• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II METODE KETELADANAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK USIA DINI. nyata yang sesuai dengan ajaran Islam. 1 Secara etimologi keteladanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II METODE KETELADANAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK USIA DINI. nyata yang sesuai dengan ajaran Islam. 1 Secara etimologi keteladanan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

20

METODE KETELADANAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK USIA DINI

A. Metode Keteladanan

1. Pengertian Metode Keteladanan

Keteladanan dapat diartikan dari dua sudut pandang yaitu secara etimologi dan terminologi. Secara terminologi keteladanan (uswah) adalah dakwah dengan memberikan contoh yang baik melalui perbuatan nyata yang sesuai dengan ajaran Islam.1 Secara etimologi keteladanan berasal dari kata teladan yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh”. Dengan demikian, keteladanan berarti hal yang dapat ditiru atau dicontoh. 2

Metode keteladanan ini merupakan metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan. Suri tauladan dari para pendidik merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam pendidikan anak. Pendidik terutama orangtua dalam rumah tangga dan guru di sekolah adalah contoh ideal bagi anak. Salah satu ciri utama anak adalah meniru, sadar atau tidak, akan meneladani segala sikap, tindakan, dan prilaku orangtuanya, baik dalam bentuk perkataan dan perbuatan maupun dalam pemunculan sikap-sikap kejiwaan, serta emosi, sentimen, dan kepekaan.3

1

Yunan Yusuf. Metode Dalwah, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 203.

2Lukman Ali, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), hlm. 1025.

(2)

Dengan demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukan atau mewujudkannya, sehingga orang yang diikuti disebut dengan teladan. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan bahwa metode keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa perilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak.

Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah metode yang paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial. Sebab, seorang pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak, bahkan semua keteladanaan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, inderawi, maupun spritual.

Meskipun anak berpotensi besar untuk meraih sifat-sifat baik dan menerima dasar-dasar pendidikan yang mulia, ia akan jauh dari kenyataan positif dan terpuji jika dengan kedua matanya ia melihat langsung pendidikan yang tidak bermoral. Memang yang mudah bagi pendidikan adalah mengajarkan berbagai teori pendidikan kepada anak, sedang yang sulit bagi anak adalah menpraktekan teori tersebut jika orang yang mengajarkan dan mendidiknya tidak pernah melakukannya atau perbuatannya tidak sesuai dengan ucapannya.4

4Abdulloh Nashih Ulwa, Pendidikan Anak Menurut Islam:Kaidah-Kaidah Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 1-2.

(3)

Keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik anak. Implementasi dari keteladanan ini adalah orangtua dan guru menjadi figur yang akan ditiru oleh anak di mana tindak tanduk dari orangtua dan guru tersebut harus diperhatikan. Mulai dari pakaiannya yang sopan, tingkah laku dan perangainya yang baik, bicaranya yang sopan dan penuh kasih sayang kepada anak. Hal ini jika terlaksana dengan baik, secara langsung anak akan meniru perangai orangtua dan gurunya.

Secara psikologi manusia butuh akan teladan (peniruan) yang lahir dari ghorizah (naluri) yang bersemayam dalam jiwa yang disebut juga taqlid. Yang dimaksud peniruan disini adalah hasrat yang mendorong anak, seseorang untuk prilaku orang dewasa, atau orang yang mempunyai pengaruh.8 Misalnya dari kecil anaknya belajar berjalan, berbicara, kebiasaan-kebiasaan lainnya. Setelah anak bisa berbicara ia akan berbicara sesuai bahasa dimana lingkungan tersebut berada. Pada dasarnya peniruan itu mempunyai tiga unsur, yaitu:

1. Keinginan atau dorongan untuk meniru 2. Kesiapan untuk meniru

3. Tujuan meniru. 5

Sedangkan menurut Abd. Aziz Al-Quusyy, pada dasarnya peniruan itu mempunyai dua unsur. Menurut beliau adanya unsur ketiga sudah pasti jika ada unsur pertama dan kedua. Karena unsur ketiga merupakan bertemunya unsur pertama dan kedua. 6

5

Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip Dan Metode Pendidikan Islam (Bandung: Diponegoro, 1996), hlm. 283.

6Abdul Aziz Al-Quussy, Ilmu Jiwa, Prinsip-Prinsip dan implementasinya Dalam Pendidikan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 279.

