• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN SISTEM PENGERING UNTUK PENGRAJIN KERUPUK IKAN DI KENJERAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANG BANGUN SISTEM PENGERING UNTUK PENGRAJIN KERUPUK IKAN DI KENJERAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

B-179

RANCANG BANGUN SISTEM PENGERING UNTUK PENGRAJIN KERUPUK IKAN DI KENJERAN

Yuliati1), Hadi Santosa2) 1,2)

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Jl. Kalijudan 37 Surabaya

Email : yuliatheresia@yahoo.com; hadi_santosa27@yahoo.com

ABSTRAK

Bahan baku kerupuk ikan banyak dijumpai di daerah Nelayan Kenjeran, namun peralatan yang digunakan masih bersifat tradisional. Hasil produksinya juga belum dipasarkan secara optimal padahal daerah Kenjeran adalah sebagai salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan dari luar/dalam kota Surabaya sehingga hal ini sangat berpotensi untuk lebih ditingkatkan lagi kemampuan produksinya baik dari segi peralatan maupun pemasarannya. Proses pembuatan kerupuk ikan yang dilakukan di daerah Kenjeran oleh para nelayan, adalah dengan pengeringan tradisional selama ± 3 hari jika cuaca hujan dan membalik-balik kannya sebanyak 4 – 5 kali agar pengeringan merata. Pengeringan tradisional ini memerlukan tempat yang luas karena kerupuk yang dikeringkan tidak bisa disusun berdasarkan rak rak saat dijemur. Masalah lain adalah kebersihan/higienitas kerupuk yang dikeringkan sangat kurang karena proses pengeringan dilakukan di tempat terbuka yang memungkinkan dihinggapi debu dan lalat. Untuk itulah akan dirancang suatu sistem pengering kerupuk ikan yang diharapkan dapat mendukung pengembangan teknologi penyiapan pangan laut. Mesin ini dimaksudkan untuk lingkup usaha kecil-menengah, yang hemat energi dan mudah pemeliharaannya.

Kata Kunci : Kerupuk ikan, pangan laut, sistem pengering

PENDAHULUAN

Tersedianya bahan baku pangan laut yang melimpah di tanah air. Konsumsi ikan segar/ pangan laut / olahannya untuk masyarakat masih rendah. Salah satu sebab adalah dikarenakan minimnya keberagaman hasil olahan pangan laut yang memiliki daya tarik konsumen. Produk olahan yang telah terindustrialisasi secara mapan tersedia dengan daya tarik yang masih rendah antara lain karena harganya. Pada umumnya harga kerupuk terjangkau masyarakat dan hampir tersedia diberbagai kedai/warung/rumah makan/toko pangan. Oleh karena itu teknologi pengolahan kerupuk yang produktif dan berkualitas dapat menunjang memasyarakatkan konsumsi pangan laut secara lebih efektif. Bahan baku kerupuk ikan banyak dijumpai di daerah Nelayan Kenjeran, namun peralatan yang digunakan masih bersifat tradisional. Hasil produksinya juga belum dipasarkan secara optimal padahal daerah Kenjeran adalah sebagai salah satu obyek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan dari luar/dalam kota Surabaya sehingga hal ini sangat berpotensi untuk lebih ditingkatkan lagi kemampuan produksinya baik dari segi peralatan maupun pemasarannya.

Selama tahapan proses pembuatan kerupuk ikan, hal yang paling mendasar adalah pada proses pengeringan di tempat terbuka sehingga mempengaruhi hygienitas kerupuk. Berdasarkan survei awal yang dilakukan di home industri di daerah kenjeran faktor hygienitas juga kurang diperhatikan sehingga berakibat kesempatan perluasan penjualan terutama untuk pasar eksport masih mengalami kendala. Apabila proses pengeringan kerupuk ikan terlalu lama, berakibat timbulnya jamur dan banyaknya lalat yang hinggap karena penjemuran dilakukan di tempat terbuka.

Waktu pengeringan kerupuk ikan yang relatif lama (2-3) hari dan masih tergantung pada kondisi cuaca. Oleh sebab itu, memperhatikan hal di atas maka dirancang suatu sistem pengering kerupuk ikan bertenaga surya dan pemanfaatan energi gas elpiji yang lebih hemat energi. Sehingga apabila kondisi musim hujan diharapkan pengeringan kerupuk ikan masih dapat dilakukan. Tujuan dalam penelitian ini adalah merancang bangun sistem pengering kerupuk ikan yang bersifat higienis serta lebih efisien dan efektif karena penjemuran dilakukan di ruang pengering yang tertutup, waktu pengeringan yang lebih cepat serta tidak memerlukan lahan yang luas. Dengan sasaran : harga terjangkau oleh daya beli

(2)

B-180

masyarakat, hemat energi dan pemeliharaan yang relatif mudah bagi pengguna. Hasil keluaran lebih unggul daripada dengan cara tradisional manual saja.

