• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

D-27 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana

Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung di Kabupaten Jember

Nanang Saiful Rizal, ST. MT.

Jl. Karimata 49 Jember - JATIM Tel : Fax : (0331) 336728 - 337397

Email :rizal.nanang@yahoo.co.id

AbstrakPerhitungan debit banjir rencana yang akurat dapat membantu dalam perencanaan bangunan air. Teori hidrograf merupakan suatu cara untuk memprediksi besaran debit banjir rencana pada sebuah daerah aliran sungai (DAS). Sebelum menentukan besaran hidrograf banjir rencana, perlu dilakukan perhitungan hidrograf satuan sistetis (HSS) terlebih dahulu. Hidrograf satuan sintesis dapat dihitung menggunakan beberapa metode diantaranya Nakayasu, Snyder dan Gama I. Namun setiap daerah aliran sungai (DAS) memiliki karakteristik pengaliran yang berbeda-beda, sehingga dari beberapa metode yang ada tidak selalu cocok digunakan untuk menghitung besaran HSS. Dari hasil penelitian sebelumnya untuk wilayah Daerah aliran sungai (DAS) Bedadung yang terletak di Kabupaten Jember, perhitungan HSS Metode Nakayasu memiliki korelasi yang cukup besar dibandingkan dengan metode yang lain. Selanjutnya akan dikembangkan sebuah model hidrograf banjir rencana untuk DAS Bedadung dengan pendekatan HSS Metode Nakayasu. Dengan membandingkan hasil pengukuran debit banjir di lapangan dengan hasil perhitungan hidrograf banjir di wilayah DAS Bedadung, untuk HSS Metode Nakayasu diperoleh koefisien alfa sebesar 0,651 dan koefisien Tr adalah 0,3 dengan nilai keandalan model 71,491 %.

Kata kunci: Model, Hidrograf, Nakayasu, Alfa, Tr

I. PENDAHULUAN

Debit banjir rancangan adalah debit banjir maksimum yang mungkin terjadi pada suatu daerah dengan peluang kejadian tertentu. Untuk menaksir banjir rancangan digunakan cara hidrograf banjir yang didasarkan oleh parameter dan karakteristik daerah pengalirannya. Teori hidrograf banjir merupakan suatu cara perhitungan yang relatif sederhana dan cukup teliti. Hidrograf adalah grafik yang menunjukan hubungan antara debit dan waktu kejadian banjir. Perencanaan bangunan air diperlukan bahan masukan berupa perkiraan besarnya debit banjir. Estimasi tersebut seharusnya didasarkan pada metode yang tepat sehingga dapat menghasilkan perkiraan banjir yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Setiap daerah aliran sungai (DAS) memiliki karakteristik pengaliran yang sangat berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya bentuk topografi daerah aliran sungai, tata guna lahan, tipologi sungai (panjang, jumlah dan kemiringan), tinggi dan durasi curah hujan daerah. Beberapa

metode perhitungan hidrograf satuan sintesis (HSS) yang ada diantaranya Metode Nakayasu, Snyder dan Gama I tidak selalu cocok digunakan pada setiap daerah aliran sungai (DAS). Maka dalam menentukan metode yang akan dipilih dan digunakan dalam perhitungan hidrograf satuan sintesis (HSS) pada suatu daerah aliran sungai (DAS) perlu dilakukan perbandingan antara hasil pengukuran debit lapangan dengan hasil perhitungan hidrograf banjir dari metode-metode yang ada, selanjutnya dengan menggunakan parameter statistik berupa koefisien korelasi (R) dapat diperoleh hasil metode manakah yang memiliki hubungan paling dekat dengan hasil pengukuran debit lapangan.

