• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MIKROSKOPIS DAN FITOKIMIA SEMANGGI AIR Marsilea crenata Presl (Marsileaceae) STEFANUS SENOADI KRISTIONO C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS MIKROSKOPIS DAN FITOKIMIA SEMANGGI AIR Marsilea crenata Presl (Marsileaceae) STEFANUS SENOADI KRISTIONO C"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MIKROSKOPIS DAN FITOKIMIA SEMANGGI AIR

Marsilea crenata Presl (Marsileaceae)

STEFANUS SENOADI KRISTIONO

C34051482

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

RINGKASAN

STEFANUS SENOADI KRISTIONO. C34051482. Analisis Mikroskopis dan Fitokimia Semanggi Air Marsilea crenata

Presl (

Marsileaceae). Dibimbing oleh AGOES MARDIONO JACOEB dan NURJANAH.

Semanggi air merupakan salah satu tumbuhan air yang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Semanggi air, selain sebagai sumber gizi bahan pangan juga diduga memiliki kandungan metabolit sekunder yang berguna bagi kesehatan. Kandungan gizi yang terdapat dalam semanggi air belum banyak diketahui informasinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan gizi yang terdapat dalam semanggi air. Karakteristik histologis perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan agar ke depannya pemanfaatan tanaman semanggi air ini lebih optimal.

Penelitian ini bertujuan, untuk mengetahui anatomi semanggi air komposisi kimia dan fitokimia, serta menentukan pengaruh pengukusan terhadap komposisi kimia dan fitokimia.

Tahap awal dari penelitian ini adalah memperoleh informasi morfologi tanaman semanggi mulai dari panjang dan lebar daun hingga panjang dan tebal tangkai. Tahap selanjutnya adalah histologi anatomi, serta uji-uji yang meliputi proksimat dan fitokimia.

Karakteristik histologi pada jaringan daun meliputi epidermis yang tersusun rapat, dengan bentuk tidak beraturan dan stomata hanya terlihat di epidermis atas saja. Pada jaringan pengangkut, floem terletak mengelilingi xilem. Bagian tangkai terdiri dari jaringan epidermis, korteks, endodermis, dan jaringan pengangkut. Jaringan epidermis pada tangkai tersusun lebih rapih dibandingkan pada daun. Jaringan pengangkut pada tangkai terdiri dari floem yang mengelilingi xilem di kedua sisinya. Bagian batang terdiri dari epidermis, korteks, endodermis, dan jaringan pengangkut. Bagian akar hampir sama dengan batang terdiri dari epidermis, korteks, endodermis, dan jaringan pengangkut, dimana endodermis merupakan lapisan terdalam pada korteks.

Komposisi kimia daun dan tangkai semanggi air terdiri atas kadar air 89,02%, kadar abu 2,70%, kadar lemak 0,27%, kadar protein 4,35%, dan serat kasar 2,28%. Proses pengukusan menyebabkan perubahan secara proporsional komposisi kimia pada daun dan tangkai semanggi air, kadar air 89,02% menjadi 87,92%, kadar abu (basis kering) 14,2% menjadi 4,38%, lemak 2,62% menjadi 2,48%, protein 39,63% menjadi 26,74%, serat dari 20,77% menjadi 9,27%. Fitokimia yang terdeteksi meliputi gula pereduksi, karbohidrat, steroid, dan flavonoid. Kandungan steroid dan flavonoid secara kualitatif tidak mengalami perubahan.

(3)

ANALISIS MIKROSKOPIS DAN FITOKIMIA SEMANGGI AIR

Marsilea crenata Presl (Marsileaceae)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Perikanan

pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

STEFANUS SENOADI KRISTIONO C34051482

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(4)

Judul Skripsi : ANALISIS MIKROSKOPIS DAN FITOKIMIA SEMANGGI AIR Marsilea crenata Presl. (Marsileaceae)

Nama : Stefanus Senoadi Kristiono

NIM : C34051482

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol Ir. Nurjanah, MS. NIP.195911271986011005 NIP.195910131986012002

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phil NIP. 195805111985031002

Tanggal Lulus :

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Analisis Mikroskopis dan Fitokimia Semanggi Air Marsilea crenata Presl (Marsileaceae)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2009

Stefanus Senoadi Kristiono NIM C34051482

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 November 1986 dari ayah bernama Slamet Sudiono dan ibu yang bernama Aminah CH. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari SD Santo Markus I Jakarta dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis malanjutkan sekolah di SMP Santo Markus I Jakarta dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 62 Jakarta dan lulus pada tahun 2005.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah satu tahun mengikuti pendidikan Tingkat Persiapan Bersama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama kuliah penulis pernah menjabat sebagai ketua Endeavour periode 2008/2009 dan staf Hubungan Luar Komunikasi Himpunan Mahasiswa Hasil Perairan (Himasilkan) periode 2008/2009. Selain itu penulis juga mejaadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Tradisional Hasil Perikanan periode 2008/2009.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Analisis Mikroskopis dan Fitokimia Semanggi Air Marsilea crenata Presl (Marsileaceae)” dibawah bimbingan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb Dipl.-Biol dan Ir. Nurjanah, MS.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Berkat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul ”Analisis Mikroskopis dan Fitokimia Semanggi Air

Marsilea crenata Presl (Marsileaceae)”.

Selesainya penulisan tugas akhir ini merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi penulis, karena skripsi merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol selaku dosen pembimbing dan ketua komisi pendidikan, atas segala bimbingan, bantuan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2. Ir. Nurjanah, MS. selaku dosen pembimbing kedua atas segala bimbingan, bantuan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3. Ir. Djoko Poernomo, B.Sc dan Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas segala pengarahan yang diberikan kepada penulis.

4. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M.Phil. selaku ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan atas segala doa dan bimbingan yang diberikan.

5. Dr. Ir. Dorly M.Si, Ibu Tini, Goto, dan seluruh civitas Biologi FMIPA yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan salah satu tahap penelitian di laboratorium Biologi.

6. Ayahanda, Ibunda, Martinus adikku dan segenap keluarga tercinta atas segala doa, dukungan, dan semangat yang tiada henti kepada penulis.

7. Ibu Emma, Rita, Mas Ipul, Mas Zaky, Bang Mail, Pak Ade dan seluruh dosen, pegawai, dan staf TU atas bantuannya selama ini.

8. Mifta dan Widi sekeluarga yang telah banyak membantu dalam penyedian sample dan rekan kerja dalam penelitian ini.

9. Dewi Mariana Manurung yang telah mengisi hari-hari penulis dengan cinta, kasih sayang, semangat, dan doa.

(8)

10. Teman-teman THP 42, spesial, Anggi, Uut, Binyo, Pril, Indri, Nina, Junide, Erdita, Tim Enzim (Ary, Zaen, Febri, Fahrul), Tias, Pur, Anne, Yuli, Dan, Rodi, Pus, Melda, Niken, Uli, Ance, Teteh, Ade, Ado, Vivit, Cho2m, Fathu, Tia, Mirza, Erna, Tika, Ifa, Ika dan semuanya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaan dan dukungan selama ini. ”Luv U Full”

11. Kost Villa Merah Bang Gem, Bang Rato, Saor, Dimas, Buyung, Diar, Okto, Riduan, Arie, Wagner, Ridwan, Yan, Ardie, Mas Agus, dan Joner yang penghuninya telah memberi penulis inspirasi dan kasih sayang.

12. Teman-teman THP 40, 41, 43, dan 44 atas kebersamaan dan semangatnya. 13. Sahabat-sahabat di Gong Songo yang telah memberi hiburan dan semangat

kepada penulis.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk membantu menyempurnakan skripsi ini.