(4)

Dalam dunia pendidikan banyak ditemukan keragaman bagaimana cara mendidik atau membimbing anak, siswa dalam proses pembelajaran formal maupun non formal (masyarakat). Namun terpenting adalah bagaimana orangtua, guru, pemimpin untuk menanam rasa iman, rasa cinta kepada Allah, rasa nikmatnya beribadah shalat, puasa, rasa hormat dan patuh kepada orangtua, saling menghormati atau menghargai sesama dan lain sebagainya. Hal ini agak sulit jika ditempuh dengan cara pendekatan empiris atau logis. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan, seorang pendidik dapat saja menyusun sistem pendidikan yang lengkap, dengan menggunakan seperangkat metode atau strategi sebagai pedoman atau acuan dalam bertindak serta mencapai tujuan dalam pendidikan. 7

Namun keteladanan seorang pendidik sangatlah penting dalam interaksinya dengan anak didik. Karena pendidikan tidak hanya sekedar menangkap atau memperoleh makna dari sesuatu dari ucapan pendidiknya, akan tetapi justru melalui keseluruhan kpribadian yang tergambar pada sikap dan tingkah laku para pendidiknya. 8

Dalam pendidikan Islam kosep keteladanan yang dapat dijadikan sebagai cermin dan model dalam pembentukan kpribadian seorang muslim adalah keteladanan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Rasulullah mampu mengekspresikan kebenaran, kebajikan, kelurusan, dan ketinggian pada akhlaknya. Dalam keadaan seperti sedih, gembira, dan lain-lain yang bersifat fisik, beliau senantiasa menahan diri. Bila tertawa, ’’beliau tidak terbahak-bahak kecuali tersenyum.’’ Jika menghadapi sesuatu yang menyedihkan, beliau menyembunyikannya

7Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,1992), hlm. 142.

(5)

serta menahan amarah Jika kesedihanya terus bertambah beliau pun tidak mengubah tabiatnya, yang penuh kemuliaan dan kebajikan.9

Berkaitan dengan makna keteladanan, Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa keteladanan mengandung nilai-nilai pendidikan yang teraplikasi, sehingga keteladanan memiliki azas pemdidikan sebagai berikut:

1. Pendidikan Islam merupakan konsep yang senantiasa menyeruhkan pada jalan Allah, Dengan demikian, Seseorang pendidik dituntut untuk menjadi teladan di hadapan anak didiknya. Karena sedikit banyak anak didik akan meniru apa yang dilakukan pendidiknya (guru).

2. Sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah SAW sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidikan. Islam tidak menyajikan keteladanan ini untuk menunjukan kekaguman yang negatif atau perenungan imajinasi belaka, melainkan Islam menyajikannya agar manusia dapat menerapkan pada dirinya. Demikianlah, keteladanan dalam islam senantiasa terlihat dan tergambar jelas sehingga tidak beralih menjadi imajinasi kecintaan spiritual tanpa dampak yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. 10 2. Dasar Penggunaan Metode Keteladanan

Penggunaan metode yang tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Cukup banyak bahan pelajaran yang terbuang dengan percuma hanya karena penggunaan metode menurut kehendak guru dan mengabaikan

9

Ahmad Umar Hasyim , Menjadi Muslim Kafafah: Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, (Jogjakarta: Mitra Pustaka, 2004), hlm. 29..

10Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, Dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insan Press, 1996), hlm. 263.

(6)

kebutuhan siswa, fasilitas serta situasi kelas. Seharusnya penggunaan metode dapat menunjang pencapaian tujuan pengajaran, bukannya tujuan yang harus menyesuaikan diri dengan metode.11

Dengan kata lain penggunaan metode mengajar dimaksudkan pula agar pelaksanaan pembelajaran menjadi efektif dan efisien. Dikatakan efektif bila tujuan dapat dicapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Kemudian dikatakan efisien, bila penerapan metode dalam menghasilkan sesuatu yang diharapkan itu relatif, artinya menggunakan tenaga sedikit mungkin, usaha yang minimum, pengeluaran yang sedikit dan membutuhkan waktu yang tidak lama. 12

Pentingnya metode mengajar yang harus dimiliki oleh guru, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Abdullah Nasih Ulwan “Keteladanan dalam pengajaran adalah metode influentif yang meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk anak dalam moral, spiritual dan sosial”.13

Masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam hal baik buruknya anak. Jika pengajar jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, keberanian dan dalam sikap yang menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Dan jika pengajar bohong, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina, maka anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut dan hina.14

11Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi belajar Mengajar, (Jakarta : rineka Cipta, 1996), hlm 87

12Rosyadi Lukman, Modul Program Sertifikasi Guru MI, (Jakarta : Dirjen Binbaga, 2002) hlm 6.

13Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pengajaran Anak dalam Islam, (Semarang CV. Asy Syifa,1991, Jilid 2), hlm 2

(7)

Untuk itu pengajar haruslah menjadi seorang model dan sekaligus menjadi seorang mentor bagi peserta didik di dalam mewujudkan nilai-nilai moral dalam kehidupan. Sekolah tanpa guru atau pengajar sebagai model, sulit untuk mewujudkan pranata sosial (skala) yang mewujudkan nilai-nilai moral.15

Sikap guru dalam menghadapi peserta didik yang melanggar peraturan sekolah hendaknya tetap sabar dan tetap bersahabat dengan suatu keyakinan bahwa tingkah laku peserta didik akan dapat diperbaiki. Kalau guru terpaksa membenci, maka bencilah tingkah laku peserta didik dan bukan membenci peserta didik.16

3. Prinsip-Prinsip Penggunaan Metode Keteladanan

Prinsip disebut juga dengan asas atau dasar. Asas adalah kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir, bertindak dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan metode keteladanan berarti prinsip yang dimaksud adalah dasar pemikiran yang digunakan dalam mengaplikasikan metode keteladanan dalam pengajaran Islam. Prinsip-prinsip pelaksanaan metode keteladanan pada dasarnya sama dengan prinsip metode pengajaran yaitu menegakkan “uswah hasanah”.

Dalam hal ini Muhaimin dan Abdul Mujib mengklasifikasikan prinsip penggunaan metode keteladanan sejalan dengan prinsip pengajaran Islam adalah: 17

15H.A.R. Tilaar, Pengajaran Kebudayaan Masyarakat Madani Indonesia, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1999), hlm 76.

16

Ahmad Rohani HM dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1990), hlm 123.

17Muhaimin, Abdul Mujib, Pemikiran Pengajaran Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung : Trigenda Karya, 1993), hlm 241.

(8)

a. Memperdalam tujuan bukan alat

Prinsip ini menganjurkan keteladanan sebagai tujuan bukan sebagai alat. Prinsip ini sebagai antisipasi dari berkembangnya asumsi bahwa keteladanan pengajar hanyalah sebuah teori atau konsep, tetapi keteladanan merupakan tujuan. Keteladanan yang dikehendaki di sini adalah bentuk perilaku guru atau pengajar yang baik. Karena keteladanan itu ada dua macam yaitu: keteladanan baik (uswah hasanah) dan keteladanan jelek (uswah sayyi’ah). Dengan melaksanakan apa yang dikatakan merupakan tujuan pengajaran keteladanan (uswatun hasanah). Tujuan pengajaran Islam adalah membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah serta berilmu pengetahuan, maka media keteladanan merupakan alat untuk memperoleh tujuan.

b. Memperhatikan pembawaan dan kecenderungan anak didik

Sebuah prinsip yang sangat memperhatikan pembawaan dan kecenderungan anak didik dengan memperhatikan prinsip ini, maka seorang guru hendaklah memiliki sifat yang terpuji, pandai membimbing anak-anak, taat beragama, cerdas dan mengerti bahwa memberikan contoh pada mereka akan mempengaruhi pembawaan dan tabiatnya. Dalam psikologi, kepentingan penggunaan keteladanan sebagai metode pengajaran didasarkan adanya insting (gharisha) untuk beridentifikasi dalam diri setiap manusia, yaitu dorongan untuk menjadi sama (identik) dengan tokoh yang diidolakannya.18

18Herry Noer Aly, Ilmu Pengajaran Islam, (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 180.

(9)

Atas dasar karakter manusia secara fitrah mempunyai naluri untuk meniru, maka metode yang digunakan pun metode yang disesuaikan dengan pembawaan dan kecenderungan tersebut. Implikasi dalam metode ini adalah keteladanan yang bagaimana untuk diterapkan dan disesuaikan serta diselaraskan melalui kecenderungan dan pembawaan anak tersebut. Al-Farabi menyatakan bahwa anak ada kalanya mempunyai bakat jelek, seperti mempunyai kecenderungan jahat dan bodoh, sehingga sulit diharapkan kecerdasan dan kecakapan. Begitu juga ada anak yang mempunyai pembawaan luhur sehingga mudah dididik.19

c. Sesuatu yang bisa diindera ke rasional

Setiap manusia merasa lebih mudah memahami sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca inderanya. Sementara hal-hal yang bersifat nisbi atau rasional apalagi hal-hal yang bersifat irasional, kemampuan akal sulit untuk menangkapnya. Oleh karena itu prinsip berangsur-angsur sangat perlu diperhatikan untuk memiliki dan mengaplikasikan sebuah metode dalam proses pengajaran.

Inti pemakaian prinsip ini dalam metode keteladanan adalah pengenalan yang utuh terhadap anak didik berdasarkan umur, kepribadian, dan tingkat kemampuan mereka. Sehingga prinsip tersebut dapat menegakkan “uswah hasanah” (contoh tauladan yang baik) terhadap peserta didik. Prinsip yang diterapkan dari pembahasan yang indrawi menuju pembahasan yang rasional ini dalam konteks keteladanan adalah keteladanan merupakan sebuah bentuk perilaku seseorang yang dapat dilihat dan ditiru. Bentuk aplikasi dari rasional atas keteladanan

19Muhaimin, op.cit., hlm. 242.