Daerah aliran sungai (DAS) Bedadung dengan luas 499,5 km2 merupakan DAS yang paling besar di wilayah paling timur Pulau Jawa yang secara administrasi terletak di Kabupaten Jember. Disamping sebagai DAS yang cukup besar, DAS Bedadung juga terdapat banyak bangunan peninggi muka air berupa Bendung. Perhitungan debit banjir rencana yang akurat sangatlah diperlukan di wilayah DAS ini guna keperluan perencanaan, perbaikan bangunan air yang ada khususnya yang hancur saat terjadi bencana banjir pada tahun 2007 dan tahun 2009. Hasil kajian yang dilakukan oleh peneliti pada tahun 2009 [1], menunjukkan bahwa dari beberapa metode perhitungan hidrograf satuan sintesis (HSS) yang ada ternyata Metode Nakayasu memiliki koefisien korelasi yang cukup besar yaitu 0,80 (80%) yang berarti metode ini memiliki hubungan yang cukup dekat dengan hasil pengamatan debit banjir lapangan.

Untuk mendapatkan nilai akurasi yang cukup baik dan mendekati kondisi lapangan, selanjutnya pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung dilakukan kajian model perhitungan debit banjir rencana dengan Metode Nakayasu. Beberapa parameter dalam HSS Metode Nakayasu dibuat sebagai variabel terikat dan variabel bebas.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan model hidrograf satuan sintetik (HSS) Metode Nakayasu di DAS Bedadung Kabupaten Jember. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah memberikan masukan bagi instansi terkait khususnya dalam pengelolaan Sungai Bedadung, dalam menggunakan metode hidrograf banjir di Sungai Bedadung, bagaimana menghitung curah hujan rancangan dan hidrograf banjir rancangan serta kajian model hidrograf satuan sintetik (HSS) Metode Nakayasu dengan membandingkan tingkat keandalan model tersebut dalam

(2)

memprediksi Hidrograf Banjir Rancangan di Sungai Bedadung.

II. METODE

Lokasi kajian terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung yang secara geografis terletak pada 7°60’6’’ LS dan 7°14’30’’BT dengan muara atau oultet pengukuran debit banjir di Dam Bedadung yang secara administrasi terletak di Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember. Peta Daerah Aliran Sungai Bedadung ditunjukan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta DAS Bedadung dengan luas 499,5 km2 Adapun data – data yang diperlukan dalam kajian ini adalah:

1. Peta topografi dan tata guna lahan di DAS Bedadung 2. Data curah hujan harian pada stasiun hujan yang

terletak di sekitar DAS Bedadung

3. Data hasil pengukuran debit banjir di Dam Bedadung. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan sebagai berikut : 1. Uji konsistensi data hujan dengan Metode Kurva

Massa Ganda.

2. Perhitungan curah hujan rerata daerah dengan Metode Polygon Theissen.

3. Uji kesesuaian distribusi data hujan.

4. Perhitungan curah hujan rencana Metode Log Pearson III.

5. Perhitungan intensitas hujan Metode Mononobe dan koefisien pengaliran.

6. Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu dan Hidrograf Banjir rencana dengan berbagai kala ulang.

7. Pembuatan Model Hidrograf Banjir.

8. Penentuan dan penetapan variabel yang mempengaruhi model (variabel bebas dan variabel terikat).

9. Simulasi dan uji keandalan model. 10. Kesimpulan.

Untuk memperjelas tahapan penelitian, disajikan diagram alir penelitian pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Diagram alir penelitian

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari pendekatan pengukuran melalui peta topografi skala 1 : 25.000, untuk daerah aliran sungai (DAS) Bedadung diperoleh luasan sebesar 499.5 km2 dengan panjang sungai utama adalah 24.38 Km. Untuk keperluan perhitungan hidrograf satuan sintetis (HSS) digunakan data hujan dari 5 stasiun hujan, yaitu : Stasiun Kottok, Wirolegi, Tegal Batu II, Sembah dan Arjasa II. Data yang ada ini merupakan hasil pencatatan mulai dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2009.