Bogor, Desember 2009

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Semanggi Air (Marsilea crenata) ... 3

2.2. Anatomi dan Jaringan pada Tumbuhan ... 4

2.3. Pemeriksaan Histologi Tumbuhan ... 12

2.4. Mempersiapkan Preparat... ... 13

2.5. Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin ... 14

2.6. Kandungan Gizi pada Sayuran ... 16

2.6.1. Protein ... 17 2.6.2. Lemak ... 17 2.6.3. Mineral ... 18 2.6.4. Vitamin ... 18 2.6.5. Serat ... 19 2.7. Fitokimia ... 20 2.7.1. Terpenoid/Steroid ... 21 2.7.2. Alkaloid... 22 2.7.3. Flavonoid ... 23 2.7.4. Saponin ... 24 2.7.5. Fenol hidrokuinon ... 25 2.8. Pengukusan ... 26 3. METODOLOGI ... 27

3.1. Waktu dan Tempat ... 27

3.2. Alat dan Bahan ... 27

3.3. Metodologi Penelitian... 28

3.3.1. Analisis histologi ... 29

3.3.2. Analisis proksimat ... 30

(10)

4. PEMBAHASAN ... 36

4.1. Karakteristik dan Morfologi Semanggi (Marsilea crenata) ... 36

4.2. Karakter Histologis Semanggi (Marsilea crenata) ... 37

4.2.1. Deskripsi histologis lamina ... 39

4.2.2. Deskripsi histologis tangkai ... 39

4.2.3. Deskripsi histologis batang ... 41

4.2.4. Deskripsi histologia akar... 42

4.3. Komposisi Kimia Daun Semanggi ... 42

4.4. Hasil Uji Fitokimia ... 48

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1. Kesimpulan ... 51

5.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Semanggi Air (Marsilea crenata) ... 3

2. Model 3 dimensi jaringan pada daun ... 5

3. Tipe-tipe stomata ... 5

4. Tipe letak stomata ... 6

5. Tipe daun bifasial dan equifasial ... 7

6. Anatomi daun pada tumbuhan paku... 8

7. Sel bintang pada tumbuhan Juncus effusus ... 9

8. Penampang melintang akar jagung ... 9

9. Bentuk-bentuk saluran pengangkut xilem ... 10

10. Tipe-tipe berkas pembuluh ... 11

11. Xilem dan floem pada akar tumbuhan paku ... 12

12. Penyebaran komponen serat pada dinding sel ... 20

13. Struktur kimia terpenoid ... 21

14. Struktur kimia steroid ... 22

15. Struktur kimia alkaloid ... 23

16. Struktur kimia flavonoid ... 24

17. Struktur kimia saponin ... 25

18. Kerangka penelitian utama ... 28

19. Proses pembuatan preparat ... 30

20. Anatomi daun semanggi air (Marsilea crenata) ... 37

21. Anatomi tangkai daun semanggi air (Marsilea crenata) ... 39

22. Anatomi batang semanggi air (Marsilea crenata) ... 41

23. Anatomi akar semanggi air (Marsilea crenata) ... 42

24. Kadar air rata-rata daun dan tangkaisemanggi air segar dan kukus... 44

25. Kadar abu rata-rata daun dan tangkai semanggi air segar dan kukus ... 45

26. Kadar protein rata-rata daun dan tangkai semanggi air segar dan kukus ... 46

27. Kadar lemak rata-rata daun dan tangkai semanggi air segar dan kukus .... 47 28. Kadar serat kasar rata-rata daun dan tangkai semanggi air segar dan kukus 48

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi larutan pada proses dehidrasi ... 15

2. Kandungan gizi beberapa jenis sayuran ... 17

3. Hasil pengukuran morfologi semanggi air (Marsilea crenata) ... 36

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Surat keterangan hasil identifikasi LIPI ... 56

2. Sawah tempat semanggi tumbuh di Surabaya ... 57

3. Data mentah hasil pengukuran Semanggi air (Marsilea crenata) ... 58

4. Histogram sebaran daun dan tangkai Semanggi air (Marsilea crenata) ... 61

5. Jaringan pada tumbuhan semanggi air (daun,tangkai,batang, dan akar) ... 62

6. Hasil uji fitokimia pada daun semanggi air (Marsilea crenata) ... 64

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sumber daya perairan yang melimpah, baik sumber daya hewani maupun nabati. Undang-undang perikanan no 31 pasal 1 tahun 2004 mencantumkan bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Undang-undang ini menunjukkan bahwa hasil perikanan Indonesia bukan hanya sumber daya perairan yang berasal dari hewan seperti ikan, udang, dan rajungan namun termasuk juga tumbuhan air yang merupakan bagian dari perikanan.

Di perairan darat Indonesia banyak terdapat tumbuhan air baik yang sengaja ditanam maupun yang sifatnya liar. Tumbuhan air ini memiliki kemampuan berkembang biak yang disesuaikan dengan tempat tumbuhnya. Kebanyakan tumbuhan air memiliki kemampuan untuk membiakkan diri secara anakan maupun tunas rimpang. Tumbuhan air sering dianggap sebagai gulma karena kecepatan berkembang biaknya yang tinggi, padahal beberapa jenis tumbuhan air memiliki potensi yang tinggi untuk dimanfaatkan baik sebagai bahan pangan, pakan, obat-obatan, atau bahan industri lainnya. Kangkung merupakan tanaman yang telah digunakan sebagai bahan pangan dan obat. Eceng gondok sering digunakan sebagai pakan babi, kakarewoan sebagai pupuk karena dapat mengikat zat nitrogen dan tumbuhan-tumbuhan lain yang dapat digunakan sebagai industri kerajinan tangan (de Winter dan Amoroso 2003).

Semanggi air (Marsilea crenata) merupakan salah satu jenis tumbuhan air. Tumbuhan yang termasuk ke dalam paku-pakuan ini banyak ditemukan pada pematang sawah, kolam, danau, rawa, dan sungai. Semanggi air tumbuh dengan daun menjulur di permukaan air, sedangkan akarnya menancap di tanah dalam air. Tanaman ini banyak ditemukan pada sawah-sawah sebagai gulma tanaman padi. Di daerah Jawa Timur daun semanggi air muda banyak digunakan sebagai bahan pangan. Semanggi air muda banyak digunakan sebagai campuran pecel di daerah Surabaya. Selain sebagai bahan pangan daun dan tangkai semanggi air juga dapat digunakan sebagai peluruh air seni (Afriastini 2003).

(15)

Sampai dengan tahun 2009 masih sedikit penelitian mengenai tumbuhan air khususnya semanggi air. Semanggi air diduga memiliki nilai guna yang tinggi sebagai bahan pangan. Masyarakat Indonesia banyak yang mengkonsumsi bahan pangan tanpa mengetahui kandungan bahan pangan tersebut. Informasi mengenai kandungan gizi semanggi air diperlukan agar masyarakat mengetahui kandungan gizi yang ada pada semanggi air.

Deskripsi anatomi dari semanggi air sangat membantu dalam mengetahui manfaat lebih lanjut, seperti letak kandungan metabolit sekunder dalam jaringan, dan sifat dari tumbuhan tersebut. Informasi tentang kandungan gizi semanggi air bermanfaat dalam penggunaan lebih lanjut oleh masyarakat. Analisa fitokimia diperlukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang ada. Faktor pengolahan dapat menyebabkan terjadinya penyusutan nilai gizi terhadap bahan pangan, seperti pengukusan. Pengukusan merupakan salah satu cara dalam mengolah bahan pangan yang lazim dilakukan oleh masyarakat dan juga penting diketahui pengaruhnya terhadap kandungan gizi semanggi air. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis komposisi kimia dan kandungan fitokimia daun dan tangkai semanggi air akibat proses pengukusan.

1.2. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui anatomi semanggi air

2. Mengetahui komposisi kimia daun dan tangkai semanggi air. 3. Mengetahui kandungan fitokimia daun dan tangkai semanggi air.

4. Menentukan pengaruh pengukusan terhadap komposisi kimia dan kandungan fitokimia daun dan tangkai semanggi air.

(16)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Semanggi Air (Marsilea crenata)

Klasifikasi dan identifikasi semanggi air menurut Haenk (1825) dalam Andrews (1990) adalah sebagai berikut,

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Pteridophyta Kelas : Pteridopsida Ordo : Marsileales Famili : Marsileaceae Genus : Marsilea

Spesies : Marsilea crenata

Morfologi semanggi air dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Semanggi air (Marsilea crenata)

Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar seperti, sawah, kolam, danau, dan sungai. Semanggi air sering dianggap sebagai gulma pada tanaman padi namun memiliki nilai kegunaan yang beraneka ragam (Afriastini 2003). Tumbuhan ini biasanya tumbuh dengan jenis-jenis tumbuhan air lainnya seperti eceng kecil, genjer, rumput air, serta teki alit (Sastrapradja dan Afriastini 1985). Semanggi air memiliki beberapa nama

Dau n Tangka i Akar Batang

(17)

lain seperti jukut calingcingan (Sunda), tapak itek (Malaysia), upat-upat (Filipina), chutul phnom (Kamboja), pak vaen(Laos), phak waen (Thailand), dan water clover fern (Inggris).

