 Januari 2002 RSJ pusat Dr. Amino Gondohutomo berubah nama menjadi RSJ daerah Dr.Amino Gondohutomo Semarang sesuai SK Gubernur Jawa Tengah no 440/09/2002, Februari 2002.

4.1.2 Pelaksanaan Penelitian

Peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Amino Gondohutomo Semarang pada tanggal 16 juni 2014 – 05 july 2014 dengan probality sampling yaitu dengan memberikan kesempatan yang

(4)

50

pasien gangguan jiwa yang mengalami relaps dan sementara dirawat di rumah sakit jiwa daerah Dr.Amino Gondohutomo – Semarang.

Penelitian dilakukan diseluruh ruangan rawat inap, yang mencakup 12 bangsal, 2 ruang VIP dan 1 ruang HCU/ Upip. Sebelum bertemu dengan keluarga, peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada perawat shift disetiap ruangan, setelah itu peneliti bertemu dengan keluarga pasien yang datang. Sebelum memberikan kuesioner kepada calon responden, peneliti terlebih dahulu membina hubungan saling percaya dengan calon responden. Waktu yang digunakan peneliti untuk pengisian kuesioner sekaligus dengan wawancara rata-rata antara 45-60 menit per responden.

Selama melakukan penelitian, peneliti mengalami beberapa kendala diantaranya adalah :

1. Peneliti kesulitan dalam berbahasa jawa, sebagian besar responden menggunakan bahasa jawa dan sedikit menggunakan bahasa indonesia.

(5)

51

keluarga yang sementara dirawat dan ada yang tidak mau diganggu.

3. Peneliti juga kesulitan menemukan calon responden karena tidak setiap hari keluarga menjenguk anggota keluarga mereka yang sementara dirawat di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang..

4.1.3 Data Umum

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di RSJD Dr. Amino Gondohutomo – Semarang

Jenis kelamin Jumlah Responden (f)

Persentase (%)

Laki – Laki 16 53.33%

Perempuan 14 46.67%

Jumlah Total 30 100%

(6)

52

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia di RSJD Dr. Amino Gondohutomo – Semarang

Tingkat Usia Jumlah Responden (f)

Persentase (%)

17 - 21 tahun 1 3.33 %

21 – 40 tahun 8 26.67 %

40 – 60 tahun 19 63.33 %

> 60 tahun 2 6.67 %

Jumlah Total 30 100 %

Berdasarkan tabel 4.2 menjelaskan bahwa dari 30 responden terdapat 1 responden atau 3.33 % berusia 17 - 21 tahun, sedangkan 8 responden atau 26.67 % berada pada usia 21 - 40 tahun,19 responden atau 63.33 % berusia 40 – 60 tahun dan 2 responden atau 6.67 % berusia diatas 60 tahun.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Hubungan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo – Semarang

Status Hubungan

Jumlah Responden (f)

Persentase (%)

Ayah / Ibu 12 40 %

Kakak / Adik 8 26.67 %

Suami / Istri 5 16.67 %

Anak 1 3.33 %

Saudara 4 13.33 %

(7)

53

Tabel 4.3 diatas menjelaskan bahwa dari 30 responden penelitian terdapat 40 % atau 12 responden yang bersatus ayah/ibu dari pasien yang dirawat, 26.67 % atau 8 responden berstatus kakak/adik, 16.67% atau 5 responden yang berstatus suami/istri, 3.33% atau 1 responden yang berstatus Anak dan 13.33 atau 4 responden merupakan saudara dari pasien yang dirawat di RSJD Dr. Amino Gondohutomo – Semarang.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo – Semarang

Tingkat Pendidikan Jumlah

Responden (f)

Persentase (%

SD 10 33.33 %

SMP 5 16.67 %

SMA 11 36.67 %

Perguruan Tinggi 1 3.33 %

Tidak Sekolah 3 10 %

Jumlah Total 30 100%

(8)

54

yang berpendidikan sampai dengan SMA, 3.33 % atau 1 responden yang berpendidkan sampai perguruan tinggi dan 10 % atau 3 responden yang tidak sekolah.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di RSJD Dr. Amino Gondohutomo – Semarang

Pekerjaan Jumlah

Responden (f)

Persentase (%)

Petani 11 36.67 %

Wiraswasta 11 36.67 %

Pekerjaan lain 8 26.66 %

Jumlah Total 30 100 %

Tabel 4.5 diatas menjelaskan bahwa dari 30 responden terdapat 36.67 % atau 11 responden bekerja sebagai petani, 36.67 % atau 11 responden bekerja sebagai wiraswasta dan 26.66 % memiliki pekerjaan lain.