Untuk menguji akurasi dan konsistensi sebuah data hujan dilakukan uji konsistensi data hujan menggunakan metode kurva massa ganda [2]. Pada uji konsistensi Stasiun Kottok maka stasiun sekitar yang diperhitungkan adalah empat stasiun yang lainnya. Demikian seterusnya sampai semua stasiun diuji konsistensinya. Hasil uji konsistensi data hujan dari stasiun kottok disajikan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Uji konsistensi data hujan St. Kottok

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 K u m u la t if S t a s iu n K o t o k

(3)

D-29 Hasil uji konsistensi data hujan pada semua stasiun hujan

menunjukkan semua data hujan konsisten dari tahun 1980 sampai dengan 2009 dan dapat digunakan dalam perhitungan curah hujan rencana.

Dalam perhitungan curah hujan rerata harian maksimum digunakan Metode Polygon Thiessen, karena posisi stasiun menyebar secara merata dan setiap titik stasiun dapat dihubungkan membentuk sebuah polygon. Metode ini dibuat dengan cara memberikan nilai koefisien luasan tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan disuatu daerah dengan luas tertentu dan luas tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan [3]. Hasil perhitungan curah hujan rerata harian maksimum di DAS Bedadung disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel. 3.1. Perhitungan curah hujan rerata harian maksimum

Sumber : hasil perhitungan

Untuk menghitung curah hujan rencana pada penelitian ini digunakan Metode Log Pearson Tipe III [4], karena cara ini sesuai dengan berbagai macam koefisien kemencengan (skewness ) dan koefisien kepuncakkan (

kurtosis ). Hasil perhitungan cara Log Pearson Tipe III di

DAS Bedadung adalah sebagai berikut : nilai koefisien skewness ( Cs) = -0,041 dan nilai standar deviasinya ( Si ) = 0.080. Dari cara ini didapat hujan rancangan untuk kala ulang 20 tahun =118,304 mm dan untuk kala ulang 100 tahun = 124,451 mm. Perhitungan curah hujan rancangan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.2..

Tabel. 3.2. Perhitungan CH-Rencana Metode Log Pearson III

Sumber : hasil perhitungan

Pola pembagian hujan terpusat di daerah sekitar studi adalah 6 jam setiap harinya (di Indonesia biasanya antara 4-7 jam). Dalam menghitung distribusi hujan jam-jaman untuk DAS Bedadung digunakan Metode Mononobe [2].

Tabel. 3.3. Distribusi CH Jam-jaman DAS Bedadung

Sumber : hasil perhitungan

Hujan Netto adalah curah hujan yang menghasilkan limpasan langsung. Besarnya hujan netto jam – jaman diperoleh dari perkalian antara hujan yang terjadi dengan koefisien pengaliran. Pada penelitian ini koefisien pengaliran ditetapkan berdasarkan kondisi tata guna lahan dan kondisi fisik Daerah Aliran Sungai. Adapun peta tata guna lahan di DAS Bedadung disajikan pada Gambar 3.3 dan hasil perhitungan untuk mencari hujan netto jam – jaman dan koefisien pengaliran disajikan pada tabel 3.4.

