• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI. I Ketut Kariada dan Evert Hosang BPTP BALI dan BPTPNTT ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI. I Ketut Kariada dan Evert Hosang BPTP BALI dan BPTPNTT ABSTRAK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI

I Ketut Kariada dan Evert Hosang BPTP BALI dan BPTPNTT

ABSTRAK

Optimalisasi pemanfaatan lahan semakin intensif dilakukan untuk pengembangan pertanian. Semakin intensifnya pemanfaatan tersebut dicirikan oleh semakin berkembangnya penerapan teknologi pertanian sejak tahun 70-an yang mengibarkan flatform pemanfaatan input-input pertanian secara an-organik (kimiawi). Teknologi ini disebut sebagai teknologi revolusi hijau yang berkembang sangat luas pada ekologi sawah dengan pemanfaatan varietas-varietas padi unggul yang sangat responsif terhadap kebutuhan input-input pertanian an-organik. Dibalik keberhasilan tersebut ternyata dalam jangka panjang telah terjadi kerusakan sumberdaya lahan. Indikasinya adalah produksi tanaman secara gradual menurun, tanah semakin padat, terjadi peningkatan cemaran air di sungai-sungai serta beberapa varietas tanaman semakin rentan terserang OPT. Pengembangan pertanian dengan sistim revolusi hijau yang beorientasi pada pencapaian produksi tinggi, terbukti telah melahirkan konsekuensi negatif baik terhadap produktivitas lahan, keseimbangan lingkungan maupun kesehatan manusia. Disamping dampak negatif yang ditimbulkan dari konsep pertanian an-organik, permasalahan lain yang dihadapi adalah sulitnya memulihkan kembali kesadaran masyarakat untuk kembali pada model pertanian yang ramah lingkungan. Dalam aspek sosial hal ini membutuhkan waktu yang sangat lama dan biaya yang tinggi,. Hal-hal inilah yang melatar belakangi pengkajian yang dilakukan di lahan kering dataran tinggi beriklim basah di dusun Pemuteran Candikuning Baturiti Tabanan Bali. Tujuan dari paper ini adalah untuk memberikan gambaran terhadap beberapa pengalaman penerapan pupuk organic kascing dalam membangun pertanian berkelanjutan terutama dalam memberdayakan perbaikan produktivitas lahan, lingkungan, perbaikan efisiensi penerapan input-input pertanian, serta penguatan dan pemberdayaan petani dalam menerapkan berbagai potensi sumberdaya local. Hasil-hasil pengkajian penerapan pupuk organic pada sayuran menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan cara petani. Sementara pembuatan pupuk organic kascing yang dilakukan oleh kelompok tani “Kanti Sembada” di dusun Pemuteran yang hasilnya diaplikasikan pada sayurannya sendiri mampu meningkatkan efisiensi secara nyata bila dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman mereka sebelumnya.

Kata kunci : kebijakan, ramah lingkungan, pupuk organic, lahan kering, sayuran, prosesing

pupuk kascing.

PENDAHULUAN

Konsep pertanian yang kita warisi dari leluhur sesungguhnya merupakan penerapan pola pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Misalnya pada zaman dahulu kala telah dikenal adanya pertanian berpindah dimana setelah hutan ditebang selanjutnya ditanami dengan komoditas tanaman pangan hanya untuk satu kali panen dan selanjutnya ditinggalkan agar hutan tumbuh kembali. Dalam era selanjutnya telah dikenal adanya istilah pertanian menetap seperti yang kita alami pada saat ini. Dalam lingkungan pertanian menetap ini telah dikenal pentingnya pemeliharaan tanaman dan ternak yang saling memberikan sinergitas dimana kotoran ternak digunakan sebagai pupuk sebagai cikal bakal konsep pertanian organik.

Akan tetapi, dengan semakin berkembangnya teknologi di era modernisasi maka telah dihasilkan pupuk an-organik yang bersifat kimiawi yang mampu memberikan reaksi dampak secara dramatis dalam waktu yang sangat cepat. Para petanipun seperti dihipnotis dengan kemampuan menghasilkan produksi yang berlipat. Dengan pola pertanian ini maka penerapan kotoran ternak / bahan-bahan organik secara pelan-pelan mulai ditinggalkan oleh masyarakat karena dipandang tidak efisien. Ternyata hal ini sudah berlangsung sangat lama sejak era orde

(2)

baru telah merambah setiap petak lahan agar menerapkan konsep pertanian dengan penerapan dominasi pupuk NPK saja.

