• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI OLEH MARNATAL LEO VAKUM SALOM SIHOMBING NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI OLEH MARNATAL LEO VAKUM SALOM SIHOMBING NIM"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN GETARAN MEKANIS MESIN GERINDA DENGAN GEJALA CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI JALAN MAHKAMAH

KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH

MARNATAL LEO VAKUM SALOM SIHOMBING NIM : 131000204

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

HUBUNGAN GETARAN MEKANIS MESIN GERINDA DENGAN GEJALA CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI JALAN MAHKAMAH

KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

MARNATAL LEO VAKUM SALOM SIHOMBING NIM : 131000204

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

GETARAN MEKANIS MESIN GERINDA DENGAN GEJALA CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI JALAN MAHKAMAH KECAMATAN MEDAN KOTA TAHUN 2017” ini

beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak

melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai

dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuaan. Atas

pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada

saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan

dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2017 Yang membuat pernyataan,

(4)
(5)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada pekerja Bengkel Las di Jalan Mahkamah Kecamatan Medan Kota tahun 2017 dengan tujuan untuk mengetahui hubungan intensitas getaran mekanis mesin gerinda dengan gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

Jenis penelitian ini bersifat survei analitik dengan menggunakan desain

cross sectional. Sampel yang diambil sebanyak 25 orang pekerja dengan metode

pengambilan sampel menggunakan proporsive sampling. Gejala Carpal Tunnel

Syndrome (CTS) diperiksa dengan menggunakan tes pemeriksaan fisik yaitu

dengan Phalen Tes. Sedangkan untuk mengukur intensitas getaran mekanis mesin gerinda dengan menggunakan Vibration Meter. Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan uji statistik menggunakan uji Chi Square dengan pilihan exact fisher.

Hasil dari penelitian menunujukkan bahwa dari 21 pekerja, ada sebanyak 84,0% positif dengan gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dengan diperoleh nilai P = 0,020 dimana P ≤ 0,05 yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara intensitas getaran mesin gerinda dengan gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

Kepada para pemilik Bengkel Las Medan khususnya di Jalan Mahkamah Kecamatan Medan Kota saran untuk selalu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa sarung tangan berbahan dari kulit sehingga dapat meredam getaran dengan maksimal.

Kata Kunci : Getaran Mekanis, Mesin Gerinda, Bengkel Las, Carpal Tunnel

(6)

ABSTRACT

This research was conducted on Welding Workshop workers at Mahkamah Street Medan Kota Subdistrict in 2017 with the aim to know the relation of mechanical vibration of grinding machine with Carpal Tunnel Syndrome (CTS) symptom.

This type of research is an analytic survey using cross sectional design. Samples taken as many as 25 workers with sampling method using proportional sampling. Symptoms of Carpal Tunnel Syndrome (CTS) are examined using a physical examination test with Phalen Tests. While to measure the relation of mechanical vibration of grinding machine by using Vibration Meter. To know the correlation between independent variable with dependent variable statistical test using Chi Square test with fisher exact option.

The results of the study showed that of 21 workers, there were as many as 84.0% positive with the symptoms of Carpal Tunnel Syndrome (CTS) with a value of P = 0.020 where P ≤ 0.05 indicating there is a significant relationship between mechanical vibration of the grinding machine with symptoms Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

To the owner of Medan Welding Workshop, especially at Mahkamah Street Medan Kota Subdistrict, the suggestion is to always use Personal Protective Equipment (APD) gloves made from leather so that can dampen vibration with the maximum.

Keywords: Mechanical Vibration, Grinding Machine, Welding Workshop, Carpal Tunnel Syndrome

(7)

rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul: “Hubungan Getaran

Mekanis Mesin Gerinda dengan Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada

Pekerja Bengkel Las di Jalan Mahkamah Kecamatan Medan Kota Tahun 2017”.

Penulis menyadari bahwa di dalam pelaksanaan penulisan ini banyak

mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan dan

arahan dari dosen pembimbing maka penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan

masukan serta saran yang bersifat membangun di masa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan

dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M. Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

(8)

4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS, sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih

atas bimbingan dan dukungan Bapak kepada penulis selama penulisan

skripsi.

5. Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM, M.Kes, sebagai Dosen Pembimbing II,

terima kasih atas bimbingan dan dukungan Ibu kepada penulis selama

penulisan skripsi.

6. Ir. Kalsum, M. Kes, sebagai Dosen Penguji I, terima kasih atas bimbingan

dan dukungan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

7. Umi Salmah, SKM, M. Kes, sebagai Dosen Penguji II, terima kasih atas

bimbingan dan dukungan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

8. drh. Hiswani, M.Kes, selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis

menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.

9. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat

USU.

10. dr. Richard Harinjda dengan segenap pegawai Balai Keselamatan &

Kesehatan Kerja Medan, terima kasih atas bimbingan dan bantuan bapak

dan ibu yang sudah terlibat secara langsung dalam pengukuran dilapangan

dan selama penulisan skripsi.

11. Kedua orang tua tercinta Maruduk Sihombing dan Rosinta Manalu, yang

(9)

Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan

kekurangannya penulis mohon maaf sebesar-besarnya.

Medan, Oktober 2017 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 7 1.3 Tujuan Penelitian ... 7 1.3.1 Tujuan Umum ... 7 1.3.2 Tujuan Khusus ... 7 1.4 Hipotesis ... 8 1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Getaran ... 9 2.1.1 Definisi Getaran ... 9 2.1.2 Jenis Getaran ... 9 2.1.2.1 Getaran Udara ... 9 2.1.2.2 Getaran Mekanis ... 10 2.1.3 Sumber Getaran ... 10 2.1.4 Efek Getaran ... 11

2.1.4.1 Getaran Seluruh Tubuh ... 11

2.1.4.2 Getaran Lengan Tangan... 12

2.1.5 Parameter Getaran ... 12

2.1.6 Pengukuran Getaran ... 13

2.1.7 NAB Getaran Mekanis ... 14

2.1.8 Pengendalian Paparan Getaran ... 15

2.2 Mesin Gerinda ... 17

2.3 Carpal Tunnel Syndrome ... 18

2.3.1 Defenisi Carpal Tunnel Syndrome ... 18

(11)

2.3.3 Klasifikasi ... 21

2.3.4 Patofisiologi ... 22

2.3.5 Etiologi ... 23

2.3.6 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi CTS ... 25

2.3.7 Gejala Klinis ... 29 2.3.8 Faktor Resiko ... 29 2.3.9 Diagnosis ... 30 2.3.10 Pencegahan ... 33 2.4 Pekerja ... 35 2.4.1 Defenisi Pekerja ... 35 2.4.2 Pekerja Las ... 35 2.5 Kerangka Konsep ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitiian ... 37

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 37

3.3.1 Populasi Penelitian ... 37

3.3.2 Sampel Penelitian ... 38

3.3.2.1 Kriteria Inklusi ... 38

3.3.2.2 Kriteria Eksklusi ... 38

3.4 Teknik Pengambilan Sampel ... 38

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.5.1 Data Primer ... 38

3.5.2 Data Sekunder ... 39

3.6 Variabel dan Definisi Operasional... 39

3.6.1 Variabel... 39 3.6.2 Definisi Operasional ... 40 3.7 Instrumen Penelitian ... 41 3.8 Prosedur Penelitian ... 41 3.7.1 Persiapan Penelitian ... 41 3.7.2 Pelaksanaan Penelitian ... 41

3.9 Teknik Pengolahan Data ... 43

3.10 Metode Analisis Data ... 44

3.10.1 Analisis Univariat ... 44

3.10.2 Analisis Bivariat ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 45

4.1 Gambaran umum dan lokasi Bengkel Las ... 45

4.2 Analisis Univariat ... 47

(12)

