• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

SURYA 38 Vol.01, No.XIV, April 2013 Sri Hananto Ponco Nugroho

… ………...……….…… …… . .….

ABSTRAK

…… … ...………. …… …… . Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya flebitis, antara lain faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta agen infeksius, rotasi tempat setiap 72-96 jam dapat mengurangi flebitis. Namun, banyak pasien yang belum mengetahui hal ini sehingga beranggapan lokasi infus tidak harus diganti jika tidak timbul keluhan.. Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus terhadap sikap pasien dalam penggantian posisi infus.

Desain penelitian ini pra-eksperimentalpostes only design. Dengan teknik simple random sampling diperoleh sampel 34 responden di ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan. Pengambilan data dengan kuesioner dan analisis data dengan uji Chi Square.

Hasil penelitian ini sebagian besar responden yaitu 82,35% menerima penggantian posisi infus setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang terapi infus. Hasil uji Chi Square menunjukkan nilai signifikan 0,000, hipotesis diterima.

Disimpulan bahwa pengaruh pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus terhadap sikap pasien dalam penggantian posisi infuse di ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan. Maka diharapkan rumah sakit dapat memberikan media pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga sehingga dapat membantu menambah pengetahuan khususnya tentang terapi infus.

Kata Kunci : Pendidikan Kesehatan, Sikap,Penggantian Posisi Infus

PENDAHULUAN

. …… . … … . Hampir semua pasien yang dirawat di rumah sakit 50% diantaranya mendapat terapi intravena. Terapi ini hampir diberikan disemua unit pelayanan kesehatan seperti ditemukan dalam perawatan akut, perawatan emergensi, perawatan ambulatory, dan perawatan kesehatan di rumah. Hal ini membuat besarnya populasi yang berisiko terhadap infeksi yang berhubungan intervena (IV) (Schaffer, dkk, 2000). Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Sampai saat ini perawat masih belum melaksanakan pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus secara optimal. Tidak jarang terjadi masalah atau komplikasi dari pemasangan kateter intravena ini. Mayoritas masalah yang berhubungan dengan IV terletak pada sistem infus atau tempat penusukan vena. Infeksi ataupun komplikasi lokal bisa terjadi akibat

pemasangan infus (Steven and Anderson, 2003 dalam Gayatri dan Handiyani, 2007). Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya flebitis, antara lain faktor mekanis seperti bahan, ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi serta agen infeksius, rotasi tempat setiap 72-96 jam dapat mengurangi flebitis dan set infus harus diganti jika rusak atau secara rutin tiap 72 jam (Darmawan, 2008). Namun, banyak pasien yang belum mengetahui hal ini sehingga beranggapan lokasi infus tidak harus diganti jika tidak timbul keluhan.

Survei prevalensi yang dilakukan WHO di 55 rumah sakit dari 14 negara yang mewakili 4 Kawasan WHO (Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien rumah sakit mengalami infeksi nosokomial. Setiap saat, lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita komplikasi dari infeksi yang diperoleh di rumah sakit. Frekuensi tertinggi infeksi nosokomial dilaporkan dari rumah

(2)

SURYA 39 Vol.01, No.XIV, April 2013 sakit di Kawasan Timur Tengah dan Asia

Tenggara (11,8% dan 10,0% masing-masing), dengan prevalensi 7,7% dan 9,0% masing-masing di Kawasan Eropa dan Pasifik Barat (WHO, 2002).

Kejadian flebitis di rumah sakit bekisar antara 20-80 %. Di Indonesia belum ada angka yang pasti tentang prevalensi flebitis mungkin disebabkan penelitian yang berkaitan dengan terapi intravena dan publikasinya masih jarang. Contohnya angka kejadian flebitis di salah satu rumah sakit di Jakarta didapatkan 10 %. Angka tersebut memang tidak terlalu besar namun masih di atas standart yang ditetapkan oleh Intravenous Nurses Society (INS) 5% (Pujasari dan Sumawarti, 2002).

