13
A. Tinjauan tentang Pengadaan Prasarana Olahraga 1. Pengertian tentang Pengadaan
Pengadaan merupakan proses kegiatan untuk pemenuhan atau penyediaan kebutuhan dan pasokan barang atau jasa di bawah kontrak atau pembelian langsung untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Pengadaan dapat mempengaruhi keseluruhan proses arus barang karena merupakan bagian
penting dalam proses tersebut.4
Bahwa Pengadaan adalah perolehan barang atau jasa. Hal ini menguntungkan bahwa barang atau jasa yang tepat dan bahwa mereka yang dibeli dengan biaya terbaik untuk memenuhi kebutuhan pembeli dalam hal kualitas dan kuantitas, waktu dan lokasi. Pengadaan atau procurement adalah kegiatan untuk mendapatkan barang atau jasa secara transparan, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
penggunanya.5
Berdasarkan kedua pendapat tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian pengadaan adalah pengadaan barang dan jasa atau procurement adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diperlukan oleh perusahaan dilihat dari kebutuhan dan
4
Wikipedia, “Pengadaan” (https://id.wikipedia.org/wiki/Pengadaan. Diakses 18 Januari 2018)
5 E-Journal Tadulako Physical Education, Health And Recreation, Arman, “Sarana
Prasarana Olahraga dengan Efektivitas Pembelajaran” Volume 2, Nomor 6 Agustus 2014 ISSN 2337 – 4535,
(http://download.portalgaruda.org/article.php?article=294065&val=727&title=SURVEI%20SARA NA%20PRASARANA%20OLAHRAGA%20DENGAN%20EFEKTIVITAS%20PEMBELAJAR AN%20PENJASORKES%20SMP%20NEGERI%20KECAMATAN%20DAMPAL%20SELATA N%20KABUPATEN%20TOLITOLI, diakses 27 Juli 2018)
penggunaannnya, serta dilihat dari kualitas, kuantitas, waktu pengiriman dan harga yang terjangkau.
2. Pengertian tentang Prasarana Olahraga
Secara umum prasarana berarti segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu (usaha atau pembangunan). Dalam olahraga prasarana didefinisikan sebagai sesuatu yang mempemudah dan memperlancar tugas dan memiliki sifat yang relatif permanen, salah satu sifat tersebut adalah susah untuk dipindahkan.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat disebut beberapa contoh dari prasarana olahraga ialah ; lapangan bola basket gedung olahraga,
lapangan atletik, lapangan sepak bola dan lain-lain.6 Gedung olahraga
merupakan prasarana multi fungsi yang dapat digunakan sebagai prasarana pertandingan bola voli, prasarana pertandingan bulu tangkis dan lain-lain. Sedangkan stadion atletik didalamnya termasuk lapangan lompat jauh, lapangan lempar cakram, lintas lari dan lain-lain. Seringkali stadion atletik dipakai sebagai prasarana pertandingan sepak bola yang memenuhi syarat pula. Contohnya stadion utama Gelora Bung Karno Jakarta.
Prasarana atau fasilitas adalah segala sesuatu yang diperlukan dalam aktifitas jasmani, bersifat permanen atau tidak dapat dipindah, kebutuhan sarana dan prasarana olahraga dalam pembelajaran sangat penting, karena dalam pembelajaran harus menggunakan sarana dan
6Puput Harunti, “Pengaruh Latihan Passing Bola Gerak dengan Kontrol Jalan dan
Kontrol Diam Terhadap Akurasi Passing Dalam Futsal Pada Pemain Puteri UKM Futsal UNNES tahun 2016” (Skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, 2016), halaman 32.
prasarana yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani prasarana didefinisikan sebagai sesuatu yang mempermudah atau memperlancar proses. Salah satu sifat yang dimiliki oleh prasarana jasmani adalah sifatnya relatif permanen atau susah untuk dipindah.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa prasarana olahraga adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dalam melakukan olahraga yang sifatnya semi permanen (bisa dipindahkan tetapi sulit atau berat), bisa juga permanen (tidak bisa dipindahkan). Keberadaan sarana dan prasarana sangat mempengaruhi cepat lambatnya siswa dalam menguasai pembelajaran. Tanpa sarana dan prasarana kegiatan pembelajaran tidak akan berjalan dengan optimal.