Tabel. 3.4. Koefisien pengaliran dan CH Netto

Sumber : hasil perhitungan

Gambar 3.3. Peta Tata Guna Lahan DAS Bedadung Kottok Wirolegi Tegal Batu

II Sembah Arjasa 1980 12,80 16,37 21,33 18,87 16,22 85,60 1981 23,07 25,04 22,28 20,12 16,00 106,51 1982 14,77 21,57 19,43 20,95 18,22 94,95 1983 15,48 13,48 17,78 32,15 11,11 89,99 1984 13,79 18,68 15,88 17,01 15,33 80,69 1985 13,65 17,33 17,78 15,56 21,78 86,09 1986 11,54 17,72 16,59 21,78 20,44 88,07 1987 11,26 18,10 23,23 20,95 12,00 85,53 1988 13,37 15,79 21,33 12,86 15,78 79,12 1989 12,38 18,30 26,31 22,19 21,11 100,29 1990 9,43 27,93 0,00 19,08 14,44 70,88 1991 12,38 18,87 0,00 25,51 14,44 71,21 1992 13,79 14,45 8,30 19,08 10,22 65,83 1993 13,65 15,22 15,41 19,70 20,00 83,97 1994 9,99 26,39 17,78 17,42 18,22 89,79 1995 7,74 22,73 17,78 18,87 23,33 90,44 1996 5,21 17,14 16,59 12,86 16,44 68,24 1997 5,91 16,18 16,59 17,63 11,11 67,42 1998 9,15 21,38 17,78 20,12 19,33 87,75 1999 8,58 17,53 22,52 19,70 15,55 83,88 2000 12,80 0,00 13,04 19,70 0,00 45,54 2001 10,55 22,34 14,22 18,67 10,67 76,45 2002 7,04 15,79 21,09 19,70 21,11 84,73 2003 5,21 14,45 22,52 28,41 18,89 89,47 2004 13,37 20,42 16,59 17,42 18,89 86,68 2005 12,66 18,30 18,96 15,97 24,44 90,33 2006 8,44 21,19 20,15 22,81 33,33 105,92 2007 6,47 12,13 15,41 13,07 12,44 59,52 2008 5,49 10,21 11,85 18,04 14,00 59,59 2009 6,33 17,14 27,73 18,04 18,22 87,47 CH.Rerata Daerah Harian MAKS Tahun

Curah Hujan dalam mm pada setiap stasiun

1 10 Tahun -0.041 10% 1.287 0.080 2.010 102.329 2 20 Tahun -0.041 5% 2.080 0.080 2.073 118.304 3 50 Tahun -0.041 2% 2.106 0.080 2.075 118.850 4 100 Tahun -0.041 1% 2.356 0.080 2.095 124.451 5 200 Tahun -0.041 0.5% 2.614 0.080 2.116 130.617 Log Xt CH Rancangan No Kala Ulang Cs P G Si 10 th 20 th 50 th 100 th 200 th 716.303 828.128 83.195 871.157 914.319 1 55 39.397 45.547 45.757 47.914 50.287 2 14,4 10.315 11.925 11.980 12.545 13.166 3 10,1 7.235 8.364 8.403 8.799 9.235 4 7,7 5.515 6.376 6.406 6.708 7.040 5 6,8 4.871 5.631 5.657 5.924 6.217 6 6,2 4.441 5.134 5.158 5.401 5.669 Durasi

Hujan (jam) Rasio (%)

Curah Hujan Jam - jaman

Periode ( TAHUN ) 10 20 50 100 200

Hujan Netto ( mm ) 716.303 828.128 83.195 871.157 914.319

Koefisien Pengaliran 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7

(4)

Debit banjir rencana adalah debit maksimum yang mungkin terjadi pada suatu daerah dengan peluang kejadian tertentu. Untuk menaksir banjir rancangan digunakan cara hidrograf satuan yang didasarkan oleh parameter dan karakteristik daerah pengalirannya. Teori hidrograf satuan merupakan suatu cara perhitungan yang relatif sederhana dan cukup teliti.

Diketahui data teknis sebagai berikut :

 Luas DAS Sungai Bedadung = 499,5 Km2  Panjang alur sungai = 24,38 Km  Ro (hujan satuan(mm)) → umumnya 1

jam Tg = 0,4 + 0,058L Jika > 15 km) = 0,4 + 0,058.24,38 = 1,814 jam α =

( )

g T L A. 0,25 47 , 0 = 814 , 1 ) 38 , 24 . 5 , 499 ( 47 , 0 0,25 = 2,722

Nilai α berdasarkan kondisi daerah dibagi 3 [3]:

 α = 1,5 : untuk bagian naik hidrograf lambat dan menurun cepat

 α = 2 : untuk daerah pengaliran biasa

 α = 3 : untuk bagian naik hidrograf cepat dan menurun lambat T0,3 = α . Tg = 2,722. 1,814 = 4,937 jam Tr = 0,5 Tg = 0,5. 1,814 = 0,907 jam Tp = Tg + 0,8tr = 1,814 + (0,8. 0,907) = 2,540 jam