4.2.1.2 Masa Kerja ... 47

4.2.1.3 Lama Kerja ... 48

4.2.1.4 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) ... 48

4.2.2 Intensitas Getaran ... 49

4.2.2.1 Besar Paparan Intensitas Getaran ... 49

4.2.2.2 Kategori Intensitas Getaran ... 51

4.2.3 Distribusi Gejala Carpal Tunnel Syndome (CTS) ... 51

4.2.3.1 Gejala CTS pada Pekerja ... 51

4.2.3.2 Kategori Gejala Carpal Tunnel Syndome (CTS) ... 53

4.3 Analisis Bivariat ... 53

4.3.1 Hubungan Intensitas Getaran dengan Gejala CTS ... 54

BAB V PEMBAHASAN ... 55

5.1 Analisis Univariat ... 55

5.1.1 Karakteristik Responden ... 55

5.1.2 Intensitas Getaran dengan Vibration Meter ... 59

5.1.3 Gejala Carpal Tunnel Syndome (CTS) ... 60

5.2 Analisis Bivariat ... 61

5.2.1 Hubungan Intensitas Getaran dengan Gejala CTS ... 61

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

6.1 Kesimpulan ... 64

6.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sumber Getaran ... 11

Tabel 2.2 NAB Getaran Mekanis ... 15

Tabel 3.1 Defenisi Operasional Variabel ... 40

Tabel 4.1 Distribusi Pekerja Bengkel Las Berdasarkan Umur ... 47

Tabel 4.2 Distribusi Pekerja Bengkel Las Berdasarkan Masa Kerja... 47

Tabel 4.3 Distribusi Pekerja Bengkel Las Berdasarkan Lama Kerja ... 48

Tabel 4.4 Distribusi Pekerja Bengkel Las Berdasarkan Penggunaan APD... 48

Tabel 4.5 Distribusi Intensias Getaran Berdasarkan Titik Pengukuran ... 50

Tabel 4.6 Kategori Intensias Getaran ... 51

Tabel 4.7 Distribusi Gejala CTS Berdasarkan Titik Pemeriksaan ... 52

Tabel 4.8 Kategori Gejala CTS ... 53

(14)
(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mesin Gerinda ... 17

Gambar 2.2 Anatomi Nervus Medianus ... 20

Gambar 2.3 Phalent Test ... 30

Gambar 2.4 Tinel’s Sign ... 31

Gambar 2.5 Kerangka Konsep ... 36

Gambar 3.1 Vibration Meter ... 42

(16)

Lampiran 2 Surat Selesai melaksanakan Penelitian ...70

Lampiran 3 Master Data ...71

Lampiran 4 Ouput SPSS ...72

Lampiran 5 Hasil Pengukuran Intensitas Getaran ...80

Lampiran 6 Hasil Pemeriksaan Gejala CTS ...82

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Marnatal Leo Vakum Salom Sihombing, lahir pada

tanggal 14 Desember 1994 di Kota Gunungsitoli, Provinsi Sumatera Utara.

Beragama Kristen Protestan, bertempat tinggal di Jalan Bajak V, Gg. Bahagia No.

4, Kecamatan Medan Amplas. Penulis merupakan anak kelima dari enam

bersaudara pasangan Ayahanda Maruduk Sihombing dan Ibunda Rosinta Manalu.

Pendidikan formal penulis dimulai di Taman Kanak-Kanak Katolik Asisi,

Fodo pada tahun 2000 dan selesai tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di

Sekolah Dasar Negeri 070981 Fodo, pada tahun 2001 dan selesai pada tahun

2007, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Swasta

Pembda 2 Gunungsitoli pada tahun 2007 dan selesai pada tahun 2010, kemudian

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gunungsitoli pada

tahun 2010 dan selesai pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan

pendidikan di Program Studi S-1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

(18)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Nasional Indonesia dalam bidang industri telah mengalami

perkembangan yang pesat sejalan dengan maraknya permintaan pasar terhadap

barang atau produk yang ada di masyarakat terus-menerus mengalami

peningkatan yang signifikan. Oleh karena itu, sangat perlu diimbangi dengan

pendirian berbagai jenis industri yang menyerap banyak tenaga kerja dalam

mengoperasikan peralatan kerja industri sehari-hari. Hal ini sangat didukung oleh

adanya perkembangan teknologi yang melaju dengan pesat dan terbaru setiap saat.

Perkembangan teknologi ini akan mempengaruhi banyak bidang, salah satunya

adalah bidang pembangunan kesehatan masyarakat khususnya dibidang

keselamatan dan kesehatan kerja yang lebih baik.

Pendirian sebuah indutsri akan berdampak pada banyaknya penggunaan

mesin atau alat kerja. Pada dasarnya penggunaan mesin atau alat kerja sangat

bermanfaat dalam hal membantu kegiatan atau proses kerja industri agar dapat

berjalan dengan baik, tepat dan cepat. Penggunaan mesin atau alat kerja pada

sebuah industri dapat memberikan pengaruh yang positif dan pengaruh yang

negatif. Pengaruh positif dengan penggunaan mesin atau alat kerja dapat

memberikan banyak keuntungan bagi penggunanya, utamanya adalah dalam hal

efisiensi dan efektivitas melakukan pekerjaan. Sementara pengaruh negatif dalam

sebuah industri adalah mesin atau alat kerja tidak selamanya akan membawa

(19)

atau alat kerja dapat mengakibatkan berbagai musibah seperti meningkatnya kasus

penyakit akibat kerja, penyakit akibat hubungan pekerjaan, kecelakaan kerja yang

sampai menyebabkan kematian.

Peralatan kerja pada industri identik dengan mesin-mesin atau alat-alat

mekanis yang saat ini kian bertambah banyak dengan cepat, baik dari segi jenis

maupun dari segi jumlah. Penggunaan beragam mesin atau peralatan kerja

mekanis tersebut yang dijalankan oleh suatu mesin penggerak akan menghasilkan

kekuatan atau energi mekanis. Mesin atau peralatan kerja mekanis ini

menimbulkan getaran yaitu suatu gerakan yang teratur dari suatu benda atau

media dengan arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya (Suma’mur,

2009).

Sebagian dari kekuatan mekanis pada mesin gerinda ini akan disalurkan

kebagian tubuh tenaga kerja dalam bentuk getaran mekanis. Pada umumnya

getaran mekanis ini tidak dikehendaki atau disukai oleh para tenaga kerja kecuali

dengan getaran pneumatik, oleh sebab itu perlu diketahui lebih lanjut dampak

buruk yang mengganggu kesehatan tenaga kerja dan batasan-batasan paparan

getaran yang aman bagi tenaga kerja (Suma’mur, 2009).

Ketika mesin atau benda yang bergerak dirancang oleh penciptanya,

biasanya telah memperkirakan sejauh mana mesin atau benda bergerak tersebut

menimbulkan getaran mekanis. Sebuah mesin akan menghasilkan getaran

mekanis dengan ciri fisik den efek merugikan manusia berbeda-beda. Gangguan

kesehatan yang disebabkan oleh paparan getaran dapat muncul dalam waktu yang

(20)

timbul dalam beberapa bulan setelah paparan yang berat. Perubahan rangka

biasanya timbul tidak lebih awal dari 10 tahun atau lebih (Wijaya, C 1995).

Batasan getaran yang aman bagi tenaga kerja sudah diatur di Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Bab II

Pasal 6 Point 1 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan

Faktor Kimia di Tempat Kerja. Peraturan Menteri tersebut menyebutkan bahwa

Nilai Ambang Batas (NAB) getaran alat kerja yang kontak langsung maupun

tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per

detik kuadrat (m/s2).

