SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
Nurhikmatul Husnah NIM : 1111046100017
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
v
SMKN 49 Jakarta Terhadap Akad Produk Perbankan Syariah”, Program studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Disamping perkembangan perbankan syariah yang begitu pesat harus didukung oleh sumber daya insani yang memadai dan berkualitas tinggi serta memiliki pemahaman tentang ekonomi islam. Disisi lain siswa program studi perbankan syariah selaku sebagai akademisi dan calon praktisi bank syariah, mereka harus memahami akad-akad perbankan syariah.
Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu untuk melihat tingkat pemahaman siswa SMKN 49 Jakarta terhadap akad pada produk perbankan syariah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis statistik deskriptif, metode dalam pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang berisikan pernyataan seputar pemahaman siswa dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan.
Hasil yang didapatkan penelitian ini yaitu bahwa siswa SMKN 49 Jakarta dapat memahami akad produk perbankan syariah dengan angka rata-rata 4,41. Namun ada beberapa akad yang sebagian kecil kurang dipahami oleh siswa seperti akad wadiah dan akad istishna.
Kata kunci : Pemahaman, Siswa, Akad, Perbankan Syariah Pembimbing : Dr. Syahrul A’dam, M.Ag
Daftar Pustaka : tahun 1996 sampai dengan tahun 2015 Sumber : buku, skripsi, web
vi
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT
karena limpahan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar, yang selalu memberikan
kemudahan kepada penulis sehingga dapat meyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga selalu senantiasa tercurahkan kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Tingkat Pemahaan Siswa SMKN 49 Jakarta terhadap Akad Produk Perbankan Syariah”. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Jenjang Strata I (S1) Program Studi Mualamat Konsentrasi Perbankan Syariah di
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu
dalam proses dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur
alhamdulillah penulis mengucapkan atas kekuatan Allah SWT yang telah di
anugerahkan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan mendukung penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
vii
Syariah dan Hukm UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak H. Abdurrauf, Lc., M.A, selaku sekertaris Prodi Muamalat
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Syahrul A’dam, M.Ag. Terima kasih atas kesediaanya
memberikan waktu luang kepada penulis untuk membimbing,
mengarahkan dan memberikan berbagai petunjuk sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA.,MM selaku dosen
pembimbing akademik.
6. Pihak sekolah SMKN 49 Jakarta khususnya Bapak Jamaluddin, S.Ag,
serta para staff dan Guru yang telah memberikan izin kepada penulis
untuk melakukan penelitan ini dan terimakasih telah membantu
memberikan informasi yang dibutuhkan penulis dalam proses
pengumpulan data untuk penyelesaian skripsi ini.
7. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang dengan ikhlas telah memberikan illmunya kepada penulis selama
masa kuliah.
8. Staff karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta staff TU
viii
Abeh yang selalu mendo’akan, dan memberikan kasih sayangnya serta
memberikan semangat, motivasi, dukungan yang tiada henti baik secara
moriil maupun materiil. Sehingga penulis dapat menyelsaikan penulisan
skripsi ini.
10. Untuk kakak tersayang Rozikullah, Nur El Fadilah, adikku Nur Faizah
Amaliah, dan keponakanku Siti Robiatul Adawiyah yang selalu
menyemangati, memberikan dukungan dan perhatiannya serta
pengertiannya.
11. Terimakasih banyak buat seseorang yang selalu memberikan arahan dan
bimbingannya dengan kesabaran dan pantang menyerah memberikan
semangat, dukungan dan mengingatkan terus agar skripsi ini bisa selesai.
Semoga Allah membalas kebaikannya dan persahabatan kita tetap terjaga
selamanya, Nina Ismiyanti. Sahabat-sahabatku lainnya Piper Ronika dan
Deasy Puspita Rini. Teman-teman Perbankan Syariah 2011, khusunya
keluarga besar PS A. Teman-teman KKN REDUKTIF 2014. Terimakasih
atas kebersamaan yang terjalin sampai detik ini, serta dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas
masukan dan bantuannya yang kalian berikan kepada penulis, semoga
ix
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan
kontribusi yang luar biasa bagi keberhasilan skripsi ini.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
x
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL DAN DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
E. Penelitian Terdahulu ... 5
F. Kerangka Konsep ... 6
G. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II LANDASAN TEORI A. Pemahaman ... 9
xi
4. Bentuk Akad pada Perbankan Syariah ... 17
C. Bank Syariah ... 18
1. Pengertian Bank Syariah ... 18
2. Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah ... 20
3. Konsep Dasar Bank Syariah ... 22
4. Prinsip Operasional Bank Syariah ... 24
5. Produk Perbankan Syariah ... 26
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 39
B. Jenis Penelitian ... 39
C. Lokasi Penelitian ... 39
D. Sumber Data ... 39
E. Populasi dan Sampel ... 40
F. Teknik Pengumpulan Data ... 41
G. Variabel Penelitian ... 42
H. Teknik Analisis Data ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMKN 49 Jakarta ... 45
1. Sejarah Singkat SMKN 49 Jakarta ... 45
xii
B. Gambaran Responden ... 56
C. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 56
a. Uji Validitas ... 56
b. Uji Reliabilitas ... 60
D. Analisis Deskriptif Statistik ... 61
1. Aspek Pengetahuan ... 61 2. Aspek Sikap ... 74 3. Aspek Tindakan ... 77 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 81 B. Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiii
3. Tabel 4.1 Uji Validitas ... 57
4. Tabel 4.2 Reliability Statistics ... 60
5. Tabel 4.3 Pengertian Bank Syariah ... 61
6. Tabel 4.4 Perbedaan sistem bank syariah dengan bank syariah dengan bank konvensional ... 62
7. Tabel 4.5 Perbedaan praktik bank syariah dengan bank konvensional ... 63
8. Tabel 4.6 Pengharaman bunga bank mayoritas ulama ... 64
9. Tabel 4.7 Pengertian Riba ... 65
10. Tabel 4.8 Macam-macam riba ... 66
11. Tabel 4.9 Produk-produk bank syariah ... 67
12. Tabel 4.10 Produk bagi hasil ... 68
13. Tabel 4.11 Produk pembiayaan ... 69
14. Tabel 4.12 Akad Mudharabah ... 70
15. Tabel 4.13 Akad Wadiah ... 70
16. Tabel 4.14 Perbedaan akad mudharabah dengan musyarakah... 71
17. Tabel 4.15 Akad Murabahah ... 72
18. Tabel 4.16 Akad Istishna ... 73
19. Tabel 4.17 Kecenderungan memilih bank syariah ... 74
20. Tabel 4.18 Bank Syariah mendatangkan keuntungan dunia dan akhirat ... 75
xiv
23. Tabel 2.21 Saya membuat artikel atau tulisan-tulisan tentang bank syariah
sebagai bentuk apresiasi terhadap bank syariah ... 78
24. Tabel 2.22 Setelah saya belajar bank syariah saya akan mengajak sanak saudara saya untuk menabung di bank syariah ... 79
25. Tabel 2.23 Hasil secara keseluruhan jawaban kuesioner ... 80
26. Gambar 1.1 Kerangka konsep ... 7
1 A. Latar Belakang Masalah
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang melaksanakan tiga
fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
memberikan jasa pengiriman uang.1 Dalam perbankan syariah semua kegiatan
yang dilakukan dalam melaksanakan fungsi utama bank tersebut harus
berdasarkan dengan prinsip-prinsip syariah. Kemudian, akad-akad yang
digunakan dalam operasional perbankan syariah di Indonesia juga merupakan
akad-akad yang sesuai dengan ketentuan syariah.
