• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RB MULIA KASIH BOYOLALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK MEMPENGARUHI KEGAGALAN IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI DI RB MULIA KASIH BOYOLALI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

IBU NIFAS DALAM PEMBERIAN COLOSTRUM PADA BAYI BARU LAHIR 0-3 HARI

DI RB MULIA KASIH BOYOLALI

Endah Purwaningsih1), Sri Wahyuni2)

Abstrak : Menyusui adalah memberikan nutrisi yang terbaik dalam kehidupan

bayi segera setelah lahir. Colostrum merupakan ASI yang keluar pada hari ke-0 sampai ke-3 yang mengandung zat kekebalan untuk melindungi bayi dari penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernafasan atas, diare, dan penyakit infeksi lain, dan beberapa faktor yang menghambat pemberian colostrum antara lain adalah penyakit atau kelainan pada payudara, pendidikan, pendapatan keluarga dan sosial budaya.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan ibu nifas dalam pemberian colostrum pada bayi baru lahir 0-3 hari. Metode penelitian adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi dari penelitian ini adalah semua ibu nifas yang ada di rumah Bersalin Mulia Kasih pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2010dengan jumlah sampel sebanyak 40 orang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer menggunakan lembar observasi.

Hasil dari penelitian ini adalah kategori pendidikan responden yang terbanyak adalah SLTA sebanyak 20 responden (50.0%), Kategori pendapatan keluarga yang terbesar adalah Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000 sebanyak 25 responden, dan kategori puting susu lecet adalah sebanyak 4 responden. Dan kategori menyusui pada 3 hari pertama adalah sebagai berikut responden yang menyusui pada 3 hari pertama adalah 30 responden (75.0%) dan yang tidak menyusui pada 3 hari pertama adalah 10 responden (25.0%).

Kesimpulan penelitian ini adalah karakteristik ibu yang gagal dalam pemberian colustrum 0-3 hari adalah pendidika SMA, pendapatan Rp. 500.000-1.000.000, puting susu lecet.

(2)

I. PENDAHULUAN

Menyusui adalah proses

pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu (Sarwono 2006:239). ASI diketahui sebagai makanan utama bagi bayi baru lahir, mengingat di dalam air susu ibu terdapat colostrum yang dapat memberikan kekebalan tubuh secara alami untuk bayi (Huliana, 2003- Minggu, 10-01-2010). Zat anti di dalam ASI akan memberikan kekebalan tubuh bayi terhadap diare, infeksi saluran pernafasan atas dan penyakit infeksi lain. Selain itu menyusui dapat mengurangi biaya

pengeluaran terutama untuk

pembelian susu.

Colostrum berupa cairan berwarna kekuningan yang encer , atau dapat pula jernih, ini lebih menyerupai darah dari pada susu, sebab

mengandung sel hidup yang

menyerupai sel darah putih yang dapat

membunuh kuman penyakit

(Roesli, 2000). Colostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari–hari pertama kelahiran, walaupun sedikit namun cukup memenuhi kebutuhan gizi bayi, oleh karena itu harus diberikan pada

bayi. Di samping itu colostrum mengandung protein, Vitamin A, karbohidrat dan lemak rendah (Departemen Kesehatan, 2002- Minggu, 10-01-2010). Colostrum efek pencahar yang ringan, yang membantu untuk membersihkan meconium (kotoran bayi yang berwarna gelap pada awal kehidupannya).

Beberapa penelitian melaporkan faktor-faktor yang mempengaruhi awal pemberian kolostrum yaitu petugas kesehatan, psikologi ibu, sosio budaya, tata laksana rumah sakit, kesehatan ibu dan bayi, pengetahuan ibu mengenai proses laktasi, lingkungan keluarga, peraturan pemasaran pengganti ASI, dan jumlah anak.

Berdasarkan data survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, pemberian ASI Eksklusif pada bayi umur 2 bulan hanya 64% persentase ini menurun dengan jelas menjadi 46% pada bayi berumur 2 - 3 bulan dan 14% pada bayi berumur 4 - 6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa minuman selain ASI dan MP ASI sudah mulai di berikan pada usia lebih dini.

Data yang di ambil dari profil kesehatan Jawa tengah tahun 2004

(3)

menunjukkan bahwa pencapaian pemberian ASI pada hari–hari pertama hanya 20.18%. Hal ini mengalami peningkatan jika di bandingkan dengan tahun 2003 yang hanya mencapai 17.6%. Sedangkan tingkat pencapaian pemberian ASI pada hari–hari pertama yang dilakukan berdasarkan survey dampak program gizi tahun 2004 adalah 49.78%.Data ini menunjukkan bahwa pencapaian pemberian ASI pada hari–hari pertama di rasakan masih sangat rendah jika di bandingkan dengan target yang dicapai yaitu 80%.

A. METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian digunakan deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas di RB Mulia Kasih Boyolali sekitar 40 ibu nifas pada bulan April sampai dengan Mei 2010. Menurut Arikunto (2006:131) sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi. Apabila subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subyeknya besar dapat diambil 10-15% atau 20-25%. Sampel dalam penelitian ini mengambil seluruh ibu nifas hari ke 0

sampai dengan ke-3 di Rumah Bersalin Mulia Kasih Boyolali pada bulan April sampai dengan Mei 2010. Cara pengambilan sampel pada penelitian ini dengan total Sampling yaitu 40 ibu nifas.

Data penelitian dikumpulkan dari data primer dengan menggunakan Lembar Observasi. Analisis Data analisis univariat yaitu analisis yang menggunakan satu variabel. Pada

umumnya analisis ini hanya

menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel (Arikunto, 2002:156).

II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

a. Pendidikan

Tabel 4.1 : Distribusi frekuensi pendidikan responden di RB Mulia Kasih Boyolali

Sumber : Data Primer , 2010

Berdasarkan tabel 4.1, dapat diketahui bahwa responden yang paling banyak terdapat pada kelompok

No Kategori Frekuensi % 1 SD 2 5.0 2 SLTP 13 32.5 3 SLTA 20 50.0 4 AKADEMI 5 12.5 Total 40 100.0

(4)

pendidikan SLTA sebesar 20 responden (50.0%), dan responden paling sedikit terdapat pada kelompok pendidikan SD sebesar 2 responden (5.0%).

b. Pendapatan keluarga

Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi pendapatan keluarga responden di RB Mulia Kasih Boyolali

No Kategori Frekuensi % 1 500.000 10 25.0 2 500.000-1.000.000 25 62.5 3 1.000.000 5 12.5 Total 40 100.0

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa responden paling banyak terdapat pada kelompok pendapatan keluarga 500.000 – 1.000.000 sebesar 25 responden (62.5%), pada kelompok pendapatan lebih dari 1.000.000 sebesar 5 responden (12.5%).

c. Kelainan dan penyakit payudara a. puting susu lecet

Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi putting susu lecet di RB Mulia Kasih Boyolali

No Kategori Frekuensi %

1 Ya 4 10.0

2 Tidak 36 90.0

Total 40 100.0

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 4.3, dapat di ketahui bahwa responden paling banyak terdapat pada kelompok putting susu tidak lecet sebesar 36 responden (90.0%), sedang pada kelompok putting susu lecet sebesar 4 responden (10.0%).

d. Kelainan payudara

Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi putting susu datar di RB Mulia Kasih Boyolali

No Kategori Frekuensi %

1 Tidak 40 100.0

2 Ya 0 0

Total 40 100.0

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 4.4, di dapat bahwa responden paling banyak berada pada kelompok tidak ada kelainan payudara yaitu 40 responden (100%).

(5)

e. Menyusui pada 3 hari Pertama

Tabel 4.5 : Distribusi Frekuensi menyusui pada 3 hari pertama di RB Mulia Kasih Boyolali

NO Kategori Frekuensi %

1 Ya 30 75.0

2 Tidak 10 25.0

Total 40 100.0

Sumber : Data Primer, 2010

Berdasarkan tabel 4.5, di dapat bahwa responden paling banyak pada kelompok menyusui colostrum pada 3 hari pertama sebesar 30 responden (75.0%), sedang pada kelompok tidak menyusui colostrum pada 3 hari pertama sebesar 10 responden (25.0%).

2. PEMBAHASAN

Dilihat dari pendidikan responden, yang pendidikan Sekolah Dasar 2 orang (5.0 %), SLTP 13 orang (32.5 %), SLTA 20 orang (50 %), DIII/SI 5 orang (12.5 %).

Data diatas menunjukkan

responden yang memiliki pendidikan rendah belum tentu tidak menunjukkan pentingnya colostrum bagi bayi baru lahir, dikarenakan responden yang berpendidikan rendah juga bisa mendapatkan pengetahuan dari

lingkungan sekitar sehingga tidak menutup kemungkinan responden yang berpendidikan rendah juga dapat memberikan kolostrum pada 3 hari pertama, tapi ada juga responden yang berpendidikan rendah menganggap bahwa kolostrum adalah susu yang rusak atau tidak baik diberikan kepada bayi.