Dengan respon pupuk kimia seperti diatas maka cara ini dipandang sebagai suatu solusi terbaik karena memiliki keunggulan seperti mudah penggunaannya dan dengan volume yang relatif kecil dapat meningkatkan produksi secara nyata. Sebaliknya, pupuk organik harus diberikan dalam jumlah yang besar dan pengadaan serta aplikasinya membutuhkan waktu, selain itu volume yang besar merupakan biaya input yang cukup besar pula. Besarnya input dari pupuk organik semakin dirasakan untuk tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi rendah tetapi merupakan pangan pokok seperti padi maupun beberapa tanaman palawija.

Namun pandangan bahwa pupuk organik itu mahal perlu dikaji ulang apabila para petani memandang pupuk organik ini sebagai barang dagangan yang harus dibeli dan bukan sebagai produk sendiri yang dapat diupayakan pembuatannya secara mandiri. Sesungguhnya apabila para petani memelihara ternak maka limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organic dan para petani tidak perlu membeli pupuk sehingga kesan pupuk organic mahal adalah tidak beralasan. Sementara itu pada akhir-akhir ini banyak pihak mulai merasa khawatir bahwa dalam era perdagangan bebas yang sudah semakin mendekat produk-produk pertanian akan sulit bersaing di pasar global karena adanya alasan faktor residu kimia dalam produk-produk pertanian. Oleh karena itu, semakin banyak orang berbicara tentang pertanian organik bahkan Menteri Pertanian di era Kabinet Gotong Royong juga menaruh harapan yang sangat besar pada pola pertanian ini. Untuk itu maka sudah saatnya para petani perlu memahami bagaimana caranya menghasilkan pupuk organik secara efisien. Misalnya melalui pengolahan limbah pertanian baik berupa limbah panen maupun kotoran ternak. Dengan sentuhan teknologi yang sangat sederhana maka pupuk organik plus segera dapat dihasilkan dan produk-produk pertanian organikpun dapat diproduksi. Akankah hal ini dapat terwujud dalam menghadapi pasar globalisasi atau bahkan sebaliknya mungkinkah para petani akan terpana menyaksikan berbagai kekalahan setelah secara nyata produk-produk pertanian unggulan bangsa Indonesia memang kalah bersaing di pasar global dan para petani kita di pedesaan menjadi penonton yang setia mengagumi produk-produk pertanian dari luar negeri?

Tulisan ini mencoba memberikan suatu gambaran bahwa pola pertanian organik walaupun identik dengan pertanian konvensional yang diperbasharui namun masih tetap merupakan pilihan yang tepat untuk dikembangkan di daerah Bali yang bernuansakan kelestarian dari sisi budaya, sumberdaya alam maupun konteks pariwisata.

DASAR PERTIMBANGAN

Limbah padat pertanian yang jumlahnya sangat berlimpah belum dimanfaatkan secara optimal. Kenyataan menunjukkan bahwa dari panen padi saja sudah meninggalkan limbah yang berlimpah serta limbah tanaman pangan lainnya yang umumnya dibakar. Nilai ekonomi dari limbah ini yang sebahagian besar terdiri dari serta kasar / selulosa adalah sangat rendah karena tidak dapat langsung dimanfaatkan. Secara alamiah pengomposan limbah-limbah ini membutuhkan waktu yang lama antara 2-3 bulan. Padahal dalam sistem pertanian intensif selang waktu yang tersedia untuk pertanaman adalah sangat pendek. Oleh karena itu usaha pengembalian bahan organik ke dalam tanah dari sisa-sisa hasil panen sering tidak dapat dilakukan oleh petani antara lain akibat dikejar oleh jadwal waktu tanam, petani sering hanya membakar sisa-sisa tanamannya. Cara demikian tentu saja tidak menguntungkan dan akan merusak serta menurunkan kesuburan tanah.

Akan tetapi, terdapat beberapa teknologi yang mampu merespon baik limbah-limbah tersebut di atas untuk dapat diproses menjadi pupuk organic secara lebih cepat. Misalnya dengan memanfaatkan jasad-jasad renik decomposer seperti cacing, mikroba selulotik, bakteri (Bascillus), fermentor tricoderma sp., IMO (indigenous microorganism) dan lain-lainnya sebagai pabrik alamiah yang mengomposkan limbah sehingga hasilnya yaitu pupuk organik dapat segera dimanfaatkan oleh petani sebagai pupuk dalam waktu cepat.