Lebih dari 540.000 pekerja konstruksi terkena paparan getaran lebih dari

Nilai Ambang Batas (Kittusamy, dkk., 2004). Salah satu jenis peralatan kerja

yang menghasilkan getaran diatas NAB adalah mesin gerinda dengan

menggunakan bantuan tangan yang memilki intensitas getaran sebesar 8–12 m/s2 (Pangestuti, dkk., 2014). Mesin gerinda merupakan sebuah mesin perkakas yang

dipergunakan dalam kegiatan memotong, meratakan, menghaluskan,

mengkilatkan, membelah, dan membentuk benda kerja seperti merapikan hasil

pemotongan yang biasanya selalu dimiliki oleh bengkel las (Candra, 2016).

Menurut catatan dari Bureau of Labor Statistics (BLS) pada tahun 1992,

menunjukkan bahwa dari seluruh kasus CTDs, separuhnya dilaporkan dengan

diagnosis CTS yaitu sekitar 480.000 kasus (Kurniawan, dkk., 2008). Sebagai

salah satu dari 3 jenis penyakit tersering dalam golongan CTDs pada ekstremitas

(21)

pada kasus Trigger Finger 32%, De Quervan’s Syndrome 12% dan Epicondilitis

20% (Ibrahim, dkk., 2012).

Di Inggris, dalam rentang waktu antara tahun 1992 hingga tahun 2001

didapatkan laporan dari sebuah penelitian yaitu terdapat 11.233 pasien yang

diduga memiliki keluhan gejala yang mirip dengan CTS atau yang dicurigai

mengalami gangguan pada saraf tepi dibagian lengan. Setelah dilakukan hasil

pemeriksaan lebih lanjut, maka didapatkan 6.245 pasien (55,6%) terbukti

menderita CTS (Jagga, dkk., 2011).

Penelitian pada tahun 1995 melaporkan bahwa sekitar 50% lebih dari

seluruh penyakit akibat kerja di USA adalah CTDs, yang didapatkan bahwa CTS

termasuk didalamnya (Dale, dkk. 2013). American Academy of Family

Physicians (AAFP) melaporkan bahwa prevalensi CTS pada populasi dewasa

adalah sebesar 2,7% sampai 5,8%. National Health Interview Study (NHIS)

melaporkan bahwa prevalensi CTS sebesar 1,55 % (Aroori, dkk., 2008).

Di Indonesia, prevalensi CTS karena faktor pekerjaan masih belum dapat

diketahui secara pasti. Pada sebuah penelitian pada pekerja garmen di Jakarta

Utara yang menggunakan kriteria diagnosis dari The National Institute for

Occupational Safety and Health (NIOSH) didapatkan bahwa prevalensi CTS

cukup tinggi yaitu 20,3%. Pada tahun 2001 di Jakarta, terdapat 238 pasien

menderita CTS dan mengalami penurunan angka kejadian pada tahun 2002 yaitu

menjadi 149 pasien (Tana, dkk., 2004).

Bengkel las adalah sebuah tempat yang mempunyai kemampuan khusus

(22)

besi yang terpisah sebelumnya. Bengkel las memiliki banyak jenis-jenis perkakas dalam melaksanakan kegiatan pekerjanya setiap hari. Salah satu jenis dari

perkakas yang dimiliki oleh bengkel las adalah mesin gerinda. Mesin gerinda

merupakan salah satu alat yang menghasilkan getaran mekanis melebihi Nilai

Ambang Batas dengan intensitas geteran sekitar 8-12 m/s2. Getaran mekanis yang melebihi NAB atau lama kerja getaran lebih dari 4-8 jam per hari dapat

mengganggu kesehatan seperti menimbulkan kelainan-kelainan pada tubuh,

seperti kelainan otot, saraf, tulang dan persendian (Wijaya, C 1995).

Mesin gerinda pada dasarnya merupakan sebuah alat umum, yang dapat

pula dikatakan sebagai alat utama yang harus dimiliki oleh sebuah bengkel las.

Tanpa adanya mesin gerinda pekerjaan pada bengkel las tidak akan berjalan

dengan lancar. Kegunaan mesin gerinda pada bengkel las adalah untuk

memudahkan proses pekerjaan, namun mesin gerinda memiliki kelemahan

sebagai alat kerja. Mesin gerinda yang digunakan dengan bantuan tangan akan

menghasilkan getaran-getaran pada lengan dan tangan yang dapat mempercepat

kelelahan, menimbulkan gangguan kesehatan, dan menurunkan kualitas hidup

tenaga kerja. Salah satu dampak buruk dari getaran melebihi NAB yang

dihasilkan mesin gerinda adalah gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) (Pransky,

dkk., 1997).

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan kumpulan gejala neuropati

kompresi dari Nervus Medianus didaerah pergelangan tangan, ditandai dengan

adanya peningkatan tekanan dalam carpal tunnel atau terowongan karpal dan

(23)

dapat menyebabkan seperti mati rasa, kesemutan, dan rasa nyeri di tangan, lengan

dan jari (Viera, 2003). Akibat penekanan saraf medianus secara terus menerus,

penderita akan merasakan nyeri yang hebat terutama pada malam hari, kelemahan

pada daerah tangan dan yang paling parah dapat menimbulkan ganguan fisik.

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dapat terjadi karena adanya hubungan

dengan pekerjaan yang menggunakan kombinasi antara kekuatan dan

pengulangan gerakan secara terus-menerus pada jari-jari selama periode yang

lama. CTS juga dapat tercetus akibat paparan terhadap vibrasi dan akibat

kesalahan posisi yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (Bahrudin, 2011).

Saat peneliti melakukan survei pendahuluan di bengkel las yang berlokasi

di Jalan Mahkmah Kecamatan Medan Kota sekitar awal Oktober 2016 yang lalu,

peneliti melihat secara langsung berbagai kegiatan kerja yang dilakukan oleh para

pekerja bengkel las seiap harinya. Salah satu jenis kegiatan kerja yang paling

banyak dilakukan oleh pekerja adalah menggunakan mesin gerinda dengan

bantuan tangan. Banyaknya pembangunan konstruksi di Kota Medan

mengharuskan pekerja bengkel las sering menggunakan mesin gerinda. Umumnya

pekerja bengkel las yang menggunakan mesin gerinda akan merasakan gejala

Carpal Tunnel Sydrome. Pekerjaan dengan menggunakan mesin gerinda akan

terus-menerus dilakukan selama orderan dari pelanggan-pelanggan semakin

bertambah banyak setiap harinya (Candra, 2016).

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti

(24)

Gerinda dengan Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pekerja Bengkel Las

di Jalan Mahkmah Kecamatan Medan Kota Tahun 2017.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan Getaran Mekanis Mesin Gerinda

dengan Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pekerja Bengkel Las di

Jalan Mahkmah Kecamatan Medan Kota Tahun 2017.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui “Hubungan Getaran Mekanis Mesin Gerinda dengan

Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pekerja Bengkel Las di Jalan

Mahkmah Kecamatan Medan Kota Tahun 2017”.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui besar intensitas getaran mekanis mesin gerinda pada

pekerja bengkel las di Jalan Mahkmah Kecamatan Medan Kota.

2. Mengetahui karakteristik individu dari pekerja yaitu umur, masa keja,

lama kerja, dan penggunaan alat pelindung diri (APD).

3. Mengetahui gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada pekerja bengkel

(25)

1.4 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka didapatkan hipotesis

penelitian sebagai berikut bahwa ada “Hubungan antara Getaran Mekanis Mesin

Gerinda dengan Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pekerja Bengkel Las

di Jalan Mahkmah Kecamatan Medan Kota Tahun 2017”.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan rekomendasi pengendalian dengan cara

meminimalisir efek yang dapat ditimbulkan dari paparan getaran mesin

gerinda.