Qp diperoleh dengan menggunakan persamaan [5] : Qp = ) 3 . 0 ( 6 . 3 Tp T0.3 AxRo + =

(

0,3.2,540 4,937

)

6 , 3 1 . 5 , 499 + = 24,346 m3 dt-1 mm-1

Perhitungan persamaan Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Lengkung naik (rising limb) Untuk 0 < t < Tp Maka intervalnya : 0 < t < 2,540 Qa = Qp 4 , 2         p T t = 24,346 4 , 2 540 , 2      t

Lengkung turun (decreasing limb) a.Untuk Tp < t < (Tp + T0,3) Maka intervalnya : 2,540 < t < 7,477 Qd1 = Qp.0,3        3 , 0 T T t p = 24,346 . 0,3      937 , 4 540 , 2 t b.Untuk (Tp + T0,3) < t < (Tp + T0,3 + (1,5 x T0,3)) Maka intervalnya : 7,477 < t < 14,8825 Qd2 = Qp.0,3         + 3 , 0 3 , 0 . 5 , 1 5 , 0 T T T t p = 24,346 . 0,3      − 407 , 7 07 , 0 t c.Untuk t > (Tp + T0,3 + (1,5 x T0,3)) Maka : t > 14,8825 Qd3 = Qp.0,3         + 3 , 0 3 , 0 . 2 5 , 1 T T T t p = 24,346. 0,3       + 876 , 9 868 , 4 t

Adapun perhitungan koordinat – koordinat berdasarkan persamaan di atas untuk memperoleh Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ditunjukkan dalam tabel 3.5, sedangkan gambar hidrograf satuan sintetik Nakayasu ditunjukkan dalam gambar 3.4.

Perhitungan aliran dasar (base flow) [6] ; QB = 0,4751. A0,6444.D0,9430 Dengan : D = LN / A =198,2 / 499,5 = 0,397 Maka : QB = 0,4751. 499,50,6444.0,3970,9430 = 10,899 m3dt-1

Gambar 3.4. HSS Nakayasu pada DAS Bedadung 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920212223242526272829303132 d e b i t ( m ^ 3 / d t )

t (jam)

(5)

D-31 Tabel. 3.5. Tabel HSS Nakayasu pada DAS Bedadung

Sumber : hasil perhitungan

3.5. Hidrograf Banjir dengan beberapa kala ulang pada DAS Bedadung

Untuk mendapatkan akurasi atau keandalan suatu model dapat memberikan gambaran kondisi yang sebenarnya atau mendekati kondisi lapangan, maka dapat dilakukan perhitungan keandalan model salah satunya menggunakan Kriteria Nash [7].

Gambar 3.5. Grafik Perbandingan Hidrograf Banjir dan Hasil Pengamatan

Dengan melakukan perhitungan pada berbagai variasi koefisien nilai a dan Tr diperoleh nilai koefisien relatife dan tingkat kesalahan relatif yang bervariasi. Adapun hasilnya ditunjukan dalam tabel 3.6.

Tabel 3.6. Hasil Perhitungan pada berbagai variasi koefisien a (alfa) dan koefisien Tr

Sumber : hasil perhitungan

Setelah dilakukan perbandingan dari berbagai alternatif yang disajikan diatas diperoleh hasil pada alternatif koefisien alfa diperoleh nilai 0,65 dan koefisien Tr diperoleh nilai 0,3. Nilai ini diambil karena hasil perhitungan alfanya sesuai dengan daerah pengaliran yang telah ditentukan tingkatanya. Keandalan modelnya sebesar 71,491 %.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa untuk keperluan perencanaan debit banjir rencana di wilayah DAS Bedadung, disarankan menggunakan Metode Nakayasu dengan parameter alfa 0,65 dan tr sebesar 0,3.

