• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERILAKU

2.1.1 Dasar Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku merupakan suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar (Darmasih, 2009). Menurut Skinner (Darmasih, 2009), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan, berbicara, menangis, bekerja, dan sebagainya.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus, Skinner membedakan perilaku menjadi dua:

a. Perilaku Tertutup (Covert Behaviour)

Ini adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

Ini adalah respon seseorng terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

Skinner mengemukakan bahwa perilaku adalah merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan atau respon (Darmasih, 2009). Respon dibedakan menjadi dua respon:

(2)

1. Respondent response atau reflexive response, ialah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu yang relatif tetap. Respon responden (respondent

behaviour) mencakup juga emosi respon.

2. Operant response atau instrumental response adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang ini disebut

reinforcing stimuli. Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor ekstrinsik atau intrinsik seseorang individu. Aspek-aspek dalam diri individu yang sangat berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah persepsi, motivasi, dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa lalu. Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan. Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Darmasih, 2009).

Menurut Green, perilaku ditentukan oleh 3 faktor:

1. Faktor predisposisi (predidposing factors) yaitu faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu perilaku.

2. Faktor pendukung atau pemungkin (enabling factors) meliputi semua karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku.

3. Faktor pendorong atau penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau kelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah atau pusat (Darmasih, 2009)

2.1.2 Perilaku Seksual pada Remaja

Menurut Irawati remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual berisiko yang terdiri atas tahapan-tahapan tertentu yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kening, berpelukan, memegang atau meraba bagian sensitif, petting,

(3)

oral sex, dan atau bersenggama. Perilaku seksual pranikah pada remaja ini pada

akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri (Darmasih, 2009).

2.2 PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

Menurut Sarwono, perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut Stuart dan Sundeen (1999), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing (Darmasih, 2009).

2.2.1 Faktor Pendorong Melakukan Seks Pranikah

Hurlock mengemukakan bahwa terdapat faktor ekstrinsik dan intrinsik yang mempengaruhi perilaku seksual di kalangan remaja. Faktor intrinsik merujuk kepada perubahan hormonal pada diri remaja dan tertariknya remaja pada lawan jenisnya. Biasanya remaja yang tidak bisa mengendalikan faktor intrinsik akan mengarahkannya ke perlakuan yang negatif dan menuntut untuk segera dipuaskan (Amrillah, 2006).

Faktor ekstrinsik merujuk kepada hal-hal yang bisa mendorong seorang remaja untuk melakukan perilaku seks. Stimulus eksternal itu dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi tentang seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, jenis kelamin, pengaruh orang dewasa, dan majalah atau bahan pronografi. Ditambahkan oleh Chilman, faktor eksternal yang menyebabkan

(4)

perilaku remaja yang wabal1

Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 450 sampel tentang perilaku seksual remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64% remaja mengakui secara sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan moral adalah kelompok referensi sosial. Beberapa riset menemukan adanya hubungan yang positif antara mempunyai teman yang bersikap permisif terhadap seks dengan perilaku seks yang aktif, sehingga kesimpulannya bahwa teman sebaya (peer group) itu berpengaruh kuat terhadap perilaku seksual remaja. Selain itu karakteristik psikologi, ditandai adanya penemuan bahwa baik pada remaja pria ataupun wanita yang pernah melakukan hubungan seks, berani mengambil risiko dalam hubungan seks, dan kurang religius. Remaja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan, diperkirakan lebih banyak melakukan hubungan seks sebelum meningkah. Hal ini disebabkan karena pada daerah kota terdapat bermacam-macam informasi, serta masyarakat perkotaan cenderung individualis sehingga kontrol sosial semakin berkurang. Status sosial ekonomi remaja yang pernah melakukan hubungan seks biasanya berasal dari keluarga dengan status sosial ekonomi rendah (Widodo, 2009).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah adalah, faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap risiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), dan faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu) (Darmasih, 2009).

1

Masyarakat pada umumnya menyebut remaja putri yang mempunyai perilaku seksual bebas sebagai “ wabal atau wanita baulan”. Wabal berasal dari bahasa jawa yang berarti wanita yang dikonsumsi atau digunakan secara bersamaan dan berdasarkan perasaan suka sama suka. Sebagian besar wabal ini masih di bangku sekolah dan kebanyakannya tinggal bersama orang tua dan kebanyakan mereka

(5)

agama. Sedangkan 31% menyatakan bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan tidak melanggar nilai dan moral agama. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman agama berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah remaja (Darmasih, 2009)

Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa. Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Darmasih, 2009).

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan. Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan anak akan “melarikan diri“ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Darmasih, 2009).