(10)

adalah menciptakan sebuah perilaku yang mencerminkan nilai-nilai yang menjunjung norma agama. Dengan keteladanan dijadikan sebuah metode dalam pengajaran Islam memberi stimulus pada anak didik untuk berbuat setelah mengetahui kenyataan bahwa apa yang diajarkan dan dilakukan oleh pengajar memberikan makna yang baik dan patut dicontoh.

4. Cara Menerapkan Metode Keteladanan

Menerapkan metode keteladanan pada anak usia dini bukanlah hal mudah. Menghadapi anak yang memiliki pola pikir yang sederhana, membutuhkan teknik penerapan yang mudah pula untuk dicerna dan dipahami anak. Guru harus benar-benar memahami kecenderungan dan pembawaan anak. Bisa saja anak tidak menanggapi keteladanan yang ditunjukkan oleh guru karena ada sikap enggan pada diri anak, atau anak merasa kurang tertarik dengan apa yang sudah dicontohkan oleh guru. Dalam hal ini tentu sangat dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan guru unruk terus membimbing anak agar tercapai apa yang menjadi harapan.

Keteladanan dalam dunia pendidikan sangat penting, apalagi sebagai orangtua diamanahi seorang anak oleh Allah SWT, maka orangtua harus menjadi teladan yang baik buat anak-anaknya. Para orangtua dan pendidik harus menjadi figur yang ideal bagi anak-anak, harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan.

Tanpa keteladanan, apa yang diajarkan kepada anak-anak hanya akan menjadi teori belaka, mereka seperti gudang ilmu yang berjalan namun tidak pernah merealisasikan dalam kehidupan. Metode keteladanan ini bisa dilakukan setiap saat dan sepanjang waktu. Dengan keteladanan, pelajaran-pelajaran yang disampaikan akan membekas.

(11)

Keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik anak. Implementasi dari keteladanan ini adalah orangtua dan guru menjadi figur yang akan ditiru oleh anak di mana tindak tanduk dari orangtua dan guru tersebut harus diperhatikan. Mulai dari pakaiannya yang sopan, tingkah laku dan perangainya yang baik, bicaranya yang sopan dan penuh kasih sayang kepada anak. Hal ini jika terlaksana dengan baik, secara langsung anak akan meniru perangai orangtua dan gurunya.

Hubungan orientasional antara perintah mendidik bagi orangtua terhadap anak-anaknya dan pendidikan Islam, terlihat dalam implikasi dari tujuan pendidikan Islam, yaitu membentuk pengetahuan (kognisi), sikap (afeksi), dan perilaku (motorik) manusia yang sesuai dengan paradigma pendidikan Islam.

Selain orangtua, seorang guru senantiasa menjadi teladan dan pusat perhatian bagi peserta didiknya. Ia harus mempunyai karisma yang tinggi untuk membawa peserta didik ke arah mana yang dikehendaki. Di samping itu, kewibawaan juga sangat menunjang dalam perannya sebagai pembimbing dan penunjuk jalan dalam masa studi peserta didiknya. Semua perkataan, sikap dan perbuatan yang baik darinya akan memancar kepada peserta didiknya.

Jika seorang guru tidak mampu menjadi figur sentral di hadapan peserta didiknya, ia akan kewalahan dan tidak akan memperoleh apa yang diharapkan dari peserta didiknya. Dalam kondisi seperti ini, di mana dalam proses belajar mengajar tidak ada lagi yang dijadikan teladan, usaha pendidikan menggali fitrah atau potensi dasar sebagai sumber daya yang dimiliki manusia terhambat. 20

20Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 70.

(12)

Profesi pendidik atau guru sangat menentukan kelangsungan hidup suatu bangsa. Kejayaan atau kehancuran suatu bangsa boleh dikatakan sangat bergantung pada keberadaan guru-guru yang membidani lahirnya generasi muda. Alasannya, karena potensi manusia akan mempunyai makna dan dapat memanfaatkan sumber daya alam yang selanjutnya berguna bagi kehidupan manusia, hanya setelah digali melalui pendidikan, dan subyek yang paling berperan secara langsung dalam proses pendidikan adalah guru. 21

5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Keteladanan

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kelebihn dan kekurangan metode keteladanan tidak bisa dilihat secara kongkrit, namun secara abstrak dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 22

1. Kelebihan metode keteladanan

a. akan memudahkan anak didik dalam menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah

b. akan memudahkan guru dalam mengevaluasi hasil belajarnya c. agar tujuan pendidikan lebih terarah dan tercapai dengan baik d. bila dalam keteladann lingkungan sekolah, keluarga dan

masyarakat baik, maka akan tercipta situasi yang baik e. terciptanya hubungan harmonis antara guru dan siswa

f. secara tidak langsung guru dapat menerapkan ilmu yang diajarkannya

g. mendorong guru untuk selalu berbuat baik karena akan dicontoh oleh siswanya, dan lain-lain.

