• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Keragaman Unit Hidrograf Sintetik untuk Daerah Aliran Sungai Citarum dan Pentingnya Validasi Metoda Unit Hidrograf Sintetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Keragaman Unit Hidrograf Sintetik untuk Daerah Aliran Sungai Citarum dan Pentingnya Validasi Metoda Unit Hidrograf Sintetik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

I-97

Kajian Keragaman Unit Hidrograf Sintetik

untuk Daerah Aliran Sungai Citarum dan Pentingnya

Validasi Metoda Unit Hidrograf Sintetik

Ariani Budi Safarina, Iwan K Hadihardaja

Dosen Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI), Dosen ITB

I.PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sejarah hidrologi telah dimulai sejak kehidupan manusia. Manusia dalam peradaban yang paling sederhana sekalipun, selalu berusaha mengendalikan air. Para arkeolog menemukan bahwa orang-orang Mesir telah membangun bendungan di sungai Nil pada 4000SM. Juga ada bukti bahwa terdapat saluran irigasi yang luas di Mesir pada 3200SM.

Desain struktur hidraulik seperti jaringan irigasi, bendungan ataupun bangunan penyimpan air (waduk) untuk berbagai tujuan seperti air baku, energi dan pengendalian banjir membutuhkan ketepatan dalam menentukan debit puncak dan waktu puncak dari kejadian hujan yang besar. Tetapi kebanyakan sungai tidak memiliki alat ukur debit, atau kalaupun ada, waktu historisnya terlalu pendek untuk dapat memprediksi kejadian ekstrim. (JL Kilgore 1997, dari Ajward,1996).

Data hujan secara umum lebih banyak tersedia daripada data debit, karena stasiun pencatat hujan lebih banyak tersedia dan dengan periode pencatatan yang lebih panjang pula dibandingkan dengan data aliran. Karena itu untuk mengestimasi karakteristik debit sungai dan limpasan, digunakan model rainfal-runoff.

Model rainfall-runoff pertama yang digunakan adalah dalam bentuk persamaan empiris yang dikembangkan dari suatu wilayah untuk beberapa wilayah lain (Todini 1988, dari Kilgore, 1997). Metoda yang berkembang setelah itu adalah metoda rasional, yang digunakan untuk memprediksi debit puncak (Todini 1988, dari Kilgore, 1997). Cara ini adalah cara yang paling pertama dalam memprediksi runoff dari rainfall secara ‘rasional’. Sherman (1932) menemukan unit hidrograf (UH) berdasarkan prinsip superposisi. Metoda UH adalah metoda yang pertamakali untuk melakukan analisa hidrograf dengan tidak semata-mata menentukan debit puncak. (Todini 1988, dari Kilgore 1997). Dalam tahun 1938, Mc Carthy mengetengahkan suatu cara untuk menyusun unit hidrograf sintetik, yaitu UH artificial untuk suatu DAS yang tidak memiliki data observasi, dan dikembangkan berdasarkan UH observasi. Pada cara ini dibuat analisa korelasi antara tiga parameter dari hidrograf satuan yaitu debit puncak, time lag dan waktu dasar selain tiga karakteristik dari daerah alirannya yaitu ukuran, kemiringan permukaan daerah aliran dan banyaknya sungai-sungai utama di dalam daerah aliran.

Perkembangan selanjutnya unit hidrograf (UH) sintetik adalah adanya penambahan parameter-paremeter dalam menentukan karakteristik UH seperti parameter geomorfologi daerah aliran sungai (DAS) yang diperoleh dari sistem informasi geografis (SIG) ( SK Jena dan KN Tiwari, 2006) dan merupakan pengembangan dari parameter karakteristik penampungan DAS seperti dipelopori oleh Clark, (1943). Selain dari Clark, ada dua jenis UH sintetik lainnya yaitu dari Snyder (1938) dan Gray (1961) yang memberikan beberapa karakteristik hidrograf seperti debit puncak, basis waktu, dll dan unit hidrograf tak berdimensi dari Soil Conservation Service (1972). Ketiga jenis UH sintetik ini dikembangkan dengan asumsi bahwa daerah aliran sungai berupa satu kesatuan sistem linier (Lumped Linear System).

Metode UH sintetik yang ada, dalam aplikasinya untuk suatu DAS seringkali masing-masing menghasilkan debit puncak dan waktu puncak yang berbeda-beda. Perbedaan ini memberikan dampak yang cukup besar dalam penentuan debit puncak yang akan digunakan. Karena itu, jika untuk suatu DAS terdapat banyak UH, maka diperlukan validasi UH sintetik agar dapat mengambil keputusan untuk menentukan UH sintetik yang valid bagi DAS tersebut.