Di Indonesia, bank syariah pertama kali didirikan pada tahun 1992
adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak
terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya,
perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang.2 Perkembangan
Perbankan Syariah semakin baik dengan disetujuinya Undang-Undang No. 10
tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan. Dalam Undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan
hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga
1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2013), h.18.
memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang
syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.3
Perkembangan industri perbankan syariah masih terkendala pada
kebutuhan sumber daya manusia. Pada saat ini, kebutuhan rata-rata sumber
daya manusia perbankan syariah sekitar 5.900 orang per tahun. Padahal,
Perguruan Tinggi yang meluluskan sumber daya manusia di sektor keuangan
syariah hanya 1.500 orang per tahun. Direktur Utama Bank Syariah Mandiri
(BSM) Agus Sudiarto, mengatakan, dari 1.500 lulusan Perguruan Tinggi
tersebut ternyata tidak semuanya sesuai dengan kebutuhan industri. Tentunya
ini jadi masalah untuk perbankan syariah yang ingin terus berkembang.4
Tak hanya bagi perbankan syariah, sumber daya manusia juga amat
diperlukan bagi institusi keuangan syariah lainnya seperti ratusan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah dan Ribuan Baitul Maal wat Tamwiil (BMT)
yang tersebar hingga ke wilayah pedesaan. Hal ini mendorong munculnya
jurusan ekonomi dan perbankan syariah pada sejumlah Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) di Indonesia.5
Awalnya, produk-produk perbankan syariah seolah-olah seperti
produk perbankan konvensional yang ditambahi dengan label syariah.
Realitanya adalah bahwa untuk menciptakan produk perbankan syariah yang
benar memerlukan eksporasi dan pendalaman lebih jauh mengenai hukum
3
Muhammad Sayfi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.26.
4 Perbankan, “Kebutuhan SDM Perbankan Syariah 5.900 Orang Per Tahun”, diakses pada
10 Oktober 2015 dari
http://www.syariahfinance.com/perbankan/111-kebutuhan-sdm-perbankan-syariah-5-900-orang-per-tahun.html
5 Bank Muamalat, “Bank Muamalat Rintis Standar Kurikulum Syariah Bagi Siswa SMK”,
diakses pada 11 Oktober 2015 dari
islam dalam rangka menyediakan beragam produk keuangan islam. Yakni
produk yang halal, dapat dipercaya, memberi keuntungan dan jaminan
keamanan kepada nasabahnya sehingga perbankan syariah akan semakin
diminati oleh seluruh lapisan masyarakat baik muslim maupun non muslim.
Untuk dapat mengembangkan perbankan syariah dan memanfaatkan peluang
tersebut dibutuhkan tenaga profesional atau Sumber Daya Insani (SDI) yang
tepat. Tepat dalam arti memahami betul konsep perbankan syariah, mampu
menciptakan produk-produk syariah sesuai dengan konsep syariah dan
mampu menjalankan roda industri perbankan dan jasa keuangan syariah yang
memberikan nilai kepuasan bagi nasabahnya.6
Untuk itu sangat penting memperkenalkan pengetahuan tentang
lembaga keuangan syariah sedini mungkin. Disamping perkembangan
perbankan syariah yang begitu pesat harus didukung juga oleh sumber daya
insani yang memadai dan berkualitas tinggi serta menguasai teori-teori
ekonomi islam yang bersifat praktis sehingga dapat diimplementasikan pada
praktiknya. Salah satu faktor yang sangat berpotensi dalam mentcetak
Sumber Daya Insani adalah Sekolah Menengah Kejuruan yang memang
mempunyai orientasi mencetak lulusan siap kerja.
Siswa program jurusan perbankan syariah sekalu akademisi dan calon
praktisi bank syariah, harusnya memahami dan mengerti tentang
sistem-sistem transaksi yang ada dalam bank syariah. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul skripsi tentang
6 Harisman, “Kebutuhan SDI Perbankan dan Jasa Keuangan Syariah” diakses pada 11
Oktober 2015 dari
“Tingkat Pemahaman Siswa SMKN 49 Jakarta Terhadap Akad Pada Produk Perbankan Syariah.
B. Identifikasi Masalah
Terkait latar belakang masalah tersebut, dapat diidentikasikan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah kurikulum pembelajaran yang diterapkan sudah cukup baik.
2. Apakah metode yang diajarkan oleh guru-guru cukup efekif.
3. Bagaimana kualitas sumberdaya guru di SMKN 49 Jakarta
4. Media penunjang pembelajaran yang ada pada sekolah
5. Bagaimana tingkat pemahaman siswa terhadap akad pada produk
perbankan syariah
6. Bagaimana tingkat prestasi pada siswa SMKN 49 Jakarta
C. Pembatasan dan Perumusan Maslah
Untuk lebih memfokuskan penelitian, maka pembahasan dalam
penulisan ini hanya dibatasi pada akad produk perbankan syariah. Sampel
yang diambil adalah siswa program jurusan perbankan syariah kelas XII di
SMKN 49 Jakarta karena pelajaran yang diberikan lebih banyak
dibandingkan dengan siswa kelas X dan XI.
Adapun perumusan masalahnya adalah sebagi berikut:
1. Bagaimana tingkat pemahaman siswa SMKN 49 Jakarta terhadap akad
produk perbankan syariah.
2. Apakah siswa paham atau tidak paham terhadap akad produk perbankan
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat tingkat pemahaman
siswa SMKN 49 Jakarta terhadap akad produk perbankan syariah.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman
ilmiah dalam penulisan dan mampu memberikan kontribusi dalam
dunia akademik.
b. Bagi pihak sekolah, penulis berharap tulisan ini dapat memberikan
masukan atau koreksi sehingga pembelajarannya menjadi lebih baik.