21Ibid, hlm. 71.

22Drs. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2001, hlm.122-123

(13)

2 Kekurangan atau kelemahan metode keteladanan

a. Jika figur yang mereka contoh tidak baik, maka mereka cenderung untuk mengikuti tidak baik

b. Jika teori tanpa praktek akan menimbulkan verbalisme.

B. Pembentukan Karakter Anak Usia Dini 1. Pengertian Karakter

Menurut Sri Narwani, pembentukan adalah usaha yang telah terwujud sebagai hasil suatu tindakan. Karakter berasal dari bahasa yunani yaitu ”kharrasein” yang berarti memahat atau mengukir (to inscribe/to engrave), sedangkan dalam bahasa latin, karakter bermakna membedakan tanda, sifat kejiwaan, tabiat, dan watak. 23

Sedangkan menurut Sjarkawi, karakter adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir. 24

Konsep pendidikan karakter sebenarnya telah ada sejak zaman rasulullah SAW. Hal ini terbukti dari perintah Allah bahwa tugas pertama dan utama Rasulullah adalah sebagai penyempurna akhlak bagi umatnya. Pembahasan substansi makna dari karakter sama dengan konsep akhlak dalam Islam. Keduanya membahas tentang perbuatan perilaku manusia. Al-Ghazali menjelaskan jika akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu adanya pemikiran dan pertimbangan.25

23Sri Narwanti, Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai Dalam Mata Pelajaran, (Yogyakarta: Familia. 2011) hlm. 1

24Sjarkawi. Pembentukan Kepribadian Anak. (Jakarta: Bumi Aksara. 2006) hlm. 1

25Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 99

(14)

Suwito menyebutkan bahwa akhlak sering disebut juga ilmu tingkah laku atau perangai, karena dengan ilmu tersebut akan diperoleh pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan jiwa; bagaimana cara memperolehnya dan bagaiman membersihkan jiwa yang telah kotor. 26

Sedangkan arti dari Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terwujud dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang.27

Pembahasan tentang pengertian dasar antara akhlak dan karakter tersebut diatas mengisyaratkan substansi makna yang sama yaitu masalah moral manusia; tentang pengetahuan nilai-nilai yang baik, yang seharusnya dimiliki seseorang dan tercermin dalam setiap prilaku serta perbuatannya. Perilaku ini merupakan hasil dari kesadaran dirinya sendiri. Seseorang yang mempunyai nilai-nilai baik dalam jiwanya serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari disebut orang yang berakhlak atau berkarakter.

Akhlak atau karakter dalam Islam adalah sasaran utama dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hadits nabi yang menjelaskan tentang keutamaan pendidikan akhlak salah satunya hadits berikut ini: “ajarilah anak-anakmu kebaikan, dan didiklah mereka”.28

Konsep pendidikan dalam Islam memandang bahwa manusia dilahirkan dengan membawa potensi lahiriah yaitu:

26Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 99

27Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, hlm.7

28Abdullah Nasih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, TerjSefullah Kamalie Dan Hery Noer Ali, Jilid 2, (Semarang: Asy-Syifa, Tt), hlm. 44

(15)

a. potensi berbuat baik terhadap alam, b potensi berbuat kerusakan terhadap alam,

c. potensi ketuhanan yang memiliki fungsi-fungsi non fisik.

Ketiga potensi tersebut kemudian diserahkan kembali perkembangannya kepada manusia.29 Hal ini yang kemudian memunculkan konsep pendekatan yang menyeluruh dalam pendidikan Islam yaitu meliputi unsur pengetahuan, akhlak dan akidah.

Ibnu Faris menjelaskan bahwa konsep pendidikan dalam Islam adalah membimbing seseorang dengan memperhatikan segala potensi paedagogik yang dimilikinya, melalui tahapan-tahapan yang sesuai, untuk didik jiwanya, akhlaknya, akalnya, fisiknya, agamanya, rasa sosial politiknya, ekonominya, keindahannya, dan semangat jihadnya.30

Hal ini memunculkan konsep pendidikan akhlak yang komprehensif, dimana tuntutan hakiki dari kehidupan manusia yang sebenarnya adalah keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama serta hubungan manusia dengan lingkungan sekitar. Akhlak menjadi sasaran utama dari proses pendidikan dalam Islam, karena akhlak dianggap sebagai dasar bagi keseimbangan kehidupan manusia yang menjadi penentu keberhasilan bagi potensi paedagogis yang lain.

Prinsip akhlak terdiri dari empat hal yaitu:

a. Hikmah ialah situasi keadaan psikis dimana seseorang dapat membedakan antara hal yang benar dan yang salah.