Di Indonesia khususnya pulau Jawa, Filipina, dan Thailand daun semanggi air yang masih muda digunakan sebagai sayuran untuk makanan. Di Thailand tanaman ini dimakan segar dengan sambal lokal. Di Filipina daun semanggi air digunakan sebagai bahan obat, sedangkan di India daun semanggi air

digunakan untuk mengobati kusta, demam, dan keracunan pada darah. Di Australia tanaman ini banyak digunakan sebagai tepung dan dimakan. Di New

Zealand semanggi air digunakan sebagai tanaman hias pada akuarium (Champion dan Clayton 2001).

Tumbuhan semanggi tumbuh merambat di lingkungan perairan dengan tangkai mencapai 20 cm dan bagian yang muncul ke permukaan air setinggi 3-4 cm. Daun semanggi memiliki 4 helai anak daun dengan ukuran rata-rata panjang 2,5 cm dan lebar 2,3 cm. Daun tersebut tipis dan lembut berwarna hijau gelap. Akar pada tanaman semanggi tertanam dalam substrat di dasar perairan.

Sporocarps yang merupakan struktur reproduksi berbentuk panjang dan bulat

pada bagian ujung, terdapat sebanyak 1 sampai 6 buah dengan ukuran 3-4 mm, dan panjang tangkai sporocarps 5 mm (Holttum 1930). Tangkai pada sporocarps tidak bercabang, di ujung yang berbentuk melingkar terdapat seperti gigi kecil dan ditutupi dengan rambut caducous berhimpitan dan tegak lurus dengan tangkai (Afriastini 2003).

2.2. Anatomi dan Jaringan pada Tumbuhan

Tumbuhan terdiri dari berbagai macam jaringan yang menyusun tiap organnya. Setiap organ yang ada tersusun dari jaringan yang berbeda-beda sehingga menghasilkan fungsi yang berbeda pula. Daun, batang, dan akar tersusun dari jaringan yang berbeda.

a. Daun

Daun pada umumnya tersusun atas jaringan epidermis, palisade, bunga karang, parenkim, dan jaringan pengangkut. Model penampang 3 dimensi jaringan pada daun dapat dilihat pada Gambar 2.

(18)

Gambar 2. Model 3 dimensi jaringan pada daun

(Sumber: Kück dan Wolff 2009)

Daun pada umumnya tersusun dari jaringan epidermis di bagian terluar. Jaringan tersebut berfungsi sebagai pelindung jaringan di dalamnya. Sel epidermis memiliki bentuk seperti kubus/prisma, tidak teratur pada permukaan dan merupakan segi banyak, tidak teratur dan dindingnya berkelok-kelok dan bentuknya memanjang. Jaringan epidermis merupakan lapisan sel hidup dan selalu tersusun rapat satu sama lainnya membentuk lapisan yang kompak tanpa ruang antar sel. Ketebalan sel epidermis beragam dan sering mengandung berbagai zat seperti kutikula, pektin, dan lilin. Ketebalan kutikula pada tanaman ditentukan oleh habitatnya. Tanaman yang hidup di daerah kering kutikulanya akan semakin tebal. Pada jaringan epidermis terdapat stomata yang berfungsi sebagai lubang untuk keluar masuk udara (Sutrian 1992). Tipe-tipe stomata dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Tipe-tipe stomata; A= Digitalis purp. folium; B= Belladonae-,

Stramonii folium; C= Sennae folium; D= Menthae piperitae folium.

(Sumber: Frohne 1985) Epidermis atas Palisade Bunga karang Bündelscheid e Xilem Floe m Epidermis

bawah Kutikula Ruang kosong

substomata Sel Penutup

Lapisan tipis kutikula

(19)

Gambar 4. Tipe letak stomata. Keterangan a dan b= tipe Mnium ;c dan d= tipe Helleborus; e dan f= tipe Gramineen

(Sumber: Kück dan Wolff 2009)

Hasil rekaman mikroskopis dan deskripsi 3 dimensi pada Gambar 4 menunjukkan berbagai jenis stomata. Pada lumut dan paku sebagian besar tergolong dalam tipe Mnium, dimana sel penutup berbentuk kacang polong dan penampang melintang sulit dibedakan dari sel penutup. Pada tanaman dikotil dijumpai lebih banyak jenis Helleborus, sedangkan jenis Gramineen banyak dijumpai pada rumput. Jaringan palisade merupakan jaringan yang terletak di sebelah dalam jaringan epidermis. Jaringan ini terdiri atas sel-sel panjang yang tersusun rapat dalam barisan, serta mengandung banyak kloroplas. Jaringan palisade umumnya satu lapis dan terletak pada permukaan atas daun. Daun yang memiliki jaringan palisade hanya di satu sisi saja disebut daun bifasial atau dorsiventral, sebaliknya bila jaringan palisade terletak di kedua sisi disebut daun equifasial atau isolateral (Sutrian 1992). Tipe daun bifasial dan equifasial ditunjukkan pada Gambar 5.

Sel penutup Porus Ruang kosong substomata Ruang kosong substomata Sel tetangga Sel penutup Poru s Porus Sel penutup Sel tetangga Ruang kosong substomata

(20)

Gambar 5. Tipe daun bifasial dan equifasial; A= tipe bifasial; B= tipe equifasial

(Sumber: Frohne 1985)

Mesofil daun terletak di sebelah dalam epidermis dan tersusun dari jaringan parenkim. Bentuk sel parenkim antara lain polihedral, sel dengan lipatan atau tonjolan, bentuk bintang, ataupun memanjang. Bentuk dan susunannya itu menyebabkan parenkim memiliki ruang-ruang antar sel. Umumnya sel parenkim berdinding tipis tetapi ada juga yang berdinding tebal. Dinding tebal ini merupakan tempat terakumulasinya hemiselulosa. Sistem vaskuler daun terletak pada tulang daun serta merupakan kelanjutan dari berkas pembuluh batang yang menuju tangkai daun. Tulang daun yang berukuran besar sering dikelilingi oleh jaringan parenkim tanpa kloroplas yang disebut seludang pembuluh. Tumbuhan paku memiliki anatomi daun yang tidak berbeda jauh dengan anatomi daun pada tumbuhan lain. Jaringan epidermis yang merupakan lapisan sel hidup dan selalu tersusun rapat satu sama lainnya membentuk lapisan yang kompak tanpa ruang antar sel. Ketebalan sel epidermis beragam dan sering mengandung berbagai zat seperti kutikula, pektin, dan lilin. Mesofil dibedakan antara bagian palisade dan bunga karang (Bold et al. 1980). Jaringan palisade terdiri atas sel-sel panjang yang tersusun rapat dan mengandung banyak kloroplas. Jaringan pengangkut pada tumbuhan paku tersusun kosentris amphikribral. Anatomi daun pada tumbuhan paku dapat dilihat pada Gambar 6.

Epidermis atas Palisade Bunga karang Epidermis bawah Epidermis atas Palisade Palisade Bunga karang Epidermis bawah

(21)

Gambar 6. Anatomi daun pada tumbuhan paku: a=stomata; b=epidermis atas; c=jaringan palisade; d=bunga karang; e=epidermis bawah; f=vein

(Sumber: Bold et al. 1980)

b. Batang

Jaringan epidermis merupakan jaringan terluar pada batang. Epidermis pada batang umumnya memiliki stoma dan kadang-kadang dilengkapi dengan trikoma. Di bagian dalam epidermis terdapat korteks yang biasanya tersusun atas sel parenkim. Korteks pada tangkai biasanya mengandung pati yang cukup banyak dan berfungsi sebagai cadangan makanan. Kadang-kadang korteks juga mengandung sklereid, sel sekresi, atau sel lateks. Kadang parenkim ini mengandung kloroplas dan berfungsi untuk proses fotosintesis, tipe ini disebut dengan klorenkima (Sutrian 1992). Parenkim yang terdapat pada batang berhubungan dengan udara dalam ruang antar sel, parenkim ini biasa disebut

aerenchym. Aerenchym merupakan parenkim dimana ruang-ruang antar selnya

cukup besar dan di dalamnya terdapat udara. Tumbuhan air mengandung

aerenchym cenderung lebih besar, hal ini selain memudahkan sistem aerasi juga

membuat tumbuhan lebih mudah mengapung (Sutrian 1992). Sel-sel aerenchym membentuk fenomena seperti bintang dan disebut Sternzelle. Pada Gambar 7 dapat dilihat bentuk sel bintang pada tumbuhan Juncus effucus (Brune et al. 2007).