Ibu–ibu beranggapan bahwa kolostrum mengandung kotoran sehingga tidak boleh diberikan kepada bayi. Padahal komposisi pada kolostrum sangat baik untuk bayi yaitu mengandung tissue debris dan redual material yang terdapat dalam alveoli dan ductus dari kelenjar mamae. Selain itu kolostrum juga merupakan suatu

laxantif yang ideal untuk

membersihkan mekonium dari usus

bayi yang baru lahir dan

mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk menerima makanan

selanjutnya, colostrum juga

mengandung protein lebih banyak dibandingkan dengan ASI mature, pada colostrum protein yang utama adalah globulin sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh terhadap infeksi (Baskoro, 2008: 10).

(6)

Sesuai dengan pendapat Soekanto (2002) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain tingkat pendidikan, informasi, budaya, pengalaman dan sosial ekonomi. Selain itu ada juga teori yang menyebutkan bahwa pada umumnya semakin tinggi pendidikan formal yang dipakai seseorang maka semakin baik pula proses pencernaan didalam menerima sebuah informasi baru (Notoadmojo, 2003). Tetapi mungkin juga orang – orang yang berpendidikan rendah mendapat informasi pengetahuan dari lingkungan atau tenaga kesehatan setempat. Oleh karena itu pendidikan tidak berpengaruh terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir.

Dilihat dari pendapatan keluarga responden Rp 500.000,00 sebanyak 10 orang (25.0 %), pendapatan Rp. 500.000 – 1.000.000 sebanyak 25 orang (62.5 % ), dan pendapatan lebih dari Rp. 1.000.000 sebanyak 5 orang (12.5 %). Dari data diatas pendapatan responden lebih dominan Rp 500.000 – 1.000.000 sebanyak 25 orang (62.5 %). Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa pendapatan keluarga berpengaruh terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir karena

responden yang pendapatan

keluarganya rendah tentu akan lebih memilih memberikan ASI, sedangkan

responden yang pendapatan

keluarganya tergolong tinggi mungkin lebih cenderung memilih ke susu formula, dengan alasan pekerjaan ibu atau pola perilaku responden yang berpendapatan keluarga cukup tinggi biasanya cenderung kepada pola konsumtif. Jadi faktor pendapatan keluarga berpengaruh terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir.

Berdasarkan teori yang ada yang

menyatakan bahwa tingkat

kemampuan seseorang untuk

memenuhi kebutuhan hidup, semakin tinggi tingkat sosial pendapatan akan mempengaruhi, sehingga pendapatan lebih cenderung ke susu formula (Sukanto, 2000).

Dilihat dari putting susu lecet responden yang mempunyai putting susu lecet 4 responden ( 10.0 %), dan yang tidak mempunyai putting susu lecet 36 responden (90.0 %). Dilihat dari data diatas responden gagal dalam memberikan colostrum dikarenakan adanya putting susu yang lecet yang menimbulkan rasa nyeri sehingga ibu

(7)

cenderung malas untuk menyusui bayinya karena rasa nyeri yang ditimbulkan, dan juga dengan alasan kalau ASI belum keluar, sehingga ibu cenderung memilih ke susu formula. Jadi kelainan payudara berupa putting susu lecet berpengaruh terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir 0 – 3 hari.

Data diatas menunjukkan

responden gagal dalam memberikan colostrum ASI pada bayi baru lahir kemungkinan karena produksi ASI kurang dan terjadi sumbatan pada 1 atau lebih duktus laktiferus. Padahal menyusui merupakan memberikan nutrisi awal yang terbaik dalam kehidupan bayi segera setelah lahir (Baskoro, 2008).

Hasil penelitian di Rumah Bersalin Mulia Kasih Boyolali didapatkan responden yang tidak memberikan kolostrum pada bayinya adalah sebesar 10 responden angka yang cukup tinggi pada masa yang telah berkembang dan tenaga medis sudah tersebar dimana – mana.

Hasil di atas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Diana Nur Afifah (2007) faktor yang berperan dalam kegagalan praktik

pemberian ASI Eksklusif yang menyatakan bahwa faktor penghambat pemberian ASI Eksklusif pada bayi adalah keyakinan dan praktik yang keliru tentang kolostrum dan kurangnya pengetahuan responden tentang ASI Eksklusif. Dan faktor pemungkin gagalnya pemberian ASI

Eksklusif adalah kurangnya

pengarahan atau penyuluhan tentang ASI Eksklusif, serta adanya kelainan pada payudara seperti putting susu lecet atau adanya putting susu datar.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Arifin Siregar (2004) yang berjudul faktor – faktor yang

mempengaruhi pemberian ASI

Eksklusif, dengan hasil masih rendahnya tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian ASI Eksklusif dan adanya kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar prosentase pemberian ASI secara Eksklusif dan semakin tinggi pendapatan keluarga ibu akan cenderung menggunakan susu formula.