29 Suwito, Op.Cit, hlm. 46

30Ali Abdul Halim Mahmud, Tarbiyah Khuluqiyah Pembinaan Diri Menurut Konsep Nabawi, Terj Afifudin, (Solo: Media Insani, 2003), hlm. 25

(16)

b. Syajaah (kebenaran) ialah keadaan psikis dimana seseorang melampiaskan atau menahan potensialitas aspek emosional di bawah kendali akal.

c. Iffah (kesucian) ialah mengendalikan potensialitas selera atau keinginan di bawah kendali akal dan syariat

d. ‘adl (keadilan) ialah situasi psikis yang mengatur tingkat emosi dan keinginan sesuai kebutuhan hikmah di saat melepas atau melampiaskannya.

Prinsip akhlak di atas menegaskan bahwa fitrah jiwa manusia terdiri dari potensi nafsu yang baik dan potensi nafsu yang buruk, tetapi melalui pendidikan diharapkan manusia dapat berlatih untuk mampu mengontrol kecenderungan perbuatannya kearah nafsu yang baik. Oleh karena itu Islam mengutamakan proses pendidikan sebagai agen pembentukan akhlak pada anak.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pembentukan karakter adalah bagaimana karakter atau perilaku yang baik siswa terbentuk setelah bimbingan dan pembinaan dari guru. Karakter adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul setiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari.31 Sudah sangat jelas sekali bahwa memang karakter membawa seseorang untuk membuktikan kepadanya hasil dari perilaku yang dilakukan.

Karakter merupakan struktur antropologis manusia, di sanalah manusia menghayati kebebasan dan menghayati keterbatasan dirinya. 32

31Sri Narwanti, op.cit., hlm. 3

32Doni Koesoema. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. (Jakarta: Grasindo. 2010) hlm. 3

(17)

Melihat hal ini karakter bukan sekedar tindakan saja, melainkan merupakan suatu hasil dan proses. Untuk itu suatu pribadi diharapkan semakin menghayati kebebasannya, sehingga ia dapat bertanggung jawab atas tindakannya, baik untuk dirinya sendiri sebagai pribadi atau perkembangan dengan orang lain dan hidupnya. Karakter juga merupakan evaluasi kualitas tahan lama suatu individu tertentu atau disposisi untuk mengekspresikan perilaku dalam pola tindakan yag konsisten diberbagai situasi. Hal ini menunjukkan bahwa karakter memang terbentuk karena pola tindakan yang berstruktur dan dilakukan berulang-ulang.

2. Tujuan Pembentukan Karakter

Dalam kenyataannya, setiap individu yang terlibat dalam dunia pendidikan, akan terlibat perjumpaan dengan orang lain, seperti para guru, karyawan, orangtua, teman, masyarakat, dan lain-lain. Peristiwa perjumpaan ini sangatlah rentan dengan konflik. Bagaimana cara memecahkan permasalahan ini? Jika seorang individu dapat menguasai dirinya dengan baik, ia akan dapat menyelesaikan konflik itu dengan baik juga.

Tujuan pembentukan karakter menurut Dharma Kesuma, Cepi Triatna dan Johar Permana adalah:

a. Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah lulus sekolah.

b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan sekolah.

(18)

c. Membangun koreksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.33

Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kemandirian dan tanggungjawab; kejujuran atau amanah, diplomatis; hormat dan santun; dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong dan kerjasama; percaya diri dan pekerja keras; kepemimpinan dan keadilan; baik dan rendah hati, dan karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.34

Berdasarkan uraian di atas, pembentukan karakter bersifat memfasilitas penguatan dan pengembangan nilai-nilai serta mengoreksi perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Pembentukan karakter yang baik, akan menghasilkan perilaku individu yang baik pula. Pribadi yang selaras dan seimbang, serta dapat mempertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukan. Dan tindakan itu diharapkan mampu membawa individu ke arah yang labih baik dan kemajuan.

3. Faktor Pembentuk Karakter

Karakteristik siswa sebagai salah satu variabel dalam domain desain pembelajaran akan memberikan dampak terhadap keefektifan belajar. 35 Hal ini membuktikan bahwa karakter tercermin dalam sebuah tindakan yang mampu membantu individu belajar dengan efektif. Tindakan manusia pada umumnya didasarkan pada dua keadaan yaitu keadaan sadar dan keadaan tidak sadar. Tindakan sadar berarti bahwa

33Dharma Kesuma, Cepi Triatna dan Johar Permana. Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. (Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011) hlm 11.

34http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/05/01/pentingnya-pembentukan karakter- 556516 .html (13 September 2015)

(19)

manusia bertindak berdasarkan unsur kehendak atau motif, sedangkan tindakan tidak sadar tidak mengandung unsur kehendak yang pada umumnya disebabkan hilangnya salah satu faktor pendorong tindakan seperti hilangnya akal (gila, koma, pingsan, tidur atau sejenisnya), atau hilangnya kendali diri seperti gerakan reflek.