1.2 RUANG LINGKUP

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi parameter UH

2. Membuat UH sintetik DAS Citarum dengan metode Snyder, SCS, Clark, Nakayasu dan Gama1 3. Menganalisis parameter-parameter yang dihasilkan dari metoda-metoda UH sintetik

1.3 MAKSUD dan TUJUAN

Maksud dari penulisan makalah ini adalah mengkaji metoda UH sintetik dari Snyder, SCS, Clark, Nakayasu dan Gama1.

Tujuan penelitian ini adalah menentukan solusi atas keragaman parameter-parameter UH yang diperoleh dari metoda-metoda UH sintetik .

(2)

I-98

II. METODOLOGI

2.1 METODOLOGI YANG DIGUNAKAN

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

 Studi literatur dari penelitian terdahulu mengenai penggunaan UH sintetik.

 Analisis parameter UH sintetik DAS Citarum dengan metoda Snyder, Clark, SCS, Nakayasu dan Gama1 Adapun bagan alir penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar1. Bagan Alir Penelitian

2.2 PELAKSANAAN KEGIATAN

Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

Mencari literatur penelitian mengenai UH sintetik

Mencari data hujan dan data debit sungai Citarum

Mencari data topografi dan morfologi DAS Citarum

Membuat UH sintetik DAS Citarum degan metode Snyder, SCS, Clark, Nakayasu Gama1. III. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL KEGIATAN

Gambaran Umum DAS Citarum

Sungai Citarum dengan panjang kurang lebih 270 km, dan dapat mengangkut air 12,95 milyar m3 setiap tahun, merupakan sungai majemuk yang menampung masukan dari ratusan anak sungai dan dikelompokkan ke dalam beberapa subkelompok yang disebut sebagai subdaerah aliran sungai (DAS). Kondisi ini terjadi karena sifat geologis dari Jawa Barat yang terdiri dari gunung dan bukit di daerah tengah kemudian melandai di bagian utara dan selatan. Begitu halnya dengan Sungai Citarum yang bermata air utama di Gunung Wayang, di selatan Bandung, Jawa Barat, di ketinggian 2.182 m, yang akhirnya bermuara ke Laut Jawa di daerah Tanjung Karawang.

Sekurang-kurangnya ada 12 subDAS yang membentuk DAS Citarum dengan luas 11.000 km2 dan lebih dari 9 juta jiwa yang hidup di DAS ini (termasuk kota Bandung) ditandai dengan mengalirnya anak sungai yang relatif besar dan menampung anak-anak sungai lainnya, kali-kali kecil, parit-parit, dan bahkan got atau saluran air dari perumahan mengalir ke dalam anak sungai tersebut. Ada tujuh di antaranya yang sangat mempengaruhi pola aliran air Sungai

Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi parameter

parameterUH

Uji penggunaan metoda UH sintetik Snyder, Clark, SCS,

Nakayasu, Gama1

Analisis Parameter-parameter UH sintetik dari beberapa metode

Valid

Perlu validasi metoda UH sintetik terhadap karakteristik DAS Parameter UH tiap metode berbeda? Tidak Ya

(3)

I-99

Citarum baik secara kuantitas maupun secara kualitas yaitu Sub DAS Citarik, Sub DAS Cirasea, Sub DAS Cihaur, Sub DAS Ciminyak, Sub DAS Cisangkuy, Sub DAS Ciwidey, dan Sub DAS Cikapundung.

Bagian utama dari Sungai Citarum adalah dimulainya sungai ini dari sumber mata air yang berada di Gunung Wayang pada Sub DAS Cirasea. Lebih dari tujuh mata air yang dikenal dengan nama Pangsiraman, Cikahuripan, Cikawedukan, Cisanti, Cikaloberes, Cikadugalan, Cisedane, Cihaliwung, dan Cipaedah yang menjadi sumber utama Citarum. Dari sumber inilah air sungai kemudian mengalir pada daerah perbukitan Majalaya dan kemudian bergabung dengan Sungai Citarik dari SubDAS Citarik dan Sungai Cikapundung dari SubDAS Cikapundung pada awal cekungan Bandung. Selanjutnya, sungai ini mengalir di daerah Bandung Selatan dan bergabung dengan Sungai Cisangkuy dari SubDAS Cisangkuy serta Sungai Ciwidey dari SubDAS Ciwidey di daerah Cimahi. Selanjutnya, mengalir pada bebatuan porous di daerah batuan kapur Padalarang dan bergabung dengan Sungai Cihaur untuk kemudian masuk ke Waduk Saguling tempat dam dan PLTA dibangun.