E. Penelitian Terdahulu
No. Identitas Isi Perbedaan
1 Abdul Bashir, Tingkat Pemahaman Siswa SMK PB Soedirman 2 Terhadap Akad Perbankan Syariah, 2010.
Dalam skripsi ini metode yang digunakan penulis adalah kuantitatif deskriptif,
pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebar kuesioner. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap akad perbankan syariah. Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya yaitu objek yang dipilih. Dalam penelitian sebelumnya obejek yang dipilih adalah siswa SMK PB Soedirman 2, sedangkan penelitian ini memilih SMKN 49 Jakarta sebagai objek dalam penelitian ini. 2 Yusuf Abdul Hamid,
Prospek dan Tantangan Sumber Daya Manusia dalam Pengembangan Jurusan Perbankan Syariah di SMKN 49 Jakarta, 2013.
Dalam skripsi ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui
wawancara, observasi, survey dan studi dokumentasi
Dalam penelitian ini
Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya. Dalam penelitian sebelumnya membahas tentang prospek dan tantangan sumber daya manusia dalam pengembangan
penulis menganalisis prospek dan tantangan yang dihadapi terhadap siswa di jurusan perbankan syariah di SMKN 49 Jakarta serta menganalisis penerapan program jurusan perbankan syariah di SMKN 49 Jakarta melalui analisis SWOT. jurusan perbankan syariah. Sedangkan penelitian ini membahas tentang tingkat pemahamana siswa SMKN 49 Jakarta terhadap akad pada produk
perbankan syariah.
3 Lina Nurul Yama, Respon Guru MAN 4 terhadap Bank
Syariah, 2010.
Dalam skripsi ini metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode kualitatif dengan mengolah data hasil dari penyebaran angket/kesioner. Dalam penelitian ini penulis ingin
mengetahui bagaimana respon guru MAN 4 terhadap bank syariah dan apakah respon guru MAN 4 tentang bank syariah berpengaruh terhadap penggunaan produk bank syariah itu sendiri. Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya. Dalam penelitian sebelumnya membahas tentang respon guru MAN 4 terhadap bank syariah. Sedangkan penelitian ini membahas tentang tingkat pemahaman siswa SMKN 49 Jakarta terhadap akad pada produk
perbankan syariah.
G. Kerangka Konsep
Untuk memudahkan penulis dalam memperoleh hasil yang maksimal
dalam penelitian ini, maka untuk menjawab permasalahan yang ada, penulis
Gambar 1.1
H. Sistematika Penulisan
Sistem penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman
Penulisanskripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012. Untuk mengetahui gambaran secara
keseluruhan isi penulisan dalam penelitian ini penulis menguraikan secara
singkat sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis menguraikan tentang masalah-masalah
yang akan diteliti, yakni mengenai latar belakang masalah
yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
penelitian terdahulu, kerangka teori dan sistematika
penulisan. Produk Bank Syariah Penghimpunan dana Penyaluran dana Jasa Paham Tidak Paham Akad
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisikan tentang penjelasan secara singkat
mengenai pemahaman, bank syariah, akad dan produk
perbankan syariah.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan ruang lingkup penelitian, jenis
penelitian, teknik pengambilan sampel dan teknik analisis
data.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas tentang gambaran umum SMKN 49
Jakarta dan pengujian hasil analisis data, pembahasan
analisis data mengenai tingkat pemahaman siswa SMKN 49
Jakarta terhadap akad perbankan syariah.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran atas
9 A. Pemahaman
Pemahaman berasal dari kata paham yang ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”. Paham memiliki arti pandai dan mengerti benar tentang sesuatu hal. Sedangkan pemahaman adalah proses atau perbuatan, cara memahami.7
Pemahaman berarti proses, cara, perbuatan memahami atau
memahamkan. Kategori pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk
menjelaskan pengeratahuan, informasi yang telah diketahui dengan kata-kata
sendiri.8
Pemahaman (comprehension), yaitu jenjang kemampuan yang
menuntut peserta didik untuk memahami atau mengerti tentang materi
pelajaran yang disampaikan guru dan dapat dimanfaatkan tanpa harus
menghubungkan dengan hal-hal lain. Kemampuan ini dijabarkan lagi menjadi
tiga, yakni menterjemahkan, menafsirkan, dan mengekstrapolasi.9
Di dalam ranah kognitif menunjukan tingkat-tingkat kemampuan yang
dicapai dari yang terendah sampai pada yang lebih tinggi, pemahaman
tingkatannya lebih tinggi dari sekedar pengetahuan. Definisi pemahaman menurut Drs. Anas Sudijono adalah : “kemampuan seseorang untuk mengerti
7
Risa Agustin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Serba Jaya, 2011), h. 606.
8 Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Gaung Persada
Press, 2005), h.28
atau memahami sesuatu itu diketahui dan diingat, atau kemampuan yang setingkat lebih tinggi dari ingatan dan hapalan”.10
B. Akad
1. Pengertian Akad
Akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjian atau
kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang
terbingkai dengan nilai-nilai syariah.
Dalam istilah fiqih, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi
tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak,
seperti wakaf, talak, sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti
jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.
Secara umum akad berarti kesetaraan antara ijab (pernyataan
penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan
kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada
sesuatu.11
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, yang dimaksud dengan
akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum
tertentu.12
10
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), h.50
11 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2007), h.35.
2. Rukun-Rukun Akad
Sebagaimana diketahui, bahwa akad merupakan suatu perbuatan yang
sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih berdasarkan keridhaan
masing-masing, maka timbul bagi kedua belah pihak dan ijtihad yang diwujudkan
oleh akad tersebut. Adapun rukun-rukun akad ialah sebagai berikut.13
a. ‘Aqid ialah orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak terdiri
atas satu orang, terkadang terdiri atas beberapa orang misalnya penjual
dan pembeli beras di pasar biasanya masing-masing pihak satu orang,
ahli waris sepakat untuk memberikan sesuatu kepada pihak yang lain
yang terdiri atas beberapa orang.seseorang yang berakad, terkadang
merupakan orang yang memiliki hak (aqid ashli) dan terkadang
merupakan wakil dari yang memiliki hak.
b. Ma’qud ‘alaih benda-benda yang diadakan, seperti benda-benda yang
dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), dalam akad
gadai, utang yang dijamin seseorang dalam akad kafalah.
c. Maudhu ‘al’aqad ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
Berbeda akad maka berbedalah tujuan pokok akad. Dalam akad jual
beli tujuan pokoknya ialah memindahkan barang dari penjual kepada
pembeli dengan diberi ganti. Tujuan akad hibah ialah memindahkan
barang dari pemberi kepada yang diberi untuk dimilikinya tanpa ada
pengganti (wadh).