Pupuk merupakan faktor pembatas bagi optimalisasi produksi usahatani. Pupuk an-organik seperti Urea, TSP/SP-36 dan KCl merupakan pupuk yang umum dan dalam sekala luas digunakan terutama pada tanaman pangan maupun perkebunan. Pentingnya penggunaan ketiga jenis pupuk tersebut sudah sangat dipahami oleh para petani, seperti pupuk Urea untuk

(3)

merangsang pertumbuhan vegetatif, TSP/SP-36 untuk pertumbuhan anakan dan butir gabah serta pupuk KCl untuk memperluat batang dan resisten terhadap hama dan penyakit. Kebutuhan pupuk ini selalu didukung penyediaannya oleh pemerintah, apalagi mengingat pupuk Urea dan TSP/SP-36 sudah dapat diproduksi di dalam negeri, kecuali untuk pupuk KCl yang masih merupakan komoditas impor. Subsidi terhadap harga pupuk diberikan untuk menjamin penggunaan di tingkat petani secara tepat jumlah dan waktu yang kesemuannya terkait dengan tujuan pemerintah untuk mencapai program swa sembada beras. Dalam jangka panjang mungkinkah subsidi seperti ini dapat diteruskan ataukah kemungkinan dihapus yang berakibat harga pupuk an-organik akan mahal? Demikian pula pemanfaatan pestisida. Di satu sisi menggembirakan akan tetapi di sisi lain menyedihkan karena rusaknya sumberdaya lahan dan punahnya predator-predator tanaman akibat pemanfaatan pestisida kimiawi dan pupuk an-organik yang intensif.

Adakah solusi lain agar keseimbangan terus terjaga? Dalam sejarah pertanian alamiah (organic) belum ada laporan yang menyatakan pola pertanian organic merusak. Mampukah para petani menerapkan pupuk dan pestisida organic sebagai substitusi pupuk an-organik dan pestisida kimiawi? Hal ini dapat dijawab apabila para teknokrat dan pengambil kebijakan mampu menghasilkan pupuk organic setara atau lebih baik dari pupuk NPK. Sesungguhnya harapan ini ada, apabila pupuk organic dapat diperkaya dengan unsur-unsur alamiah seperti N, P dan K alamiah, yang dapat diproduksi melalui suatu proses teknologi alamiah pula.

KILAS BALIK TEKNOLOGI PERTANIAN : An-Organik VS Organik

Pengalaman - pengalaman terdahulu menunjukkan bahwa peningkatan produksi komoditi sering dipacu dengan menerapakan pupuk an-organik yang dosisnya sering disamakan pada berbagai agro-ekosistem yang berbeda dengan dosis pupuk NPK sekitar 250 kg urea/ha, 100 kg TSP/ha dan 100 kg KCl/ha baik lahan irigasi maupun lahan kering. Kondisi ini tidak sepenuhnya benar karena kondisi lahan tidak dapat disejajarkan sama dalam menyediakan berbagai unsur hara pada lokasi yang berbeda. Peningkatan produksi secara masal melalui penerapan pupuk kimia anorganik dan pestisida kimiawi dalam memberantas OPT ini memang diakui mampu meningkatkan produksi “khususnya padi unggul” secara dramatis namun disisi lain dilaporkan pula merusak ekosistem lahan dalam jangka panjang (Kartini, 2000). Penerapan teknologi ini ternyata akhirnya memunculkan banyak permasalahan yang terkait dengan aspek sumberdaya antara lain :

1. Peningkatan pencemaran pada lahan-lahan pertanian akibat penggunaan bahan kimiawi yang sangat intensif yang membahayakan aspek lingkungan.

2. Berkurangnya kandungan C-organik tanah hingga pada level yang mengkhawatirkan akibat berkurangnya penggunaan bahan organik,

3. Matinya pabrik alamiah / biologi dalam tanah karena tidak tahan pada kondisi yang tidak berimbang lagi.

4. Sistem pertanian green revolution sangat boros terhadap energi akibat dari varietas-varietas unggul khususnya padi akan mampu berproduksi tinggi apabila diberikan input pertanian yang tinggi. Tingginya input ini membuat usaha tani petani menjadi tidak efisien.

5. Pemberian pupuk an-organik umumnya hanya 3 unsur makro saja yaitu N-P-K walau kadang-kadang juga diberikan unsur Mg (melalui dolomit) sehingga mengakibatkan keseimbangan unsur hara dalam tanah terganggu.

6. Dampak penerapan teknologi "green revolution" akhirnya merembet kepada lahan-lahan non irigasi yaitu lahan kering. Penerapan pupuk an-organik dan pestisida kimia pada lahan-lahan kering yang umumnya berada pada dataran yang lebih tinggi dalam jangka panjang dapat mencemari lahan-lahan dan aliran air dibawahnya karena residu bahan kimianya akan mengalir dari daerah yang lebih tinggi dan hal ini sangat mengkhawatirkan.