t Debit Keterangan (jam) 0 0,000 1 2,600 2 13,722 2,540 24,353 3 21,760 4 17,052 5 13,362 6 10,470 7 8,205 8 6,708 9 5,702 10 4,846 11 4,119 12 3,501 13 2,976 14 2,529 15 2,160 16 1,912 17 1,693 18 1,498 19 1,326 20 1,174 21 1,039 22 0,920 23 0,814 24 0,721 25 0,638 26 0,565 27 0,500 28 0,443 29 0,392 30 0,347 Lengkung naik Lengkung turun 1 Lengkung turun 2 Lengkung turun 3 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Q ( m 3 /d t) t (jam) Q 10 Q 20 Q 50 Q 100 Q 200 0.000 200.000 400.000 600.000 800.000 1000.000 1200.000 1400.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Q obs Q hit 0,6 0,40 -45,57 0,72 33,60 0,5 0,47 -38,20 0,73 52,30 0,5 0,47 -38,08 0,73 52,49 0,4 0,55 -30,58 0,74 64,23 0,3 0,65 -22,33 0,74 71,49 0,2 0,78 -13,52 0,73 75,01 0,2 0,79 -13,02 0,74 75,11 0,1 0,95 -4,11 0,71 75,49 0,1 0,95 -4,04 0,71 75,48 0,1 0,95 -3,97 0,71 75,48 Keandalan Model Koefisien Tr Koefisien a Kesalahan Relatif Koefisien Koreksi ®

(6)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anonim, 2009, Laporan Akhir Hasil Penelitian “ Kajian Perhitungan Debit Banjir Rencana menggunakan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)” Di DAS Bedadung Kabupaten Jember “.

[2] Soemarto, CD. 1995, Hidrologi Teknik, Edisi ke dua, Erlangga, Jakarta.

[3] Sri Harto, Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I, Departemen Pekerjaan Umum, Yogyakarta.

[4] Soewarno, 1991, Hidrologi ” Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai ( Hidrometri ) “, Nova, Bandung.

[5] Subarkah, Imam, 1980, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea Dharma, Bandung.

[6] Sosrodarsono, suyono, 1999, Hidrologi Untuk Pengairan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

[7] Edijatno, Nascimento., et.al, 1999.”GR3J : A Daily Watershed Model with Three Free Parameters”, Hydrological Sciences Journal, 44 (2) page 263-277.

Gambar

Gambar 2.1 Peta DAS Bedadung dengan luas 499,5 km 2 Adapun  data  –  data  yang  diperlukan  dalam  kajian  ini  adalah:
Gambar 3.3. Peta Tata Guna Lahan DAS Bedadung
Gambar 3.4. HSS Nakayasu pada DAS Bedadung
Tabel  3.6.  Hasil  Perhitungan  pada  berbagai  variasi  koefisien a (alfa) dan koefisien Tr

Referensi

Dokumen terkait

 Jumlah tamu asing di Sulawesi Tengah pada bulan September 2012 sebanyak 342 orang, WNA dari Asia sebagai tamu asing terbanyak dengan jumlah 275 orang, disusul oleh

Dikarenakan web server dirancang untuk menampilkan data, dimulai dari teks, hypertext , gambar, yang merupakan keunggulan dari web sehingga web tidak hanya dapat

Korelasi kadar serum basal AMH dengan respons ovarium terhadap stimulasi ovulasi pada program fertilisasi in vitro.. Maheshwari, A, Hamilton M,

Mode longitudinal terjadi bila gelombang ultrasonic merambat pada suatu arah sejajar dengan arah gerakan atom yang digetarkan, misal atom digerakkan kekanan dan kekiri

Pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa pelayanan tingkat desa di Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan yang menyatakan “Baik” apabila diklasifikasikan berdasarkan jenis

Perancangan media pembelajaran berupa papan permainan ini memiliki tujuan untuk memberikan sebuah alternatif media pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa cinta

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tonase air yang digunakan dalam proses pembentukan garam dari beberapa

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang efektifitas anti jamur campuran rebusan jahe ( Zingiber officinale ) dan kunyit (