Penelitian juga menyatakan bahwa siswa yang belajar di sekolah yang bertaraf tinggi dan tinggal dengan orang tua yang mempunyai prinsip hidup yang baik, tidak mahu melibatkan diri mereka dalam perilaku seks pranikah. Sebaliknya, siswa yang mempunyai pencapaian rendah dalam pelajaran; menyalahgunakan narkoba, alkohol; mendapatkan bahan porno; mempunyai peer group yang aktif dalam perilaku seks; ketidakstabilan keluarga mendorong seorang siswa atau remaja untuk melibatkan diri dalam perilaku seks pranikah. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku

(6)

seksual pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan (Jaya, 2009).

2.2.2 Insidens Hubungan Seks Pra-Nikah

WHO melihat 340.000.000 wabah infeksi menular seksual bisa diobati setiap tahun dan global pada orang usia 15 hingga 49 tahun. Penyakit ini termasuk gonore tidak hanya klamidia dan trikomoniasis. Insiden gonore tertinggi berada di Asia Selatan dan Tenggara serta di sub-Sahara Afrika. Sejumlah meningkatnya infeksi gonore non-diobati telah dilaporkan di Jepang, Hong Kong, China, Australia, dan bagian lain di Asia. Di Amerika Serikat, hampir 75 persen dari semua kasus yang dilaporkan ditemukan pada orang antara 15 dan 29 tahun. Statistik secara konsisten menunjukkan bahwa gadis-gadis remaja yang paling mungkin terinfeksi gonore di Amerika Utara. Gonore menunjukkan tingkat tertinggi infeksi ditemukan pada wanita 15-19 tahun penyakit radang panggul. (PID), yang disebabkan oleh gonore, mempengaruhi satu juta wanita setiap tahun. Tingkat tertinggi pada pria yang berada di antara 20 dan 24 tahun (WHO, 2010).

2.3 IMPLIKASI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH 2.3.1 Kehamilan yang Tidak Diinginkan

Kehamilan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan dampak buruk kepada janin ibu ataupun anak setelah lahir. Banyak wanita yang tidak menginginkan kehamilannya, berupaya menggugurkan kandungan dengan meminum obat-obat tertentu atau melakukan aborsi. Kehamilan yang tidak dikehendaki dan aborsi merupakan dua hal yang saling berkaitan. Kehamilan saat remaja akan menimbulkan posisi remaja dalam situasi yang serba salah dan memberikan tekanan batin/stres (Sinaga, 2007).

(7)

Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia 2002 – 2003 menunjukkan sekitar 17% kehamilan masuk dalam kategori tidak diinginkan, baik karena tidak tepat waktu maupun karena tidak ingin hamil lagi. Tingginya kehamilan tidak diinginkan (KTD) ini erat kaitannya dengan aborsi. Dari estimasi jumlah aborsi per tahun di Indonesia bisa mencapai sekitar 2,4 juta, sekitar 800.000 di antaranya terjadi di kalangan remaja (Aprillia, 2009).

2.3.2 Aborsi yang Tidak Aman

Dalam kamus umum Bahasa Indonesia abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai melakukan penguguran (dengan sengaja karena tidak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Terdapat beberapa jenis aborsi yaitu:

a) Spontaneous abortion: aborsi yang berlaku disebabkan oleh trauma kecelakaan atau sebab- sebab alami

b) Therapeutic abortion: penguguran yang dilakukan karena kehamilan tersebut mengancam kesehatan jasmani si ibu, terkadang dilakukan sesudah pemerkosaan c) Eugenic abortion: penguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat d) Elective abortion: penguguran yang dilakukan untuk alasan – alasan yang lain.

e) Abortus imminens: peristiwa terjadinya pendarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks

f) Abortus insipiens: peristiwa pendarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dimana hasil konsepsinya masih dalam uterus dan terdapat dilatasi serviks.

g) Abortus provokatus medicinalis: aborsi yang dilakukan demi menyelamatkan nyawa si ibu.

(8)

h) Abortus provokartus kriminalis: abortus yang dilakukan dengan menggunakan alat- alat atau obat- obat tertentu. Ia sering terjadi pada keadaan yang tidak dikehendaki.

Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih atau tidak berkompeten dan menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. Aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis seperti korban perkosaan, dan hamil di luar nikah (Sinaga, 2007).