Karakter atau kepribadian seseorang hanya diukur dengan apa yang dia lakukan berdasarkan tindakan sadarnya. Dengan demikian, yang yang harus kita perhatikan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan sadar tersebut. Karakter tidak akan dapat berjalan tanpa adanya faktor didalamnya. Secara umum faktor-faktor tersebut terbagi dalam dua kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal adalah kumpulan dari unsur kepribadian atau sifat manusia yang secara bersamaan mempengaruhi perilaku manusia. Faktor internal tersebut di antaranya:

1) Insting Biologis (dorongan biologis) seperti makan, minum dan hubungan biologis. Karakter seseorang sangat terlihat dari cara dia memenuhi kebutuhan atau instink biologis ini. Contohnya adalah sifat berlebihan dalam makan dan minum akan mendorong pelakunya sersifat rakus/tamak. Seseorang yang bisa mengendalikan kebutuhan biologisnya akan memiliki karakter waro’, zuhud dan qona’ah yang membawanya kepada karkater sederhana.

2) Kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, penerimaan dan aktualisasi diri. Seperti orang yang berlebihan dalam memenuhi rasa aman akan melahirkan karakter penakut, orang yang berlebihan dalam memenuhi

(20)

kebutuhan penghargaan akan melahirkan karakter sombong atau angkuh dan lain-lain. Apabila seseorang mampu mengendalikan kebutuhan psikologisnya, maka dia akan memiliki karakter tawadhu dan rendah hati.

3) Kebutuhan pemikiran, yaitu kumpulan informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti isme, mitos, agama yang masuk ke dalam benak seseorang akan mempengaruhi cara berfikirnya yang selanjutnya mempengaruhi karakter dan perilakunya.

b. Faktor Eksternal adalah faktor yang ada diluar diri manusia, namun secara langsung mempengaruhi perilakunya. Diantaranya:

1) Lingkungan Keluarga. Nilai-nilai yang berkembang dalam keluarga, kecenderungan-kecenderungan umum serta pola sikap kedua orangtua terhadap anak akan sangat mempengaruhi perilaku dalam semua tahap pertumbuhannya. Orangtua yang bersikap demokratis dan menghargai anaknya secara baik, akan mendorong anak itu bersikap hormat pada orang lain. Sikap otoritatit yang berlebihan akan menyebabkan anak menjadi minder dan tidak percaya diri.

2) Lingkungan Sosial. Demikian pula nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat dan membentuk piransi sistem sosial, ekonomi, dan politiknya serta mengarahkan perilaku umum mereka. Yang kemudian kita sebut dengan budaya. Anak yang tumbuh di tengah lingkungan masyarakat yang menghargai nilai waktu, biasanya akan menjadi disiplin. Persaingan yang membudaya dalam suatu masyarakat akan mendorong

(21)

anggota-anggotanya bersifat ambisius dan mungkin sulit mencintai orang lain.

3) Lingkungan pendidikan. Institusi pendidikan normal yang sekarang mengambil begitu banyak waktu pertumbuhan setiap orang, dan institusi pendidikan informal seperti media massa dan masjid, akan mempengaruhi perilaku seseorang sesuai dengan nilai-nilai dan kecenderungan-kecenderungan yang berkembang dalam lingkungan tersebut. Orientasi pada sistematika dan akurasi pada pendidikan formal membuat orang bersikap hati-hati, teratur, dan jujur. Sementara nilainilai konsumerisme yang berkembang lewat media massa yang telah menjadi corong industri membuat orang menjadi konsumtif dan hedonis.

Melihat faktor-faktor di atas, telah jelas sekali bahwa memang dalam sebuah karakter tidak dapat tumbuh begitu saja, ada banyak faktor yang melatarbelakangi adanya pembentukan karakter tersebut. Faktor internal yakni yang berasal dari diri sendiri, misalnya cara makan, cara berfikir, dan lain-lain. Faktor yang tidak kalah pentingnya yaitu faktor keluarga, faktor tambahan yang ikut membantu sebuah karakter anak terbentuk. 36

Ada dua faktor yang memengaruhi pembantukan karakter, yaitu bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetahuan, pengalaman, prinsip-prinsip moral yang diterima, bimbingan, pengarahan dan interaksi (hubungan) orangtua-anak. Lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang

36Ibid.

(22)

positif pula pada anak. Karakter berhubungan dengan perilaku positif yang berkaitan dengan moral yang berlaku, seperti kejujuran, percaya diri, bertanggung jawab, penolong, dapat dipercaya, menghargai, menghormati, menyayangi, dan sebagainya. 37

4. Fungsi Pembentukan Karakter

Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan itu memberikan manfaat. Pada hakekatnya adalah sebuah perjuangan bagi individu untuk menghayati kebebasannya dalam relasi mereka dengan orang lain dan lingkungannya, sehingga ia dapat semakin mengukuhkan dirinya sebagai pribadi yang unik dan khas, serta memiliki integritas moral yang dapat dipertanggungjawabkan. Beberapa fungsi pembentukan karakter antara lain sebagai berikut:

a. Fungsi pengembangan. Fungsi pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik dan perilaku yang mencerminkan perilaku dan budaya bangsa.

b. Fungsi Perbaikan. Memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.

c. Fungsi Penyaringan. Untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa orang lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan karakter bangsa yang bermartabat. 38

Fungsi-fungsi di atas merupakan sebagian dari fungsi pembentukan karakter dan masih banyak lagi fungsi yang lain. Sebagaimana yang lain,

37Ibid.

(23)

dengan fungsi di atas diharapkan mampu membentuk karakter bangasa yang bermartabat sesuai dengan citacita luhur bangsa, mewujudkan manusia Indonesia yang mampu membawa nama baik bangsa menjadi yang terbaik dan terdepan.

Menumbuhkan rasa aman dan nyaman adalah dasar yang utama dalam membentuk karakter anak, yang kemudian dapat menumbuhkan rasa ”berarti”, ”berharga” atau ”bernilai” pada anak. Karakter bangsa merupakan aspek penting yang menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya (SDM). Oleh karena itu, karakter yang berkualitas perlu dibina sejak usia dini agar anak terbiasa berperilaku positif. Kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. 39

Karakter adalah watak, sifat, atau hal-hal yang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang sehingga membedakan seseorang daripada yang lain. Sering orang menyebutnya dengan ”tabiat” atau ”perangai”. Apapun sebutannya, karakter adalah sifat batin manusia yang memengaruhi segenap pikiran, perasaan, dan perbuatannya.

Anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika memperoleh pendidikan yang paripurna (komperehensif) agar kelak menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara dan agama. Anak yang seperti itu adalah dalam kategori anak yang sehat dalam arti luas, yakni sehat fisik, mental emosional, mental intelektual, mental sosial dan mental spiritual. Pendidikan hendaknya dilakukan sejak dini dan dalam

39http://alizaahir.blogspot.co.id/2012/09/membangun-karakter-anak-usia-dini.html (download, 17 September 2015).

(24)

pendidikan haruslah meliputi tiga aspek, yakni aspek kognitif, afektif dan psikomotor.40

Anak usia dini adalah kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan unik. Anak memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), daya pikir, daya cipta, bahasa dan komunikasi yang tercakup dalam kecerdasan agama dan religius sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.41. Hal ini meliputi pertumbuhan dan perkembangan fisik, daya pikir, moral, daya cipta, sosial, emosional, bahasa, dan komunikasi, agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal maka perlu diarahkan pada peletakan dasar-dasar yang tepat.

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Menurut Hasentstab dan Horner yang dikutip Mansur, bahwa salah satu tujuan dari pendidikan anak usia dini adalah memberikan pengalaman dan kesempatan yang akan membantu penguasaan kemampuan pada semua bidang perkembangan untuk meningkatkan kesempatan berhasil ketika anak memasuki jenjang pendidikan formal berikutnya. 42

40Mansur, PAUD dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 83. 41Ibid., hlm. 88.

Referensi

Dokumen terkait

Komponen LKPD dapat mengarahkan peserta didik untuk membangun konsep, memiliki nilai kelayakan 83.33%.Validator II dan II memberikan nilai 3 pada komponen ini karena

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa barang jaminan sama dengan barang gadai sesuai dengan Fatwa DSN MUI No 25 Tahun 2002. Pegadaian Syariah 15 A Kota

Metode analisis kadar kalsium pada susu segar secara titrasi kompleksometri mempunyai nilai akurasi yang baik, yaitu 99,29% pada konsentrasi spiking 60 mg/100 mL

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti tentang hubungan dukungan emosional keluarga dengan tingkat kecemasan anak prasekolah pada saat pemasangan intravena

Kesesuaian dengan standar Controlled Wood tertentu membuat Usaha Pengelolaan Hutan (UPH) dapat membuktikan bahwa kayu yang dipasoknya telah dikontrol sehingga terhindar dari

Jadi keterbaruan penelitian ini adalah pengaturan arus eksitasi yang mengalir pada kumparan medan motor sinkron fluks aksial rotor belitan (AFWR) untuk

Tempat kedudukan Pengadilan Militer Utama berada di Ibukota Negara RI, sementara Pengadilan Militer yang lainnya tempat kedudukannya lebih lanjut diatur dengan

Agar siswa tetap dapat memahami konsep bioteknologi modern dengan baik, maka peneliti dalam skripsi ini memberikan solusi yang dikembangkan dalam judul “Pengembangan Media