2. Memberi masukan kepada pekerja terkait efek dari paparan yang

diterima saat menggunakan mesin gerinda sehingga terhindar dari

gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

3. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman khusus

dalam melakukan penelitian ilmiah.

4. Bagi pemberi kerja diharapkan dapat memberi informasi kepada

pekerja tentang hubungan getaran mekanis mesin gerinda dengan

gejala carpal tunnel syndrome (CTS) pada para pekerja sehingga dapat

mengurangi biaya pengeluaran industri.

5. Dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya demi

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Getaran

2.1.1 Definisi Getaran

Getaran adalah suatu gerakan yang teratur dari benda atau media dengan

arah bolak balik dari kedudukan keseimbangannya. Getaran terjadi saat mesin

atau alat dijalankan oleh penggerak, sehingga pengaruhnya bersifat mekanis

(Budiono, 2003). Hal ini dapat disebabkan oleh getaran udara atau getaran

mekanis, misalnya mesin atau alat-alat mekanis lainnya (Gabriel, 1996).

Getaran adalah suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh manusia, mulai

dari tangan sampai keseluruh tubuh turut bergetar (osilasi pada satu titik) akibat

getaran peralatan mekanis yang di pergunakan dalam tempat kerja (Salim, 2002).

2.1.2 Jenis Getaran 2.1.2.1 Getaran Udara

Menurut Gierke dan Nixon dalam Gabriel (1996), getaran udara juga

disebabkan oleh benda bergetar dan diteruskan melalui udara sehingga akan

mencapai telinga. Pengaruhnya terutama pada akustik. Getaran dengan frekuensi

1-20 Hz tidak akan menyebabkan gangguan vestibular seperti gangguan orientasi,

kehilangan keseimbangan, dan mual-mual. Akan tetapi dapat menimbulkan nyeri

(27)

2.1.2.2 Getaran Mekanis

Menurut Wignjosoebroto (2000) dalam Budiono (2005), getaran mekanis

dapat diartikan sebagai getaran-getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat mekanis

yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh dan mengakibatkan resonansi atau

turut bergetarnya tubuh.

2.1.3 Sumber Getaran

Perkakas atau alat yang bergetar secara luas dipergunakan dalam industri

logam, perakitan kapal, dan otomotif, juga dipertambangan, kehutanan, dan

pekerjaan konstruksi. Perkakas yang paling banyak digunakan adalah bor

pneumatik. Alat ini menghasilkan getaran mekanis dengan ciri fisik dan efeknya

merugikan yang berbeda (Wijaya, 1995). Tabel berikut menyebutkan beberapa alat

(28)

Tabel 2.1 Sumber dan Tipe Getaran Berdasarkan Jenis Industri

Industry Type of vibration Common vibration

source

Agriculture Whole body Tractor operation

Boiler making Segmental Pneumatic tools

Construction Whole body / Segmental Heavy equipment

vehicles, pneumatic drills, jackhammers. Etc

Diamond cutting Segmental Vibrating tools

Forestry Whole body / Segmental Tracktors operator /

Chain saw

Furniture Segmental Pneumatic chisel

Iron & Steel Segmental Vibrating hand tool

Lumber Segmental Chain saw

Machine tools Segmental Brating hand tools

Mining Whole body Vehicle operators rock

drills

Riveting Segmental Hand tools

Rubber Segmental Pneumatic stripping

tools

Sheet metal Segmental Stamping tools

Shipyards Segmental Pneumatic hand tools

Stone dressing Segmental Pneumatic hand tools

Textile Segmental Sewing machine looms

Transportation Whole body Vehicle operation

Sumber : https://www.slideshare.net/befridita/getaran

2.1.4 Efek Getaran

2.1.4.1 Getaran Seluruh Tubuh (Whole Body Vibration)

Getaran pada seluruh tubuh atau umum (whole body vibration) yaitu

terjadi getaran pada tubuh pekerja yang bekerja dengan posisi duduk atau berdiri

dimana landasannya yang menimbulkan getaran. Biasanya frekuensi getaran ini

adalah 5 – 20 Hz (Salim, 2002). Getaran seperti ini biasanya dialami oleh

(29)

Gangguan kesehatan yang ditimbulkan Whole Body Vibration yaitu

gangguan aliran darah, gangguan syaraf pusat menyebabkan kelemahan

degeneratif syaraf, gangguan metabolisme atau pertukaran oksigen dalam

paru-paru, gangguan pada otot atau persendian (Rohmansyah, dkk., 2013).

Suma’mur (1996) mengatakan bahwa efek dari paparan whole body

vibration berbeda-beda tergantung pada tingkatan akselerasi, frekuensi, dan cara

pemaparan keseluruh tubuh. Secara umum, whole body vibration dapat

menyebabkan nyeri, penglihatan kabur dan gemetaran (shakeness), kerusakan

organ bagian dalam serta nyeri pada tulang belakang.

2.1.4.2 Getaran Lengan Tangan (Hand Arm Vibration)

Getaran lengan tangan atau hand arm vibration adalah getaran yang

merambat melalui tangan akibat pemakaian peralatan yang bergetar, frekuensi

berkisar 20 – 500 Hz (Salim, 2002). Frekuensi dapat dikatakan berbahaya apabila

sudah mencapai 128 Hz, karena tubuh manusia sangat peka pada frekuensi ini.

Getaran ini berbahaya pada pekerjaan seperti supir bajaj, operator gergaji rantai,

tukang potong rumput, pekerja gerinda dan penempa palu.

2.1.5 Parameter Getaran

Pada getaran ada 4 parameter utama, yaitu : Frekuensi, Akselerasi atau

Percepatan (Acceleration), Kecepatan (Velocity), dan Simpangan (Displacement).

a) Frekuensi adalah jumlah suatu getaran yang dihasilkan perdetik.

b) Simpangan (Displacement) diukur dalam satuan meter (m).

c) Kecepatan (Velocity) adalah laju perubahan diplacement dalam satuan waktu.

(30)

d) Akselerasi (Percepatan) adalah laju perubahan velocity dalam satuan waktu.

Satuan akselerasi adalah (m/det2).

Parameter yang menyebabkan gangguan kesehatan tubuh akibat terpapar

getaran adalah sebagai berikut :

a. Lamanya Waktu Pemaparan

Bila tubuh pekerja terpapar oleh getaran dalam waktu lama, maka gangguan

kesehatan yang ditimbulkan akan semakin parah.

b. Frekuensi Getaran, satuannya Hertz (Hz)

Efek vibrasi dalam tubuh akan berbeda pada frekuensi yang berbeda.

Umumnya frekuensi yang sering dijumpai di tempat kerja adalah 1 Hz-5000

Hz atau 10.000 Hz.

c. Amplitudo Getaran

Diukur dalam kecepatan (m/det) atau percepatan (m/det2).

2.1.6 Pengukuran Getaran

Komponen-komponen dari suatu sistem pengukuran getaran terdiri dari

elemen-elemen mekanik, atau kombinasi elemen mekanik, elektrik dan optik.

Sistem yang biasa dipergunakan memakai vibration pick-up untuk mentransformasikan gerakan mekanik menjadi suatu signal elektrik, kemudian

signal tersebut diperkuat menggunakan amplifier dan untuk menseleksi dan

mengukur getaran dalam spesifik range-frekuensi mempergunakan Vibration

Meter with Analyzer, dengan Merk Svantek Seri SV 106 (Depkes, 1991). Teknik

ini dilakukan untuk mengambil data-data mengenai tingkat paparan getaran pada

(31)

a) Periksa bagian vibration meter. Pastikan alat siap digunakan dengan

memeriksa bagian sensor getaran, kabel sensor, power ON/OFF baterai dan

display/LCD.

b) Hidupkan vibration meter dengan menekan tombol power ON/OFF.

c) Pasangkan kabel sensor ke telapak tangan sampel dengan cara

mengeratkannya.

d) Setting vibration meter dengan pilih menu hand arm.

e) Sampel diminta bekerja menggunakan mesin gerinda selama satu menit.

f) Catat angka hasil pengukuran yang muncul pada layar.

g) Matikan vibration meter dengan menekan tombol power ON/OFF.