Hadi Santosa & Paulina Ike Siwi (2004) telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk membantu petani mente dengan membuat alat bantu pemecah gelondong biji mente. Bentuk mente yang unik memerlukan penelitian tersendiri dalam mendesain bentuk pisau pemecahnya. Dengan memperhatikan faktor ergonomis peralatan pemecah biji mente dapat digunakan dengan tanpa mengeluarkan tenaga/energi yang besar karena faktor gaya telah diperhitungkan sesuai dengan tingkat kekuatan tangan manusia. Selanjutnya, pada tahun 2005 dikembangkan dengan membuat alat semiotomatis pemecah gelondong biji mente (Hadi S, Paulina, Julius M). Pada penelitian ini dirancang suatu desain alat gelondong biji mete yang dapat dioperasikan secara otomatis. Lebih lanjut, (Vincensius, Yuliati, Hadi Santosa, 2007) mengembangkan pengupas biji mente berbasis mikrokontroler, dimana alat ini merupakan pengembangan dari dua penelitian sebelumnya yang lebih ditekankan pada kinerja sistem kontrolnya untuk mengendalikan kinerja pisau pengupas dalam memecahkan gelondong biji mente. Pada survei awal di daerah sentra industri kerupuk di daerah Kenjeran Surabaya, tahapan proses pembuatan kerupuk yang mempunyai tingkat kesulitan yang paling tinggi adalah pada saat pengirisan gelondong adonan kerupuk untuk menjadi lembaran-lembaran kerupuk mentah sebelum dijemur untuk dikeringkan. Proses pengeringan di cuaca cerah memerlukan waktu 3 hari dan harus dibolak balik agar pengeringan merata. Pengeringan adalah suatu cara untuk mengurangi kadar air suatu bahan sampaikadar yang diinginkan, melalui suatu proses pindah panas dan pindah massa. Berbekal dari beberapa penelitian yang terdahulu dan survei informasi yang dilakukan, maka muncul ide untuk merancang bangun sistem pengering kerupuk ikan untuk pengrajin di Daerah Kenjeran Surabaya.

Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering, prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi karena kandungan air diudara mempunyai kelembapan yang cukup rendah. Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses yaitu:

a. Proses perpindahan massa, proses perpindahan massa uap air atau pengalihan kelembapan dari permukaan bahan ke sekeliling udara.

b. Proses perpindahan panas, akibat penambahan (perpindahan) energi panasterjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap.

Adapun, perpindahan kalor dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu :

Konduksi, Adalah proses perpindahan kalor yang terjadi tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikel dalam zat itu, contoh : zat padat (logam) yangdipanaskan. Berdasarkan kemampuan kemudahannya menghantarkan kalor, zat dapatdibagi menjadi : konduktor yang mudah dalam menghantarkan kalor dan isolator yang lebih sulit dalam menghantarkan kalor. Contoh konduktor adalah aluminium, logam besi, dsb, sedangkan contoh isolator adalah plastik, kayu, kain, dll.

Besar kalor yang mengalir per satuan waktu pada proses konduksi ini tergantung pada: a. Berbanding lurus dengan luas penampang batang

b. Berbanding lurus dengan selisih suhu dengan kedua ujung batang, dan c. Berbanding terbalik dengan panjang batang.

Konveksi, adalah proses perpindahan kalor yang terjadi yang disertai dengan perpindahan pergerakan fluida itu sendiri. Ada 2 jenis konveksi, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Pada konveksi alamiah pergerakan fluida terjadi karena perbedaan massa jenis, sedangkan pada konveksi paksa terjadinya pergerakan fluidakarena ada paksaan dari luar. Contoh konveksi alamiah : nyala lilin akan menimbulkan konveksi udara disekitarnya, air yandipanaskan dalam panci,terjadinya angin laut dan angin darat, dsb. Contoh konveksi paksa : sistim pendinginmobil, pengering rambut, kipas angin, dsb.

(3)

B-181

Besar laju kalor ketika sebuah benda panas memindahkan kalor ke fluida di sekitarnya adalah berbanding lurus dengan luas permukaan benda yang bersentuhan dengan fluida dan perbedaan suhu antara benda dengan fluida. Secara matematis persamaan tersebutdapat ditulis

Q/t = laju aliran kalor secara konveksi ± Watt h = koefisien konveksi ± W/m2K

A = luas penampang permukaan benda ± m2

T = perbedaan suhu antara benda dengan fluida ± K

Radiasi, adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang elektromagnetik, contoh :cahaya matahari, gelombang radio, gelombang TV, dsb.Berdasarkan hasil eksperimen besarnya laju kalor radiasi tergantung pada : luas permukaan benda dan suhu mutlak benda seperti dinyatakan dalam hukum Stefan-Boltzman berikut ini : Energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan benda hitamdalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu sebanding dengan luas permukaan benda(A) dan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan benda itu.se cara matematis persamaan di atas dapat ditulis :

Q/t = laju aliran kalor secara radiasi ± Watt

(sigma) = tetapan Stefan -Boltzman = 5,67 x 10-8 W/m2K4 A = luas permukaan benda ± m2

T = suhu permukaan benda ± K4 e = koefisien emisivitas benda

Dalam kehidupan sehari -hari, radiasi dimanfaatkan dalam : efek rumah kaca, panel surya, dsb. Menurut Taibe t a l (1988), secara garis besar pengeringan dapat dilakukandengan dua cara yai t u: pengeri ngan s ecara al ami (natural drying ) dan pengeringan buatan (artificial drying).

Pengeringan alami atau secara konvensional yaitu,

produk pertanian yang akan dikeringkan dihamparkan diatas lantai kemudian dilakukan penjemuran d i bawah sinar matahari (sun drying ). Pengeringan buatan dengan alat mekanis seperti packed bad dryer ,rotary dryer, spray dryer,tunnel dryer dsb.

Ada dua untuk menentukan kadar air suatu bahan yaitu bobot basah (wet basis) dan bobot kering (dry basis) .

Panghitungan kadar bobot basah dapat dirumuskan sebagai berikut :

Dimana K air = kadar air Wa = bobot air basah Wb = bobot bahan basah

Panghitungan kadar air berdasarkan bobot kering dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana K air = kadar air Wa = bobot air basah Wk = bobot bahan kering

METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menelusuri literatur mengenai alat pengering.

(4)

B-182

Pengumpulan data awal yang diperoleh dari berbagai sumber seperti : buku-buku, internet, survei langsung ke lapangan mengenai home industri kerupuk.

2. Mempelajari metoda pembuatan kerupuk serta bahan-bahannya. Dari informasi yang diperoleh dari berbagai sumber (point1) sekaligus juga memperlajari metode yang selama ini digunakan oleh para pengrajin di daerah Kenjeran.

3. Mengadakan pengamatan pada industri kerupuk. Pengamaatan dilakukan secara langsung dengan memperhatikan kebutuhan dan kendala yang dihadapi pengrajin di lapangan.

4. Rancang bangun sistem pengering kerupuk ikan.

Disain dilakukan dengan berdasar data berikut : massa awal = 25 kg, dengan kadar air 75% wb (wet basis), kadar air akhir diharapkan 25% wb, lama pengeringan direncanakan 4 jam, radiasi surya total pada permukaan horisontal di Surabaya, H = 15674 kJ/m2, temperatur udara pengering direncanakan = 50oC dan kondisi udara lingkungan adalah 28oC dB dan RH 80%.

5. Demo peralatan dan implementasi pada pengrajin kerupuk ikan untuk mengetahui efektifitas penggunaan alat yang telah dibuat.

PEMBAHASAN

Spesifikasi Alat Pengering, dari desain alat yang telah dibuat, maka alat pengering ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut :

1. Dimensi Alat : p = 1,2 m ; l = 1, 2 m ; t = 3,5 m 2. Kapasitas Alat = 50 kg kerupuk basah

3. Rangka dengan konstruksi bahan karbon steel, penampung kerupuk basah menggunakan anyaman dari bambu.

4. Dinding luar SS 205

5. Atap dan dinding samping bagian atas dari bahan kaca

6. Sistem pengeringan sirkulasi udara panas dengan turbin ventilator 7. Alat tersusun dari 6 rak

8. Konsumsi energy

Q = 25kg x 2.24 J/kg0C x (500-280C) = 1232 KJ

Konsumsi energi panas selama 4 jam pengeringan adalah

=0.086 KJ/det =0.086 x 3600 x 0.24 = 74.304 K kal/jam

Alat yang tersusun dari 6 rak diisi dengan kerupuk ikan masing-masing rak 4 kg. Total alat mampu menampung 25 kg bahan basah. Agar proses pengeringan diperoleh hasil seragam, maka setiap 30 menit dilakukan penggantian posisi rak. Proses penggantian posisi rak dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Urutan penggantian posisi rak Penggantian Susunan rak (dari bawah ke atas)

1 1-2-3-4-5-6 2 6-1-2-3-4-5 3 5-6-1-2-3-4 4 4-5-6-1-2-3 5 3-4-5-6-1-2 6 2-3-4-5-6-1

(5)

B-183

Pada alat pengering ini terdapat turbin fan yang berfungsi untuk menjaga kestabilan temperature serta menghembuskan uap air yang ada di dalam ruangan. Pengeringan dilakukan selama kurang lebih 4 jam sehingga diperoleh kadar air yang diharapkan 25%.

Dari data sampel 4 kg ikan basah maka : 1. Jumlah air 75%x 4 kg = 3kg 2. Jumlah zat padat = 4-3 = 1 kg

3. Berat kerupuk ikan kering = (1/75%) = 1.3 kg

4. Jumlah air pada kerupuk ikan kering = 25% x 1.3 kg = 0.325 kg 5. Prosentase bobot kering yang dikeringkan :

= = 25%

Unjuk Kerja Alat

1. Proses pengeringan menggunakan dua system yaitu energy surya dengan memanfaatkan efek rumah kaca (musim kemarau) dan burner gas elpiji (musim penghujan/ malam hari)

2. Dapat dioperasikan 24 jam.

3. Proses pengeringan dari kondisi kerupuk basah sampai kering menggunakan energi surya selama 4-5 jam, sedangkan menggunakan burner gas elpiji selama 2 -3 jam.

4. Kondisi susut air dengan massa awal 4 kg akan menghasilkan kerupuk ikan kering 1.3 kg.

Adapun alat pengering kerupuk ikan beserta hasil pengeringannya dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Alat pengering kerupuk ikan Gambar 2. Kerupuk ikan hasil pengeringan KESIMPULAN

1. Dengan adanya alat pengering kerupuk ikan ini, para pengrajin kerupuk ikan dapat setiap saat melakukan proses pengeringan baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.

2. Proses pengeringan lebih singkat dibanding dengan penjemuran secara tradisional. Tanpa alat proses pengeringan memerlukan waktu pengeringan 6 jam (musim kemarau)

dan 2 hari saat musim penghujan sedangkan dengan alat pengeringan proses pengeringan hanya memerlukan waktu selama 4 jam.

3. Desain alat pengering yang tertutup menjadikan kondisi kerupuk ikan yang dikeringkan lebih higienis dan terjaga mutu produknya.

(6)

B-184 DAFTAR PUSTAKA

Setyorini, E., Pangan Laut: Belajar dari Jepang, INOVASI VOL 6/XVIII/ Maret 2006. Perry, H. Chemical Engineering Handbook, 7th Edition., McGraw Hill.

Meriam J.L., L.G. Kraige,” Engineering Mechanics: Vol 1: Statics”, John Willey & Son, 2001. http://www.umanitoba.ca/foodscience/courses/78_401.html, diakses tanggal 26 Juni 2006. Iman Soeharto, Manajemen Proyek, penerbit Erlangga, 1997.

Hadi Santosa, Paulina Ike, ” Alat Bantu Pemecah Gelondong Biji Mente”, Penelitian Dosen Muda, 2004.

Hadi Santosa, Paulina Ike, Julius Mulyono,” Desain Alat Semiotomatis Pemecah Gelondong Biji Mente”, Penelitian Dosen Muda, 2005.

Hadi Santosa, Julius Mulyono,” Desain Alat Otomatis Penuang Galon Air Minum” Penelitian Dosen Muda , 2006 .

Vincensius, Yuliati, Hadi Santosa, ”Prototype Alat Pengupas Biji Mente Berbasis Mikrokontroler”, 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Apriyanti dkk (2013:7) dalam Fitriah (2014) mengemukakan penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang dikenakan PPh bersifat final menurut

Permasalahan yang terkait dengan sistem pengumpulan sampah di perumahan Pesona Khayangan adalah jumlah armada pengumpul sampah yang tidak seimbang dengan jumlah timbulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa Berdasarkan uji lanjut LSD pembelajaran project based learning dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa lebih tinggi 14%,

Pengaruh Persepsi Kualitas Terhadap Niat Beli Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda dalam penelitian ini, diperoleh hasil yang menunjukkan adanya pengaruh positif

Hasil analisis pekerjaan dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado menunjukkan bahwa responden yang memberikan MP-ASI pada

Penentuan posisi lokasi tower BTS diatas muka bumi dapat dicari dengan melakukan studi pada peta topografi yang telah ada ( Study map ).. Peta yang digunakan

Dari hasil penelitian ini didapatkan informasi bahwa pengetahuan merupakan faktor yang berperan dalam penatalaksanaan premenstrual syndrome mahasiswi UAI, responden

Apabila pemimpin dapat memberikan pengarahan yang baik dalam mencapai tujuan perusahaan dan dapat menstimulasi bawahannya agar selalu bekerja dengan baik serta