3. Tujuan Pengadaan Sarana dan Prasarana
Tujuan sarana dan prasarana diadakan adalah untuk memberikan kemudahan tecapainya tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan dan memungkinkan melaksanakan program kegiatan pendidikan jasmani dan kesehatan. Kegiatan teresebut diperlukan untuk menunjang kegiatan – kegiatan olahraga, dari pihak swasta maupun masyarakat. Manfaat dari pengaadaan prasarana olahraga adalah meningkatkan kualitas kesehatan
dengan menggunakan alat olahraga yang baik dan benar.7 Tidak hanya
meningkatkan kualitas kesehatan, namun dengan adanya pengaadan
7Lindasari Setyaningrum, “Efektivitas Passing Menggunakan Kaki Bagian Dalam dan
Punggung Kaki pada Pemain Futsal (Eksperimen Pada Peserta Ekstrakurikuler Futsal SMA Negeri 14 Semarang Tahun 2016)”. (Skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, 2016), halaman 02.
prasana olahraga yang baik dan berstandar maka bertambah pula atlet – atlet yang akan bermunculan dan memiliki kualitas yang baik.
Dalam hal ketersediaan atau pengadaan prasarana olahraga juga harus adanya tanggung jawab, pemeliharaan, serta pengawasan. Tanggung jawab, pemeliharaan, serta pengawasan tersebut tidak hanya diserahkan seutuhnya kepada pemerintah, negara, maupun lembaga – lembaga tertentu. Namun juga tokoh dari masyarakat juga dibutuhkan dalam hal tanggung jawab, pemeliharaan, serta pengawasan pengadaan prasarana olahraga. Seperti yang sudah tercantum pada Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2014 pasal 3 ayat (1) yang berbunyi “Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat bertanggung jawab atas Perencanaan, Pengadaan, Pemanfaatan, Pemeliharaan, dan Pengawasan Prasarana Olahraga sesuai dengan kewenangannya”, dan ayat (2) yang berbunyi “Tanggung jawab Masyarakat dalam Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memberikan masukan atau saran kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah”.
4. Tata Penetapan Prasarana Olahraga
Dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penetapan Prasarana Olahraga yang di maksud dengan prasana olahraga adalah tempat atau ruang termasuk lingkungan yang digunakan untuk kegiatan olahraga dan/atau penyelenggaraan keolahragaan :
a. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses menentukan ketersediaan prasarana olahraga sesuai dengan standard an kebutuhan untuk kegiatan olahraga dan/atau penyelenggaraan keolahragaan melalui urutann pelihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
b. Pengadaan
Pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh prasarana olahraga oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh prasarana olahraga.
c. Penetapan
Penetapan prasarana olahraga adalah kebijakan untuk menetapkan tempat atau ruang termasuk lingkungan yang digunakan untuk kegiatan olahraga dan/atau penyelenggaraan keolahragaan.
d. Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah penggunaan prasarana olahraga untuk kegiatan olahraga dan/atau penyelenggaraan keolahragaan.
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah proses untuk menjaga dan merawat prasarana olahraga menurut jenis dan fungsinya.