Keluaran Waduk Saguling dan gabungan dengan Sungai Cisokan bermuara di Waduk Cirata, tempat dam dan PLTA Cirata dibangun. Selanjutnya, keluaran dari Waduk Cirata masuk ke Waduk Jatiluhur tempat dam dan PLTA Jatiluhur dibangun pada awal tahun 60-an. Keluaran dari Waduk Jatiluhur mengalir pada dataran rendah Purwakarta dan Karawang dan bergabung dengan Sungai Cibeet dari SubAS Cibeet dan bermuara ke Laut Jawa di Tanjung Karawang. Luas seluruh DAS Citarum kurang lebih 6.080 km2 dan panjang sungai ini mulai dari hulu di Gunung Wayang sampai muara di Tanjung Karawang kurang lebih 270 km.

Daerah hulu sungai utama Gunung Wayang itu merupakan daerah subur karena debuan geologis hasil pelapukan magma jutaan tahun yang lalu pada saat pembentukan cekungan Bandung memberikan lahan yang kaya akan unsur hara. Daerah ini mempunyai temperatur yang relatif lebih rendah dari kawasan di dataran rendah dan curah hujan yang tinggi (antara 1.500-3.700 mm, Deptan 1993) serta kesuburannya yang prima menjadikan daerah ini sebagai sumber penghasil teh dan kina sejak zaman penjajahan Belanda puluhan tahun yang lalu dan menjadi daerah pariwisata untuk Bandung bagian selatan. Kondisi ini menyebabkan datangnya investor untuk agribisnis yang berlomba memanfaatkan kawasan hulu di Gunung Wayang untuk tanaman seperti kentang, kubis, dan sayuran lainnya tanpa memperhatikan pelestarian lingkungan. ”Karena ketidaktahuan” atau kebodohan masyarakat, pada akhirnya tanaman keras atau tegakkan ikut ditebang karena dinilai menghalangi hidup tanaman yang mereka tanam. Daerah aliran tengah dimulai dari daerah Majalaya, Rancaekek, dan menelusuri kawasan Bandung Selatan, Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan kemudian sampai di Waduk Jatiluhur.Selama perjalanannya dari kawasan hulu, air Sungai Citarum melewati kota-kota Majalaya, Bandung, dan Cimahi serta beberapa sentra industri besar di Jawa Barat yaitu Rancaekek, Majalaya, Bandung Selatan, Cimahi, dan Padalarang yang sarat dengan bermacam jenis industri terutama industri tekstil yang sarat dengan penggunaan air. Penggunaan air untuk perkotaan jelas membawa dampak mengalirnya limbah domestik. Sebagian besar masyarakat membuang langsung tinja dan produk-produk akhir rumah tangganya ke sungai ini. Ini adalah budaya yang sangat sukar diubah, sehingga perlu suatu cara yang amat kuat dan dominan untuk mengubah budaya ini.

Penggunaan air pada industri lebih ditujukan sebagai supporting terhadap kegiatan industri. Pada saat pembangunan sentra industri, setiap investor yang akan membangun pabrik atau sarana produksinya telah ditetapkan oleh pemda membangun baik sendiri-sendiri atau berkelompok satu instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Ada beberapa IPAL yang dibangun dan dioperasikan namun karena kecepatan tumbuh industri yang tinggi di samping kesadaran akan dampak lingkungan yang rendah ditambah lagi law enforcement untuk dampak lingkungan yang lemah, banyak IPAL yang kurang kemampuannya atau bahkan sama sekali tidak berfungsi.

Seluruh limbah baik limbah domestik maupun limbah industri ditambah dengan dampak erosi dari hulu semuanya mengalir ke Sungai Citarum dan mulanya diendapkan di Waduk Saguling. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Waduk Saguling merupakan tempat penampungan dari seluruh limbah dan lumpur hasil erosi dari kawasan hulu Sungai Citarum.

Karena air Citarum relatif sudah lebih jernih dibanding air masuk Waduk Saguling maka banyak sekali masyarakat baik setempat maupun pendatang yang memasang jaring apung untuk industri perikanan. Dampak dari kondisi ini adalah polusi lain dalam bentuk kelebihan pakan ikan yang ditaburkan pada masing-masing jaring apung. Tidak kurang dari 37.000 jaring apung dewasa ini tercatat di kawasan Waduk Cirata.