Pelayanan keperawatan yang bebas dari infeksi merupakan indikator kualitas pelayanan keperawatan. Menurut Dougherty (2010), beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya keluhan pada lokasi pemasangan infus antara lain aktivitas pasien, jenis larutan dan obat-obatan, durasi terapi dan terapi intravena sebelumnya. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu flebitis, hematoma, infiltrasi, tromboflebitis, emboli udara (Hinlay, 2006). Dampak lain yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus bagi pasien menimbulkan dampak yang nyata yaitu ketidaknyamanan pasien, pergantian kateter baru, menambah lama perawatan, dan akan menambah biaya perawatan di rumah sakit. Bagi mutu pelayanan rumah sakit akan menyebabkan izin operasional sebuah rumah sakit dicabut dikarenakan tingginya angka kejadian infeksi flebitis, beban kerja atau tugas bertambah bagi tenaga kesehatan, dapat menimbulkan terjadinya tuntutan menurunkan citra dan kualitas pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008). Karena adanya risiko terjadi infeksi maka penjelasan awal atau pemberian pendidikan kesehatan yang lebih lengkap tentang pemasangan infuse atau terapi IV harus diberikan agar memberikan pemahaman yang lebih adekuat bagi pasien dan keluarga.

Berdasar uraian diatas komplikasi terapi infus sangat merugikan bagi pasien dan mutu pelayanan rumah sakit. Menurut

Hidayat (2008), selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru, ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi, observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain,

Dari fenomena di atas peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus terhadap sikap pasien dalam penggantian posisi infus di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan tahun 2011.

.

METODE PENELITIAN.… … .…

Desain penelitian adalah suartu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental yaitu suatu rancangan penelitian yang dipergunakan untuk mencari hubungan sebab akibat dengan adanya keterlibatan peneliti dalam melakukan manipulasi terhadap variabel bebas. Jenis desain yang digunakan adalah desain pra eksperimen postes only design (one shot Case study). Pada desain penelitian ini perlakuan telah dilakukan kemudian dilakukan observasi atau post test. Selama penelitian tidak ada kelompok control, sehingga hasil atau postes tidak mungkin dibandingkan dengan yang lain. Hasil observasi atau postes hanya memberikan informasi secara deskriptif (Riyanto A, 2011: 56).

HASIL .PENELITIAN

1. Data Umum 1. Jenis kelamin

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan 2011 No Jenis kelamin Frek (%) 1. 2. Laki-laki Perempuan 16 18 47.06 52.94 Total 34 100

(3)

SURYA 40 Vol.01, No.XIV, April 2013 Dari tabel 1 diatas menunjukkan

bahwa lebih dari sebagian responden yaitu 52,94% berjenis kelamin perempuan dan kurang dari sebagian responden yaitu 47,06% berjenis kelamin laki-laki.

2. Umur

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan 2011

Dari tabel 2 diatas menunjukkan bahwa kurang dari sebagian responden yaitu 29,41% berumur 50-60 tahun dan sebagian keil responden yaitu 20,59% berumur 30-39 tahun.

3. Tingkat Pendidikan.

Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan 2011

Dari tabel 3 diatas menunjukkan bahwa kurang dari sebagian yaitu 35,29% responden mengenyam pendidikan SMA dan sebagian kecil responden yaitu 8,82% berpendidikan SD.

4. Jenis Pekerjaan.

Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan tahun 2011

Dari tabel 4 diatas menunjukkan bahwa kurang dari sebagian yaitu 29,41% responden bekerja pada bidang wiraswasta dan sebagian kecil responden yaitu 20,59% bekerja sebagai pegawai swasta/buruh lepas. 5. Riwayat Masuk Rumah Sakit

Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Masuk Rumah Sakit Di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan 2011

Dari tabel 5 diatas menunjukkan bahwa lebih dari sebagian responden yaitu 55,88% belum pernah masuk rumah sakit dan kurang dari sebagian responden yaitu 44,12% sudah pernah masuk rumah sakit.