Menurut WHO dari 46 juta aborsi/ tahun, 20 juta dilakukan dengan tidak aman, 800 wanita diantaranya meninggal karena komplikasi aborsi tidak aman dan sekurangnya 13 % kontribusi Angka Kematian Ibu Global. Dari suatu penelitian pada 10 kota besar dan enam kebupaten memperlihatkan 53%. Kasus aborsi yang ditangani dukun bayi sebesar 11% di kota dan 70% di Kabupaten dan dari semua titik pelayanan 54 % di kota dan 85% di kabupaten dilakukan oleh swasta (Sinaga, 2007).

Data di Beberapa Negara Selain Indonesia

Di Hungaria misalnya, tingkat kehamilan per 1000 wanita pada tahun 1984 adalah 80,4. Di Selandia Baru angka kehamilan pada remaja menunjukkan 46 per 1000 wanita. Angka-angka yang lebih rendah ditemukan di Inggris (44,7), Swedia (4,2), Finlandia (32,1), dan Denmark (27,9). Di Eropa angka hubungan seksual dan kehamilan pada remaja yang terkecil adalah di Nederland (12,1). Di Jepang tingkat kehamilan pada remaja masih lebih kecil dari Nederland. hanya 10,5 per 1000 wanita. Dari kesemuanya tingkat kehamilan pada remaja yang terbesar adalah di Amerika Serikat, sekitar 98 dari per 1000 wanita. Malang bagi janin dalam rahim pada remaja itu. Penyebabnya adalah makin tidak populernya pemeliharaan kehamilan. Pengguguran makin sering menjadi pilihan. Jumlah

(9)

pengguguran makin banyak dan terus meningkat semenjak tahun tujuh puluhan. Angka terbesar pengguguran ditemukan di Denmark, Jepang, dan Swedia, yaitu sekitar 60% dari kehamilan. Di Finlandia dan Norwegia satu diantara dua kehamilan berakhir dengan pengguguran. Meskipun tingkat kehamilan di AS paling tinggi, tetapi persentase yang digugurkan kurang dari 50%. Di negara-negara Eropa Timur seperti Chekoslovakia, Jertim, dan Hungaria, serta di Selandia Baru sekitar seperempat dari kehamilan digugurkan. Berbeda dengan tingkat kehamilan pada remaja yang lebih banyak terjadi pada remaja umur 18-19 tahun dibanding umur sebelumnya, tingkat pengguguran lebih banyak pada usia sebelum 18 tahun dibanding usia 18-19 tahun (Faturochman, 2010).

2.3.3 Penyakit Menular Seksual

Persentase anak muda usia 15–24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS dapat diestimasi menggunakan pendekatan indikator dari survei. Pada 2002-2003, 65,8 persen wanita dan 79,4 persen pria usia 15–24 tahun telah mendengar tentang HIV/AIDS. Pada wanita usia subur usia 15–49 tahun, sebagian besar (62,4 persen) telah mendengar HIV/AIDS, tapi hanya 20,7 persen yang mengetahui bahwa menggunakan kondom setiap berhubungan seksual dapat mencegah penularan HIV/AIDS, dan 28,5 persen mengetahui bahwa orang sehat dapat terinfeksi HIV/AIDS. Sebuah penelitian pada 2002 menunjukkan bahwa 38,4 persen dari pelajar sekolah menengah atas usia 15–19 di Jakarta secara benar menunjukkan cara mencegah penularan HIV HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual, tapi hanya 35 persen yang mengetahui bahwa penggunaan jarum suntik bersama dapat menularkan HIV dan 15,2 persen masih percaya bahwa kontak social biasa juga dapat menularkan HIV dan menolak konsepsi yang salah tentang penularan HIV. Penelitian lain di Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan NTTmenunjukkan bahwa 93,3 persen anak muda usia 15–24 tahun mengetahui bahwa hingga saat ini prevalensi HIV/AIDS pada penduduk usia 15–29 tahun diperkirakan masih di bawah

(10)

0,1 persen. Anak yang terkena dampak HIV/AIDS masih rendah jumlahnya bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Jumlah kasus AIDS yang dilaporkan pada anak berusia 0–4 tahun adalah 12 orang, usia 5–14 tahun sebanyak empat orang, dan antara usia 15–19 tahun 67 orang. Jumlah ini masih jauh dibawah angka yang sebenarnya, sehingga sangat perlu untuk menggalakkan sistem pengawasan pada setiap tingkatan (Sarwanto, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

The aim of this study are to analyze the text of female sexuality articles that realized in the women magazines (i.e. vocabulary, grammar, cohesion and text

Telah mengajukan pindah ke salah satu lembaga TK terpilih dengan alasan mengikuti orang tua yang akan pindah tempat tinggal.. Bersama ini kami sertakan Buku

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Yahweh, Allah Semesta Alam, karena berkat rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “PENGGUNAAN

dengan variabel yang lain dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:..