Jadi dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti mendapat hasil sebagai berikut. Faktor pendidikan tidak ada

pengaruh terhadap pemberian

(8)

dikarenakan pengetahuan seseorang tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal, pengetahuan juga dapat diperoleh dari lingkungan sekitar. Faktor pendapatan berpengaruh terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir, dikarenakan responden yang berpendapat keluarga cukup tinggi akan cenderung mengarah ke pola konsumtif. Dan faktor kelainan pada payudara berupa putting susu lecet berpengaruh terhadap pemberian kolostrum pada bayi baru lahir 0-3 hari, karena rasa nyeri yang disebabkan oleh putting susu lecet sehingga ibu malas untuk menyusui.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

Karakteristik ibu yang gagal memberikan ASI 0-3 hari adalah pendapatan keluarga, putting susu lecet. Bagi tenaga kesehatan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada saat antental care tentang manfaat ASI pada ibu menyusui dan lebih memberi motivasi kepada ibu menyusui untuk memberikan ASI pada bayinya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2006 , Prosedur Suatu Penelitian Praktek. Edisi Revisi VI. Rineka Cipta, Jakarta.

Afifah, N. Diana. 2007, Faktor Yang

Berperan Dalam Kegagalan

Praktik Pemberian ASI Eksklusif. Semarang

Arifin, M. Siregar. 2004,

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Pemberian ASI Eksklusif.

Universitas Sumatra Utara Baskoro, A.2008 , ASI Panduan

Praktis Ibu Menyusui.Banyu

Media.Yogyakarta

Dep Kes. RI., 2001, Managemen Laktasi, Jakarta.

____________2002, Konseling

Menyusui, Jakarta.

____________1998, Managemen

Laktasi, Jakarta. EGC, Jakarta. Huliana, 2003, Menolong Ibu

Menyusui, Jakarta.

Marjono B, 2005, Managemen Laktasi, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.

______________2002. Pendidikan dan

Perilaku Kesehatan. Rineka

Cipta, Jakarta.

Perinasia, 2004. Manajemen Laktasi, Jakarta.

Prawirohardjo. S., 2000. Pelayanan

Kesehatan Maternal dan

Neonatal. YBPSP. Jakarta. Roesli.U, 2000. Mengenal ASI Eklusif.

(9)

Soekanto,S.. 2002. Sosiologi Suatu

Pengantar. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Sugiyono, 2005. Statiska untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Wijaya Adhitya, 2009. Kamus lengkap

bahasa Indonesia populer.

Nusantara, Surakarta.

(Arixs, 2004. Bayi perlu ASI Eksklusif selama 6 bulan. http : //www.cybertokoh.com,sabtu, 16-01-2010)

(Hapsari Dwi, 2010. Telaah Berbagai Faktor Yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Pertama Kolostrum). http ://

www.ekologi.litbang.go.id/data/a bstrak/dwi hapsari,9-2-2010) Anonim, 2008. Pengertian masa nifas.

http ://zietraelmart.multiply.com) (Yayasan lembaga sabda(YLSA), 2009. study kamus alkitab. http://alkitab,sabda.org/,14-2-2010)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini sesuai dengan pernyataan Limantara dan Heriyanto (2010) yaitu warna cokelat pada rumput laut cokelat dihasilkan dari senyawa karotenoid polar (santofil)

Nilai uji statistik kor 0,094 yang artinya korelasi sa atau dianggap tidak ada kor dibuktikan dengan nilai ρ = besar dari nilai alpha (α) = demikian dapat dikatakan hubungan

Tujuan dari penelitian adalah untuk meneliti tingkat degradasi pakan ampas dan serai wangi segar di dalam rumen kerbau secara in sacco yang mungkin dapat

Penelitian pada dua stasiun kerja utama yang bermasalah yaitu mesin chinfong dan ada yang menggunakan tiga tools yaitu Rapid Upper Limb Assessment (RULA), Nordic Body Map

Pendukung” Provinsi Kalimantan Selatan dapat mengisi bagian dari target 50.000 rumah khusus yang diarahkan untuk bencana dan MBR dalam arti luas 6 Rencana Strategis

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak penderita asma, sedangkan sampel penelitian ini adalah anak yang berusia 1 - 17 tahun yang menderita asma dan tercatat dalam

Demikian pula jawaban kedua juga batil, karena jika Allah menciptakan makhluk dengan posisi sama tinggi dengan Allah, maka Allah dan mahkluk (alam) berada pada

Adalah intrusi batuan beku yg konkordan atau sejajar terhadap perlapisan batuan yang