Dengan dampak yang diakibatkan seperti di atas, maka penerapan teknologi green revolution sesungguhnya tidak nyata meningkatkan kesejahteraan petani bahkan terjadi kerusakan aspek lingkungan yang merugikan pihak petani. Pengembangan dominasi monokultur seperti padi saja tidak akan mampu meningkatkan pendapatan apalagi dalam era orde baru kebijakan pangan murah diterapkan yang berarti telah mengebiri kesejahteraan petani.

(4)

Sebaliknya dengan mengembangkan diversifikasi komoditas atau integrasi tanaman dengan ternak maupun ikan akan mampu memberikan berbagai alternatif nilai tambah dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Dengan keterpaduan seperti tersebut maka akan dapat diberdayakan input-input alamiah yang saling menguatkan dan selanjutnya akan menghasilkan keseimbangan lingkungan sehingga penerapan pertanian secara holistik dapat diterapkan (Petheram, 1989). Dalam sistem holistic tersebut terjadi saling keterkaitan sumberdaya misalnya sumber pakan ternak berasal dari limbah tanaman-tanaman sementara limbah ternak sebagai sumber pupuk organik. Penerapan konsep ini akhirnya akan mampu membangun suatu sistem pertanian yang ramah lingkungan (pertanian organic).

Istilah pertanian organik belakangan semakin bergema dimana teknologi ini merupakan cara pandang yang mendorong terbentuknya tanah dan tanaman sehat dengan memanfaatkan daur ulang hara pada bahan-bahan organik (seperti limbah organik), rotasi tanaman, pengolahan tanah dengan sisa-sisa mulsa yang tepat serta menghindari penggunaan pupuk dan pestisida kimia/sintentik (Kartini, 2000). Tujuan utama yang ingin dicapai pertanian organik antara lain (1) menghasilkan kualitas bahan pangan yang baik dalam jumlah yang cukup, (2) melaksanakan interaksi yang bersifat sinergi dengan sistem dan daur alamiah yang mendukung semua kehidupan yang ada, (3) mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha tani dengan mengaktifkan jasad renik, flora dan fauna tanah, tanaman dan hewan, (4) memelihara kesuburan tanah secara berkelanjutan, (5) menggunakan sebanyak mungkin sumber – sumber terbaru yang berasal dari sistem usahatani, (6) serta memanfaatkan bahan-bahan yang mudah di daur ulang baik didalam maupun diluar usaha tani.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka pupuk organik memegang peran penting dalam meningkatkan produktivitas tanah dan pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu, pupuk organik menggunakan sumber bahan baku bahan organik yang dapat diperoleh dari kotoran ternak (sapi, babi atau kambing). Dengan demikian maka pengintegrasian ternak kedalam sistem usaha tani menjadi sangat menarik. Beberapa penelitian tentang integrasi ternak dan tanaman telah dilaporkan mampu meningkatkan efisiensi dan produksi tanaman (Kariada, et. al., 2003; Guntoro, et.al., 2003, Suprapto, et. al. 2003; Ismail, Kusnadi, dan Supriadi, 1985; Ismail, et. al., 1990).

PHILOSOFI PENDEKATAN : Partisipatif dan Kemandirian

Mengembangkan pertanian yang berwawasan ramah lingkungan adalah bagian dari seni. Dia akan menjadi indah apabila komponen-komponen pendukungnya dapat dijadikan suatu obyek yang menarik bagi para petani. Sama halnya dengan istilah yang sering menyebutkan bahwa bisnis pertanian tidak menarik karena selalu berkecimpung dengan kotor. Apabila ini benar adakah celah diantaranya untuk menjadikan pertanian ini menarik? Karena obyek dari istilah pertanian adalah lahan, tanaman dan petani maka pembenahan pada obyek ini perlu diciptakan menjadi menarik misalnya dengan mengenali aspek tanah, tanaman dan petani itu sendiri sebagai sumber kehidupan. Pengenalan ini menjadi tidak bermanfaat manakala hanya mengetahui permukaan saja. Selama ini banyak program yang diluncurkan dari pusat (top-down) tidak mampu menghasilkan output yang optimal karena tidak saling memahami sehingga tidak menjadi indah. Dengan demikian maka pemahaman obyek ini menjadikan para petani memahami bagaimana suatu proses direncanakan dan dilakukan secara bersama dalam kelompok dan ahlinya, melihat keberhasilan atau kegagalan secara besama dengan ahlinya di lahan petani (bukan di laboratorium) dan konsep ini disebut partisipatif. Dalam pengembangan pertanian yang ramah lingkungan, maka konsep darimana menghasilkan pupuk organik, bagaimana menerapkannya, bagaimana prosesnya dan dimana memperoleh bahan prosesornya, apakah prosesor dapat dibeli sekali saja atau dapat dibuat sendiri serta sejauhmana biaya input dapat ditekan menjadi rendah bila dibandingkan dengan membeli pupuk kimia serta bagaimana contoh-contoh nyata pengaruh pupuk organik tersebut terhadap tanaman sangat penting diketahui oleh para petani. Bila seluruh input pertanian dapat dibuat oleh para petani, maka akan terjadi suatu kekuatan yang tidak tergoyahkan oleh penghapusan subsidi, apresiasi rupiah terhadap dolar, dll serta terjadi efisiensi yang tinggi dan peningkatan pendapatan. Bila ini terjadi maka kata kunci “kemandirian” telah terwujud.

(5)

Sebagai contoh terhadap konsep partisipatif dan kemandirian, maka proses pembuatan pupuk organik kascing (Gambar 1) dapat digunakan sebagai ilustrasi. Pada proses pembuatan pupuk organik kascing diperlukan beberapa langkah mulai dari persiapan hingga pelaksanaan dan panen. Dalam pelaksanaannya diperlukan : (a) tempat berkembangnya cacing, (b) Bibit cacing, (c) Bahan-bahan dasar yang diproses yaitu kotoran ternak sapi, limbah tanaman, sayuran, sisa-sisa hijauan pakan ternak yang di komposkan dan selanjutnya sebagai sumber makanan cacing, (d) Sumber air untuk menjaga kelembaban, (e) Pemeliharaan dengan melakukan pengadukan setiap seminggu sekali, menjaga agar tidak dimakan semut (bisa diantisipasi dengan genangan air di pinggiran wadah, dan persiapan panen dengan menggunakan penimbunan seperti piramida serta pengayakan agar pupuk menjadi halus.

Dalam tahap awal bahan-bahan mentah seperti kotoran ternak, limbah tanaman maupun sisa-sisa limbah organik lainnya dikumpulkan sekitar 1 minggu untuk dipersiapkan dimasukkan ke dalam bak penampungan. Sarana bak penampungan sederhana yang beratap disiapkan dengan luasan 3 x 4 m (bila memiliki sapi sekitar 4 ekor) dan alasnya di padatkan atau disemen agar bahan kompos sebagai pakan cacing dapat dikumpulkan untuk diproses selama 4 minggu. Setelah 4 minggu maka pupuk organik kascing telah siap dipanen untuk diterapkan pada tanaman. Aplikasi pada sayuran berdaun lebar seperti sawi, baam dll dengan dosis 3 ton / Ha (Kariada, et. al., 2000), pada sayuran berumbi dan berbuah misalnya kentang 6 ton/ha (Kariada, et. al., 2003), pada tanaman kopi arabika umur 5 tahun 5 ton/ha (Rubiyo, et. al., 2003). Kisaran dosis ini merupakan hasil-hasil penelitian yang menghasilkan produksi terbaik.

(6)

KERAGAAN HASIL PENGKAJIAN PUPUK ORGANIK

Dalam kajian ini introduksi paket teknologi pupuk organik kascing terus digalakkan karena peranan pupuk ini sangat baik untuk tanaman. Selain baik digunakan pada tanaman, pupuk ini juga dibuat sendiri oleh para petani sehingga efisiensi pemanfaatan input dapat dlakukan serta tetap berpegangan pada prinsip-prinsip kelestarian lingkungan.

Data beberapa produksi tanaman sayuran yang dikompilasi menunjukkan bahwa tingkat produksi sayuran dengan pupuk kascing selalu lebih baik daripada menggunakan pupuk kandang ayam yang dicampur sekam (Tabel 1).

Tabel 1. Rata-rata produksi tanaman sayuran utama di dusun Pemuteran dengan aplikasi pupuk organic kascing.

NO. JENIS SAYURAN

UTAMA PRODUKSI (t/ha)

Pukan ayam (dosis 15 t/ha) Kascing (dosis 5 t/ha)

1. Kentang 13.0 16.5 2. Bawang Prey 12.0 14.0 3. Wortel 11.0 15.0 4. Bawang super 8.7 12.2 5. Cabai merah 13.3 20.2 *) Sumber : Kariada, dkk, 2003

Dari Tabel tersebut terlihat bahwa produksi yang dihasilkan dengan menggunakan pupuk organic kascing selalu lebih tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi peningkatan daya dukung lahan terhadap aspek produksi akibat pengaruh dari kascing terhadap kondisi tanah di dusun Pemuteran. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang semakin baik karena pupuk

Contoh Proses Pembuatan Pupuk Organik

Contoh Proses Pembuatan Pupuk OrganikKascingKascingYang Yang Dilakukan Oleh Kelompok TaniDilakukan Oleh Kelompok Tani““Kanti SembadaKanti Sembada” ”