(22)

Gambar 7. Sel bintang pada tumbuhan Juncus effusu; A= Letak Sternzelle dalam Markparenkim; B= Dua sel diperbesar; C= Plasmodesma

(Sumber: Brune et al. 2007)

Antara korteks dan silinder vaskuler terdapat endodermis yang merupakan jaringan yang terdiri dari selapis sel khusus. Sel-sel penyusun endodermis teratur dalam bentuk lingkaran mengelilingi silinder vaskuler sejajar dengan epidermis. Sel-sel tersebut sangat rapat satu dengan lainnya dan berbentuk seperti sel-sel parenkim yang dinding-dindingnya mendapat penebalan khusus. Endodermis pada tumbuhan paku-pakuan biasanya mengelilingi jaringan pengangkut. Silinder pusat merupakan bagian dari sumbu batang, terdiri dari sistem berkas pembuluh yang melingkar bersama jaringan dasarnya, daerah intervaskuler, dan empulur.

c. Akar

Akar memiliki anatomi yang hampir sama dengan sistem anatomi pada batang, dimana tersusun dari epidermis (rhizodermis), korteks, endodermis, dan silinder vaskuler. Penampang melintang akar dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Penampang melintang akar jagung.

(Sumber: Kück dan Wolff 2009)

Trichobla st Atrichoblast Rhizodermi s Kortek s Endodermi s Perikambium Floem Xilem Parenkim

(23)

Jaringan epidermis pada akar biasa dikenal dengan rhizodermis dan letaknya paling luar dari jaringan. Epidermis pada akar biasanya berdinding tipis dan tidak berkutikula, namun pada akar yang sudah tua sering terjadi penebalan dinding sel dan mengandung lignin. Setelah epidermis terdapat korteks yang sebagian besar terbentuk dari jaringan parenkim. Setelah korteks terdapat endodermis yang terdiri dari selapis sel yang membentuk cincin dan terdapat pada semua tumbuhan berpembuluh. Endodermis memiliki bentuk sel seperti parenkim dengan penebalan-penebalan khusus. Penebalan tersebut berbentuk seperti pita dan biasa disebut dengan pita caspary. Pita caspary ini sering kali terdiri dari zat lignin (Sutrian 1992).

Di pusat akar terdapat jaringan pengangkut yang terdiri atas xilem dan floem. Xilem merupakan jaringan pengangkut yang melangsungkan pengangkutan air dan zat-zat mineral dari akar ke daun, sedangkan floem berfungsi mengangkut dan menyebarkan zat-zat makanan yang merupakan hasil fotosintesis dari daun ke bagian yang ada di bawahnya atau atasnya. Xilem terbentuk dari sel parenkim, saluran pengangkut, dan elemen penguat. Sel parenkim pada xilem dianggap sebagai tempat menyimpan cadangan makanan berupa zat tepung dan lemak. Zat-zat tepung biasanya tertimbun sampai pada saat giatnya pertumbuhan. Selain Zat- zat-zat tepung terdapat pula pula zat-zat tannin, kristal-kristal, atau zat-zat-zat-zat lainnya. Saluran pengangkut pada xilem memiliki bentuk yang berbeda-beda. Bentuk-bentuk saluran pengangkut pada xilem dapat kita lihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Bentuk-bentuk saluran pengangkut xilem; A= bentuk ring; B= bentuk spiral; C= bentuk jaring; D= bentuk berlubang

(Sumber: Frohne 1985)

Berkas sistem pembuluh pada umumnya memiliki 3 jenis yaitu kolateral, konsentris, dan radial. Perbedaan ketiganya terletak pada letak susunan xilem dan

(24)

floem pada berkas pengangkut. Tipe berkas pengangkut konsentris terbagi menjadi konsentris amphikribal dan konsentris amphivasal. Konsentris amphikribal merupakan jaringan pengangkut dimana floem mengelilingi xilem, sedangkan konsentris amphivasal floem terletak di tengah dan dikelilingi xilem. Berkas pengangkut radial merupakan berkas pengangkut dimana xilem dan floem terletak bergantian menurut jari-jari lingkaran. Berkas pengangkut kolateral terbagi menjadi tiga macam yaitu, kolateral tertutup, kolateral terbuka, dan bikolateral. Kolateral tertutup merupakan berkas pengangkut dimana antara floem dan xilem tidak terdapat kambium, sedangkan kolateral terbuka antara floem dan xilem terdapat kambium. Bikolateral merupakan berkas pengangkut dimana terdapat dua buah floem dengan satu xilem. Kambium hanya terdapat diantara floem luar dengan xilem, sedangkan floem dalam dan xilem tidak terdapat kambium.Tipe-tipe berkas pembuluh dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Tipe-tipe berkas pembuluh; A= Konsentris amphikribal; B= Konsentris amphivasal; C= Radial; D= Bikolateral;

E= Kolateral tertutup; F= Kolateral terbuka.

(Sumber: Frohne 1985)

Pada tumbuhan paku, bentuk akar paku berbeda-beda untuk tiap spesies. Banyak tumbuhan paku yang memiliki akar merambat namun tidak untuk jenis tumbuhan paku yang hidup di darat. Akar pada tumbuhan paku kebanyakan berupa akar serabut. Pada akar paku, xilem terdapat di tengah dikelilingi floem membentuk berkas pembuluh angkut yang konsentris (Bold et al. 1980). Gambar xilem dan floem pada tumbuhan paku dapat dilihat pada Gambar 11.

(25)

Gambar 11. Xilem dan floem pada akar tumbuhan paku

(Sumber: Bold et al. 1980)

2.3. Pemeriksaan Histologi Tumbuhan

Histologi tumbuhan dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari struktur mikroskopis atau karakteristik sel dan fungsi dari jaringan dan organ. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan informasi yang sama namun berbeda cara secara detail dari media dan jenis media yang digunakan untuk sampel. Hal tersebut termasuk metode untuk menerangkan dan pemendaran pada mikroskop, dimana spesimen dapat dipotong pada bagian tengah (15-40 mikrometer) tanpa menggunakan medium penstabil (keadaan segar), dalam cryofluids (keadaan beku), atau ditanam dalam bahan seperti parafin atau dalam formula plastik lainnya. Metode lain yang dikerjakan dengan mikroskop elektron tidak membutuhkan media penanaman spesial untuk persiapan preparat (Scanning

Electron Microscopy) atau menggunakan sampel yang ditanam dalam plastik

(Transmission Electron Microscopy) untuk cara ini sampel dipotong sangat kecil (65-100 nanometer) (Trigiano et al. 2005).

Dengan melihat jaringan histologis pada tumbuhan kita bisa mendapatkan informasi yang tidak didapat melalui pemeriksaan secara visual. Banyak penelitian baik yang dilakukan secara in vitro maupun in vivo bisa dipelajari lebih lanjut karena adanya penelitian secara histologi. Sebagai contoh, somatik embrio dapat diproduksi di permukaan daun, tetapi mungkin morfologi yang menyimpang tidak akan diketahui. Dengan menggunakan metode histologi dan pemeriksaan anatomi dengan cermat, para peneliti akan dapat melihat karakteristik somatik embrio. Contoh lain dari teknik histologi digunakan untuk melihat struktur spesisfik asli dari tumbuhan. Perkembangan histologi dapat dipelajari dari waktu

Floem Xilem

(26)

ke waktu secara teratur dengan melihat jaringan sampel atau langsung dilihat pada jaringan dewasa (Trigiano et al. 2005).

2.4. Mempersiapkan Preparat

Sebelum kita dapat mempelajari histologi sebuah tumbuhan kita harus membuat preparatnya terlebih dahulu. Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount), dan preparat yang dilakukan proses penanaman (embedding). Proses pembuatan preparat segar dilakukan dengan melakukan sayatan melintang yang tipis pada daun dan diletakkan pada gelas objek. Setelah itu dapat ditetesi dengan pewarna dan ditutup dengan gelas penutup. Penutupan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak ada gelembung udara. Proses pembuatan preparat utuh (whole mount) merupakan metode pembuatan preparat sampel secara utuh. Biasanya tanaman yang akan diamati adalah tanaman dengan ukuran kecil, apabila ukuran tanaman terlalu besar dapat dilakukan proses pemangkasan terlebih dahulu. Proses pembuatan preparat ini terdiri dari beberapa tahap seperti fiksasi bertahap, penggunaan xilol berseri, pewarnaan, inkunasi, dehidrasi, dan perekatan ke gelas preparat, dan dilakukan penutupan. Pembuatan preparat dengan metode

embedding terdiri dari 5 macam. Metode tersebut antara lain gelatin embedding, paraffin embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan embedding

pada plastik (Kiernan 1990).

Proses embedding pada objek menggunakan media gelatin merupakan metode lama yang sudah digantikan dengan resin. Metode ini mirip dengan metode parafin dimana gelatin tidak dapat menembus jaringan dan hanya mengelilingi jaringan dan mengisi ruang yang kosong. Gelatin tidak dapat dihilangkan, karena warnanya sangat kuat tetapi tidak mengganggu warna penampakan objek. Media embedding yang sejenis dengan gelatin adalah agar dan

polycrylamide. Paraffin embedding merupakan suatu metode yang paling umum

digunakan. Metode ini banyak digunakan karena lebih mudah dan lebih cepat serta material kering dapat disimpan lebih lama. Nitrocellulose embedding merupakan metode embedding menggunakan padatan dengan nama celloidin,

(27)

larutan yang mudah terbakar. Biasanya larutan ini dicampurkan dengan volume yang sama dengan etanol dan dietil eter (Kiernan 1990).

Selain ketiga metode tersebut dalam pembuatan preparat embedding juga dapat dilakukan dengan menggunakan double embedding. Metode ini menggunakan kombinasi nitrocellulose dan lilin cair. Metode ini digunakan pada objek yang mengandung jaringan keras dan lunak. Metode embedding dengan plastik (resin) merupakan metode embedding yang digunakan untuk mikroskop elektron. Prinsip pembuatan preparat dengan metode ini sederhana, dimana objek diinfiltrasi dengan monomer reaktif (molekul kecil) dimana polymerized membentuk plastik (molekul besar). Bahan resin lebih keras dibandingkan dengan lilin atau nitrocellulose, sehingga memungkinkan memotong lebih tipis untuk mikroskop elektron (Kiernan 1990).

2.5. Pembuatan Preparat dengan Metode Parafin

Metode pembuatan preparat tetap menjadi sesuatu yang penting dari semua metode histologi yang ada. Pada saat ini telah banyak perubahan dalam memeriksa sampel kering dan tidak menggunakan gelas penutup. Penggunaan pisau untuk memotong juga telah mengalami modifikasi alat dengan adanya alat mikrotom. Spencer microtomes telah dapat digunakan dengan baik untuk memotong dalam metode histologi (Johansen 1940).

Proses pembuatan preparat dengan metode parafin terdiri dari beberapa langkah, yaitu fiksasi, pencucian, dehidrasi, infiltrasi, embedding, pengirisan, penempelan, pewarnaan, dan penutupan. Langkah awal yang dilakukan dalam pembuatan preparat dengan metode parafin adalah proses fiksasi.

Formalin-aceto-alcohol dapat digunakan sebagai bahan yang memberikan fiksasi sempurna karena

larutan ini dapat mempertahan sifat-sifat asal dinding sel (Frohne 1985). Setelah tahap fiksasi selesai, dilanjutkan dengan pencucian dan dehidrasi. Proses pencucian dilakukan untuk menghilangkan reagen yang masih ada pada obyek. Cairan yang digunakan dalam proses pencucian ini tergantung pada reagen yang digunakan sebelumnya. Hampir semua larutan pengencer terutama yang mengandung chromic acid dapat dicuci dengan air, jika proses pencucian dengan air mengalir sulit dilakukan, maka dapat dilakukan dengan air dalam jumlah besar

(28)

dan dilaksanakan berulang kali. Proses pencucian dengan menggunakan larutan jumlahnya harus sama dengan larutan fiksasi (Johansen 1940).

Proses dehidrasi merupakan pengambilan air dari jaringan. Jika proses pencucian dilakukan dengan air maka proses dehidrasi dilakukan dengan 5% etanol pada air dan diteruskan dengan 11, 18, dan 30% etanol. Perendaman setiap dua jam pada masing-masing larutan sudah cukup untuk proses dehidrasi. Bagaimanapun jika proses pencucian dilakukan dengan alkohol diatas 70% perlu digunakan xilol, kloroform, atau larutan essensial setelah proses dehidrasi pertama yang diikuti dengan alkohol absolut. Komposisi larutan yang digunakan untuk proses dehidrasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi larutan pada proses dehidrasi

Persentasi alkohol pada larutan 50% 70% 85% 95% 100%

Air 50 30 15 - -

Etanol 95% 40 50 50 45 -

Tertier butil alkohol 10 20 35 55 75

Etanol 100% - - - - 25

Sumber: Johansen 1940

Setelah tahap dehidrasi selesai dilanjutkan dengan infiltrasi. Pada tahap ini dilakukan proses transfer dari butil alkohol ke parafin sedikit demi sedikit. Transfer bahan pada campuran yang sama pada minyak parafin dan Tertier Butil Alkohol dilakukan selama 1 jam. Botol kecil diisi 3/4 penuh dengan cairan Parowax dan didiamkan sampai cairan tersebut mulai mengeras namun jangan sampai menjadi beku. Setelah obyek tenggelam campuran minyak parafin, parowax, dan alkohol diganti dengan dengan cairan yang baru. Pergantian cairan parafin yang baru dilakukan tiap 6 jam sekali sebanyak 3 kali (Johansen 1940).

Setelah itu dilakukan proses penanaman dengan memasukkan obyek dalam parafin cair ke dalam kotak/cetakan. Setelah itu dibiarkan dalam air selama setengah jam sampai dingin. Suhu parafin harus benar-benar diperhatikan, apabila pendinginan parafin terlalu lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal dan meyebabkan cetakan banyak terdapat bercak putih dan tidak dapat dilakukan pengirisan. Setelah proses penanaman selesai dan parafin telah dingin dan keras akan dilakukan proses pengirisan dengan menggunakan mikrotom. Setelah itu

(29)

dilakukan proses penempelan pita yang telah dipotong ke dalam gelas obyek dan diberi beberapa tetes air (Johansen 1940).

Pewarnaan merupakan pemberian warna pada sampel dan bisa dilakukan pada gelas obyek. Proses ini dilakukan untuk memudahkan dalam melihat jaringan pada tumbuhan. Pewarnaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan satu pewarna atau beberapa kombinasi warna disesuaikan dengan tujuan pengamatan. Sebagai contoh apabila pewarnaan ditujukan untuk melihat selulosa pada dinding sel maka dapat digunakan aniline blue, Fast-green, CFC, Light

green, dan Congo red. Untuk melihat protein dapat digunakan safranin, sedangkan

untuk lemak dapat dengan sudan III dan lain-lain. (Kiernan 1990). Sebelum proses pewarnaan ini dilakukan parafin harus dihilangkan terlebih dahulu dari obyek. Untuk melakukan proses ini dapat digunakan xilol dan campuran xilol dengan etanol. Sebelum diberi pewarna gelas preparat dibilas terlebih dahulu dengan akuades. Kemudian gelas preparat dicelup ke dalam pewarna sesuai dengan tujuan pewarnaan. Setelah pencelupan dalam larutan pewarna selesai dilakukan dehidrasi dengan alkohol 35, 70, dan 95%. Setelah proses pewarnaan selesai dilanjutkan dengan penutupan. Proses penutupan ini dapat dilakukan dengan menggunakan perekat seperti entelan (Canada Balsam) dan ditutup dengan coverslip. Setelah itu preparat dapat disimpan dengan suhu tidak boleh melebihi 60 oC (Johansen 1940).