13 Sohari Sahrani dan Ru‟fah abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011),
d. Shigat al’aqad ialah ijab dan qabul. Ijab ialah permulaan penjelasan
yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran
kehendaknya dalam mengadakan akad, sedangkan qabul ialah
perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan setelah
adanya ijab. Pengertian ijab qabul dalam pengalaman dewasa ini ialah
bertukarnya sesuatu terkadang tidak berhadapan, misalnya seseorang
yang berlangganan majalah, pembeli mengirimkan uang melalui pos
wesel dan pembeli menerima majalah tersebut dari petugas pos.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam shigat ialah:14
1. Shigat al-‘aqd harus jelas pengertiannya. Kata-kata dalam ijab
qabul harus jelas dan tidak memiliki banyak pengertian, misalnya seseorang berkata “Aku serahkan barang ini”, kalimat tersebut masih kurang jelas sehingga masih menimbulkan pertanyaan;
apakah benda tersebut diserahkan sebagai pemberian, penjualan, atau titipan. Kalimat lengkapnya ialah “Aku serahkan benda ini
kepadamu sebagai hadiah atau sebagai pemberian”.
2. Harus bersesuaian antara ijab dan qabul. Tidak boleh antara yang
berijab dan yang menerima berbeda lafazh, misalnya seseorang berkata, “Aku serahkan benda ini kepadamu sebagai titipan”, tetapiyang mengucapkan qabul berkata, “Aku terima benda ini
sebagai pemberian”. Adanya kesimpangsiuran dalam ijab dan
qabul akan menimbulkan persengketaan yang dilarang oleh agama
Islam karena bertentangan dengan ishlah di antara manusia.
3. Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang
bersangkutan, tidak terpaksa dan tidak karena diancam atau
ditakut-takuti oleh orang lain karena dalam tijarah harus saling
ridha.
Mengucapkan dengan lidah merupakan salah satu cara yang ditempuh
dalam mengadakan akad, tetapi adajuga cara lain yang dapat
menggambarkan kehendak untuk berakad. Para ulama menerangkan
beberapa cara yang ditempuh dalam mengadakan akad, sebagai berikut.
a. Dengan cara tulisan (kitabah), misalnya dua aqaid berjauhan
tempatnya, maka ijab qabul boleh dengan cara kitabah, atas dasar
inilah fuqaha membentuk kaidah.
b. Isyarat, bagi orang tentu akad atau ijab qabul tidak dapat dilaksanakan
dengan ucapan dan tulisan, misalnya seseorang yang bisu tidak dapat
mengadakan ijab qabul dengan bahasa, orang yang tidak pandai tulis
baca tidak mampu mengadakan ijab qabul dengan tulisan, maka orang
yang bisu dan tidak pandai tulis baca tidak dapat melakukan ijab qabul
dengan ucapan dan dengan tulisan.
c. Tu’athi (saling memberi), seperti seseorang yang melakukan
pemberian kepada sesorang dan orang tersebut memberikan imbalan
kepada yang meberikan tanpa ditentukan besar imbalan. Dengan contoh yang jelas, dapat diuraikan sebagai berikut. “Seorang pengail
ikan sering meberikan ikan hasil pancingannya kepada petani, petani tersebut memberikan beberapa liter beras kepada pengail yang meberikan ikan, tanpa disebutkan besar imbalan yang dikehendaki oleh pemberi ikan.”
d. Lisan al hal, menurut sebagian ulama, apabila seseorang
meninggalkan barang-barang dihadapan orang lain, kemudian dia
pergi dan orang yang ditinggali barang itu berdiam diri saja, hal itu
dipandang telah ada akad ida‟ (titipan) antara orang yang meletakkan
barang dengan yang menghadapi letakan barang titipan dijalan dalalat
al-hal.
3. Syarat-Syarat Akad
Para ulama fikih menetapkan adanya beberapa syarat umum yang
harus dipenuhi dalam suatu akad, di samping setiap akad juga mempunyai
syarat-syarat khusus. Umpamanya akad jual beli, memiliki syarat yang ditentukan syara‟ dan wajib disempurnakan.
Adapun syarat terjadinya akad ada dua macan, sebagai berikut.15
a. Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat wajib sempurna
wujudnya dalam berbagai akad.
1) Pihak-pihak yang melakukan akad ialah dipandang mampu
bertindak menurut hukum (mukalaf). Apabila belum mampu,
harus dilakukan oleh walinya. Oleh sebab itu, suatu akad yang
15 Sohari Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2011),
dilakukan oleh orang yang kurang waras (gila) atau anak kecil
yang belum mukallaf, hukumnya tidak sah.
2) Objek akad itu diketahui oleh syara‟. Objek akad ini harus
memenuhi syarat: bentuk harta, dimiliki seseorang, dan bernilai
harta menurut syara‟. Dengan demikian, harta yang tidak bernilai menurut syara‟ tidak sah dilakukan akad, seperti khamer (minuman keras). Disamping itu, jumhur fuqaha selain mazhab
Hanafi mengatakan, bahwa barang najis sperti anjing, babi,
bangkai dan darah, tidak boleh dijadikan objek akad, karena
barang najis tidak bernilai menurut pandangan syara‟.
3) Akad itu tidak dilarang nash syara‟. Atas dasar ini, seorang wali
(pemelihara anak kecil) tidak dibenarkan menghibahkan harta
anak kecil tersebut. Seharusnya harta anak kecil tersebut
dikembangkan, dipelihara, dan tidak diserahkan kepada seseorang
tanpa imbalan (hibah). Apabila terjadi akad, maka akad itu batal menurut syara‟.
4) Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus dengan
akad yang bersangkutan, disamping harus memenuhi
syarat-syarat umum. Syarat-syarat-syarat khusus, umpamanya syarat-syarat jual beli,
berbeda dengan syarat sewa-menyewa dan gadai.
5) Akad itu bermanfaat. Umpamanya seorang suami mengadakan
akad dengan istrinya, bahwa suami akan memberikan upah
batal, karena seorang istri memang sudah seharusnya mengurus
rumah tangga keluarganya (suami).