Di Dusun Pemuteran Candikuning Baturiti Tabanan

(7)

kascing mampu menyediakan unsur N, P tersedia dan K serta unsur mikro lainnya yang dapat merangsang pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan. Hal ini menunjukkan bahwa respon tanaman dengan pemberian pupuk kascing adalah sangat baik. Pupuk kascing merupakan salah satu pupuk organik yang mempunyai kelebihan dari pupuk organik yang lain sehingga disebut “Pupuk Organik Plus’ (Kartini, 2000). Kelebihan tersebut antara lain karena pupuk kascing mempunyai C/N ratio yang rendah sehingga sangat baik sebagai sumber energi yang akhirnya dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Selain itu, pemberian pupuk kascing ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat-sifat fisik tanah (memperbaiki struktur tanah, porositas, permeabilitas, meningkatkan kemampuan menahan air), sifat kimia (meningkatkan kemampuan tanah untk menyerap kation, sebagai sumber hara makro dan mikro, menaikkan pH tanah dan menekan kelarutan Al dengan membentuk kompleks Al-organik), dan sifat biologi tanah (meningkatkan aktivitas mikroba tanah, sebagai sumber energi bagi bakteri penambat N dan pelarut fosfat).

Untuk mengetahui komposisi nutrisi pupuk organic kascing, maka telah dilakukan analisis kimia dengan hasil sebagai berikut (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil analisis kimia tanah dan pupuk kompos di dusun Pemuteran Candikuning Baturiti Tabanan,

No. Uraian Analisis Pukan Analisis kascing

1 PH 9.10 (A) 9.45 (A)

2. C-org (%) 12.83 (ST) 17.64 (ST)

3. N-Total (%) 0.58 (T) 0.70 (T)

4. P Tersedia (ppm) 229.84 (ST) 624.25 (ST)

5. K Tersedia (ppm) 7.015.31 (ST) 11.842.40 (ST)

6. Kadar Air (%) 9.75 (KU) 13.18 (KU)

*) Tekstur : pasir berlempung. R = rendah, S = sedang, T = tinggi, ST = sangat tinggi, A = alkalis, AM = agak masam, KU = kering udara.

**) Sumber : Kariada, dkk, 2003

Apabila komponen-komponen di atas dibandingkan maka dapat dilihat bahwa analisis pupuk menunjukkan hasil yang sangat tinggi sehingga akan mampu memberikan manfaat yang sangat baik terhadap perbaikan tanah. Oleh karena itu prosesing pupuk organik kascing dan digunakan sendiri oleh petani merupakan pilihan baik.

Beberapa data pengkajian yang dilakukan di tempat lain seperti di daerah perkotaan tentang pengkajian pupuk organic kascing terhadap sifat fisik tanah dengan komoditi kacang panjang menunjukkan hal yang mengembirakan (Tabel 3, 4, dan 5).

Tabel 3. Hasil uji beda nilai tengah pengaruh interaksi pupuk organik kascing (POK) dan NPK terhadap pH tanah setelah panen.

Perlakuan

POK (kg/ha) 0 NPK (kg/ha)100 Rata-rata

0 2500 5000 7500 6,01d 6,20c 6,33b 6,51a 6,02b 6,22a 6,30a 6,28a 6,01 6,21 6,32 6,39 *) Kariada, et. al, 2004

Tabel 4. Hasil uji beda nilai tengah pengaruh interaksi pupuk organik kascing (POK) dan NPK terhadap C-organik tanah (%) setelah panen.

Perlakuan POK (kg/ha)

NPK (kg/ha)

(8)

0 2500 5000 7500 1,20c 1,29c 1,42b 1,67a 1,14b 1,18b 1,32a 1,32a 1,17 1,24 1,37 1,49 *) Kariada, et. al, 2004

Tabel 5. Hasil uji beda nilai tengah pengaruh interaksi pupuk organik kascing (POK) dan NPK terhadap hasil kacang panjang (t/ha).

Perlakuan POK (kg/ha) NPK (kg/ha) 0 100 Rata-rata 0 2500 5000 7500 2,42c 4,32b 4,76a 4,73a 2,45c 3,78b 4,47a 4,50a 2,44 4,05 4,61 4,62 *) Kariada, et. al, 2004

Sementara pada pengkajian beberapa jenis pupuk organic pada tanaman sawi dan cabai di daerah pinggiran perkotaan menunjukkan bahwa peran pupuk organic terhadap peningkatan produktivitas sayuran sangat baik (Tabel 6 dan 7).