Keluaran air Waduk Cirata akhirnya memasuki Waduk Jatiluhur. Waduk terbesar di Sungai Citarum ini terbentuk akibat pembangunan dam untuk PLTA Jatiluhur sekitar tahun 1962. Air Sungai Citarum di sini sudah lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan kondisi di daerah hulu karena telah mengalami dua kali pengendapan. Meskipun pihak pengelola Jatiluhur yaitu Perum Jasa Tirta II lebih ketat mengendalikan jaring apung kurang lebih hanya 2.500 Japung namun belum boleh dikatakan bahwa air waduk ini terbebas dari polusi karena masih ada aliran sungai kecil-kecil baik membawa lumpur erosi maupun limbah-limbah dari sekitarnya. Waduk Jatiluhur dibangun dengan tujuan waduk serbaguna, jadi berfungsi untuk mengendalikan banjir, mengatur dan menyediakan air untuk pertanian, menyediakan air untuk industri dan air minum, penggelontoran sampah kota, dan penyediaan air untuk pembangkit tenaga listrik.

Selepas dari keluaran Waduk Jatiluhur, air Sungai Citarum relatif sudah lebih bersih. Namun demikian, karena Sungai Cibeet dari Sub DAS Cibeet mengalir setelah lepas dari Waduk Jatiluhur maka di muara sungai, jumlah lumpur erosi masih cukup besar. Air keluaran dari Waduk Jatiluhur kemudian dibagi secara mekanis melalui saluran-saluran yang sengaja dibuat untuk irigasi dan disalurkan untuk penyediaan air bagi pertanian untuk kurang lebih 242.000 ha persawahan, penyediaan air industri di sentra industri Purwakarta, Karawang, Bekasi, dan Jakarta Timur,

(4)

I-100

penyediaan air bagi air minum, PAM DKI Jakarta Raya, PDAM Bekasi, dan PDAM Purwakarta, penggelontoran sampah Kota Jakarta dan Bekasi.

Gambar 1. DAS Citarum dan Tiga Waduk Kaskade Beberapa Metoda UH Sintetik

Kalau debit sungai yang didapat dari pengamatan digambarkan sebagai ordinat dan waktu pengamatan sebagai absis, maka didapatkan suatu hidrograf aliran sungai untuk daerah aliran sungai (DAS) tersebut.

Unit Hidrograf dari suatu DAS didefinisikan sebagai direct runoff hidrograf yang dihasilkan dari satu inch(atau 1 cm dalam satuan SI) hujan efektif yang terjadi secara seragam dalam suatu DAS dengan intensitas konstan dan durasi efektif (Sherman,1932)

Unit Hidrograf (UH) Sintetik adalah UH artificial untuk suatu DAS yang tidak memiliki data observasi, dan dikembangkan berdasarkan UH observasi. Metoda UH sintetik sangat diperlukan karena sebagian besar DAS tidak memiliki alat ukur. Metoda UH sintetik yang ada yaitu metoda Snyder, SCS, Clark, Nakayasu, dan Gama1 dalam aplikasinya untuk suatu DAS seringkali memberikan hasil UH yang berbeda-beda. Perbedaan ini menimbulkan dampak yang cukup besar, misalnya dalam memilih debit puncak untuk perencanaan. Formulasi parameter yang diberikan oleh masing-masing metoda tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

(5)

I-101

Metoda UH Parameter Sintetik 1 Snyder 2 SCS 3 Clark 2.K=ordinat DRH pd ttk infleksi/ 4 Nakayasu 5 Gama1 No tp=0,75Ct(LLc)0,3 Qp=2,75CpA/tp tb=5,56A/Qp W75=1,22(Qp/A) -1,08 W50=2,14(Qp/A)-1,08 tp=5,5tr, jika tp5,5tr maka tp=tpR+((tr-tR)/4) QpR=Qptp/tpR Qp=0,208A/Tp Tp=(tr/2)+tp

1.tc=waktu dari akhir Ref sd titik infleksi. kemiringan DRH pd ttk infleksi 3.Hubungan waktu-luas(dari diagram isokhron 3 , 0

3

,

0

(

6

,

3

T

T

CAR

Q

p o p

4 , 2 ) ( p p a T t Q Q  3 , 0 3 , 0 . T T t p d p Q Q   3 , 0 3 , 0 5 , 1 5 , 0 3 , 0 . T T T t p d p Q Q    3 , 0 3 , 0 2 5 , 1 3 , 0 . T T T t p d p Q Q    2775 , 1 0665 , 1 100 43 , 0 3          SIM SF L TR K t t QPe Q  / 4008 , 0 2381 , 0 5886 , 0 1836 , 0   A JN TR QP 2574 , 0 7344 , 0 0986 , 0 1457 , 0 4132 , 27 TR S SN RUA TB  0452 , 0 0897 , 1 1446 , 0 1798 , 0 5617 , 0 A S SF D K   

Seluruh metoda UH sintetik di atas menggunakan parameter DAS, C, dalam formulasi parameternya. Beberapa penelitian melakukan koreksi terhadap nilai C ini, yang dianggap sesuai dengan DAS dimana dilakukan penelitian, seperti untuk DAS Uwl Run Virginia berikut ini.