2. Data Khusus

1) Distribusi sikap pasien dalam penggantian posisi infus setelah diberikan pendidikan kesehatan.

Tabel 6 Distribusi sikap pasien dalam penggantian posisi infus setelah diberikan pendidikan kesehatan Di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan 2011

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu

No Umur Frek (%) 1. 2. 3. 4. 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50-60 tahun 8 7 9 10 23,53 20,59 26,47 29,41 Total 34 100 No Tingkat pendidikan Frek (%) 1. 2. 3. 4. SD SMP SMA Perguruan tinggi 3 10 12 9 8,82 29,41 35,29 26,47 Total 34 100 No Pekerjaan Frek (%) 1. 2. 3 4. Tani Wiraswasta Pegawai Swasta/buruh lepas PNS/TNI/POLRI 8 10 7 8 23,53 29,41 20,59 23,53 Total 34 100

No Sikap pasien Frek (%) 1. 2. Pernah MRS Belum pernah MRS 15 19 44,12 55,88 Total 34 100 No Sikap pasien Frek (%) 1. 2. Menerima Menolak 28 6 82,35 17,65 Total 34 100

(4)

SURYA 41 Vol.01, No.XIV, April 2013 82,35% menerima penggantian posisi infus

setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang terapi infus.

2) Distribusi pengaruh pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus terhadap sikap pasien dalam penggantian posisi infus.

Tabel 7 Distribusi pengaruh pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus terhadap sikap pasien dalam penggantian posisi infus Di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan 2011

Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sebelum dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang pemasangan infus yaitu sebagian besar responden sebanyak 34 responden (100%) menolak penggantian posisi infus sebelum dilakukan pendidikan kesehatan sedangkan sebagian besar responden yaitu 28 responden (82,35%) menerima penggantian posisi infus setelah diberikan pendidikan kesehatan.

Kemudian dari hasil uji statistik chi square diperoleh nilai signifikan 0,00 yang lebih kecil dari α = 0,05, sehingga hipotesis diterima yaitu ada perbedaan sikap pasien dalam penggantian posisi infus pada sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus di ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan

PEMBAHASAN .… .…

1. Sikap pasien dalam penggantian posisi infus setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu 82,35% menerima penggantian posisi infus

setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang terapi infus. Dari tabel 4.3 menunjukkan kurang dari sebagian yaitu 35,29% responden berpendidikan SMA.

Menurut Azwar S, (2010) pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah mendapatkan informasi dan akhirnya mempengaruhi perilaku seseorang.

Hasil penelitian di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan sesuai dengan teori diatas bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan dapat memberikan manfaat dalam penggantian posisi infus. Hal ini menunjukkan banyak responden yang bersikap positif atau menerima penggantian posisi infus karena telah mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang berbagai hal tentang terapi infus. Sikap positif responden dapat dipengaruhi salah satunya dari tingkat pendidikan responden yang sebagian besar adalah SMA dan kematangan responden juga dapat mempengaruhi responden dalam menyikapi setiap informasi yang telah diberikan oleh orang yang dianggap penting yaitu perawat yang dianggap lebih mengetahui pentingnya penggantian posisi infus bagi diri responden. Hal ini akan mendasari sikap responden untuk memilih hal yang dianggap lebih penting dan utama yaitu mengurangi risiko terjadi komplikasi dan rasa sakit yang lebih besar atau penyakitnya bertambah parah jika tidak dilakukan penggantian infus.

2. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus terhadap sikap pasien dalam penggantin posisi infus

Tabel 7 diatas menunjukkan terdapat perbedaan sebelum dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang pemasangan infus yaitu sebagian beasr responden sebanyak 34 responden (100%) menolak penggantian posisi infus sebelum dilakukan pendidikan kesehatan

No Pendidikan

kesehatan

Sikap pasien Total

Menerima Menolak f F F 1. 2. Sebelum Sesudah 0 28 34 6 34 34 Jumlah 28 40 68

(5)

SURYA 42 Vol.01, No.XIV, April 2013 sedangkan sebagian besar responden yaitu

28 responden (82,35%) menerima penggantian posisi infus setelah diberikan pendidikan kesehatan.

Kemudian dari hasil uji statistik chi square diperoleh nilai signifikan 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05, sehingga hipotesis diterima yaitu Ada perbedaan sikap pasien dalam penggantian posisi infus pada sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang prosedur pemasangan infus di ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan tahun 2011.

Pendidikan kesehatan sebagai sejumlah pengalaman yang berengaruh terhadap pengetahuan, sikap dan kebiasaan seseorang akan masalah tertentu (Notoatmodjo, 2003). Menurut (Walgito, 2003) sikap sangat berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan seseorangnya. Sikap seseorang terhadap suatu objek menunjukkan pengetahuan orang tersebut terhadap objek yang bersangkutan. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya (Azwar S, 2010). Hasil penelitian ini yang dilakukan oleh Mulyani (2010), yang menyatakan rata-rata kejadian phlebitis waktu ≥ 24 jam dan ≤ 72 jam setelah pemasangan terapi intravena. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian lokasi pemasangan infus sebelum terjadi phlebitis sebanyak 11 responden (91,7%). Sedangkan penggantian lokasi pemasangan infus yang terjadi phlebitis sebanyak 20 responden (41,7%).

Hasil penelitian di ruang Shofa RS Muhammafiyah Lamongan sesuai dengan teori diatas. Sebagian besar responden bersikap menerima penggantian posisi infus setelah diberikan pendidikan kesehatan. Hal ini dikarenakan pendidikan kesehatan memberikan informasi kesehatan yang akan dapat menambah pengetahuan yang lebih baik kepada responden. Pendidikan kesehatan tentang

pemasangan infus dapat memberikan informasi tentang manfaat dari pemasangan infus sampai dengan alas an kenapa harus dilakukan penggantian posisi infus. Responden yang sebelumnya menganggap bahwa pemasangan infus akan memberikan rasa sakit pada dirinya akan tetap menerima penggantian infus karena mengerti bahwa jika tidak dilakukan penggantian posisi infus akan berdampak buruk pada kesehatannya.

Dengan adanya persepsi yang negatif dari kebanyakan pasien yang terpasang infus, maka pendidikan kesehatan sangat perlu diberikan dengan memberikan penjelasan langsung kepada setiap pasien yang akan dilakukan penggantian posisi infus. Pemberian informasi yang adekuat kepada pasien termasuk juga keluarga pasien akan sangat membantu menimbulkan sikap yang kooperatif sehingga dengan sikap tersebut dapat membantu pelaksanaan proses pengobatan dan perawatan menjadi lebh mudah dan diharapkan pula mempercepat proses penyembuhan pasien.

KESIMPULAN DAN SARAN. …

1. Kesimpulan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1) Sebagian besar responden menerima penggantian posisi infus setelah dilakukan pendidikan kesehatan. 2) Ada pengaruh pendidikan kesehatan

tentang prosedur pemasangan infus terhadap sikap pasien dalam penggantin posisi infus di Ruang Shofa RS Muhammadiyah Lamongan

2. Saran

Diharapkan dalam lebih kooperatif dalam menerima tindakan medis atau keperawatan yang disarankan di rumah sakit. Selain itu, responden perlu untuk meningkatkan pengetahuan tentang

(6)

SURYA 43 Vol.01, No.XIV, April 2013 pentingnya terapi infus dan perawatannya

sehingga akan dapat membantu pelaksanaan perawatan di ruamh sakit dan dapat mencegah timbulnya komplikasi yang dapat ditimbulkan dari terapi infus.

Bagi instansi rumah sakit, diharapkan dapat memberikan media pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga sehingga dapat membantu menambah pengetahuan pasien khususnya tentang terapi infus secara umum.

Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lanjutan yang berhubungan dengan pendidikan kesehatan dan terapi infus dengan menghubungkan dengan faktor lain serta dengan menggunakan metode penelitian serta jumlah responden yang lebih representatif sehingga memperoleh hasil yang lebih maksimal.

. . .DAFTAR PUSTAKA . . .

Ahmadi, A (2007). Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta.

Azwar, S (2002). Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Azwar, S (2010) Sikap Manusia Teori Dan Pengukurannya Edisi Revisi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,

D. Schaffer, Susan, dkk, (2000). Pencegahan Infeksi dan Praktik yang Aman (Pocket Guide Infection Prevention and Safe Practise). Jakarta : EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Darmadi. (2008). Gambaran Penderita Infeksi Nosokomial Pada Pasien Rawat Inap Di RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo tahun 2010. http://repository.unhas.ac.id/handle/12 3456789/225 diakses pada tanggal 15 Juni 2011.

Darmawan, I. (2008). Penyebab dan Cara Mengatasi Flebitis. http :www.Iyan@Otsuka.com.id diakses pada tanggal 15 Juni 2011.

Dougherty; Bravery, K; Gabriel, J; Kayley, J; Scales, K; & Inwood, S. (2010).Standards for infusion therapy. The RCN IV Therapy Forum.

Gayatri D., Handayani, H., (2007). Hubungan Jarak Pemasangan Terapi Intravena Dari Persendian Terhadap Waktu Terjadinya Flebitis. Jurnal Keperawatan Universitas Indonesia, Volume 11, No.1, hal 1-5. Available from:repository.ui.ac.id/.../6700d2fb60 561ed49a0e7b1dc8723c59f6dd9a32.pd f diakses pada tanggal 15 Juni 2011. Hidayat, A.A. (2008). Pengantar Kebutuhan

Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Hinlay. (2006). Terapi Intravena pada pasien di rumah sakit. Yogyakarta : Nuha Medika.

Kuntoro, H. (2007). Metode Statistik. Surabaya : Pustaka Melati

Nursalam. (2003). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, Infomedika, Jakarta.

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan Edisi 2 pedoman Skipsi, Tesis dan Instrumen penelitian keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Notoatmodjo, S., (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi. PT Rineka Cipta, Jakarta.

Perry dan Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktek. Edisi 4. Alih bahasa Renata Komalasari. Jakarta : EGC.

Sugiyono. (2010). Stastistika Untuk Penelitian. Alfabeta, Jakarta.

Suyanto & Salamah. (2009). Riset kebidanan: Metodologi dan aplikasi. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

Referensi

Dokumen terkait

Mengubah Lampiran Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 16/PER/M.KUKM/XII/2016 tentang Pedoman Pelaksanaan Revitalisasi Pasar Rakyat

Mata kuliah Pengajaran Mikro ini ditempuh oleh mahasiswa selama satu semester yang intensif dilakukan pada semester enam dalam 2 kali tatap muka (200 menit). Pengajaran

Kencana, Jakarta, hlm.. memaksakan sebuah penyelesaian tertentu. Dari sini terlihat jelas perbedaan antara upaya damai melalui mediasi dengan upaya damai yang diatur

Responden penelitian ini berjumlah 32 balita penderita gizi buruk di wilayah Kalisat Kabupaten Jember, yang terdiri dari 16 balita gizi buruk sebagai kelompok eksperimen

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sistem mobile robot yang embedded dalam hal pengendalian maupun pengenalan gambar arah anak panah, juga mobile robot

If the last event is a complaint, (1) it may be the only complaint voiced (no prior complaints from this customer), (2) there may have been a prior complaint voiced 28

• Memperkuat hasil-hasil penelitian sebelumnya The People’s Choice dan Personal Influence, bahwa pilihan seseorang sudah terbentuk secara stabil sebelum pemilu dilakukan,

[r]