Tabel 6. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, diameter batang dan bobot tanaman sawi Cara Pemberian Perlakuan *) Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai) Diameter batang (cm) Bobot tanaman (gram) Produksi (Kg/are) P0 =Cara petani (NPK 100-15-15) 28.23 6.34 0.64 57.26 128.26 a

P1 = Fine compos 5 t/ha 37.63 7.34 0.84 105.16 235.11 d

P2 = Kascing 5 t/ha 44.41 9.34 1.12 125.36 280.88 e

P3 = ½ P0 + ½ P1 31.34 6.38 0.63 80.42 170.14 b

P4 = ½ P0 + ½ P2 33.20 7.56 0.82 93.78 210.07 c

(9)

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Buah Cabai per Tanaman (buah)

Perlakuan Rata-rata Jumlah Buah Cabai per Tanaman (buah)

P0 (Kontrol NPK 100-15-15) 91.20 a

P1 (Fine Compost 5 t/ha) 128.90 d

P2 (Kastcing 5 t/ha) 140.56 e

P3 (1/2 P0 + 1/2 P1) 114.00 b

P3 (1/2 P0 + 1/2 P2) 117.10 c

*) Sumber : Kariada, et. al., 2000

Sementara itu, data-data pengkajian pupuk organic kascing pada kentang HTPS (Hybrid True Potato Seed F1) yang diharapkan dapat dijadikan bibit kentang diperoleh data seperti Tabel 8. Apabila dianalisis terhadap produksi kentang per tanaman maka dapat dilihat bahwa perlakuan kontrol (P0) menunjukkan perbedaan nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan P3 memberikan bobot tertinggi namun hal ini tidak jauh berbeda dengan perlakuan lainnya. Selain itu kascing memiliki zat tumbuh "Auksin" (Kartini, 2000) yang memacu tumbuh dan berkembangnya akar sehingga daya absorpsi akar terhadap unsur hara lebih cepat dan akhirnya merangsang pembentukan bakal umbi yang lebih baik.

Tabel 8. Rata-rata Produksi Kentang TPS

PERLAKUAN PRODUKSI PER HA

P0 : NPK 100-15-15 6.680 a

P1 : Kascing 6 t/ha 8.920 b

P2 : Kascing 5 t/ha 9.720 b

P3 : P2 + Mikoriza 3 kw/ha 10.080 b

*) Sumber : Kariada, 2004

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya integrasi ternak dan tanaman akan menghasilkan sumberdaya kotoran ternak yang dapat diproses menjadi pupuk organik kascing dengan prosesor cacing sehingga sumberdaya yang selama ini belum dimanfaatkan akhirnya dapat digunakan sebagai substitusi pupuk an-organik. Dengan demikian maka akan terjadi peningkatan efisiensi dalam biaya operasional budidaya sayuran.

Dari hasil pengkajian teknologi pertanian yang ramah lingkungan (secara organis) yang telah dilakukan di beberapa lokasi, maka telah dibuktikan bahwa peran pupuk organik sangat baik. Lebih khusus lagi bahwa pupuk organik kascing dapat dikatagorikan pupuk organik plus, mengingat hampir seluruh data menunjukkan pengaruhnya yang terbaik dalam aspek produktivitas sayuran. Sementara dalam pengembangannya maka sangat penting hadirnya ternak sebagai bahan baku untuk menghasilkan pupuk. Dengan demikian maka pengkajian integrasi ternak dan tanaman merupakan suatu paket teknologi yang sederhana namun mempunyai kekuatan yang handal yang diindikasikan oleh pemanfaatan seluruh sumberdaya secara holistik yaitu setiap komponen memberikan nilai tambah.

(10)

Penerapan pertanian yang ramah lingkungan hingga saat ini berjalan sangat lambat walaupun banyak kajian yang menunjukkan peran pupuk organic sangat baik dalam meningkatkan produktivitas tanaman dan memperbaiki kualitas sumberdaya lahan. Di satu sisi perusakan terhadap sumberdaya secara terus menerus terjadi walaupun berbagai upaya konservasi dilakukan. Sangat lambannya perbaikan sumberdaya dan lingkungan hidup jika dibandingkan dengan cepatnya kerusakan yang terjadi, diakibatkan oleh berbagai kendala yang ada. Tantangan yang terjadi antara lain tidak adanya dukungan secara serius dari banyak pihak dalam meyakinkan bahwa kondsi lahan saat ini sudah mengalami degradasi yang serius. Selain itu masih banyak petani yang tidak memiliki ternak sebagai sumber bahan baku pupuk walaupun pupuk organik juga dapat dibuat dari limbah tanaman, dengan kondisi ini terjadi keterbatasan akses dengan pembuatan pupuk organik. Di beberapa negara maju penerapan pertanian organik sudah dilakukan dengan penuh kesadaran, jika kita terlambat menghimbau, mewacanakan maupun mengaplikasikan maka telah terjadi keterlambatan dalam mengantisipasi perdagangan global. Oleh karena itu perlu upaya-upaya untuk menyadarkan masyarakat agar kembali menerapkan pupuk organic sebagai sumber perbaikan lahan dan ekosistem sehingga dalam perioda waktu tertentu tingkat produktivitas lahan akan meningkat.