(6)

I-102

Gambar 2. UH Sintetik DAS OWL RUN Virginia

(Sumber:Development and Evaluation of GIS-Based Spatially Distributed Unit Hydrograp Model, Kilgore, 1997)

Miranda (2006) dalam thesisnya untuk DAS citarum , mendapatkan UH observasi dan UH dari beberapa metoda UH sintetik, seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar3. UH Observasi DAS Citarum, dan Beberapa Metoda UH Sintetik (Sumber: Miranda, 2007, Kajian Unit Hidrograf Teoritis dan Unit Hidrograf Sintetik pada Daerah Aliran Sungai Citarum)

Dalam penelitian ini dibuat UH observasi DAS Citarum dan UH sintetik dengan beberapa metode UH sintetik dengan mengambil kejadian hujan bulan November 2001, dan diperoleh hasil sebagai berikut:

Perbandingan UH Observasi dengan UH Sintetik Original

0 5 10 15 20 25 30 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 Waktu (jam ) D e b it ( m 3 /d t/ m m ) Observasi Nakayasu Snyder-Alexejev SCS Dimensionless SCS Triangular

(7)

I-103

Gambar4. UH Observasi dan Sintetik DAS Citarum 3.2 PEMBAHASAN

Secara umum UH sintetik yang diperoleh mempunyai parameter yang berbeda-beda.baik Qp, Tp maupun Tb nya. Dengan Qp yang berbeda-beda ini, akan memberikan dampak dalam menentukan debit puncak untuk perencanaan. Asumsi sementara yang dapat kita ambil adalah bahwa setiap metoda UH sintetik mempunyai sensitivitas terhadap karakteristik DAS, atau dapat dikatakan metoda UH sintetik tersebut mempunyai kevalidan di DAS tertentu saja. Pada penelitian di atas, metoda UH sintetik Nakayasu terlihat lebih mendekati UH observasi dibandingkan metoda yang lain. Maka secara kasat mata kita katakan berdasarkan penelitian di atas, metoda UH sintetik Nakayasu valid untuk karakteristik DAS seperti DAS Citarum.

Analisa yang lebih mendetail tentunya dibutuhkan untuk membuktikan statemen di atas melalui penelitian yang menghubungkan antara metoda UH sintetik dan karakteristik DAS.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN

 Metode UH sintetik dari Snyder, SCS, Clark, Nakayasu dan Gama1, dalam aplikasinya untuk suatu DAS, seringkali mengahsilkan parameter UH yang berbeda-beda.

 Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan validasi metode UH sintetik terhadap jenis karakteristik DAS.

4.2 SARAN

 Dalam aplikasi metoda UH sintetik untuk suatu DAS, perbedaan parameter UH sintetik dari beberapa metoda, akan memberikan dampak yang cukup besar sehingga perlu diantisipasi.

V.DAFTAR PUSTAKA

Chow VT, Maidment, 1988, Mays Larry W., Applied Hidrologi, McGraw-Hill International Edition Gupta Ram S, 1989, Hydrology and Hydraulic System, Prentice Hall New Jersey.

Kilgore Jennifer Leigh, 1997, Development and Evaluation of A GIS-Based Spatially Distributed Unit Hydrograph Model, Master’s Thesis, Biological Systems Engineering, Faculty of The Virginia Polytechnic and State University, Blacksburg

Miranda, 2007, Kajian Unit Hidrograf Teoritis dan Unit Hidrograf Sintetik pada Daerah Aliran Sungai Citarum, Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung

Sutan Haji Tunggul, 2005, Integrasi Model Hidrologi Sebar Keruangan Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Prognosa Banjir Daerah Aliran Sungai, Disertasi, ITB

UH Citarum 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 0 20 40 60 80 100 waktu (jam) D e b it ( m 3 /s .m m ) Snyder Observasi SCS SCS segi3 Nakayasu Gama 1

Gambar

Gambar 1. DAS Citarum dan Tiga Waduk Kaskade
Gambar 2. UH Sintetik DAS OWL RUN Virginia

Referensi

Dokumen terkait