4.1.4 Data Khusus

4.1.4.1 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Keluarga

(9)

55

pengetahuan keluarga. untuk mengetahui pengkategorian pengetahuan keluarga terhadap anggota keluarga mereka yang mengalami gangguan jiwa digunakan rumus statistik menurut Sudjana (2002)

Panjang kelas (p) =

Rentang kelas

Banyak kelas

Dalam rumusan diatas , menjelaskan bahwa : p= rentang/banyak kelas dan p merupakan panjang kelas, dengan 21 item pernyataan maka, rentang kelas ( nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) yaitu 84 – 54 = 30 dan banyak kelas dibagi atas 2 kategori kelas untuk pengetahuan keluarga, maka diperoleh panjang kelas sebesar 15. Dengan p = 15 dan nilai terendah 54 sebagai batas bawah kelas pertama, maka pengetahuan keluarga dikategorikan atas kelas sebagai berikut :

Pengetahuan keluarga rendah : 54 – 69

Pengatahuan keluarga tinggi : 70 – 84

(10)

56

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Keluarga

No Kategori Jumlah

Responden (f)

persentase

1 Tinggi 16 53,33 %

2 Rendah 14 46.66 %

Jumlah Total 30 100

Berdasarkan tabel distribusi pengetahuan keluarga diatas yang menunjukan bahwa frekuensi pengetahuan keluarga dari pasien rawat inap di RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang yang memiliki pengetahuan tinggi sebanyak 16 responden atau 53.33 % sedangkan responden dengan pengetahuan rendah sebanyak 14 responden atau 46.67 % dari total 30 responden penelitian.

4.1.4.2 Distribusi Frekuensi Relaps Gangguan Jiwa

(11)

57

gangguan jiwa dinilai berdasarkan kejadian relaps gangguan jiwa (Nurdiana, 2007).

Frekuensi relaps pasien gangguan jiwa

Tinggi : Bila pasien dalam satu tahun mengalami relaps lebih dari atau sama dengan dua kali.

Sedang : Bila dalam satu tahun mengalami relaps satu kali.

Rendah : Bila dalam satu tahun tidak pernah mengalami relaps.

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Relaps Pasien Gangguan Jiwa

No Kategori Jumlah

Responden (f)

Persentase (%)

1 Tinggi 14 46.67 %

2 Sedang 10 33.3 %

3 Rendah 6 20 %

Jumlah Total 30 100 %

(12)

58

33.3 % orang pasien gangguan jiwa dan untuk kategori rendah berjumlah 6 atau 20 % dari 30 keluarga pasien gangguan jiwa.

4.1.5 Hasil Penelitian Uji Bivariat

4.1.5.1 Korelasi Pengetahuan Keluarga dengan Relaps Pasien Gangguan Jiwa

Setelah seluruh data – data terkumpulkan, kemudian peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan korelasi Spearman dengan bantuan program komputer SPSS 16 ( statistical program for social science 16). Dari hasil pengolahan data secara

statistik diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.8.1Korelasi Pengetahuan Keluarga Terhadap Frekuensi Relaps Pasien Gangguan Jiwa

Relaps Pengetahuan

Tinggi Sedang Rendah Jumlah

Tinggi 7 5 4 16

Rendah 7 5 2 14

Jumlah Total 14 10 6 30

(13)

59

sedang 5 responden dan rendah 4 responden sedangkan pada responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah,kejadian relaps tinggi sebanyak 7 responden, relaps sedang 5 responden dan relaps rendah 2 responden.

Tabel 4.8.2 Korelasi Pengetahuan Keluarga Terhadap Frekuensi Relaps Pasien Gangguan Jiwa

Pengetahuan relaps

Pengetahuan pearson correlation

Sig (2-tailed)

N

1

30

-.384

.036

30

Relaps pearson correlation

Sig (2-tailed)

N

-.384

.036

30

1

30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

(14)

60

gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino

Gondohutomo Semarang.

Pada tabel 4.8.2 dapat dilihat juga bahwa nilai signifikansi antara pengetahuan keluarga dengan relaps pasien gangguan jiwa yaitu (p) = 0.036 pada penilaian < 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis H0 ditolak dan Hipotesis H1 diterima yaitu ada hubungan pengetahuan keluarga terhadap relaps pasien gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Dr.Amino Gondohutomo Semarang.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Data Demografi

4.2.1.1 Jenis Kelamin

(15)

61

antara jumlah responden laki – laki dan responden perempuan. Dari 30 responden penelitian terdapat 16 responden atau 53.33 % berjenis kelamin laki-laki dan 14 responden atau 46.67 % berjenis kelamin perempuan.

Perbedaan perilaku laki – laki dan perempuan dari cara berpakaian dan melakukan pekerjaan sehari – hari, pria berperilaku atas dasar pertimbangan rasional atau akal sedangakan wanita atas dasar pertimbangan emosional atau perasaan sehingga terdapat kemungkinan wanita lebih peka terhadap munculnya tanda – tanda gangguan jiwa pada anggota keluarganya (Sunaryo, 2004). Jenis kelamin mempengaruhi kepekaan seseorang terhadap munculnya tanda gangguan jiwa, sehingga dapat dikatakan bahwa keberadaan anggota keluarga pria ataupun wanita di rumah dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi upaya pencegahan relaps pasien gangguan jiwa.

4.2.1.2 Umur responden

(16)

62

Indonesia Umur manusia merupakan satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan seseorang sejak lahir sampai dengan waktu umur itu dihitung. Karakteristik berdasarkan umur responden, mayoritas responden berumur 40 – 60 tahun yaitu sebanyak 19 responden (63.33 %), responden yang berumur 17 – 21 tahun yaitu 1 responden (3.33 %), responden yang berumur 21 – 40 sebanyak 8 responden (26.67 %) dan yang berumur > 60 tahun 2 responden (6.67 %) dari total 30 responden penelitian.

Faktor umur perlu dikaji, karena faktor kematangan yang menyangkut pertumbuhan fisik, perkembangan psikologis dan pemenuhan kebutuhan sosial yang dipengaruhi faktor internal berpengaruh terhadap proses belajar. Peneliti membagi rentang umur menjadi 4 kategori yaitu 17 - 21 tahun, 21 – 40 tahun, 40 – 60 tahun dan lebih dari 60 tahun berdasarkan tugas perkembangan dan kemampuan fisiknya. Menurut Sunaryo (2004) Tugas perkembangan pada rentang 20 – 60 tahun adalah economically, intelectually dan emotionally self

(17)

63

individu yang matang, sedangkan individu yang diatas 60 tahun (lanjut usia) secara alamiah terjadi penurunan fungsi dalam tubuh meskipun individu dalam keadaan sehat. Hasil penelitian dengan persentase terbesar berada pada usia 40 – 60 tahun sebanyak 19 responden atau 63.33 % dan 21 – 40 tahun sebanyak 8 responden (26.67 %) yang artinya kedua persentase terbesar dari 2 kategori pembagian umur berdasarkan E.Hurlock berada dalam rentang umur 20 – 60 tahun menunjukan bahwa sebagian besar keluarga dianggap mampu menerima pengetahuan tentang perawatan dan coping mechanism terhadap pasien gangguan jiwa beserta penerapannya dalam kehidupan sehari – hari.

4.2.1.3 Status Hubungan Keluarga

(18)

64

hubungan antar individunya, setiap anggota keluarga memiliki pengaruh yang berbeda pada diri individu. Besarnya pengaruh seorang anggota keluarga bergantung pada hubungan emosional yang terdapat pada anggota keluarga yang satu dengan yang lainnya. Menurut Cicirelli 1996, bukan saja peran orang tua yang sangat penting dalam perkembangan anak atau anggota keluarga lainnya namun, hubungan dengan anggota keluarga lain juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap anggota keluarga yang lain. Hasil penelitian status hubungan responden dengan pasien gangguan jiwa di RSJD Dr. Amino Gondohutomo dari 30 responden terdapat 12 responden (40 %) yang memiliki hubungan sebagai ayah/ibu dari pasien, 8 responden (26.67 %) sebagai kakak/adik dari pasien, 5 responden (16.67) sebagai suami/istri dari pasien, 1 responden (3.33 %) sebagai anak dari pasien dan 4 responden (13.33) memiliki hubungan sebagai saudara dari pasien gangguan jiwa yang rawat inap di RSJD Dr. Amino Gondohutomo.

(19)

65

adalah orang tua, ini dikarenakan sebagian besar pasien gangguan jiwa yang dirawat adalah pasien dengan status belum menikah sehingga masih merupakan tanggung jawab orang tua dalam memenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan sehari – hari maupun kebutuhan kesehatan yang diperlukan

oleh pasien.

4.2.1.4 Pendidikan Responden

Pendidikan merupakan usaha terencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar seseorang secara efektif mengembangkan potensi dirinya. Hasil penelitian berdasarkan tingkat pendidikan, dari 30 responden didapatkan 10 responden (33.33 %) yang pernah menjalani pendidikan tingkat SD, 5 responden (16.67 %) yang menjalani pendidikan tingkat SMP, 11 responden (36.67 %) yang menjalani pendidikan tingkat SMA sedangkan 1 responden (3.33 %) yang menjalani pendidikan sampai perguruan tinggi dan 3 responden lainnya tidak pernah bersekolah.

(20)

66

secara formal maupun informal. Notoadmojo 2010 mengatakan bahwa hasil pendidikan adalah perubahan kemampuan, penampilan atau perilaku yang didasari oleh penambahan pengetahuan, sikap dan keterampilan namun perubahan pengetahuan belum menjamin adanya perubahan perilaku sebab perilaku baru tersebut terkadang memerlukan material. Oleh karena itu untuk adanya perubahan perilaku keluarga terhadap anggota keluarga mereka yang merupakan pasien gangguan jiwa diperlukan dukungan dari segi pengetahuan yang diimbangi dengan faktor fisik (pendapatan) dan nonfisik (pendidikan, sikap, keterampilan) yang seimbang.

4.2.1.5 Pekerjaan Responden

(21)

67

keluarga secara finansial dan menjadi tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil penelitian berdasarkan pada pekerjaan responden dari 30 responden terdapat 11 responden (36.67 %) memiliki pekerjaan sebagai petani sedangkan 11 responden (36.67 %) bekerja sebagai wiraswasta dan 8 responden (26.66 %) memiliki pekerjaan lain. Menurut sulistyono dalam Zulkifli 2004 menyatakan bahwa pekerjaan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan status ekonomi. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa mayoritas responden memiliki pekerjaan sebagai petani dan wiraswsasta sehingga faktor ekonomi (pendapatan) mempengaruhi pelayanan dan perawatan pasien gangguan jiwa.

4.2.2. Identifikasi Variabel Penelitian

4.2.2.1 Tingkat Pengetahuan Responden

(22)

68

mengajukan pertanyaan secara langsung (wawancara) atau perntanyaan tertulis (kuesioner) indikator pengetahuan kesehatan adalah tingginya pengetahuan ressponden tentang variabel atau komponen kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden ditempat penelitian terbagi atas 2 tingkat. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah sebanyak 14 responden (46.67 %) dan yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 16 responden (53.33 %) dari total 30 responden.

Menurut Notoatmodjo (2005) mengatakan bahwa pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus yang diperoleh. Pengalaman atau apa yang telah dipelajari sebelumnya akan menyebabkan terjadi perbedaan interpretasi yang kemudian berpengaruh terhadap perilaku keluarga dalam bertindak dan memperlakukan pasien gangguan jiwa, yang berarti keluarga berada pada tingkatan amplikasi sesuai dengan tingkatan

(23)

69

4.2.2.2 Frekuensi Relaps Gangguan Jiwa

Penelitian ini mengukur frekuensi relaps pasien gangguan jiwa selama pasien mengalami gangguan jiwa. Frekuensi relaps yang digunakan yaitu frekuensi relaps dari Nurdiana (2007) yang mengatakan bahwa frekuensi relaps tinggi bila pasien dalam satu tahun mengalami relaps lebih dari atau sama dengan dua kali sedangkan sedang bila dalam satu tahun mengalami relaps satu kali dan rendah bila dalam satu tahun tidak pernah mengalami relaps. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 30 responden terdapat 14 responden (46.67 %) yang anggota keluarganya mengalami relaps pada tingkatan tinggi, sedangkan 10 responden (33.33 %) anggota keluarganya mengalami relaps pada tingkatan sedang dan 6 responden (20 %) anggota keluarga responden yang mengalami relaps tingkat rendah di RSJD Dr.Amino Gondohutomo Semarang.

(24)

70

rumah sakit saja, tetapi juga dari faktor keluarga. Peran serta keluarga dalam proses penyembuhan dan perawatan pasien gangguan jiwa dari berapa kali pasien dirawat atau mengalami relaps. Tomb 2004 menyatakan bahwa pasien gangguan jiwa yang paling beresiko untuk mengalami relaps adalah pasien yang berasal dari keluarga yang tidak memberikan kebebasan kepada penderita dan mensituasikan pasien seolah – olah dalam keadaan sakit, dan tidak adanya kepercayaan yang diberikan keluarga pada pasien.

4.2.3 Korelasi Pengetahuan Keluarga Terhadap Relaps Pasien Gangguan Jiwa

(25)

71

Relaps merupakan indikator yang menunjukan kondisi kesehatan pasien, termasuk pada pasien gangguan jiwa . Blum tahun 1974 dalam Notoatmodjo 2003 menegaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sehat atau tidaknya seseorang yakni faktor keturunan, lingkungan, faktor pelayanan kesehatan dan faktor perilaku. Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai peran yang paling besar terhadap status kesehatan, yang disusul oleh perilaku, pelayan kesehatan, keturunan dan selanjutnya pengetahuan berada diarea lingkungan dan perilaku. Lingkungan yang dalam lingkup terkecil adalah keluarga , dianggap paling berperan penting dalam proses penyembuhan pasien, bukan hanya obat dan terapi medis saja. Anggota keluarga dalam rentang umur 20 – 60 tahun dianggap mampu menerima pengetahuan tentang perawatan pasien dan coping mechanism keluarga terhadap pasien gangguan jiwa serta penerapanya dalam kehidupan sehari – hari, berkaitan dengan fungsi ekonomi, intelektual, dan emosional yang telah terpenuhi.

(26)

72

perempuan mempengaruhi kepekaan keluarga atas munculnya tanda gangguan jiwa yang berpengaruh pada ada -tidaknya upaya pencegahan relaps pasien gangguan jiwa. Kedua faktor diatas apabila didukung dengan pendidikan keluarga dapat memperkuat upaya keluarga dalam berprilaku kepada anggota keluarga mereka yang mengalami gangguan jiwa. Hasil pendidikan adalah perubahan kemampuan, sikap dan keterampilan Oleh karena itu keluarga sebagai bagian dari lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kesehatan. Semakin tingginya tingkat pendidikan diharapkan akan semakin luas pula pengetahuan responden serta semakin mudah dan cepat dalam menerima informasi dari berbagai media tentang kesehatan/gangguan jiwa. Hal ini didukung oleh pendapat Santoso 1994 yang menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh maka semakin mudah dalam menyerap informasi baru.

(27)

73

pasien. Berdasarkan hasil uji korelasi antara pengetahuan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa bahwa terdapat hubungan yang lamah antar kedua variabel tersebut yang berarti bukan saja pengetahuan keluarga yang menjadi satu – satunya penyebab terjadinya relaps tetapi bisa dipengaruhi oleh faktor lain yaitu pasien sendri maupun dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien gangguan jiwa.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kejelasan korelasi pengetahuan keluarga terhadap relaps pasien gangguan jiwa di RSJD Dr.Amino Gondohutomo, namun peneliti menyadari bahwa masih banyak keterbatasan , antara lain :

1. Peneliti hanya menggunakan alat instrumen penelitian yaitu kuesioner yang diberikan kepada responden sehingga dimungkinkan jawaban responden tidak konsisten atau tidak jujur. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh situasi dan kondisi saat pelaksanaan pengisian kuesioner

(28)

74

terhadap relaps pasien gangguan jiwa, padahal masih banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya relaps , baik dari keluarga, lingkungan maupun dari pasien sendri.

3. Keterbatasan waktu dalam pelaksanan penelitian ini yang menyebabkan hasil penelitian yang tidak maksimal.

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.4
Tabel 4.5
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan hambatan yang mempengaruhi perkembangan usaha home industri kerajinan keramik dan gerabah di Dusun Pagerjurang, Klaten, Jawa Tengah

Demikian Berita Acara ini dibuat dan salinannya di-upload pada website Website LPSE KEMENTERI AN ESDM Situs I nternet http:/ / eproc.esdm.go.id/ oleh Panitia

Berikut merupakan peran-peran yang dapat diambil oleh masing-masing pihak untuk mencegah atau mengatasi adanya berbagai bentuk tindakan kecurangan akademik khususnya

Bangunan Gedung Ncgara otau pemerinta.h , mcrupakiur .jcnis bangrrnan yang kepemilikan dan pengerola.rnya .ilakukan oleh Negara atau pemerintah. dapat berupa bangunan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet Fe di wilayah

Pengaruh bilangan Reynolds dan jarak antar titik pusat sirip dalam arah streamwise terhadap penurunan tekanan ( pressure drop ) dan faktor gesekan dari sirip-sirip pin

Disertasi Pengaruh Partikel Pb Yang Terkandung Dalam ..... ADLN - Perpustakaan

Setiap Pemegang saham public DVLA yang secara tegas memberikan suara tidak setuju atas rencana Penggabungan Usaha pada saat RUPSLB DVLA dan bermaksud untuk menjual saham