6) Ijab tetap utuh sampai terjadi qabul. Umpamanya, dua orang
pedagang dari dua daerah yang berbeda melakukan transaksi
dagang dengan surat (tulisan). Pembeli barang melakukan ijabnya
melaui surat yang memerlukan waktu beberapa hari. Sebelum
surat itu sampai kepada penjual, pembeli telah wafat atau hilang
ingatan.
b. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat yang wujudnya wajib
ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini bisa juga disebut idhafi
(tambahan) yang harus ada samping syarat-syarat yang umum, seperti
syarat adanya saksi dalam pernikahan.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam
akad, adalah sebagai berikut.16
a. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli). Tidak sah
akad orang yang tidak cakap bertindak, seprti orang gila, orang yang
berada di bawah pengampuan (mahjur) karena boros atau yang
lainnya.
b. Objek akad dapat menerima hukumnya.
c. Akad itu diizinkan oleh syara‟, dilakukan oleh orang yang mempunyai
hak melakukannya walaupun dia bukan aqaid yang memiliki barang.
d. Bukan akad yang dilarang oleh syara‟, seperti jual beli mulsamah.
e. Akad dapat memberikan aidah, sehingga tidak sah bila rahn dianggap
sebagai imbangan amanah.
f. Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi qabul, maka bila
orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum qabul, maka
batal ijabnya.
g. Ijab dan qabul mesti bersambung, sehingga bila seseorang yang
berijab sudah berpisah sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut
menjadi batal.
4. Bentuk Akad pada Perbankan Syariah
Pada dasarnya, akad-akad perbankan syariah dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu:
a. Akad Tijarah (akad komersial)
Konsep akad tijarah ini adalah adanya pertukaran, yakni
pertukaran tersebut bisa dilakukan antara benda dan benda, banda dan
uang, atau sebaliknya. Pada intinya, akad tijarah ini merupakan akad
niaga. Oleh karena itu, dalam akad ini, para pihak boleh mengambil
keuntungan dari tansaksi niaga yang ada.
b. Akad Tabarru’ (akad kebajikan)
Akad tabarru’ merupakan akad yang tidak mengandung unsur
pertukaran kepemilikan maupun pertukaran benda dengan benda atau
uang dengan benda. Berbeda dengan akad tijarah yang merupakan
Dengan demikian pada umumnya dalam akad tabarru’ tidak boleh
mengambil keuntungan dari tansaksi yang menggunakan akad ini.
C. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Istilah bank berasal dari Italia banco yang berarti “kepingan papan tempat buku”, sejenis “meja”. Kemudian penggunaannya lebih diperluas untuk menunjukan “meja” tempat pertukaran uang, yang digunakan oleh para pemberi pinjaman dan para pedagang valuta di Eropa, pada abad
pertengahan untuk memamerkan uang mereka. Pada umumnya, tidak
terdapat definisi yang tepat berkenaan dengan bank. Undang-undang
perbankan New York mendefinisikan pengertian bank sebagai segala
tempat transaksi valuta setempat, juga merupan tempat usaha yang
berbentuk trust, pemberian diskontao dan memperjualbelikan surat kuasa,
draft, rekening, dan sistem peminjaman; menerima deposito dan semua
bentuk surat berharga; memberi pinjaman uang dengan memberikan
jaminan berbentuk harta maupun keselamatan pribadi dan
memperdagangkan emas batangan, perak, uang, dan rekening bank. Iatilah “banker” dalam undang-undang Bills of Exchange Act 1882 dan Stamp
Act, 1891, didefinisikan sebagai orang-orang yang hendak melakukan
perdagangan dalam dunia perbankan tanpa menimbulkan akibat apapun
terhadap para pelakunya.17
17 Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan dalam Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi
utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat
Islam, pembiayaan dilakukan dengan akad sesuai syariah telah menjadi
bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah saw. Praktik-praktik
seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan
konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang,
telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah saw. Dengan demikian
funsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit,
menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman
Rasulullah Saw.18
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip
syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah
uang sebagai dagangan uatamanya.19
Menurut Undang-Undang No.21 tahun 2008, dijelaskan bahwa
Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,
serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan
18
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT Raja Grafindo, 2013), h.18.
19 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Menurut karnaen A. Perwataatmadja dan Syafi‟i Antonio, Bank syariah mempunyai dua pengertian, yaitu:
a. Bank syariah beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat islam.
b. Bank yang tata cara operasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan
al-Qur‟an dan Hadits.20
2. Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah Tabel 2.1
Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah21
No. Perbedaan Bank Konvensional Bank Syariah
1. Bunga Berbasis bunga
Berbasis revenue/ profit
loss sharing
2. Resiko Anti risk Risk sharing
3.
Pendekatan
Operasional
Beroperasi dengan
pendekatan sektor
keuangan, tidak langsung
terkait dengan sektor riil
Beroperasi dengan
pendekatan sektor riil
4. Produk Produk tunggal (kredit)
Multi produk (jual beli,
bagi hasil, jasa)
20
Karnaen A. Perwataatmadja dan Syafi‟i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti wakaf, 1992), h.1
21 Ahmad, Rodoni, dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,
5. Pendapatan
Pendapatan yang diterima
deposan tidak terkait
dengan pendapatan yang
diperoleh oleh bank
Pendapatan yang diterima
deposan terkait langsung
dengan pendapatan yang
diperoleh bank dari
pembiayaan
6. Spread Mengenal negative spread
Tidak mengenal negative
spread
7. Dasar Hukum
Bank Indonesia dan
pemerintah
Al-Qur‟an, sunnah, fatwa
ulama, Bank Indonesia dan
pemerintah
8. Falsafah
Berdasarkan atas bunga
(riba)
Tidak berdasarkan bunga
(riba), spekulasi (maysir)
dan ketidakjelasan (gharar)
9. Operasional
- Dana masyarakat (dana
Pihak Ketiga/DPK)
berupa titipan simpanan
yang harus dibayar
bunganya pada saat jatuh
tempo
- Penyaluran dana pada
sektor yang
menguntungkan, aspek
halal tidak menjadi
- Dana masyarakat (Dana
Pihak Ketiga/DPK)
berupa titipan (wadi‟ah)
dan investasi
(mudharabah) yang baru
akan mendapat hasil jika “diusahakan” terlebih dahulu
- Penyaluran dana
pertimbangan agama yang halal dan
menguntungkan
10. Aspek Sosial
Tidak diketahui secara
tegas
Dinyatakan secara
eksplisit dan tegas yang
btertuang dalam visi dan
misi
11. Organisasi
Tidak memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
Harus memiliki Dewan
Pengawas Syariah (DPS)
12. Uang
Uang adalah komoditi
selain alat pembayaran
Uang bukan komoditi,
tetapi hanyalah alat
pembayaran
3. Konsep Dasar Bank Syariah
Bank syariah merupakan bank yang secara operasional berbeda
dengan bank konvensional. Salah satu ciri khas bank syariah yaitu tidak
menerima atau membebani bunga kepada nasabah, akan tetapi menerima
atau membebankan bagi hasil serta imbalan lain sesuai dengan akad-akad
yang diperjanjikan. Konsep dasar bank syariah didasarkan pada al-Qur‟an
dan hadits. Semua produk dan jasa yang ditawarkan tidak boleh
bertentangan dengan isi al-Qur‟an dan hadits Rasulullah SAW.22 Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 275 :
َكِلَذ ِّسَمْلا َنِم ُناَطْيَّشلا ُوُطَّبَخَتَ ي يِذَّلا ُمْوُقَ ياَمَك َّلاِإ َنْوُمْوُقَ ي َلا اَبِّرلا َنْوُلُكْأَي َنْيِذَّلا
ْْ َُُّ ََّأِب
َعْيَ بْلا ُوّّٰللا َّلَحَأَو اَبِّرلا ُلْثِم ُعْيَ بْلا اَمََِّّإ اْوُلاَق
َىَُتْ َّاَف ِوِّبَّر ْنِّم ٌةَظِعْوَم ُهءاَج ْنَمَف اَبِّرلا َمَّرَحَو
َنْوُدِل اَخ اَُْ يِف ْْ ُى ِراَّنلا ُباَحْصَأ َكِئَلْوُأَف َداَع ْنَمَو ِوّّٰللا ىَلِإ ُهُرْمَأَو َفَلَس اَم ُوَلَ ف
.