Untuk mempercepat proses ini maka dibutuhkan dukungan yang kuat dari kalangan legislative dan PEMDA setempat sehingga dalam jangka panjang keseimbangan lahan tetap lestari. Penerapan konsep pertanian ramah lingkungan sesungguhnya juga merupakan bagian dari konsep keseimbangan antara umat manusia dengan Tuhan YME, keseimbangan lingkungan oleh umat manusia dengan berbuat menjaga linkungan tetap lestari, dan keseimbangan rasa menghargai antara sesama umat manusia untuk memahami situasi sumberdaya lahan saat ini dan perbaikan ke depan. Apabila keseimbangan ini dapat terwujud maka keseimbangan sumberdaya akan dapat dipertahankan.

DAFTAR PUSTAKA

Guntoro, S., I. M. Rai Yasa, I. M. Londra. 2003. Laporan Pengkajian Sistim Usaha Tani Integrasi Ternak dan Tanaman Industri. BPTP Bali.

Ismail, Kusnadi, dan Supriadi, 1985. Integrated Crops Livestock Farming Systems. Proyek Pengembangan Lahan Batumarta Sumatera Selatan. Badan Litbang Pertanian

Ismail. 1990. Hasil Penelitian Pengembangan Usaha Tani Terpadu di Lahan Transmigrasi Batumarta. Badan Litbang Pertanian deptan.

Kariada, I.K., FX. Loekito, I.M. Sukadana, dan Putu Sugiarta. 2000. Laporan Akir Pengkajian Sistim Usaha Tani Pinggiran Perkotaan. IP2TP denpasar, Bali.

Kariada, I.K., I.M. Londra, FX. Loekito, dan I. N. Dwijana. 2003. Laporan Akir Pengkajian Sistim Usaha Tani Integrasi Ternak Sapi Potong dan Sayuran Pada FSZ Lahan Kering Dataran Tinggi Beriklim Basah. BPTP Bali.

Kartini, L. 2000. Pertanian Organik. Seminar Nasional IP2TP Denpasar.

Petheram, J. 1989. Farming System Research Development. Post Graduate Study Material. James Cook University, North Queensland Australia.

Suprapto., I.N. Adijaya., I.K. Mahaputra dan I.M. Rai Yasa. 2003. Laporan Akhir Penelitian Sistem Usahatani Diversifikasi Lahan Marginal. BPTP Bali

Gambar

Tabel 1.  Rata-rata produksi tanaman sayuran utama di dusun Pemuteran dengan aplikasi pupuk  organic kascing.
Tabel 3. Hasil uji beda nilai tengah pengaruh interaksi pupuk organik kascing (POK) dan NPK  terhadap pH tanah setelah panen.
Tabel 6.  Rata-rata tinggi tanaman, jumlah dan lebar daun, diameter batang dan bobot tanaman  sawi  Cara Pemberian  Perlakuan *) Tinggi  tanaman  (cm) Jumlah daun (helai) Diameter batang (cm) Bobot  tanaman (gram) Produksi(Kg/are) P0 =Cara petani (NPK  100
Tabel  7. Rata-rata Jumlah Buah Cabai per Tanaman (buah)

Referensi

Dokumen terkait

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Timbangan digital, digunakan untuk menimbang Titanium-Boron (Ti-B), karena ketelitian timbangan

Sedangkan, hasil sintesa kedua karakteristik tersebut bisa disampaikan sebagai berikut : maksud perjalanan didominasi oleh perjalanan bekerja dan kuliah, moda sebelum

(2) Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang

Analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang

3 | Edisi 009 / M-4 / II / 2021 Oleh karena dinamakan Minggu Prapaskah maka perhitungannya dimulai dari Minggu VI Prapaskah dan seterusnya sampai Minggu I Prapaskah. Hal

Pada motor DC seri memiliki karakteristik starting torsi yang tinggi yang membuatnya cocok untuk aplikasi yang memiliki inertia serta sistem traksi tinggi dan memiliki Motor DC

Kajian upaya peningkatan daya saing peternakan kambing Saburai skala kecil di Kabupaten Tanggamus diharapkan dapat merumuskan tahapan pengembangan sumberdaya peternak

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolah tersebut peneliti melakukan pengecekan kebenaran melalui trianggulasi sumber dengan pengujian hasil wawancara dengan 2