Secara lebih menndalam Vibration Meter ini dapat melihat range untuk

pengukuran:

Velocity: 10 Hz sampai 1 kHz

Acceleration: 10 Hz sampai 1 kHz pada mode 1

Frekuensi: 10 Hz sampai 1 kHz

2.1.7 Nilai Ambang Batas Getaran Mekanis

Vibration meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur getaran.

Pengukuran getaran yang ada dibandingkan dengan NAB yang tercantum pada

keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP. 51/MEN/1999, mengenai Nilai

(32)

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Getaran untuk Pemajanan Lengan dan Tangan

Jumlah Waktu Pemajanan per Hari Kerja

Nilai Percepetan Pada Frekuensi Dominan

m/detik2 Gram

4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,40

2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61

1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81

Kurang dari 1 jam 12 1,22

Sumber : Menteri Tenaga Kerja nomor :KEP.51/MEN/1999 2.1.8 Pengendalian Paparan Getaran

Getaran tentu saja memiliki efek-efek berbahaya dari paparan kerja jika getaran tersebut melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang di tentukan, salah satunya dengan pemakaian sarung tangan pelindung anti getaran. Selain itu dapat juga di hindari dengan memperpendek waktu paparan atau memberikan shift-shift pada setiap pekerja. Pemeriksaan berkala dapat mempermudah pengenalan dini pada pekerja yang terpajan getaran dari mesin dan dapat menghindari atau mengurangi efek dari getaran mesin tersebut.

Menurut Budiono (2003), pengendalian getaran adalah sebagai berikut : A. Pengendalian Secara Teknis


1. Mengunakan peralatan kerja yang rendah intensitas getarannya (dilengkapi dengan damping/peredam).


2. Menambah atau menyisipkan damping diantara tangan dan alat, misalnya membalut pegangan alat dengan karet.

3. Memelihara/merawat peralatan dengan baik.
Dengan mengganti bagian-bagian yang aus atau memberikan pelumasan.


(33)

4. Meletakan peralatan dengan teratur.
Alat yang diletakan diatas meja yang tidak stabil dan kuat dapat menimbulkan getaran di sekelilingnya.

5. Menggunakan remote kontrol.
Tenaga kerja tidak terkena paparan getaran, karena dikendalikan dari jauh.

B. Pengendalian Secara Administratif


Yaitu dengan cara mengatur waktu kerja, misalkan:

1. Merotasi pekerjaan. Apabila terdapat suatu pekerjaan yang dilakukan oleh 3 orang, maka dengan mengacu pada NAB yang ada, paparan getaran tidak sepenuhnya mengenai salah seseorang, akan tetapi bergantian, dari A, B dan kemudian C.
 ABC ABC ABC


2. Mengurangi jam kerja, sehingga sesuai dengan NAB yang berlaku.
 C. Pengendalian Secara Medis

Pada saat awal, dan kemudian pemeriksaan berkala setiap 5 tahun sekali. Sedangkan untuk kasus yang berlanjut, maka interval yang diambil adalah 2-3 tahun sekali.


D. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Pengurangan paparan dapat dilakukan dengan menggunakan sarung tangan yang telah dilengkapi peredam getar (busa).
Efek-efek berbahaya dari paparan kerja terhadap getaran paling baik dicegah dengan memperbaiki desain alat-alat yang bergetar tersebut, dan pemakaian sarung tangan pelindung, Resiko dapat juga dikurangi dengan memperpendek waktu paparan. Pemeriksaan sebelum penempatan dan pemeriksaan berkala mempermudah pengenalan dini individu-individu yang terutama rentan dan membantu mengurangi meluasnya masalah (Wijaya C, 1995).

(34)

2.2 Mesin Gerinda

Mesin gerinda merupakan sebuah alat yang digunakan dalam proses

memotong, meratakan, menghaluskan, mengkilatkan dan membelah benda kerja

(Candra, 2016). Proses menggerinda merupakan tahap finishing dari sebuah

proses konstruksi.

Bekerja dengan mesin gerinda prinsipnya sama dengan proses pemotongan

benda kerja. Pisau atau alat potong gerinda adalah ribuan keping berbentuk pasir

gerinda yang melekat menjadi keping roda gerinda. Proses penggerindaan

dilakukan oleh keping roda gerinda yang berputar menggesek permukaan benda

kerja (Paryanto, 2004). Berdasarkan penelitian Pangestuti, dkk (2014),

pengukuran intensitas getaran dengan menggunakan vibration meter pada mesin

gerinda adalah sebesar 8 – 12 m/s2.

Gambar 2.1 Mesin Gerinda sumber: www.makitatools.com

(35)

Keuntungan dari proses menggerinda adalah sebagai berikut (Paryanto, 2004) :

1. Merupakan metode yang umum dari pemotongan bahan seperti baja yang

dikeraskan. Besarnya kelegaan tergantung pada ukuran, bentuk, dan

kecenderungan suku cadang untuk melengkung selama operasi perlakuan

panas.

2. Disebabkan banyaknya mata potong kecil pada roda, maka menimbulkan

penyelesaian yang sangat halus dan memuaskan pada permukaan singgung

dan permukaan bantalan. Kekasaran permukaan yang dicapai adalah 0,4

sampai 2200 µm.

3. Penggerindaan dapat menyelesaikan pekerjaan sampai ukuran teliti dalam

waktu singkat. Mesin gerinda perlu pengaturan roda halus, sebab hanya

jumlah kecil bahan yang dilepas, sampai ± 0,005 mm. Tekanan pelepasan

logam dalam proses ini kecil, sehingga memperbolehkan untuk menggerinda

benda kerja yang mudah pecah dan benda kerja yang cenderung untuk

melenting menjauhi perkakas. Sifat ini memungkinkan memakai pencekam

magnetis untuk memegang benda kerja dalam operasi penggerindaan.

2.3 Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

2.3.1 Definisi

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) atau disebut juga Sindrom Terowongan

Karpal (STK) adalah kumpulan gejala akibat terjadi penekanan pada saraf nervus

medianus ketika melalui terowongan karpal di pergelangan tangan. Manifestasi

klinis dari sindroma ini adalah rasa nyeri dan kesemutan (paraesthesia) (Sidharta,

(36)

CTS merupakan entrapment neuropathy yang terjadi akibat adanya penekanan

nervus medianus pada saat melalui terowongan karpal di pergelangan tangan

tepatnya di bawah fleksor retinaculum (Rambe, 2004).

Terowongan karpal berada di bagian sentral dari pergelangan tangan di

mana berbagai komponen tulang dan ligamen membentuk suatu terowongan

sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus (Samuel, 1999).

Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan

kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal

ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung di atas

tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini

akan menyebabkan tekanan pada nervus medianus.

2.3.2 Anatomi dan Biomekanika

Pergelangan tangan disusun oleh 3 tulang yaitu tulang radius, ulna dan

karpal. Dimana terowongan karpal terletak di pergelangan tangan yang

kerangkanya di bentuk oleh 8 tulang carpal yang tersusun atas 2 bagian. Bagian

proximal terdiri dari lateral dan medial yaitu tulang navicular, lunatum,

triquertum, dan pisiformis.