2.6. Kandungan Gizi pada Sayuran

Sayuran merupakan salah satu jenis pangan yang dibutuhkan oleh tubuh kita. Sayuran sangat dianjurkan untuk kita konsumsi sehari-hari, hal ini dikarenakan sayuran merupakan pabrik vitamin, mineral, antioksidan dan serat pangan. Sayuran memiliki kandungan gizi baik makro maupun mikro. Kandungan gizi makro terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak, sedangkan golongan mikro terdiri dari vitamin dan mineral (Haris dan Karmas 1989). Kandungan gizi pada sayuran dapat dipengaruhi oleh keadaan tanah, iklim, umur tanaman, cara penanganan, dan pengolahan. Seperti bahan pangan pada umumnya sayuran juga memiliki kandungan gizi berupa protein, lemak, vitamin, mineral dan dilengkapi dengan serat (Wirakusumah 2007). Kandungan gizi sayuran dari beberapa jenis sayuran dapat dilihat pada Tabel 2.

(30)

Tabel 2. Kandungan gizi beberapa jenis sayuran No Sayuran Kadar Air

(%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat (%) 1 Bayam 86,9 3,5 0,5 6,5 0,9 2 Kangkung 89,7 3,0 0,3 5,4 2 3 Daun Singkong 77,2 6,8 1,2 13 2,4 4 Daun Pepaya 75,4 8,0 2 11,9 2,1 5 Selada 94,8 1,2 0,2 2,9 0,8

Sumber: Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009)

2.6.1. Protein

Protein berfungsi sebagai bahan dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Selain itu, protein juga berperan dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Protein merupakan molekul besar yang terdiri dari rangkaian asam amino. Asam amino penting yang harus ada dalam konsumsi makanan sehari-hari dikenal dengan istilah asam amino esensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein yang disebut juga asam amino eksogen. Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh disebut juga asam amino endogen (Winarno 1997).

Asam amino non esensial seperti juga asam amino esensial memiliki beberapa manfaat yang baik untuk tubuh makhluk hidup. Sayuran yang mengandung protein adalah yang berasal dari biji-bijian, seperti kacang panjang, buncis, dan kecambah (Wirakusumah 2007). Untuk menganalisis kandungan protein pada bahan pangan digunakan uji yang berdasarkan kandungan nitrogen (metode Kjeldhall). Kandungan protein dapat dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan 6,25 menggunakan metode Kjeldhall dengan katalis Cu (Dierenfeld dan McCann 1999). Kandungan protein tidak sama untuk protein non nitrogen dengan protein nitrogen (Huyghebaert et al. 2003).

2.6.2. Lemak

Lemak yang terdapat pada bahan pangan nabati umumnya berupa asam lemak tidak jenuh. Fungsi dari asam lemak tak jenuh yaitu sebagai komponen dari sel-sel saraf, membran selular, dan senyawa yang menyerupai hormon. Selain itu asam lemak tidak jenuh juga berfungsi sebagai proteksi dan terapi untuk penyakit jantung serta kanker (Wirakusumah 2007). Lemak juga berfungsi sebagai

(31)

penghasil asam lemak esensial (Essensial Fatty Acid = EFA). EFA merupakan asam lemak yang tidak dapat dibentuk tubuh dan harus tersedia dari luar (berasal dari makanan)(Gaman dan Sherrington 1992).

Kekurangan asam lemak esensial dapat menyebabkan dermatitis (scaly

skin), luka yang sukar sembuh, mudah terkena infeksi, rambut rontok (alopecia),

dan berkurangnya jumlah trombosit. Total lemak dalam bahan pangan dapat diketahui setelah diekstraksi dan dilakukan penilaian gravimetric. Hidrolisis merupakan salah satu metode yang umum digunakan untuk ekstraksi lemak, tetapi hanya untuk mengetahui total lemak tanpa tahu pembagiannya. Kandungan asam lemak dapat diketahui dengan proses saponifikasi dan esterifikasi (Huyghebaert et al. 2003).

2.6.3. Mineral

Mineral memegang peranan penting dalam memelihara fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan sebagai katalis dan kofaktor aktivitas berbagai enzim dalam setiap tahap metabolisme. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro dibutuhkan dalam jumlah besar (lebih dari 100 mg/hari), sedangkan mineral mikro dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil (kurang dari 15 mg/hari) (Wirakusumah 1997).

Mineral yang banyak terdapat pada sayuran adalah zat besi, seng, mangan, kalsium, dan fosfor. Mineral tersebut memiliki nilai kegunaan yang berbeda-beda pada manusia. Beberapa jenis mineral essensial karena berperan dalam proses biologi. Selain itu terdapat pula mineral mikro yang beracun dalam bahan pangan

(Huyghebaert et al. 2003).

2.6.4. Vitamin

Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil. Di dalam tubuh, vitamin berperan sebagai zat pengatur.

Vitamin dikelompokan menjadi dua, yaitu vitamin yang larut dalam lemak ( vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin yang larut dalam air (B1, B2, B3, B4, B5,

(32)

Vitamin yang banyak terdapat pada sayuran adalah vitamin C dan B komplek. Beberapa sayuran juga merupakan sumber bagi vitamin A, D, dan E. Karotenoid (prekursor vitamin A), vitamin C dan vitamin E merupakan antioksidan alami, yang sangat berguna untuk melawan serangan radikal bebas

penyebab penuaan dini dan berbagai penyakit kanker

(Gaman dan Sherrington 1992). Vitamin walaupun sifatnya mikro namun memiliki peran yang penting. Untuk menguji kandungan vitamin dalam bahan pangan dapat digunakan metode kromatografi (Huyghebaert et al. 2003).

2.6.5. Serat

Serat makanan adalah bahan dalam pangan asal tanaman yang tahan terhadap pemecahan oleh enzim dalam saluran pencernaan dan karenannya tidak diabsorpsi. Zat ini terutama terdiri dari selulosa dan senyawa-senyawa dari polisakarida lainnya seperti lignin dan hemiselulosa. Diduga pula bahwa susunan makanan yang mengandung banyak serat memperlambat kecepatan absorpsi glukosa dan lemak dari usus halus dan karenanya mengurangi risiko diabetes dan penyakit-penyakit pembuluh darah (Gaman dan Sherrington 1992).

Serat merupakan zat non gizi dan terbagi menjadi dua jenis, yaitu serat makanan (dietry fiber) dan serat kasar (crude fiber). Serat makanan adalah serat yang tetap ada dalam usus besar setelah proses pencernaan, baik berupa serat yang dapat larut dalam air maupun yang tidak dapat larut dalam air. Terdapat tiga macam serat kasar, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Dalam jaringan tumbuhan kandungan serat tersebut tersusun di dinding sel dengan jumlah yang berbeda pada tiap bagian. Gambar 12 menunjukkan komponen serat pada dinding sel. Dari gambar dapat terlihat bahwa kandungan protopektin ada pada dinding primer dan meningkat di mittellamela. Hemiselulosa terdapat di dinding sekunder dan meningkat sampai ke dinding primer. Selulosa terdapat di dinding primer dan meningkat sampai ke dinding sekunder, sedangkan selulosa terdapat di semua bagian dinding sel dan semakin meningkat ke mittellamela (Frohne 1985). Kandungan serat kasar dalam bahan pangan dapat dihitung setelah sampel kering didestruksi dengan H2SO4 dan NaOH. Kandungan serat kasar dapat diketahui

setelah beberapa kandungan utama seperti protein, lemak, karbohidrat, dan pati dihilangkan (AOCS 2006).

(33)

Gambar 12. Penyebaran komponen serat pada dinding sel; arah panah

menunjukkan meningkatnya konsentrasi komponen

(ML=Mittellamela, PW=dinding primer sel, SW= Dinding sekunder sel)

(Sumber: Frohne 1985)

2.7. Fitokimia

Fitokimia merupakan senyawa bioaktif yang terdapat dalam tumbuhan dan dapat memberikan kesehatan pada tubuh manusia (Hasler 1998). Fitokimia mempunyai peran penting dalam penelitian obat yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Dalam tumbuhan terdapat senyawa kimia bermolekul kecil yang

penyebarannya terbatas dan sering disebut sebagai metabolit sekunder (Sirait 2007).

Fitokimia saat ini telah berkembang menjadi ilmu yang penting dan berkembang menjadi disiplin tersendiri yang berada di antara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan serta berkaitan erat dengan keduanya. Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimia, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah, dan fungsi biologinya. Untuk melakukan hal-hal tersebut diperlukan metode pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan yang terdapat dalam tumbuhan (Harborne 1987).

Fitokimia sangatlah berhubungan dengan kesehatan manusia. Konsumsi buah dan sayur dapat mencegah berbagai penyakit kanker. Banyak senyawa fitokimia yang dapat memberikan perlindungan dengan aksi dan mekanisme perlindungan yang berbeda-beda. Aksi tersebut antara lain mengurangi atau

(34)

menahan aktifitas senyawa karsinogen, meningkatkan aktivitas fase 2 dari enzim, meningkatkan perbaikan DNA, meningkatkan kekebalan tubuh, dan mengatur sinyal sel (Premier 2002).

2.7.1. Terpenoid/Steroid

Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis dan terdistribusi secara luas dalam dunia tumbuhan dan hewan. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprena dimana kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan isoprene (C5) (Sirait 2007). Struktur penyusun terpenoid

dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Struktur kimia terpenoid

(Sumber: Lenny 2006)

Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa mulai dari komponen minyak atsiri, diterpenoid, giberelin, triterpenoid, steroid, dan karotenoid. Secara kimia terpenoid larut dalam lemak dan terdapat di dalam sitoplasma sel tumbuhan. Secara umum terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan dengan eter minyak bumi, eter atau kloroform dapat dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina memakai pelarut tersebut. Untuk mengetahui kandungan terpenoid pada suatu bahan dapat digunakan pereaksi Liebermann Burchad. Setelah bahan diekstraksi dengan etanol akan menghasilkan warna merah atau pink bila direaksikan dengan pereaksi Liebermann Burchad, sedangkan steroid akan menghasilkan warna hijau (Lenny 2006).

Terpenoid memiliki beberapa fungsi bagi tumbuhan yaitu, sebagai pengatur pertumbuhan (seskuiterpenoid abisin dan giberelin), karotenoid sebagai pewarna dan memiliki peran membantu fotosintesis (Harborne 1987). Untuk manusia terpenoid memilki nilai kegunaan, antara lain minyak atsiri sebagai dasar wewangian, rempah-rempah, serta sebagai citra rasa dalam industri makanan,

(35)

monoterpen merupakan senyawa yang dapat mencegah kanker dan bersifat sebagai antioksidan, sedangkan karotenoid yang banyak terdapat pada sayur-sayuran berwarna kuning dan jingga dapat mencegah kanker, sebagai antioksidan, dan meningkatkan sistem imun tubuh (Sirait 2007).

Nama ‘sterol’ dipakai khusus untuk steroid alkohol, tetapi karena praktis semua steroid tumbuhan berupa alkohol dengan gugus hidroksil pada C-3, sering kali semuanya disebut sterol. Sebagian besar steroid tumbuhan cincinnya semua disambungkan satu sama lain dengan ikatan trans (Robinson 1995). Struktur kimia steroid dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Struktur kimia steroid

(Sumber: Robinson 1995)

2.7.2. Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik (Harborne 1987). Pada tumbuhan alkaloid dipercaya sebagai hasil metabolisme dan merupakan sumber nitrogen. Kebanyakan alkaloid berupa padatan Kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Kebasaan nitrogen menyebabkan senyawa tersebut mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan jika penyimpanan berlangsung dalam waktu lama (Lenny 2006). Struktur kimia alkaloid dapat dilihat pada Gambar 15.

(36)

Gambar 15. Struktur kimia alkaloid

(Sumber: Harbone 1987)

Alkaloid berperan dalam melindungi tumbuhan, pembuahan dan untuk merangsang pertumbuhan. Untuk menguji ada tidaknya golongan alkaloid dalam suatu tumbuhan dapat digunakan pereaksi Draggendorff’s dan Meyer. Apabila hasil uji menunjukkan hal yang positif maka akan berwarna merah untuk Draggendorffs dan berwarna putih untuk Meyer (Ayoola et al. 2008).

Alkaloid memiliki kegunaan dalam bidang medis, antara lain: sebagai analgetika dan narkotika, mengubah kerja jantung, penurun tekanan darah, obat asma, sebagai antimalaria, stimulant uterus, dan untuk anastesi lokal (Sirait 2007). Salah satu senyawa alkaloid, yaitu solasodine telah diidentifikasi sebagai bahan

yang pertama kali digunakan dalam menghasilkan obat steroidal (Maxwell et al. 1995 dalam Edeoga et al. 2006). Tetapi pada jenis dan konsentrasi

tertentu alkaloid dapat menjadi sangat beracun, salah satu jenis alkaloid yang beracun adalah nikotin (Lenny 2006).

2.7.3. Flavonoid

Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan

gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Flavonoid berperan terhadap warna dalam organ tumbuhan seperti bunga, buah, daun, atau warna pada pigment. Pada tumbuhan flavonoid berguna untuk menarik serangga dan binatang lain untuk membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji (Sirait 2007). Selain itu flavonoid juga berperan dalam melindungi tumbuhan dari efek buruk sinar UV. Sedangkan untuk manusia flavonoid berguna sebagai stimulan pada jantung, diuretic, antioksidan pada lemak, menurunkan kadar gula darah, anti jamur, dan anti-HIV ( Zabri et al. 2008).

(37)

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propana (C3)

sehingga membentuk suatu susuna C6-C3-C6. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri

dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut sebagai flavonoid utama. Banyaknya senyawa flavonoid ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi, atau glikosilasi dari struktur tersebut. Flavonoid tersusun dari tiga cincin benzena dengan grup hidroksil (OH) (Lenny 2006). Gambar struktur kimia dari flavonoid dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Struktur kimia flavonoid

(Sumber: Sirait 2007)

Untuk menguji kandungan flavanoid, sampel dilarutkan dalam metanol dan dipanaskan. Setelah itu dilakukan penambahan H2SO4, apabila larutan

berwarna merah menandakan adanya kandungan flavonoid pada sampel (Egwaikhide dan Gimba 2007).

2.7.4. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah (Robinson 1995). Terdapat dua jenis saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonnya yang disebut sapogenin diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim, dan tanpa bagian gula ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol lain (Robinson 1995).

(38)

Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal, dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Sifat menurunkan tegangan muka yang ditimbulkan oleh saponin dapat dihubungkan dengan daya ekspektoransia. Dengan sifat ini lendir akan dilunakkan atau dicairkan. Saponin bisa juga sebagai prekursor hormon steroid (Sirait 2007). Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati. Gambar struktur kimia saponin dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Struktur kimia saponin

(Sumber: Sirait 2007)

2.7.5. Fenol hidrokuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar. Untuk tujuan identifikasi kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok yaitu, benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat ‘senyawa fenol’ serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinon tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk dimer. Dengan demikian, diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya (Harbone 1987).

Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terekstraksi dalam tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reduksi dapat dilakukan dengan menggunakan natrium borohidrida (Harbone 1987).

(39)

2.8. Pengukusan

Penyiapan makanan dalam kehidupan sehari-hari umumnya menggunakan proses pengolahan panas. Proses pengolahan makanan dapat meningkatkan daya cerna dan penampakan, memperoleh flavor, dan merusak mikroorganisme dalam bahan pangan (Azizah et al. 2009). Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan. Salah satu proses pengolahan panas yang biasa digunakan untuk mengolah sayuran adalah pengukusan. Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, atau pengalengan. Pengukusan tradisional menggunakan air panas atau uap panas sebagai medium penghantar panas. Suhu air pengukusan harus lebih tinggi dari 66 oC, tetapi kurang dari 82 oC (Harris dan Karmas 1989). Alat yang digunakan untuk proses pengukusan berupa dandang yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah untuk air pengukus dan bagian berlubang di atasnya untuk tempat sayuran. Sebelum sayuran dimasukkan sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, setelah itu baru sayuran dimasukkan. Untuk sayuran berwarna hijau sebaiknya dandang jangan ditutup terlalu rapat. Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan yaitu kandungan gizi tidak banyak berkurang, rasa sayur lebih enak, renyah, dan harum, serta kemungkinan sayur menjadi hangus hampir tidak ada (Novary 1999).

Pengolahan panas juga mempunyai pengaruh yang merugikan pada zat gizi, karena degradasi panas dapat terjadi pada zat gizi (Harris dan Karmas 1989). Proses pengolahan akan memberikan perubahan karakteristik secara fisik maupun komposisi kimia dalam sayuran. Pengukusan secara nyata dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus. Banyak penelitian menunjukkan proses pengolahan dapat mengakibatkan kandungan fitokimia dan antioksidan dalam sayuran yang telah diolah lebih rendah daripada sayuran dalam keadaan segar (Azizah et al. 2009).

(40)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2009 bertempat di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Pengolahan, dan Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Laboratorium Mikroteknik dan Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Serta Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat-alat: pengukuran, pembuatan preparat dan pengambilan gambar, analisis proksimat, dan analisis fitokimia. Alat yang dibutuhkan dalam proses pengukuran adalah penggaris stainless merk Kenko, kaca pembesar, dan jangka sorong. Dalam pembuatan preparat digunakan alat gelas penyimpan sampel, meja cetak, karton cetak, oven, mikrotom Yamato RV-240, meja pemanas, gelas obyek, dan rak pewarna. Proses pengamatan menggunakan mikroskop cahaya Olympus tipe CH20 dan kamera mikroskop Olympus DP12. Analisis proksimat menggunakan alat: cawan, oven, desikator, tanur, labu-kjeldahl, erlenmeyer, dan alat ekstraksi soxhlet. Alat yang digunakan pada uji fitokimia adalah tabung reaksi, Beaker

glass, kompor listrik, pipet tetes, pipet 1-10 ml, dan mortar.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, daun semanggi (Marsilea crenata) yang berasal dari Surabaya, dan bahan-bahan untuk analisis proksimat meliputi, larutan K2SO4, H2SO4, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, asam

klorida, larutan indikator, pelarut etil eter. Untuk pembuatan preparat bahan yang dibutuhkan meliputi, larutan FAA, Etanol absolut, TBA, minyak parafin, parafin, Xilol, Etanol 95%, Etanol 70%, Etanol 50%, Etanol 30%, Akuades, Safranin 2%,

Fast-green 0,5%. Untuk uji fitokimia bahan yang dibutuhkan antara lain,

kloroform, amoniak, asam sulfat 2 N, anhidrida asetat, HCL 2 N, asam sulfat pekat, serbuk magnesium, amil alkohol, alkohol, etanol 70%, FeCl3 5%, pereaksi

(41)

molisch, pereaksi Dragendorf dan Meyer, pereaksi Liebermen Burchad, pereaksi biuret, serta ninhidrin 0,1%.

3.3. Metodologi Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pengindetifikasian tanaman di Laboratorium Identifikasi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Pengidentifikasian dilakukan dengan metode pustaka. Setelah itu dilakukan proses pengukuran, analisis histologis, analisis proksimat semanggi segar dan kukus, dan analisis fitokimia semanggi segar dan kukus. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Kerangka penelitian utama

Proses pengukuran pada daun meliputi panjang dan lebar daun. Pengukuran ini dilakukan terhadap satu kelopak daun dari tiap tangkai tanaman. Pengukuran panjang dan lebar dilakukan menggunakan penggaris. Panjang tangkai diukur dari ujung dekat daun sampai ke pangkal tangkai dekat batang, sedangkan ketebalan tangkai diukur menggunakan jangka sorong.

Tanaman Semanggi (Marsilea

crenata)

Pengukuran

Preparasi

(Pembuangan batang dan akar)

Analisis Histologi

Daun dan tangkai semanggi Segar Analisis Proksimat Analisis Fitokimia Kukus Analisis Proksimat Analisis Fitokimia

(42)

3.3.1. Analisis histologi

Analisis histologi dimulai dengan pembuatan preparat tumbuhan semanggi (Marsilea crenata) dan pengambilan gambar objek pada mikroskop. Pembuatan preparat dimulai dengan fiksasi selama 24 jam dalam larutan FAA, setelah itu larutan fiksasi dibuang dan dicuci dengan etanol 50% sebanyak 4 kali dengan waktu penggantian masing-masing selama 1 jam. Setelah itu dilakukan dehidrasi dan penjernihan secara bertahap melalui perendaman dalam larutan seri Johansen I-VII.

Langkah selanjutnya adalah proses infiltrasi dimana bahan dimasukkan dalam wadah berisi campuran TBA, minyak parafin, serta 1/3 parafin beku dan disimpan pada suhu kamar selama 1-4 jam yang dilanjutkan pengovenan pada suhu 58 oC selama 18 jam. Pergantian parafin dilakukan setiap 6 jam sekali sebanyak 3 kali pergantian. Kemudian proses penanaman dilakukan dengan penggantian parafin dan disimpan pada suhu ruang sampai benar-benar membeku. Setelah proses penanaman selesai dilakukan penyayatan dengan mikrotom putar setebal 10 μm. Hasil sayatan kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi albumin-gliserin dan ditetesi air. Gelas berisi pita parafin kemudian dipanaskan pada hot-plate dengan suhu 45 oC selama 3-5 jam.

Proses pewarnaan dilakukan dengan safranin 2% dalam air dan fast-green 0,5% dalam etanol 95%. Pada proses pewarnaan ini gelas obyek direndam ke dalam larutan Xilol 1 dan 2 masing-masing selama 20 menit, dilanjutkan perendaman dalam Etanol absolut, 95%, 70%, 50%, dan 30% masing-masing 5 menit. Setelah itu obyek dibilas dengan akuades dan dimasukkan ke dalam safranin 2% selama satu hari. Pada proses selanjutnya gelas obyek dibilas ke dalam akuades dan dimasukkan ke etanol 30%, 50%, 70%, 95%, dan absolut masing-masing selama 5 menit. Setelah itu obyek dimasukkan ke dalam pewarna

fast-green 0,5% selama 30 menit. Gelas obyek kemudian direndam dalam xilol 1

dan xilol 2.

Setelah proses pewarnaan selesai dilakukan penutupan dengan pemberian

entellan atau Canada balsam pada gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup.

Setelah itu dilakukan pemberian label di sebelah kiri gelas obyek. Proses pengambilan gambar dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus CH20 dan

(43)

kamera digital merk Olympus DP12. Prosedur pembuatan preparat dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Proses pembuatan preparat

3.3.2. Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat meliputi: analisis kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat.

(a) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan.

Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah pengeringan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 0C. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 30 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian

Fiksasi Pencucian

Dehidrasi dan Penjernihan

Infiltrasi

Penanaman

Penyayatan

Perekatan Pewarnaan

Penutupan dan Pemberian Label Preparat

(44)

ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, kemudian cawan dan daun semanggi seberat 5 gram ditimbang setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 0C selama 3-5 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar air pada daun semanggi : % Kadar air = B - C x 100%

B - A

Keterangan: A= Berat cawan kosong (gram)

B= Berat cawan dengan daun semanggi (gram) C= Berat cawan dengan daun semanggi setelah dikeringkan (gram).

(b) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu sekitar 650 0C selama 1 jam. Cawan abu porselen tersebut didinginkan selama 30 menit setelah suhu tungku turun menjadi sekitar 200 0C, dan dilakukan penimbangan. Daun semanggi sebanyak 1-2 gram yang telah dipotong kecil-kecil dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam tungku secara bertahap hingga suhu 650 0C. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah suhu tungku pengabuan turun menjadi sekitar 200 0C, cawan abu porselin didinginkan selama 30 menit dan kemudian ditimbang beratnya.

Perhitungan kadar abu pada daun semanggi : % Kadar abu = C - A x 100%

B - A

Keterangan: A= Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B= Berat cawan abu porselen dengan daun semanggi (gram)

C= Berat cawan abu porselen dengan daun semanggi setelah dikeringkan (gram).

Gambar

Gambar 1. Semanggi air (Marsilea crenata)
Gambar 2. Model 3 dimensi jaringan pada daun
Gambar 4. Tipe letak stomata. Keterangan a dan b= tipe Mnium ;c dan d= tipe                        Helleborus; e dan f= tipe Gramineen
Gambar 5. Tipe daun bifasial dan equifasial; A= tipe bifasial; B= tipe equifasial
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses metabolite profiling menunjukkan sejumlah 34 predictable compounds dan 28 unknown compounds , sedangkan studi in silico menunjukkan 7 senyawa yang

Kebenaran tentang firman Allah SWT mengenai “ditumbuhkannya berbagai macam tumbuhan yang baik” dibuktikan pada penelitian ini dimana aktivitas fitoestrogen yang terdapat pada