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan Syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya. (QS. Al-Baqarah: 275)
Tabel 2.2
Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil23
Bunga Bagi Hasil
a. Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asumsi
harus selalu untung
a. Penentuan besarnya rasio/nisbah
bagi hasil dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi
b. Besarnya persentase
berdasarkan pada jumlah uang
(modal) yang dipinjamkan
b. Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh
c. Pembayaran bunga tetap c. Bagi hasil bergantung pada
23 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani,
seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek
yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi
keuntungan proyek yang
dijalankan. Bila usaha merugi,
kerugian akan ditanggung
bersama oleh kedua belah pihak
d. Jumlah pembayaran bunga
tidak meningkat sekalipun
jumlah keuntungan berlipat
atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
d. Jumlah pembagian laba
meningkat sesuai dengan
peningkatan sesuai dengan
peningkatan jumlah pendapatan.
e. Eksistensi bunga diragukan
(kalau tidak dikecam) oleh
semua agama, termasuk islam.
e. Tidak ada yang meragukan
keabsahan bagi hasil.
4. Prinsip Operasional Perbankan Syariah
Bank syariah dalam menjalankan usahanya mempunyai 5 (lima)
prinsip operasional yang terdiri dari: sistem simpanan, bagi hasil, margin
keuntungan, sewa, dan fee.
a. Prinsip Simpanan Murni
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank
syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana
untuk menyimpan dananya dalam bentuk wadiah. Fasilitas wadiah biasa
halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional
wadiah wadiah identik dengan giro.24
b. Bagi Hasil
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil
usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha
ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank
dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip
ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah
dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan
dan deposito) maupun pembiayaan, sementara musyarakah lebih banyak
untuk pembiayaan.25
c. Prinsip Jual Beli dan Margin Keuntungan
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menetapkan tata cara jual
beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang akan
dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan
pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut
kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan
(margin)
d. Prinsip Sewa
Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada 2 (dua) jenis:
1) Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat
produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank
24 Neni Sri Imayanti, Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi, (Bandung:
Mandar Maju, 2013), h. 99
dapat membeli dahulu equipmet yang dibutuhkan nasabah
kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah
disepakati kepada nasabah.
2) Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan
penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak
untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease).
e. Prinsip Fee (Jasa)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan
bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain bank garansi,
kliring, inkaso, jasa transfer, dan lain-lain.
5. Produk Perbankan Syariah
Secara garis besar produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi 3
(tiga) bagian, yaitu: produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana,
dan produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada
nasabahnya.
a. Produk Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana pada bank syariah meliputi simpanan
giro, tabungan dan deposito.26 Akad pada produk penghimpunan dana
adalah sebagai berikut:
1) Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah dalam produk bank syariah dapat
dikembangkan menjadi dua jenis, yaitu:
a) Wadiah yad amanah
Dalam konsep ini pihak penerima titipan tidak boleh
menggunakan dan memanfaatkan barang yang dititipkan,
tetapi harus benar-benar menjaganya sesuai dengan
kelaziman. Bank bertanggung jawab terhadap kehilangan dan
kerusakan barang yang dititipkan.
b) Wadiah yad dhamanah
Konsep ini memberikan kesempatan kepada bank untuk
mempergunakan dana titipan dalam aktivitas perekonomian
tertentu dengan menggunakan dana titipan dalam aktivitas
perekonomian tertentu dengan meminta izin terlebih dahulu
dari si pemberi titipan. Semua keuntungan yang dihasilkan dari
dana tersebut menjadi milik bank (demikian juga bank
menanggung seluruh kemungkinan kerugian). Sebagai imbalan
si penitip/penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap
hartanya. Namun demikian, bank sebagai penerima titipan
sekaligus sebagai pihak yang telah memanfaatkan dana
tersebut tidak dilarang untuk memberikan semacam
insentif/bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya
dengan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal. Konsep
wadiah yad dhamanah dikembangkan dalam bentuk Current
account (Giro), dan Saving account (Tabungan Berjangka).27
27 Neni Sri Imaniyati, Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi, (Bandung:
2) Prinsip Mudharabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpanan
atau deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal)
dan bank sebagi mudharib (pengelola). Jika terjadi kerugian maka
bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Rukun
mudharabah terpenuhi sempurna (ada mudharib, ada pemilik
dana, ada usaha yang akan dibagihasilkan, ada nisbah, dan ada
ijab kabul). Prinsip mudharabah ini diaplikasikan pada produk
tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak
penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi menjadi dua yaitu:
mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
Dalam mudharabah mutlaqah, tidak ada pembatasan bagi
bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak
memberikan persyaratan apa pun kepada bank, ke bisnis apa dana
yang disimpannya itu hendak disalurkan, atau menetapkan
penggunaan akad-akad tertentu, ataupun mensyaratkan dananya
diperuntukan bagi nasabah tertentu. Jadi bank memiliki
kebebasan penuh untuk menyalurkan dana tersebut kebisnis
manapun yang diperkirakan menguntungkan.
Dari penerapan mudharabah mutlaqah ini dikembangkan
penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharabah dan deposito
mudharabah.28
b. Produk Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1) Prinsip Jual Beli
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan
ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang
dijual.
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai
berikut:
a) Pembiayaan Murabahah
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan),
adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank
dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan
jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam
28 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah
selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah
selalu dilakukan dengan cara pembayaran dicicil. Dalam
transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad,
sementara pembayaran dilakukan secara tangguh/cicilan.29
b) Pembiayaan Salam
Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran
di muka dan penyerahan barang dikemudian hari (advanced
payment atau forward buying atau future sales) dengan
harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan tempat
penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam
perjanjian.30 Umumnya transaksi ini diterapkan dalam
pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian
komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual
kembali secara tunai atau secara cicilan.
c) Pembiayaan Istishna’
Istishna’ adalah suatu kontrak pembelian dimana
produk yang dibeli harus dibuat atau diadakan lebih dahulu,
dengan pembayaran di muka, dicicil, atau diakhir masa
kontrak.31
29
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, h.98
30 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2007), h.90
31 Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, (Yogyakarta, UII
Produk istishna menyerupai produk salam, tapi dalam
istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam
beberapa kali (termin). Skim istishna dalam bank syariah
umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi.
Ketentuan umum pembiayaan istishna adalah spesifikasi barang pesanan harus jelas sperti jenis, macam
ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang telah
disepakati dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh
berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan
dari kriteria pesanan dan perubahan harga setelah akad
ditandatangani, seluruh biaya tambahan tetap ditanggung
nasabah.32
2) Prinsip Sewa
a) Ijarah
Ijarah dalam perbankan dikenal dengan operation lease, yaitu kontrak sewa antara pihak yang menyewakan
dan pihak penyewa, dimana pihak penyewa harus
membayar sewa sesuai dengan perjanjian, dan pada saat
jatuh tempo, aset yang disea harus dikembalikan kepada
pihak yang menyewakan. Biaya pemeliharaan astas aset
32 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
yang menjadi objek sewa menjadi tanggungan pihak yang
menyewakan.
Pemilik aset tetap (objek sewa) adalah lembaga
keuangan yang bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan
aset tetap yang disewakan selama masa sewa. Aset yang
disewakan tetap menjadi milik lembaga keuangan. Pada
saat perjanjian sewa berakhir, maka pihak yang
menyewakan aset tetap akan mengambil kembali objek
sewa dan dapat menyewakan kembali kepada pihak lain
atau memperpanjang sewa lagi dengan perjanjian baru.
Dalam transaksi ijarah, akad sewa menyewa dilakukan
antara muajjir (lessor) dan musta’jir (lessee) atas objek
sewa (ma’jur) untuk mendapatkan imbalan atas barang yang
telah disewakan. Bank sebagai lessor yang menyewakan
objek sewa, akan mendapat imbalan dari lessee. Imbalan
atas transaksi sewa menyewa ini disebut dengan pendapatan
sewa.
b) Ijarah Muntahityah Bittamlik
Ijarah muntahiyah bittamlik (IMBT) adalah transaksi
sewa dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan
objek sewa di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri
dengan alih kepemilikan objek sewa. Berbagai bentuk alih
c) Hibah di akhir periode, yaitu ketika pada akhir periode
sewa aset dihibahkan kepada penyewa
d) Harga yang berlaku pada akhir periode, yaitu ketika pada
akhir periode sewa aset dibeli oleh penyewa dengan harga
yang berlaku pada saat itu
e) Harga ekuivalen dalam periode sewa yaitu ketika penyewa
membeli aset dalam periode sewa sebelum kontrak sewa
berakhir dengan harga ekuivalen
f) Bertahap selama periode sewa, yaitu ketika alih
kepemilikan dilakukan bertahap dengan pembayaran cicilan
selama periode sewa.33
3) Prinsip Bagi Hasil
Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah
dioperasionalkan dengan pola-pola sebagai berikut:
a) Pembiayaan Musyarakah
Musyarakah merupakan akad kerja sama usaha antara
dua pihak atau lebih dalam menjalankan usaha, dimana
masing-masing pihak menyertakan modalnya sesuai dengan
kesepakatan, dan bagi hasil atas usaha bersama diberikan
sesuai dengan kontribusi dana adat sesuai kesepakatan
bersama. Musyarakah disebut juga dengan syirkah,
merupakan aktivitas berserikat dalam melaksanakan usaha
bersama antara pihak-pihak yang terkait.34
Ketentuan umum dalam akad musyarakah adalah
sebagai berikut:
1. Semua modal disatukan untuk menjadi modal proyek
musyarakah dan dikelola bersama
2. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam
menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh
pelaksana proyek
3. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek
musyarakah, tidak boleh melakukan tindakan seperti:
menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi;
menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain
tanpa izin pemilik modal lainnya; meberi pinjaman
kepada pihak lain; setiap pemilik modal dianggap
mengakhiri kerjasama apabila: menarik diri dari
perserikatan, meninggal dunia dan menjadi tidak cakap
hukum; biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek
dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama; dan
proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam
akad.35
b) Pembiayaan Mudharabah
34 Ismail, Perbankan Syariah, h.176
35 Neni Sri Imaniyati, Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi, (Bandung:
Pembiayaan mudaharabah merupakan akad pembiayaan antara bank syariah dengan shahibul maal dan
nasabah sebagai mudharib untuk melaksanakan kegiatan
usaha, dimana bank syariah memberikan modal sebnayak
100% dan nasabah menjalankan usahanya. Hasil usaha atas
pembiayaan mudharabah akan dibagi antara bank syariah
dan nasabah dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati
pada saat akad.36
Adapun jenis-jenis mudharabah yaitu sebagai berikut:37
1) Mudharabah Mutlaqah, yaitu bentuk kerjasama antara
shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas
dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan
daerah bisnis.
2) Mudharabah Muqayyadah, yaitu bentuk kerjasama antara
shahibul maal dan mudharib yang dibatasi dengan jenis
usaha, waktu dan daerah bisnis oleh shahibul maal.
c. Akad Pelengkap
Untuk memudahkan pelaksanaan pembiayaan, biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan
untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah
36 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h.168
37 M.Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta: BI dan
pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujunan untuk mecari
keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta
pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksankan akad ini.
Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang
benar-benar timbu. Akad pelengkap ini adalah akad-akad tabarru’.
1) Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Hiwalah (Transfer Service) adalah pengalihan utang/piutang dari orang yang berhutang/berpiutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya/menerimanya.38 Tujuan fasilitas
hiwalah adalah untuk membantu nasabah mendapatkan modal
tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti
biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko
kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas
kemampuan pihak yang berutang.
2) Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan
pembiayaan.
Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:
a) Milik nasabah sendiri
b) Jelas ukuran, sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai
riil pasar
c) Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank39
3) Qardh
Qardh merupakan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh
bank syariah dalam membantu pengusaha kecil. Pembiayaan
qardh diberikan tanpa adanya imbalan. Qardh juga merupakan
pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali sesuai dengan jumlah uang yang dipinjamkan,
tanpa adanya tambahan atau imbalan yang diminta oleh bank
syariah.
4) Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C,
inkaso dan tranfer uang.
5) Kafalah (Bank Garansi)
Kafalah merupakan jaminan (penanggung) kepada pihak
lain untuk memenuhi kewajiban pihak lain untuk memenuhi
kewajiban pihak yang ditanggung. Dalam aplikasi bank syariah,
kafalah merupakan produk jasa yang diberikan kepada nasabah
yang mengajukan garansi kepada bank untuk melakukan
pekerjaanatas perintah pihak pemberi kerja. Pemberi kerja
biasanya mensyaratkan kepada penerima kerja, bahwa ada
39 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja
penjamin yang mau menjamin penyelesaian pekerjaannya,
sehingga pemberi kerja merasa terjamin atas pelaksanaan
pekerjaan yang diberikan.40 Produk kafalah yang diberikan oleh
bank syariah yaitu bank garansi.
d. Produk Jasa
Selain menjalankan funsinya sebagai intermediaries
(penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana (deficit unit)
dengan pihak yang kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat
pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah
dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa
perbankan tersebut antara lain berupa:
1) Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Pada prinnsipnya jual beli ini sejalan dengan prinsip sharf.
Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus
dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil
keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
2) Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan
(safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen
(custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
39 A. Ruang Lingkup Penelitian
Yang akan menjadi studi penelitian dalam penyusunan skripsi ini
adalah siswa kelas XII dengan program jurusan perbankan syariah di SMKN
49 Jakarta. Penulis memilih siswa kelas XII dikarenakan kelas XII lebih
banyak mendapatkan materi pelajaran dibandingkan dengan siswa kelas X
dan XI.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) yakni
penelitian yang mengumpulkan data-data lapangan. Dalam penelitian ini
metode yang digunakan yaitu dengan pendekatan kuantitatif, kuesioner dan
wawancara sebagai instrumennya. Hasil penelitian kuantitatif merupakan
sumber data yang mampu disuguhkan dalam bentuk angka-angka.41
C. Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah SMKN 49
Jakarta yang beralamat di Jl. Sarang Bango Marunda Jakarta Utara.
D. Sumber Data
Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data Primer, yaitu data yang digunakan tertuang dalam item-item
pertanyaan yang terangkum dalam bentuk kuesioner penelitian. Dalam
41 Sukandarumidi, Metodologi Penelitian Praktis Untuk Pemula, (Yogyakarta: Gajah Mada
penelitian ini penyebaran kuesioner langsung diberikan kepada siswa
jurusan perbankan syariah kelas 3 SMKN 49 Jakarta. Kemudian jawaban
responden atas pertanyaan-pertanyaan kuesioner akan menjadi data pokok
untuk melihat pemahaman siswa terhadap akad produk perbankan syariah.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari laporan-laporan atau
data-data yang dikeluarkan oleh lembaga terkait, berupa angka dan dokumen.
Selain itu dapat diperoleh dari literatur-literatur seperti buku, jurnal,
internet dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
E. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi ialah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran,
baik kuantitatif maupun kualitaif, dari pada karakteristik tertentu mengenai
sekelompok objek yang lengkap dan jelas.42 Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa jurusan perbankan syariah kelas XII di SMKN 49
Jakarta yang berjumlah 35 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang diambil melalui cara-cara
tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa mewakili populasi.Adapun
teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik
purosivive sampling, teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu (umumnya disesuaikan dengan tujuan dan masalah penelitian).43
42
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta : PT.Bumi Aksara, 2008), cet. ke-1 h.42.
43 Ety Rochaety, dkk, Metode Penelitian Bisnis, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2009),
Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan perpaduan pada
pendapat Suharsimi Arikunto dalam buku Statistik untuk Penelitian Bisnis
oleh Sugiono mengatakan apabila subyek kurang dari 100, lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Tetapi jika subyeknya besar dapat diambil antara 10%-15% atau 20%-25%
atau lebih bergantung setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dari segi
waktu, tenaga dan dana.44 Dalam pengumpulan data ini hanya siswa
jurusan perbankan syariah kelas XII SMKN 49 Jakarta yang berjumlah 35
orang.
F. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data-data dan informasi, penulis langsung terjun ke
lapangan yaitu pada lembaga yang diteliti. Dengan menggunakan
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan
teknik pengumpulan data melalui:
1. Penelitian Lapangan (Field Research). Yaitu penelitian yang dilakukan
dengan cara melakukan kunjungan kepada objek penelitian yaitu SMKN
49 Jakarta untuk mendapatkan data-data dan informasi terkait penelitian.
Pemilihan SMK tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa SMKN 49 Jakarta memiliki program jurusan
Perbankan Syariah.
2. Kuesioner. Yaitu melakukan penelitian dengan menyebarkan angket dalam
bentuk daftar pertanyaan untuk dilihat hasilnya. Dalam penelitian ini
kuesioner disebarkan pada siswa-siswa jurusan perbankan syariah di
SMKN 49 Jakarta. Untuk memudahkan responden dalam menjawab
kuesioner, penulis mengajukan daftar pertanyaan berupa angket yang
setiap pertanyaannya sudah disediakan jawaban untuk dipilih.
3. Wawancara. Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab
sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan pada tujuan
penelitian. Sehingga dapat menghasilkan data yang memuaskan.45
4. Dokumentasi. Yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan data
berdasarkan laporan terkait dengan masalah penelitian.
G. Variabel Penelitian
Variabel yang dijadikan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas atau variabel independen yaitu variabel yang
mempengaruhi atau variabel penyebab. Dalam hal ini variabel bebasnya
(X) adalah akad produk perbankan syariah.
2. Variabel terikat atau variabel dependen yaitu variabel yang dipengaruhi
atau variabel yang disebabkan. Dalam hal ini variabel dependennya (Y)
adalah tingkat pemahaman siswa.
Dalam permasalahan yang diteliti maka variabel penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Y = Tingkat pemahaman siswa
X = Akad produk perbankan syariah