Bagian distal yaitu tulang trapezium, trapezoideum, capitatum dan

hamatum. Tulang-tulang karpal tangan susunannya membusur dengan bagian

konkaf menghadap ke arah telapak tangan. Ruangan ini tertutup oleh ligamentum

karpi transversum sehingga terbentuk suatu terusan yang sempit yang disebut

(37)

Gambar 2.2 Anatomi Nervus Medianus

Sumber: Netter, Frank H. Atlas of Human Anatomy. Fourth edition. Saunders: Elsevier (2006)

Terowongan karpal tersusun secara rapat Musculi antebrachium palmares

superficial (m. pronator teres, m. flexor carpi radialis, m. palmaris longus, m. flexor carpi ulnaris, m. flexor digitorum superficialis), Musculi antebrachium palmares profunda (m. flexor digitorum profunda, m. flexor digitorum longus, m. pronator quadratus), Flexor digitorum longus dan nervus medianus (Wichaksana,

dkk., 2002)

Nervus medianus terbentuk dari fasikulus lateralis asal radiks C5, C6, C7

dan fasikulus medialis C8 dan T1. Saraf medianus di atas siku tidak mempunyai

cabang-cabang artikuler menuju sendi siku cabang muskuler mempersarafi

pollicis longus, pronator quadratus. Setelah memberi cabang pada otot-otot lengan

bawah untuk berbagai gerakan lengan dan jari-jari tangan di bawah ligamentum

carpi transversal syaraf medianus bercabang dua, yang lateral (motorik)

(38)

brevis, otot oponen pollicis dan otot adductor pollicis. Percabangan medial

(sensorik) mempersyarafi otot antara ossa metacarpalia yaitu lumbricales,

interossei palmaris dan interossei dorsalis bagian polar jari-jari 1, 2, 3 dan ½ jari

ke 4 (sisi lateral) serta bagian tengah sampai sisi radial juga dipersyarafi oleh n.

Medianus (Sloane, 1994).

2.3.3 Klasifikasi

Menurut Katz, dkk (2002), kriteria diagnostik dibuat berdasarkan

pengalaman klinis para peneliti, banyak gejala pasien ditemukan pada perbatasan

dari kelas klasifikasi yang satu dengan yang lainnya. Pada derajat 0 atau disebut

juga dengan derajat Asimtomatik yaitu tidak ada gejala dan tanda CTS, namun

apabila dilakukan pemeriksaan konduksi saraf sensorik dan motorik mungkin

ditemukan kelainan pada sekitar 20% populasi. Pada kondisi ini tidak perlu

dilakukan terapi.

Derajat 1 atau disebut juga derajat Simtomatik Intermiten terdapat

parastesia tangan (kesemutan) intermiten, namun tidak terdapat defisit neurologis.

Apabila dilakukan tes provokasi dan pemeriksaan konduksi saraf sensorik dan

motorik mungkin ditemukan kelainan. Pada derajat 1 sudah dapat dilakukan terapi

konservatif.

Pada CTS derajat 2 atau disebut juga dengan Simtomatik Persisten

terdapat defisit neurologis sesuai dengan distribusi saraf medianus dan bila

dilakukan tes provokasi akan didapatkan hasil yang positif serta pada pemeriksaan

konduksi saraf sensorik dan motorik tidak normal. Penanganan yang dapat

(39)

Derajat tertinggi yaitu derajat 3 disebut juga dengan derajat Berat. Kondisi CTS

derajat berat adalah terdapat atrofi otot thenaris. Apabila dilakukan pemeriksaan

dengan elektromiografis terdapat fibrilasi atau neuropati unit motorik. Tindakan

yang dapat dilakukan pada derajat ini dengan melakukan terapi operatif.

Komplikasi yang mungkin timbul pada CTS oleh karena kompresi antara

lain atrofi otot thenaris, gangguan sensorik yang mengenai bagian radial telapak

tangan dan sisi palmar dari tiga jari tangan yang pertama, serta terdapat deformitas

“ape hand”, tidak mampu memfleksikan jari tangan, gengggaman tangan melemah, terutama ibu jari dan telunjuk, dan jari-jari ini cenderung mengadakan

hiperekstensi dan ibu jari abduksi.

2.3.4 Patofisiologi

CTS terjadi apabila saraf nervus medianus mengalami tekanan dalam

struktur anatomis terowongan karpal. Tekanan dapat disebabkan oleh

meningkatnya volume dalam terowongan karpal, pembesaran saraf medianus, atau

berkurangnya area cross-sectional dalam terowongan karpal. Dari ketiga

penyebab ini, yang menjadi penyebab terbanyak adalah meningkatnya volume

terowongan karpal.

Meningkatnya volume terowongan karpal dipengaruhi oleh gerakan yang

berulang dengan kontraksi sangat kuat, tekanan mekanis, sikap kerja kaku dan

aneh, getaran setempat dan penggunaan sarung tangan sempit dingin. Hal ini akan

menyebabkan peradangan tendon pada sendi dan bursa yang akan menekan N.

Medianus dan menimbulkan manifestasi klinis seperti nyeri, terdapat kelemahan

(40)

Teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan

jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di terowongan karpal.

Menurut Lunborg dalam Tana (2004) mencatat edema epineural pada saraf nervus

medianus dalam beberapa hari terkena paparan alat getar genggam. Edema

epineural diakibatkan adanya peningkatan tekanan intrafasikuler yang

menyebabkan aliran darah vena melambat sehingga endotel menjadi rusak dan

kebocoran protein. Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik,

iskemik, dan trauma kimia.

Getaran ini merangsang kontraksi tendon, mengurangi kelenturan,

mencederai saraf perifer, menyebabkan mati rasa jari-jari atau mengurangi sensasi

tangan sebagai akibat konstriksi vaskuler atau vasospasme mikrosirkulasi ke saraf

perifer. Cedera mikroskopik, mikrosirkulasi, arteriosklerosis lokal yang

menyebabkan pembengkakan lokal berisi cairan dan fibrin yang menekan nervus

medianus.

2.3.5 Etiologi

Terowongan karpal yang sempit selain dilalaui oleh nervus medianus juga

dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin

padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus

medianus sehingga menimbulkan STK. Beberapa penyebab (etiologi) dan

faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

(41)

1. Herediter : Neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure plays,

misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III

2. Trauma : Dislokasi, fraktur atau hematon pada lengan bawah, pergelangan

tangan dan tangan, trauma langsung terhadapa pergelangan tangan.

3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan

yang berulang-ulang dan pengagangkat beban berat.

4. Inveksi : tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.

5. Metabolik : amiloidosis, gout, hipotiroid-neuropati fokal taken, khususnya

syndrome carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari

simpanan zat yang disebut mukopolisakarida.

6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau ansdrogen, diabetes mellitus,

hipotiroidi dan kehamilan.

7. Neoplasma : kista ganglion, lipoma, infiltrasinmetatase, mieloma.

8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumathoid, polimialgia reumatika,

skleroderma, lupus eritematosus sistemik.

9. Degeneratif : osteoartritis.

10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,

hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.

11. Faktror Stress.

12. Inflamasi : infklamasi dari membran mukosa yang mengelilingi tendon

menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel

(42)

2.3.6 Faktor - Faktor yang dapat mempengaruhi Carpal Tunnel Syndrome (CTS)

1. Jenis Kelamin

National Women’s Health Information Centre (2008) dalam Tirsa Iriani (2010) menyebutkan bahwa tulang pergelangan tangan pada wanita secara alami

lebih kecil, sehingga menciptakan ruang yang lebih ketat untuk dilalui saraf dan

tendon. Wanita juga menghadapi perubahan hormonal yang kuat selama

kehamilan dan menopause yang membuat wanita lebih mungkin untuk menderita

carpal tunnel syndrome. Secara umum, wanita lebih berisiko terhadap Carpal

Tunnel Syndrome (CTS) antara usia 45 – 54 tahun.