f. Pengawasan
Pengawasan adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar kegiatan perencanaan, pengadaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan
prasarana olahraga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa tata penetapan prasarana olahraga meliputi 6 tahapan yaitu perencanaan, pengadaan, penetapan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan pengawasan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan prasarana olahraga bagi penyandang disabilitas yang diinginkan, yang memumpuni, dan layak untuk digunakan. Serta dilaksanakan dengan sebaik – baiknya agar meminimalisasi kekurangan – kekurangan pada prasarana olahraga tersebut. Pengawasan terhadap sarana prasarana olahraga dilakukan secara terus menerus selama periode penggunaan alat dalam pelaksanaan kegiatan, selain pengawasan juga perlu dilakukan klasifikasi sebelum dan sesudah penggunaan sarana dan parasarana. Perbaikan kadang perlu dilakukan di tempat (on the spot) oleh petugas atau orang yang berpartisipasi dalam program penggunaan. Baru kemudian setelah dipakai, perbaikan kembali oleh petugas yang berwenang, tempat perlengkapan
atau workshop.8
5. Pengadaan Prasarana Olahraga oleh Pemerintah Daerah a. Jenis Pengadaan Prasarana Olahraga
Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas Pengadaan Prasarana Olahraga walalaupun tidak hanya Pemerintah Daerah saja melainkan
8 Teguh Wirawan, “Ketersediaan Sarana dan Prasarana Olahraga Dalam Pelaksanaan Pelajaran
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Di Sekolah Dasar Negeri Se-Dabin IV Kecamatan Pedurungan Kota Semarang Tahun Pelajaran2009/2010” (Skripsi Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, 2010), halaman 19.
Pemerintah Pusat dan Masyarakat. Pengadaan prasarana olahraga sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 dilakukan dengan dengan memperhatikan potensi, jumlah dan jenis, serta standar Prasarana Olahraga pada masing – masing kegiatan olahraga dan/atau penyelenggaraan keolahragaan yang meliputi olahraga: 1) Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik agar secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
2) Rekreasi
Rekreasi adalah merupakan suatu kegiatan yag dapat di laksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat secara sukarela untuk mendapatkan dan memperoleh kesegaran serta kepuasan yang bertujuan untuk penyegaran tenaga dan pembaharuan semangat.
3) Prestasi
Pengertian prestasi belajar umumnya berkenaan dengan aspek pengetahuan sedangkan dalam hasil belajar terdiri dari aspek pembentukan watak peserta didik. Sedangkan pengertian prestasi secara terminologi adalah hasil yang telah dicapai setelah melakukan berbagai usaha yang sebaik-baiknya.
Jumlah dan jenis prasarana olahraga yang dibangun oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat harus memperhatikan potensi keolahragaan yang berkembang di daerah setempat. Pemerintah melakukan pemetaan potensi olahraga di daerah dalam rangka menetapkan jumlah
Prasarana Olahraga yang sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah
Kabupaten/Kota wajib menyediakan Prasarana Olahraga untuk mengelola sekurang – kurangnya satu cabang olahraga unggulan yang bertaraf nasional dan/atau internasional. Contohnya seperti yang ada di Semarang adalah lapangan sepak bola di Gor Jatidiri yang sedang dilakukan pembangunan ulang agar semakin layak untuk penyelenggaraan keolahragaan yang bersifat nasional dan lapangan Basket yang berada di Gor Sahabat Semarang yang sudah sering dijadikan tempat penyelenggaran keolahragaan nasional dan/atau internasional (SEABA 2014).
b. Tata Cara Pengadaan Prasarana Olahraga
Pengadaan Prasarana Olahraga oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat dilakukan dengan cara:
1) Pembangunan
Pembangunan ialah suatu upaya meningkatkan segenap sumber daya yang dilakukan secara berencana dan berkelanjutan dengan prinsip daya guna yang merata dan berkeadilan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pembangunan berorientasi pada pembangunan masyarakat, dimana pendidikan menempati posisi yang utama dengan tujuan untuk membuka wawasan dan kesadaran warga akan arah dan cita-cita yang lebih baik.
2) Pembelian
Pembelian merupakan kegiatan utama untuk menjamin kelancaran transaksi penjualan yang terjadi dalam suatu perusahaan. Dengan adanya pembelian, perusahaan dapat secara mudah menyediakan sumber daya
yang diperlukan organisasi secara efisien dan efektif.9
3) Tukar menukar atau tukar bangun
Tukar menukar atau tukar bangun adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak yang satu dengan pihak lainnya, dalam perjanjian itu pihak yang satu berkewajiban menyerahkan barang yang ditukar, begitu juga pihak lainnya berhak menerima barang yang ditukar. Barang yang ditukar oleh para pihak, dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Penyerahan barang bergerak cukup penyerahan nyata, sedangkan barang tidak bergerak menggunakan penyerahan secara yuridis
formal.10
4) Bangun guna serah atau bangun serah guna
Bangun guna serah atau bangun serah guna adalah
bentuk pendanaan proyek saat suatu entitas swasta menerima konsesi dari entitas lain (umumnya entitas sektor publik) untuk mendanai, merancang, membangun, dan mengoperasikan suatu fasilitas yang dinyatakan dalam kontrak konsesi. Model ini memungkinkan penerima konsesi mendapatkan kembali investasi serta biaya operasi dan pemeliharaan yang dikeluarkan untuk suatu proyek. Secara tradisional, proyek yang
9
http://sir.stikom.edu/1339/4/BAB_III.pdf, diakses 24 Juli 2018.
10 Rudi Brebes, “Tukar Menukar”
didanai dengan skema ini akan diserahkan kepada pemerintah pada akhir
masa konsesi.11
5) Hibah
Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya biasanya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup. Biasanya pemberian-pemberian tersebut tidak akan pernah dicela oleh sanak keluarga yang tidak menerima pemberian itu, oleh karena pada dasarnya seseorang pemilik harta kekayaan berhak dan leluasa untuk
memberikan harta bendanya kepada siapapun.12
6) Perolehan lainnya yang sah.
Barang milik Negara yang berasal dari perolehan lainnya yang sah diperjelas lingkupnya yang meliputi barang yang diperoleh dari hibah / sumbangan / sejenisnya, diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian, diperoleh berdasarkan ketentuan undang - undang dan diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.13
Dalam hal Pengadaan Prasarana Olahraga oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang dilakukan dengan pembangunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) huruf a Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 memerlukan tanah, pengadaan prasarana olahraga dilaksanakan melalui
11 Wikipedia, “Bangun Guna Serah” (https://id.wikipedia.org/wiki/Bangun-guna-serah.
Diakses 24 juli 2018)
12
Pengertian Pakar, “Hibah” (http://www.pengertianpakar.com/2014/11/pengertian-hibah-menurut-hukum-islam.html. Diakses 24 Juli 2018)
13 Indo info’s Weblog, “Pengertian Barang Milik Negara”
(https://indoinfo.wordpress.com/2013/08/29/pengertian-barang-milik-negara/. Diakses 24 Juli 2018)
pengadaan tanah atau pembebasan tanah. Pengadaan rasarana olahraga sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) dan (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
B. Tinjauan tentang Penyandang Disabilitas 1. Pengertian Penyandang Disabilitas
Disabilitas merupakan sebuah istilah baru untuk menjelaskan mengenai keadaan seseorang yang memiliki ketidakmampuan berupa keadaan fisik, mental, kognitif, sensorik, emosional, perkembangan atau kombinasi dari beberapa keadaan tersebut.1 Istilah disabilitas saat ini lebih sering digunakan untuk menggantikan istilah penyandang cacat. Hal ini dikarenakan disabilitas terkesan lebih halus istilahnya dibandingkan dengan penyandang cacat. Pengertian penyandang cacat menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (UU PC) yaitu setiap orang yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Bagi sebagian orang masih asing dengan istilah disabilitas, namun pemerintah sudah sering menggunakan istilah ini.14
Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang
14 Imma Indra Dewi W., SH., M.Hum. “Pemenuhan Hak Aksesibilitas Penyandang Cacat
terdiri dari: penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, serta
penyandang cacat fisik dan mental.15
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia16 penyandang diartikan
dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk
berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.17 Peraturan
tentang kuota kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat juga telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat yang terdapat dalam Pasal 28 dan 29 ayat (1). Dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1998
Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.18
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dalam pokok-pokok konvensi point 1 (pertama) pembukaan memberikan
15Wikipedia, “Difabel” (https://id.wikipedia.org/wiki/Difabel. Diakses 18 November
2017)
16Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ,Edisi Ke empat, (Departemen Pendidikan
Nasional: Gramedia, Jakarta,2008).
17Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang
Disabilitas, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 107, Tamabahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5251)
18 Rizano, “Implementasi Pemenuhan Hak Penyandang Cacat Dalam Memperoleh
Pekerjaan Pada Perusahaan Negara dan Swasta Di Kota Pekanbaru Berdasarkan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat (Pekanbaru, Oktober 2014)
pemahaman, yakni, setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang
cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.19
Dengan diberikan kesempatan yang sama untuk berkembang sebagaimana anak-anak lainnya, anak-anak penyandang disabilitas berpotensi untuk menjalani kehidupan secara penuh dan berkontribusi pada vitalitas sosial, budaya, dan ekonomi dari masyarakat mereka. Namun untuk tumbuh dan berkembang bisa jadi sulit bagi anakanak penyandang disabilitas. Mereka menghadapi risiko yang lebih besar untuk menjadi miskin dengan dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang tanpa disabilitas. Bahkan bila anak-anak memiliki ketidakberuntungan yang sama, anak-anak penyandang disabilitas menghadapi tantangan-tantangan lain akibat ketidakmampuan mereka dan berbagai rintangan yang dihadirkan oleh masyarakat mereka sendiri. Anak-anak yang hidup dalam kemiskinan adalah mereka yang paling kecil kemungkinannya untuk memperoleh manfaat dari pendidikan dan pelayanan kesehatan, misalnya, tapi anak-anak yang hidup dalam kemiskinan dan memiliki disabilitas lebih kecil lagi kemungkinannya untuk bisa bersekolah atau pergi ke klinik.
Di banyak negara, respons terhadap situasi anak penyandang disabilitas umumnya terbatas pada institusionalisasi, ditinggalkan atau ditelantarkan. Respons –respons semacam ini merupakan masalah, dan itu sudah mengakar dalam asumsi-asumsi negatif atau paternalistik tentang
19 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat,
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3670).
ketidakmampuan, ketergantungan dan perbedaan yang muncul karena ketidaktahuan. Yang dibutuhkan sekarang adalah komitmen terhadap hak-hak anak ini dan masa depan mereka, dengan memprioritaskan anak yang paling tidak beruntung – sebagai masalah kesetaraan dan manfaat bagi semua.
Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup dengan karakteristik khusus dan memiliki perbedaan dengan orang pada umumnya. Karena karakteristik yang berbeda inilah memerlukan pelayanan khusus agar dia mendapatkan hak-haknya sebagai manusia yang hidup di muka bumi ini.Orang berkebutuhan khusus memiliki defenisi yang sangat luas, mencakup orang-orang yang memiliki cacat fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta orang dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi kognitifnya mengalami gangguan.
Berdasarkan uraian diatas maka dibutuhkan suatu perlindungan yang jelas terhadap perlindungan hukum terhadap pekerja penyandang disabilitas, guna mewujudkan kepastian hukum dan agar semua hak pekerja penyandang disabilitas dapat terpenuhi. Selain itu dibutuhkan pula suatu kejelasan regulasi yang menjadi dasar perlindungan bagi pekerja penyandang disabilitas, agar semua kalangan terutama pengusaha, dan masyarakat umum, memiliki kesadaran tinggi bahwa
perlindungan terhadap pekerja penyandang disabilitas tidak dapat
2. Jenis – Jenis Penyandang Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas. Ini berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang
secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas20 :
a. Disabilitas Mental.
Kelainan mental ini terdiri dari21 :
1). Mental Tinggi.
Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.
2). Mental Rendah.
Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
3). Berkesulitan Belajar Spesifik.
Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar (achievment) yang diperoleh
20
Pengelompokan penyandang cacat pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dibagi menjadi penyandang cacat mental, penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental dan fisik, Pasal 1 ayat (1).
21Nur Kholis Reefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Imperium,
b. Disabilitas Fisik.
Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu22 :
1). Kelainan Tubuh (Tuna Daksa).
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
2). Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra).
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (blind) dan low vision.
3). Kelainan Pendengaran (Tunarungu).
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
4). Kelainan Bicara (Tunawicara),
Tunawicara adalah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang
22
memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara. c. Tunaganda (disabilitas ganda).
Penderita cacat lebih dari satu kecacatan (yaitu cacat fisik dan mental)
3. Hak Penyandang Disabilitas atas Olahraga
Manusia yang terlahir di dunia tidak semuanya mempunyai kondisi tubuh yang lengkap, artinya banyak terjadi ketidak sempurnaan fisik pada orang-orang tertentu sehingga menjadi bentuk kekurangan atau disabilitas. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak – Hak Penyandang Disabilitas) tidak lagi menggunakan istilah
penyandang cacat, diganti dengan penyandang disabilitas.23
Mengapa sarana prasarana olah raga bagi penyandang disabilitas perlu diadakan karena ? karena yang pertama adalah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (2) yang menyatakan Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Kemudian dalam Pasal 28 I ayat (2) yang mengatakan bahwa Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap prilaku yang bersifat diskriminatif itu.
23
Dwi Gansar Santi Wijayanti, dkk., Pembinaan Olahraga Untuk Penyandang
Kemudian yang kedua adalah berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Pasal 5 yang menerangkan bahwa Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Dan pada Pasal 10 ayat (1) yang mengatakan bahwa Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat. Sedangkan pada ayat (2) menerangkan bahwa Penyediaan aksesibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat dan dilakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Pemenuhan kebutuhan dasar tersebut di atas dilakukan secara terpadu atau terintegrasi dengan dinas teknis yang terkait. Karena hak-hak dasar penyandang disabilitas pada dasarnya sama dengan anak normal, maka dinas sosial berusaha memenuhi kabutuhan dan hak-hak dasar penyandang disabilitas. Kendala dalam pemenuhan hak-hak dasar penyandang disabilitas di Kota Semarang secara keseluruhan dari jumlah difabel belum sepenuhnya
dapat terfasilitasi dengan baik.24 Hal ini dikarenakan beberapa kendala, yaitu:
a. Terbatasnya anggaran yang tersedia
b. Terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki, maksudnya adalah bahwajumlah SDM sudah tidak memadai dengan ketenagakerjaan dan kurangnya tenaga ahli yang profesional.
c. Perilaku keluarga terhadap penyandang disabilitas, dalam hal ini contohnya adalah perilaku orang tua yang cenderung malu terhadap anaknya yang
24 Eta Yuni Lestari, dkk., “Pemenuhan Hak Bagi Penyandang Disabilitas Di Kota Semarang Melalui Implementasi Convention On The Rights Of Person With Disabillities (CPRD) Dalam Bidang Pendidika” (Semarang: No.1/Th. XXVIII/2017, Januari-Juni 2017), halaman 5
menyandang disabilitas, sehingga mereka lebih memilih untuk
menyembunyikan anaknya.
4. Jaminan Pemenuhan Hak Olahraga Penyandang Disabilitas
Dan yang ketiga yaitu Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mana pada Pasal 41 yang mengatakan setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh. Kemudian dalam Pasal 1 ayat (2) yang mengatakan setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus. Dalam Pasal 42 juga dijelaskan bahwa Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dan yang terakhir dalam Pasal 54 mengatakan bahwa setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan. Dan bantuan khusus atas biaya negara. untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Berdasarkan peraturan perundang-undang diatas bahwa penyandang cacat atau yang biasa disebut dengan penyandang disabilitas juga berhak untuk mendapatkan fasilitas yang layak dari pemerintah baik berupa failitas umum
maupun fasilitas khusus seperti ssrana dan prasaran olahraga di Pemerintah Kota Semarang.