2. Umur


Pertambahan usia dapat memperbesar risiko terjadinya carpal tunnel

syndrome (CTS), dimana usia terjadinya penyakit ini berkisar antara 29 - 62

tahun. Dengan bertambahnya umur dapat dipastikan bahwa paparan dengan alat

kerja tangan makin lama pula karena penggunaan tiap hari pada waktu kerja dan

kemampuan elastisitas tulang, otot ataupun urat semakin berkurang sebagai

peredam dari getaran yang dirambatkan ke tubuh (Syaiful Saanin, 2009).

3. Masa kerja


Gangguan yang disebabkan oleh getaran dapat muncul dalam waktu yang

berbeda-beda sejak pertama terpapar, tetapi kadang-kadang gejala ini timbul

dalam beberapa bulan setelah paparan berat. Perubahan rangka biasanya timbul

tidak lebih awal dari 10 tahun atau lebih. Dengan masa kerja yang lama maka

(43)

pekerja terkena Carpal Tunnel Syndrome (CTS) dimana efek yang ditimbulkan

getaran dalam jangka waktu lama (Syaiful Saanin, 2009). 


4. Riwayat Pekerjaan


Penyakit Carpal Tunnel Syndrome (CTS) erat kaitannya dengan ketiga

faktor penyebab utama yaitu :


1. Kompresi berulang yang menyebabkan iskemia, pembentukan 
edema

pada ruang subendoneurial dan sinovium yang akhirnya menjadi

fibrosis.

2. Perlekatan saraf yang disebabkan oleh jaringan parut berakibat pada

menurunnya hantaran saraf dan iskemia.

3. Tekanan mekanis setempat dari struktur-struktur seperti misalnya FR

yang menyebabkan kerusakan saraf setempat. Teori ini dapat

tumpang-tindih, contohnya suatu peningkatan tekanan ekstra neurial dapat

mendorong saraf melawan jaringan yang kaku dan menyebabkan suatu

cedera setempat disebabkan karena tekanan mekanis (PT Kalbe Farma,

2003).


5. Penyakit-Penyakit Degeneratif.

Menurut Ronald E. Pakasi (2007), carpal tunnel syndrom dapat terjadi

akibat adanya penyakit lain yang memicunya. Berbagai penyakit degeneratif dapat

menyebabkan munculnya carpal tunnel syndrome sebagai salah satu bentuk

(44)

Kondisi-kondisi medis penyebab carpal tunnel syndrome diantaranya :

1. Arthritis Reumatoid


Gejala di terowongan carpal ini juga umum terjadi pada lansia penderita

reumatik. Dalam hal ini, saraf terjepit bukan akibat pembesaran otot melainkan

sendi di pergelangan tangan berubah bentuk. Reumatik juga menimbulkan

kesemutan, biasanya gejala terjadi pada pagi hari dan menghilang pada siang hari.

Gejala kesemutan karena reumatik hilang sendiri bila reumatiknya sembuh (Lily

Wibisono, 2007).

2. Fraktur/Dislokasi 


Keadaan lokal lainnya seperti inflamasi sinovial serta fibrosis (seperti pada

tenosinivitis), fraktur tulang carpal, dan cedera termal pada tangan atau lengan

bawah bisa berhubungan dengan Carpal Tunnel Syndrome (Syaiful Saanin, 2009).

3. Diabetus Mellitus


Carpal Tunnel Syndrome (CTS) ini juga sering terjadi berkaitan dengan

kelainan yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf iskemik seperti

diabetes mellitus (Syaiful Saanin, 2009). Timbulnya neuropati pada penderita

diabetes tidak tergantung pada kadar gula darah, tetapi pada lamanya si penderita

mengidap diabetes. Semakin lama menderita diabetes maka semakin tinggi pula

rasa kesemutan itu muncul. Jadi bisa saja seorang penderita merasakan kesemutan

meskipun diabetesnya sendiri terkontrol dengan baik, yang dirasakan biasanya

kesemutan pada ujung jari terus-menerus, kemudian disertai rasa nyeri yang

menikam seperti tertusuk-tusuk diujung telapak kaki atau tangan terutama pada

(45)

4. Hipertensi 


Carpal Tunnel Syndrome (CTS) juga dapat terjadi akibat penyakit lain

sebagai salah satu bentuk komplikasi. Orang yang tidak teratur olahraga juga

terancam penyakit ini karena tubuh yang kurang terlatih menyebabkan sirkulasi

darah dan otot kurang bisa bertoleransi dengan stress, serta kebiasaan merokok

dan mengkonsumsi kopi memicu timbulnya hipertensi sebagai faktor resiko

terjadinya penyakit carpal tunnel syndrome (Daryono Soemitro, 1992).

5. Tumor


Semua lessi masa didalam terowongan karpal mungkin mengganggu saraf

median seperti neurofibroma, ganglion, dan tumor jinak lainnya. Ada pula

kesemutan yang tidak bisa hilang sendiri, gejala awal yaitu kesemutan di telapak

kaki, lambat laun telapak kaki terasa tebal. Rasa tebal itu manjalar ke betis lalu ke

lutut. Setelah beberapa waktu kaki yang terasa terganggu mulai lemah dan sukar

berjalan. Gejala di perparah dengan sakit kepala yang hebat dan saat batuk pun

kepalanya terasa sakit. Lambat laun, kedua kakinya terasa lumpuh dan

penglihatan jadi kabur. Ternyata hal tersebut di karenakan ada tumor pada bagian

kepala depan otak. Sebuah penyakit serius dengan gejala awal sepele (Lily

Wibisono, 2007).

6. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri yang cocok untuk getaran yang dirambatkan melalui

alat kerja tangan adalah sarung tangan dengan bahan busa dan pemberian damping

atau peredam dari karet pada alat yang berhubungan langsung dengan tangan

(46)

hingga dibawah nilai ambang batas yang ditetapkan yaitu 4 m/s2 (Tarwaka, 2008).

2.3.7 Gejala Klinis

Gejala awal biasanya berupa parestesia yang terjadi dalam distribusi saraf

medianus tangan, tiap malam pasien terbangun pada jam-jam awal dengan rasa

nyeri yang panas membakar, perasaan geli, dan mati rasa (Bahrudin, 2011).

Gejala-gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) sebagai berikut:

1. Sakit tangan dan mati rasa, terutama pada waktu malam hari.

2. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari,

telunjuk dan jari tengah.

3. Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa ketika

menggerakkan tangan dengan cepat.

4. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan pundak.

5. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di pagi

hari.

Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya

kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai

atrofi otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis). dan

otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (Bahrudin, 2011).

2.3.8 Faktor Resiko

Faktor resiko dari Carpal Tunnel Syndrome (CTS) terdiri dari okupasi dan

non okupasi faktor yang berhubungan dengan gejala CTS pada pekerja industri.

Faktor risiko okupasi yaitu bekerja dengan cepat, gerakan berulang, pekerjaan

(47)

okupasi yaitu jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, merokok, status

kehamilan (Maghsoudipour, 2008).

2.3.9 Dignosis

Diagnosis CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala klinis seperti

di atas dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu:

1) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita

dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan.

Menurut Katz, dkk (2002) beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat

membantu menegakkan diagnosis CTS adalah:

a) Phalen test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila

dalam waktu 60 detik timbul nyeri, tes positif CTS. Sensitivitas dan

spesifisitas tes Phalen dalam mendiagnosis CTS secara berurutan adalah 82%

dan 100% (Widodo, 2014).

(48)

b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniquet dengan

menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan

sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong

diagnosis.

c) Tinel sign : Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri

pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada

terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.

Gambar 2.4 Tinel’s Sign

Sumber: Sawaya, Raja A. Journal of Clinical Neurophysiology (2009)

d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau

menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan

menyokong diagnosis CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai

pada penyakit Raynaud.

e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi

otot-otot thenar.

f) Menilai kekuatan dan keterampilan serta kekuatan otot secara manual maupun

(49)

g) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara

maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat

dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes

ini menyokong diagnosis CTS.

h) Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan

menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala

seperti CTS, tes ini menyokong diagnosis.

i) Luthy's sign (bottle's sign) : Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari

telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat

menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung

diagnosis CTS.

j) Pemeriksaan sensibilitas : Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik

(two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus

medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosis.

k) Pemeriksaan Fungsi Otonom : Pada penderita diperhatikan apakah ada

perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang terbatas pada daerah

inervasi nervus medianus. Bila ada akan mendukung diagnosis CTS.

Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel sign adalah tes

yang tepat untuk CTS (Tana, dkk., 2004).

2) Pemeriksaan Neurofisiologi (Elektrodiagnostik)

Pemeriksaan elektromiografi (EMG) dapat menunjukkan adanya fibrilasi,

(50)

otot-otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot-otot-otot

lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS.

Kecepatan Hantar Saraf (KHS) pada 15-25% kasus, bisa normal. Pada

yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency)

memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di

pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik

(Sidharta, 2004).

3) Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu

melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher

berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG,

CT-scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan

dioperasi. USG dilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf median

di carpal tunnel proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel

syndrome (Wilkinson, 2001).

4) Pemeriksaan Laboratorium

Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa

adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan

seperti kadar gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap (Rambe,

2004).

2.3.10 Pencegahan

Berbagai pekerjaan yang banyak menggunakan tangan dalam jangka

(51)

dimaksud umumnya menggunakan kombinasi antara kekuatan dan pengulangan

gerakan yang sama pada jari-jari dan tangan, selama periode waktu yang lama.

Sindroma terowongan karpal dapat pula tercetus akibat paparan terhadap

getaran atau vibration (misalnya pekerjaan pengeboran), atau akibat kesalahan

posisi tangan yang tidak ergonomis (misalnya pekerjaan dengan komputer), yang

terjadi dalam jangka waktu lama (Astaqaulia, 2010).

Panduan yang telah dibuat Silverstein, dkk (2000) mengenai pencegahan

untuk mengendalikan risiko penyebab CTS akibat gerakan berulang (repetitive)

adalah dengan mengurangi penggunaan gerakan tangan berulang dengan bantuan

mesin otomatis dan lakukan rotasi pekerjaan dengan gerakan yang berbeda.

Gerakan yang sangat kuat (forceful) dapat dicegah dengan pengurangan berat atau

ukuran perkakas yang digunakan disesuaikan dengan kekuatan normal tangan.

Pada sikap tubuh yang kaku atau tidak ergonomis dapat dicegah dengan

menyesuaikan jenis pekerjaan dengan pekerja dan usahakan posisi pergelangan

tangan harus selalu netral dengan membuat pekerjaan lebih mudah dijangkau.

Tekanan mekanis dapat dicegah dengan memberi bantalan pada pegangan

perkakas yang digunakan atau dengan penggunaan sarung tangan. Untuk

mengendalikan efek getaran dapat menggunakan isolator (alat peredam) vibrator

dan hindari penggunaan perkakas pemutar yang kuat (Silverstein, dkk., 1987).

Menurut NIOSH (1997), pencegahan ergonomi yang terpenting untuk

mengindari CTS adalah dengan pengendalian sikap tubuh dengan memelihara

(52)

meredam getaran dan melakukan rotasi pekerja untuk meningkatkan kewaspadaan

pekerja.

2.4 Pekerja 2.4.1 Definisi Pekerja

Pekerja adalah penduduk yang melakukan kegiatan bekerja. Penduduk

dibagi menjadi 3 yaitu penduduk usia kerja, penduduk yang termasuk angkatan

kerja dan penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja. Penduduk yang

termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (≤ 15 tahun) yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.

Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan

maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan,

paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut

termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha

atau kegiatan ekonomi (BPS, 2000).

2.4.2 Pekerja Las

Pekerja las merupakan pekerja yang bekerja di lapangan usaha bidang

konstruksi. Pekerjaan yang dilakukan berupa kegiatan memotong, meratakan,

menghaluskan, mengkilatkan, membelah benda kerja, dan membentuk benda

kerja seperti merapikan hasil pemotongan (Candra, 2016). Ketika melakukan

pekerjaan las, pekerja melakukan pekerjaan dengan posisi tidak ergonomis,

seperti mengelas dengan membungkuk, berjongkok, dan posisi kepala mendongak

ke atas. Keadaan seperti itu dapat mempengaruhi posisi kerja tangan saat

(53)

Menggerinda adalah bagian dari pekerjaan pengelasan yang menggunakan

mesin gerinda (Fatmawati, dkk. 2009). Posisi tangan saat menggunakan mesin

gerinda yang tidak sesuai juga akan berisiko menyebabkan terjadinya Penyakit

Akibat Kerja (PAK) yaitu Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

Berdasarkan penelitian Pangestusi, dkk., (2014), posisi kerja tangan

responden saat menggunakan mesin gerinda sebagian besar dengan lateral pinch.

Sedangkan menurut Vienza (2011), posisi lateral pinch merupakan posisi yang

tidak normal dan tidak ergonomis karena jari-jari tangan tidak menggenggam

sempurna sehingga berpotensi menyebabkan cedera pada tangan.

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

Intensitas Getaran

Gejala Carpal Tunnel

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan rancangan

cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan getaran

mekanis mesin gerinda dengan Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada

Pekerja Bengkel Las di Jalan Mahkmah Kecamatan Medan Kota Tahun 2017

(Notoadmodjo, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bengkel las yang berada di Jalan Mahkmah

Kecamatan Medan Kota Tahun 2017. Adapun alasan pemilihan lokasi ini sebagai

tempat penelitian, karena lokasi ini merupakan salah satu bengkel las terbesar

yang berada pusat kota Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2017.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generaliasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja dari 22 bengkel las yang berjumlah 63

Gambar

Gambar 2.1 Mesin Gerinda  sumber: www.makitatools.com
Gambar 2.2 Anatomi Nervus Medianus
Gambar 2.3 Phalen Test
Gambar 2.4 Tinel’s Sign
+2

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu penerapan model faktor-faktor yang mempengaruhi S/C pada sapi perah di Provinsi Lampung yang berasal dari peternak dan ternak dapat dihitung dengan

Hasil asuhan kebidanan secara komprehensif pada Ny “K” selama kehamilan trimester III dengan keluhan kram kaki sudah teratasi, pada persalinan dengan persalinan

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi kepuasan kerja apoteker diklinik-klinik pratama kota pekanbaru adalah keamanan kerja

dapat dilakukan dengan baik dan cepat, sehingga bisa membantu manajemen dalam mengambil sebuah keputusan. 1.2 Rumusan Masalah.. 121 Berdasarkan latar belakang diatas

Skor maksimal seluruh item Problem focused Coping Untuk dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis emotion focused coping, proporsi skor sampel pada salah satu jenis

(1) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) butir c, adalah Surat bukti dari Pemerintah Daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk dapat

Dalam penelitian ini digunakan teorinya Simamora (1995) yang mengatakan strategi bersaing yang bisa dilakukan dalam meningkatkan penerimaan PAD, yaitu strategi inovasi adalah

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh