• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN KALOR KONVEKSI FLUIDA NANO Al 2 O 3 -PROPHYLENE GLYCOL PADA CIRCULAR TUBE DI BAWAH KONDISI FLUKS KALOR KONSTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN KALOR KONVEKSI FLUIDA NANO Al 2 O 3 -PROPHYLENE GLYCOL PADA CIRCULAR TUBE DI BAWAH KONDISI FLUKS KALOR KONSTAN"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN KALOR KONVEKSI FLUIDA NANO Al2O3-PROPHYLENE GLYCOL PADA CIRCULAR TUBE

DI BAWAH KONDISI FLUKS KALOR KONSTAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik

Oleh:

ENDRA DYATMIKA KARNA NIM. I0406023

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2013

(2)

STUDI EKSPERIMENTAL PERPINDAHAN KALOR KONVEKSI FLUIDA NANO Al2O3-PROPHYLENE GLYCOL PADA CIRCULAR TUBE

DI BAWAH KONDISI FLUKS KALOR KONSTAN Disusun oleh :

Endra Dyatmika Karna NIM. I0406023

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Eko Prasetyo B., ST., MT NIP. 19709261 199903 1002

Dosen Pembimbing II

Budi Kristiawan, ST., MT NIP. 19710425 199903 1001

Telah dipertahankan di hadapan Tim Dosen Penguji pada hari Rabu, 30 Januari 2013

1. D. Danardono, ST., MT., PhD ………...

NIP. 19690514 199903 1001

2. Zainal Arifin, ST., MT ………

NIP. 19730308 200003 1001

3. Dr. Dwi Aries Himawanto., ST., MT ………...

NIP. 10740326 200003 1001

Mengetahui:

Ketua Jurusan Teknik Mesin Koordinator Tugas Akhir

Didik Djoko Susilo, ST., MT Wahyu Purwo Raharjo, ST., MT

NIP. 19720313 199702 1001 NIP. 19720229 200012 1001

Dosen Pembimbing II

(3)

iv

MOTTO

“Janganlah pernah menyerah”

“Kesabaran, ketekunan, totalitas, doa, serta restu dari orang tua,

merupakan kunci untuk mencapai kesuksesan”

(Penulis)

“Selalu berusaha menjadi yang lebih baik tanpa menyakiti orang

lain”

(Nur Sulistiati)

(4)

v

Studi Eksperimental Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Nano Al2O3-Prophylene Glycol Pada Circular Tube Di Bawah Kondisi Fluks Kalor Konstan

Endra Dyatmika Karna Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia

E-mail : endra.dk@gmail.com Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai konduktifitas termal dan

karakteristik perpindahan kalor dari fluida nano Al2O3-Prophylene Glycol pada circular

tube heat exchanger di bawah kondisi fluks kalor konstan. Partikel nano Al2O3 dengan

diameter nominal 13 nm didispersikan ke dalam prophylene glycol sebagai fluida dasar dengan tiga konsentrasi partikel yang berbeda masing-masing 0,2%, 0,5% dan 1,0% w/v. Seksi uji berupa pipa lurus dengan penampang bundar pada posisi mendatar yang terbuat dari stainless-steel dengan panjang 1,2 m, diameter dalam 0,005 m, dan diameter luar 0,0063 m. Fluks kalor yang digunakan didapatkan dengan melilitkan kawat nikelin pada seksi uji dan dihubungkan dengan catu daya AC. Debit fluida nano yang dialirkan pada seksi uji disesuaikan dengan variasi bilangan Reynolds yaitu sebesar 75-215. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konduktifitas termal efektif meningkat dari fluida dasarnya, peningkatan tertinggi sebesar 4,80% untuk variasi konsentrasi 1,0% w/v. Untuk nilai bilangan Reynolds yang sama, perpindahan kalor meningkat seiring dengan peningkatan nilai bilangan Nusselt dari fluida dasar ke fluida

nano pada posisi x/Di = 200 dengan peningkatan tertinggi sebesar 27,61% untuk variasi

1,0% w/v. Pada variasi nilai bilangan Reynolds, peningkatan nilai Nusselt tertinggi

untuk x/Di = 200 mencapai 43,49% dari nilai bilangan Reynolds 75 hingga 215 untuk

variasi alumina 1,0% w/v.

Kata kunci : Fluida nano, koefisien perpindahan kalor, konduktifitas termal, konsentrasi partikel, partikel nano Al2O3.

(5)

vi

Experimental Study on Convective Heat Transfer of Al2O3-Prophylene Glycol Nanofluid in Horizontal Circular Tube Under Constant Heat Flux Conditions

Endra Dyatmika Karna Departement of Mechaical Engineering Engineering Faculty of Sebelas Maret University

Surakarta, Indonesia E-mail : endra.dk@gmail.com

Abstract

This research was conducted to examine the thermal conductivity and heat transfer characteristic of Al2O3-prophylene glycol nanofluid on a circular tube heat

exchanger under constant heat flux conditions. Al2O3 nanoparticles with nominal

diameter of 13 nm were dispersed in ethylene glycol as base fluid at three different particles concentration of 0.2%, 0.5%, and 1.0% w/v, respectively. A straight horizontal stainless-steel tube of 1.2 m length, 0.005 m inner diameter and 0.0063 m outer diameter was used as a test section. A nickelin coil heater was connected to an AC regulated power supply to obtain constant wall heat-flux boundary condition. The flow rates were adjusted to obtain the Reynolds number specification from 75 to 215. The result shows that the effective thermal conductivity increases from its base fluid. The highest enhancement of thermal conductivity of the observed nanofluids is 4.80% for nanoparticles concentration of 1.0% w/v. For the same Reynolds number, heat transfer

increases with the increase of the Nusselt number from base fluid to nanofluids at x/Di =

200 with the highest value of 27.61% for 1.0% w/v. At the Reynolds number variation,

the highest Nusselt number enhancement at x/Di = 200 reaches 43.49% from Reynolds

number 75 to 215 for alumina concentration of 1.0% w/v.

Keywords: Heat transfer coefficient, nanofluid, particle concentrations, thermal conductivity, Al2O3 nano particle.

(6)

PERSEMBAHAN

Kepada mereka yang telah berjasa, kepada mereka pula aku persembahkan hasil jerih payahku selama menempuh jenjang S-1 ini, yaitu sebuah skripsi yang akan menjadi karya terbesarku sehingga aku lulus dari Universitas Sebelas Maret ini dengan gelar Sarjana Teknik. Mereka adalah:

1. Sang Maha Pencipta alam semesta ini yang telah memberikan berjuta kenikmatan kepada penulis, Subhanalloh…

2. Alm. Ayah Karna Wiryodinomo, Ibu Suwanti, karena beliaulah penulis terlahir di dunia, serta dengan cinta dan kasih merekalah penulis dapat merasakan kasih sayang yang paling tulus, serta segenap keluarga yang telah memberikan dukungan, baik spiritiual maupun material.

3. Keluarga besar Om Yusman Siswandi, Tante Inke, Intje, Omar, dan Kunir yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa yang tak henti-hentinya.

4. Sulis, Rining, terimakasih untuk semua dukungan, kritikan, saran, serta seluruh bantuan yang telah diberikan di saat suka maupun duka.

5. Bapak Budi K. serta Bapak Eko P.B., yang telah mensupport segala materi Tugas Akhir, serta untuk kesabaran dan kerja keras yang telah mereka dedikasikan untuk para mahasiswanya.

6. Segenap keluarga besar Teknik Mesin UNS.

7. Semua orang yang senantiasa “memegang pundak” penulis (mereka yang pernah bersama memberi pengalaman yang berarti, memberikan nasehat serta dukungan dalam kehidupan penulis).

(7)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya tercurah kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan Tugas Akhir “Studi Eksperimental

Perpindahan Kalor Konveksi Fluida Nano Al2O3-Prophylene Glycol pada

Circular Tube di bawah Kondisi Fluks Kalor Konstan” ini dengan baik. Tugas Akhir ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam Penyelesaian Tugas Akhir ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, terutama kepada:

1. Bapak Didik Djoko Susilo, S.T., M.T, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin UNS Surakarta.

2. Bapak Eko Prasetyo B., S.T. M.T, selaku Pembimbing I atas bimbingannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Budi Kristiawan, ST., MT, selaku Pembimbing II yang telah turut serta memberikan bimbingan yang berharga bagi penulis.

4. Bapak Dr.techn. Suyitno S.T., M.T., selaku Pembimbing Akademis yang telah menggantikan sebagai orang tua penulis dalam menyelesaikan studi di Universitas Sebelas Maret ini.

5. Bapak Wahyu Purwo Raharjo, ST. MT, selaku koordinator Tugas Akhir

6. Seluruh Dosen serta Staf di Jurusan Teknik Mesin UNS, yang telah turut mendidik dan membantu penulis hingga menyelesaikan studi S1.

7. Alm.Papah, Mamah, adek Rining, Om Yusman, Tante Inke, Intje, Omar, Kunir, serta seluruh keluarga yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu atas do’a restu, motivasi, dan dukungan material maupun spiritual selama penyelesaian Tugas Akhir.

8. Nur Sulistiati, seseorang spesial yang selalu memberikan saran, dorongan di saat senang maupun susah.

(8)

ix

9. Teman Tugas Akhir, Defri Irawan, dan Ivan Kusuma Putra yang telah menjadi rekan yang handal dalam mengerjakan Tugas Akhir.

10. Kerehore foundation Danu bejo, Broto BrosLee, Ipank, Reza Ejayona, Rico cancel, Aris polo, Singih-Syah reza, Wiyoko the explorer dan andri nyong. 11. Teman-teman limited edition angkatan 2006

12. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah membantu pelaksanaan dan penyusunan laporan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Semoga Tugas Akhir ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan dan kita semua Amin.

Surakarta, Januari 2013

Penulis

(9)

x DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Surat Penugasan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Halaman Motto ... iv

Halaman Abstrak... v

Halaman Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... viv

Daftar Notasi ... xvi

Daftar Lampiran ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan dan Manfaat ... 3

1.5. Sistematika Penulisan ... 3

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 5

2.2. Dasar Teori ... 9

2.2.1. Dasar Perpindahan Kalor ... 9

2.2.2. Aliran Dalam Sebuah Pipa (Internal Flow in Tube) ... 10

2.2.2.1. Kondisi aliran ... 10

2.2.2.2. Kecepatan rata–rata (mean velocity) ... 11

(10)

xi

2.2.2.3. Temperatur rata – rata ... 11

2.2.2.4. Fluks kalor konstan ... 12

2.2.3. Parameter Tanpa Dimensi... 14

2.2.4. Teknik Peningkatn Perpindahan Kalor pada Penukar Kalor ... 15

2.2.5. Aliran Laminar Dengan Kondisi Fluks Kalor Konstan ... 17

2.2.6. Fluida Nano 2.2.6.1 Sifat-sifat Fluida Nano ... 18

2.2.6.2 Penentuan Fraksi Volume Fluida Nano ... 23

2.2.6.3 Langkah Perhitungan ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian ... 28

3.2 Bahan Penelitian ... 28

3.3 Alat Penelitian ... 29

3.4 Prosedur Penelitian ... 35

3.5 Tahap Persiapan... 36

3.6 Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 39

3.7 Metode Analisis Data ... 39

3.8 Diagram Alir Peneltian ... 40

BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1. Data Hasil Pengujian ... 41

4.1.1 Data Pengujian Konduktifitas Termal ... 42

4.1.2 Data Penelitian Fluida Nano ... 43

4.2. Perhitungan Data ... 44

4.2.1. Perhitungan Konduktifitas Termal ... 44

4.2.1.1 Perhitungan untuk mendapatkan persamaan referensi Qinf dari alat ... 44

4.2.1.2 Perhitungan validasi untuk PG pada voltase 60 Volt ... 46 4.2.1.3 Contoh perhitungan data untuk fluida nano

(11)

xii

Al2O3-PG 0,2% w/v dengan voltase 60 volt ... 47

4.2.2. Perhitungan transfer kalor... 50

4.2.2.1 Contoh perhitungan untuk data pengujian fluida PG Murni untuk Re 215±10 pada posisi x/D 200 ... 51

4.2.2.2 Contoh perhitungan untuk data pengujian fluida nano Al2O3-PG 0,2% untuk Re 215±10 pada posisi x/D 200 ... 53

4.2.2.3 Contoh perhitungan untuk data pengujian fluida nano Al2O3-PG 0,5% untuk Re 215 ±10 pada posisi x/D 200 ... 55

4.2.2.4 Contoh perhitungan untuk data pengujian fluida nano Al2O3-PG 1% untuk Re 215±10 pada posisi x/D 200 ... 57

4.3. Analisis Data 4.3.1 Analisa konduktifitas termal ... 63

4.3.2 Analisa transfer kalor ... 65

4.3.2.1 Validasi nilai perpindahan kalor ... 65

4.3.2.2 Pengaruh konsentrasi partikel nano terhadap Karakteristik perpindahan kalor fluida nano... 67

4.3.2.3 Pengaruh bilangan Reynolds terhadap karakteristik perpindahan kalor... 68

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 70 5.2. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN ... 73

commit to user

(12)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Data referensi ASHRAE 2009 nilai k untuk PG ... 21

Tabel 4.1. Data uji k fluida PG ... 42

Tabel 4.3. Data uji k fluida Al2O3-PG 0,2% ... 42

Tabel 4.4. Data uji k fluida Al2O3-PG 0,5% ... 43

Tabel 4.5. Data uji k fluida Al2O3-PG 1% ... 44

Tabel 4.10. Data penelitian fluida PG ... 43

Tabel 4.11. Data penelitian fluida Al2O3-PG 0,2% ... 44

Tabel 4.12. Data penelitian fluida Al2O3-PG 0,5% ... 44

Tabel 4.13. Data penelitian fluida Al2O3-PG 1% ... 44

Tabel 4.14. Data untuk fluida PG dengan nilai konduktifitas termal nya ... 45

Tabel 4.15. Data hasil perhitungan kalibrasi untuk PG dengan k referensinya ... 47

Tabel 4.16. Data perhitungan untuk Al2O3-PG 0,2% ... 48

Tabel 4.17. Data hasil seluruh perhitungan konduktifitas termal ... 49

Tabel 4.18. Data validasi konduktifitas termal ... 50

Tabel 4.19. Properties PG Murni (ASHRAE, 2009)... 50

Tabel 4.19. Data hasil perhitungan untuk PG murni dengan Re 215±10 ... 61

Tabel 4.20. Data hasil perhitungan untuk Al2O3-PG 0,2% dengan Re 215±10 ... 61

Tabel 4.21. Data hasil perhitungan untuk Al2O3-PG 0,5% dengan Re 215±10 ... 62

Tabel 4.22. Data hasil perhitungan untuk Al2O3-PG 1% dengan Re 215±10 ... 62

(13)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Diagram seksi uji (Murshed et al., 2008) ... 5

Gambar 2.2. Diagram seksi uji (Liu dan Yu, 2010) ... 6

Gambar 2.3. Diagram seksi uji (Hwang et al., 2009) ... 8

Gambar 2.4. Diagram seksi uji (Torii, 2007) ... 8

Gambar 2.5. Profil temperatur aliran dalam pipa (Cengel, 2003) ... 12

Gambar 2.6. Kesetimbangan energi fluida yang mengalir didalam pipa (Cengel, 2003) ... 13

Gambar 3.1. Prophylene Glycol ... 28

Gambar 3.2. Gambar penukar kalor ... 29

Gambar 3.3. Gambar pipa stainless steel ... 29

Gambar 3.4. Gambar pendingin ... 30

Gambar 3.5. Nikelin dililitkan pada pipa dengan dibungkus isolator ... 30

Gambar 3.6. Konektor termokopel dan termokopel tipe-K. ... 31

Gambar 3.7. Thermocouple reader ... 31

Gambar 3.8. Regulated Power Supply ... 31

Gambar 3.9. (a) Temperature Controller (b) Contactor ... 32

Gambar 3.10. Tangki penampung (a) untuk fluida nano, (b dan c) untuk air ... 33

Gambar 3.11. Magnetic Stirrer ... 33

Gambar 3.12. Ultrasonic Vibrator ... 34

Gambar 3.13. Thermal Conductivity of Liquid and Gases ... 35

Gambar 3.14. Skema alat ... 36

Gambar 4.1. Grafik perbandingan antara k referensi Dengan k perhitungan dari PG ... 63

Gambar 4.2. Grafik hubungan k dari perhitungan dengan validasi. ... 64

Gambar 4.3. Grafik hubungan Nu dengan Re untuk fluida dasar. ... 66

Gambar 4.4. Grafik hubungan Nu dengan posisi axial untuk fluida dasar ... 66

Gambar 4.5. Grafik hubungan Nu dengan konsentrasi partikel untuk x/D 200 ... 67 Gambar 4.6. Grafik hubungan koefisien perpindahan kalor dengan

(14)

xv

Re fluida kerja pada x/D = 200 ... 68 Gambar 4.7. Grafik hubungan Nu dengan Re fluida kerja pada x/D 200 ... 69

(15)

xvi

DAFTAR NOTASI

A = Luas area (m2)

Ac = Luas penampang aliran (m)

cp = Kalor spesifik fluida (kJ/kg.K)

cp,bf = Kalor spesifik fluida dasar (kJ/kg.K)

cp,nf = Kalor spesifik fluida nano (kJ/kg.K)

cp,p = Kalor spesifik partikel (kJ/kg.K)

D = Diameter dalam pipa (m)

Dh = Diameter hidrolik (m)

Di = Diameter dalam tabung (m)

Do = Diameter luar tabung (m)

h = Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2.°C)

hnf-x = Koefisien perpindahan kalor lokal dari fluida nano (W/m2.°C)

hx = Koefisien perpindahan kalor konveksi lokal (W/m2.°C)

I = Arus (ampere)

k = Konduktifitas thermal fluida(W/m.°C)

kbf = Konduktifitas thermal dari fluida dasar (W/m.°C)

knf = Konduktifitas thermal dari fluida nano (W/m.°C)

ks = Konduktifitas thermal dari pipa (stainless steel) (W/m.°C)

L = Panjang seksi uji (m)

= Laju aliran massa (kg/s)

Nu = Bilangan Nusselt

Pr = Bilangan Prandtl

p = Keliling terbasahi (wetted perimeter) (m)

q = Kalor yang disalurkan (Watt)

Q = Laju perpindahan kalor fluida (Watt)

Qc = Perpindahan kalor secara konduksi melalui fluida (Watt)

Qc-nf = Perpindahan kalor secara konduksi melalui fluida nano (Watt)

(16)

xvii

Qe = Kalor yang diterima dari elemen (Watt)

Qe = Kalor yang diterima dari elemen pada fluida nano (Watt)

Qi = Perpindahan kalor insidental fluida dasar (Watt)

Qi-nf = Perpindahan kalor insidental fluida nano (Watt)

q = Fluks kalor dari seksi uji (W/m2)

= Fluks kalor konstan (W/m2)

= Jarak rongga dari tabung dalam dan luar (0,30 mm)

Re = Bilangan Reynolds

T = Perbedaan temperatur antara T1 dan T2 (°C)

nf = Perbedaan temperatur antara T1 dan T2 pada fluida kerja nano(°C)

T1 = Temperatur plug dari alat (°C)

T2 = Temperatur jacket dari alat (°C)

Te = Temperatur fluida keluar tabung (°C)

Ti = Temperatur fluida masuk tabung (°C)

Ti,w(x) = Temperatur dinding dalam tabung (°C)

Tm = Temperatur rata-rata fluida (°C)

Tm(x) = Temperatur bulk rata pada posisi x (°C)

To,w(x) = Temperatur dinding luar (°C)

Ts = Temperatur permukaan dinding (°C)

Ts,(x) = Temperatur permukaan dinding pada jarak x(°C)

um = Kecepatan rata–rata fluida (m/s)

V = Voltase (volt)

Vnf = Volume campuran/fluida nano (cm3)

Vp = Volume dari partikel (cm3)

w/v = Fraksi massa

Wp = Massa dari partikel (gram)

x = Posisi longitudinal dari seksi uji dari saluran masuk (m)

(17)

xviii Greek Symbol

µ = Viskositas dinamik (kg/m.s)

µbf = Viskositas dinamik fluida dasar (kg/m.s)

µeff = Viskositas efektif fluida nano

µnf = Viskositas dinamik fluida nano (kg/m.s)

= Fraksi volume

p = Fraksi volume dari partikel nano

= Massa jenis fluida (kg/m3)

bf = Densitas fluida dasar (kg/m3)

nf = Densitas fluida nano (kg/m3)

p = Densitas partikel nano (kg/m3)

(18)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A.

Tabel Properties dari fluida kerja dan partikel nano ... 73

Tabel nilai konduktifitas thermal PG (ASHRAE, 2009) ... 73

Grafik perbandingan beda termperatur dengan K PG ... 73

Tabel nilai densitas PG (ASHRAE, 2009) ... 74

Grafik perbandingan beda termperatur dengan densitas PG ... 74

Tabel nilai viskositas PG (ASHRAE, 2009) ... 74

Grafik perbandingan beda termperatur dengan viskositas PG ... 75

Tabel nilai kalor spesifik PG (ASHRAE, 2009) ... 75

Grafik perbandingan beda termperatur dengan kalor spesifik PG ... 76

Grafik perbandingan beda termperatur dengan Qi ... 76

Lampiran B. 1. Data hasil pengujian konduktifitas thermal untuk PG ... 77

2. Data hasil pengujian konduktifitas thermal untuk Al2O3-PG 0,2% w/v ... 77

3. Data hasil pengujian konduktifitas thermal untuk Al2O3-PG 0,5% w/v ... 77

4. Data hasil pengujian konduktifitas thermal untuk Al2O3-PG 1% w/v ... 78

Lampiran C 1. Hasil perhitungan Qi konduktifitas thermal dari PG ... 78

2. Hasil perhitungan validasi konduktifitas thermal PG dengan data referensi ... 79

3. Hasil perhitungan konduktifitas thermal untuk Al2O3-PG 0,2% w/v ... 79

4. Hasil perhitungan konduktifitas thermal untuk Al2O3-PG 0,5% w/v ... 79

5. Hasil perhitungan konduktifitas thermal untuk Al2O3-PG 1% w/v ... 79

(19)

xx Lampiran D

1. Data hasil pengujian transfer kalor untuk PG ... 80

2. Data hasil pengujian transfer kalor untuk Al2O3-PG 0,2% w/v ... 80

3. Data hasil pengujian transfer kalor untuk Al2O3-PG 0,5% w/v ... 80

4. Data hasil pengujian transfer kalor untuk Al2O3-PG 1% w/v ... 80

Lampiran E 1. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk PG Re 215±10 ... 81

2. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk PG Re 195±10 ... 82

3. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk PG Re 165±10 ... 83

4. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk PG Re 135±10 ... 84

5. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk PG Re 105±10 ... 85

6. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk PG Re 75±10 ... 86

7. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,2% w/v Re 215±10 ... 87

8. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,2% w/v Re 195±10 ... 88

9. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,2% w/v Re 165±10 ... 88

10. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,2% w/v Re 135±10 ... 90

11. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,2% w/v Re 105±10 ... 91

12. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,2% w/v Re 75±10 ... 92

13. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,5% w/v Re 215±10 ... 93

14. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,5% w/v Re 195±10 ... 94

15. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,5% w/v Re 165±10 ... 95

16. Hasil perhitungan perpindahan kalor untuk Al2O3-PG 0,5% w/v Re 135±10 ... 96

(20)

xxi 17. Hasil perhitungan perpindahan kalor

untuk Al2O3-PG 0,5% w/v Re 105±10 ... 97 18. Hasil perhitungan perpindahan kalor

untuk Al2O3-PG 0,5% w/v Re 75±10 ... 98 19. Hasil perhitungan perpindahan kalor

untuk Al2O3-PG 1% w/v Re 215±10 ... 99 20. Hasil perhitungan perpindahan kalor

untuk Al2O3-PG 1% w/v Re 195±10 ... 100 21. Hasil perhitungan perpindahan kalor

untuk Al2O3-PG 1% w/v Re 165±10 ... 101 22. Hasil perhitungan perpindahan kalor

untuk Al2O3-PG 1% w/v Re 135±10 ... 102 23. Hasil perhitungan perpindahan kalor

untuk Al2O3-PG 1% w/v Re 105±10 ... 103 24. Hasil perhitungan perpindahan kalor

untuk Al2O3-PG 1% w/v Re 75±10 ... 104

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penukar kalor (heat exchanger) adalah sebuah alat yang digunakan untuk memindahkan kalor antara dua atau lebih fluida, dimana dua fluida tersebut tidak saling tercampur satu sama lain. Penukar kalor dapat diklasifikasikan menurut arah aliran fluida atau konstruksinya.

Penukar kalor secara luas digunakan dalam aplikasi keteknikan, seiring dengan perkembangan industri, perkembangan alat penukar kalor juga semakin meningkat. Perkembangan alat penukar kalor sekarang menuju ke arah kebutuhan akan penghematan ruang, tetapi diikuti pula dengan kebutuhan akan peningkatan dalam kemampuan pertukaran kalornya. Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi untuk meningkatkan perpindahan kalor (heat transfer enhancement technology) pada penukar kalor telah banyak dikembangkan dan dipergunakan pada beberapa aplikasi penukar kalor.

Peningkatan perpindahan kalor dalam penukar kalor dapat dicapai dengan banyak teknik, dan dapat diklasifikasikan beberapa kelompok, yaitu; teknik pasif, teknik aktif dan teknik campuran.Dalam teknik aktif, peningkatan perpindahan kalor dilakukan dengan memberikan tambahan energi aliran ke fluida. Dalam teknik pasif, peningkatan perpindahan kalor diperoleh tanpa menyediakan tambahan energi aliran. Dalam teknik campuran, dua atau lebih dari teknik aktif dan pasif digunakan secara simultan untuk menghasilkan peningkatan perpindahan kalor, dimana peningkatan perpindahan kalor lebih tinggi daripada jika teknik-teknik peningkatan perpindahan kalor dioperasikan secara terpisah.

Penggunaan partikel nano dalam fluida transfer panas pada penukar kalor merupakan teknik peningkatan perpindahan kalor dengan metode pasif yang terbaru yang digunakan dalam penukar kalor. Pada penggunaan fluida konvensional dapat membatasi perpindahan kalor yang terjadi pada penukar kalor, untuk itu unsur tambahan dipadukan pada fluida kerja agar dapat meningkatkan perpindahan kalor secara signifikan. Penggunaan fluida perpindahan kalor

(22)

konvensional seperti udara, air, mineral oil dan prophylene glycol mempunyai peranan penting dalam beberapa aplikasi penukar kalor.

Peningkatan ini karena adanya perubahan pada sifat-sifat dari fluida kerja tersebut dibanding dengan menggunakan fluida konvensional sebagai fluida kerja. Sebelum fluida nano tersebut dapat diaplikasikan untuk keperluan komersil, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karakteristik perpindahan kalornya. Oleh karena itu, penelitian mengenai perpindahan panas fluida nano pada sebuah penukar kalor penting untuk dikembangkan. Penelitian ini akan

menguji karakteristik perpindahan kalor fluida nano Al2O3/prophylene glycol,

pengaruh variasi laju aliran massa dan variasi fraksi volume pada sebuah alat penukar kalor tubular dibawah kondisi fluks kalor konstan.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh variasi konsentrasi partikel nano terhadap nilai konduktifitas termal dan nilai perpindahan kalor pada fluida kerja ?

2. Bagaimanakah pengaruh variasi laju aliran massa dan konsentrasi partikel nano terhadap koefisien perpindahan kalor dan nilai bilangan Nusselt fluida nano?

1.3 Batasan Masalah

Pada penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut ini :

1. Alat penukar kalor yang digunakan berupa pipa panjang dengan penampang bundar (circular tube heat exchanger) pada posisi mendatar.

2. Bahan penukar kalor terbuat dari stainless steel dengan panjang 120 mm, diameter dalam 5 mm dan diameter luar 6,3 mm.

3. Fluida dasar yang digunakan adalah prophylene glycol.

4. Partikel nano yang digunakan dalam suspensi adalah Al2O3 (Alumina)

dengan ukuran diameter partikel nominal 13 nm (spherical).

5. Jumlah variasi laju aliran massa adalah enam variasi dengan rentang bilangan Reynolds 75 < Re < 215.

6. Jumlah variasi konsentrasi adalah 3 variasi, yaitu : 0,2% w/v, 0,5% w/v dan 1% w/v (Low volume fraction)

(23)

7. Penelitian pada nilai konduktifitas termal serta karakteristik perpindahan kalor pada fluida kerja.

8. Fluks kalor dihasilkan dari kawat nikelin yang dililitkan pada pipa penukar kalor dan disambungkan dengan regulator AC.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi partikel nano yang didipersikan ke dalam prophylene glycol terhadap peningkatan nilai konduktifitas termalnya.

2. Mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi partikel nano Al2O3 pada

fluida dasar prophylene glycol terhadap nilai koefisien perpindahan kalor

dan bilangan Nusselt fluida nano Al2O3/PG.

3. Mengetahui pengaruh laju aliran massa terhadap nilai koefisien perpindahan

kalor dan bilangan Nusselt fluida nano Al2O3/PG.

Hasil penelitian yang didapat diharapkan memberi manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan pengetahuan tambahan mengenai fluida kerja transfer kalor

yang berupa fluida nano.

2. Fluida kerja transfer kalor fluida nano diharapkan dapat meningkatkan transfer kalor dari aplikasi alat penukar kalor.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah,

perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Dasar teori, berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan pengujian

fluida kerja dengan partikel nano Al2O3 atau fluida kerja Prophylene

Glycol, teori tentang metode peningkatan perpindahan kalor pada penukar kalor, aliran dalam sebuah pipa (internal flow), kondudktifitas termal, dan karakteristik perpindahan kalor fluida nano pada penukar kalor.

(24)

BAB III : Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data.

BAB IV : Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data hasil pengujian serta analisa hasil dari perhitungan.

(25)

5 BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Murshed et al. (2008) melakukan penelitian mengenai perpindahan kalor konvektif aliran paksa dari fluida nano yang mengalir melalui saluran mini berbentuk silinder atau tabung pada aliran laminar dengan kondisi fluks kalor konstan. Berikut ini adalah skema alat yang digunakan untuk melakukan penelitian yang digambarkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Diagram seksi uji (Murshed et al., 2008)

Alat yang digunakan terdiri dari saluran uji, pemanas, pendingin, serta seperangkat alat pengontrol dan pengukur. Saluran uji terdiri dari pompa, saluran uji, alat pengukur debit aliran, peredam, serta penampung. Untuk alat pengontrol dan pengukur menggunakan data akuisisi yang terintegrasi pada komputer. Penelitian dilakukan pada pipa tabung tembaga sepanjang 360 mm, dengan diameter dalam 4 mm dan diameter luar 6 mm. Untuk mengalirkan fluida menggunakan pompa peristaltik dari Cole-Parmer International, USA dengan variasi kecepatan dari 6 hingga 600 RPM, serta debit aliran dari 0,36 hingga 3400 mL/menit. Untuk mendapatkan fluks kalor konstan digunakan pemanas elektrik dengan koil mikro dari Chong Mei heater Co. Ltd., Singapura. Voltmeter dan ammeter dipasangkan pada aliran yang tertutup untuk mengukur voltase dan arus. Pemanas (max 3,5 kW) dihubungkan pada catu daya AC dengan daya maksimum 240 V yang dapat diatur besarnya. Dan untuk mengurangi kehilangan kalor, seluruh seksi uji dibungkus dengan insulator kalor. Partikel nano yang digunakan

(26)

adalah TiO2 berbentuk bulat dengan diameter 15 nm. Serta menggunakan variasi volumetrik, dari 0,2 hingga 0,8% dari partikel nano pada air yang telah di deionisasi (DIW). Untuk mendapatkan campuran yang stabil, larutan dihomogenisaasi dengan menggunakan ultrasonic dismembrator (Fisher Scientific Model 500) dan pengaduk magnetik. Untuk mendapatkan dispersi yang lebih baik lagi, digunakan Cetyl trimethyl ammonium bromide (CTAB) sebagai surfactant. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pada perpindahan kalor konvektif dan angka Nusselt dari fluida nano meningkat seiring dengan peningkatan fraksi volume dari partikel nano serta angka Reynolds. Rentang bilangan Reynolds yang digunakan adalah 900-1700. Dari penelitian didapatkan bahwa fluida nano menunjukkan adanya peningkatan yang tinggi dari koefisien perpindahan kalor konvektif yang meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah volume dari partikel nano pada larutan.

Liu dan Yu (2010) melakukan penelitian mengenai karakteristik perpindahan kalor dari fluida nano Al2O3/air yang mengalir melalui saluran mini dengan kondisi batas fluks kalor konstan. Alat yang digunakan terdiri dari gear pump (IDEX micropump 67-GA-V21) untuk mengalirkan fluida nano, flowmeter (Mc-Millian G111) untuk mengukur laju aliran fluida nano, penukar kalor (Lytron LL520G14) yang dihubungkan dengan pendingin udara (Neslab MERLIN 25) untuk mendinginkan fluida nano sebelum mengalir masuk kembali kedalam seksi uji, serta seperangkat alat pengontrol dan pengukur.tangki penampung dan pendingin, serta seperangkat alat pengontrol dan pengukur. Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian akan digambarkan pada gambar 2.2. berikut:

(27)

Seksi uji berupa circular minichannel terbuat dari stainless stell sepanjang 306 mm dengan diameter dalam 1,09 mm dan tebal dinding 0,25 mm. Untuk mendapatkan kondisi fluks kalor konstan, digunakan pemanas elektrik pada dinding seksi uji yang dihubungkan pada catu daya DC (Dynatronix CRS12-200). Sedangkan untuk mengurangi kehilangan kalor, seksi uji dibungkus dengan tiga lapis insulator kalor. Fluida nano yang digunakan pada penelitian ini adalah

Al2O3/air dengan variasi volumetrik antara 1%, 2%, 3,5% dan 5%. Rentang

bilangan Reynolds yang digunakan adalah 600-4500. Untuk mendapatkan dispersi fluida nano yang stabil, partikel nano didispersikan dengan fluida dasar menggunakan pengaduk magnetik. Kemudian menambahkan surfaktan nitric acid untuk mengontrol pH fluida nano. Setelah itu larutan dihomogenisaasi dengan menggunakan ultrasonic dismembrator (Barnant Model 700-5400) dan langkah terakhir fluida nano diultrasonikasi menggunakan ultrasonicator (Biologics 150VT0) selama dua jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pada perpindahan kalor konvektif dan angka Nusselt dari fluida nano meningkat seiring dengan peningkatan fraksi volume dari partikel nano serta meningkatnya bilangan Reynolds

Hwang et al. (2009) melakukan penelitian mengenai aliran dan

karakteristik perpindahan kalor konveksi fluida nano Al2O3/air pada aliran

laminar kembang penuh (fully developed laminar flow). Alat yang digunakan terdiri dari seksi uji, pompa, tangki penampung dan pendingin, serta seperangkat alat pengontrol dan pengukur. Seksi uji berupa circular tube terbuat dari stainless stell sepanjang 2.500 mm dengan diameter dalam 1,812 mm. Untuk mendapatkan kondisi fluks kalor konstan, digunakan pemanas elektrik pada dinding seksi uji yang dihubungkan pada catu daya AC. Sedangkan untuk mengurangi kehilangan kalor, seluruh seksi uji dibungkus dengan insulator kalor. Fluida nano yang digunakan pada penelitian ini adalah Al2O3/air dengan variasi volumetrik antara 0,001% sampai 0,3%. Pompa (HV-77921-40) kecepatan dan debit aliran yang dapat divariasikan dengan range debit dari 0,4 sampai 21 ml/menit digunakan untuk mengatur laju aliran sesuai dengan bilangan Reynolds yang diinginkanSkema alat yang digunakan pada penelitian terlihat pada gambar 2.1. berikut:

(28)

Gambar 2.3. Skema alat uji Hwang et al. (2008)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan partikel nano kedalam fluida dasar meningkatkan koefisien perpindahan kalor fluida kerja secara signifikan. Semakin tinggi konsentrasi partikel nano yang didispersikan dalam fluida dasar maka semakin tinggi pula nilai koefisien perpindahan kalornya. Hal ini dapat

ditunjukan pada nilai koefisien perpindahan kalor fluida nano Al2O3/air yang

meningkat sampai dengan 8% pada fraksi volume 0,3% dibandingkan dengan fluida dasar pada rentang bilangan Reynolds yang sama.

Torii (2007) melakukan penelitian mengenai perpindahan kalor konveksi dari nano-diamond partikel nano yang melalui pipa horizontal dengan kondisi fluks kalor konstan. Alat yang digunakan untuk melakukan penelitian akan digambarkan pada gambar 2.4. sebagai berikut ini:

Gambar 2.4. Diagram seksi uji (Torii, 2007)

Seksi uji berupa pipa stainless steel dengan panjang 1000 mm, diameter dalam 4 mm dan diameter luar 4,3 mm. Seksi uji dikalorkan menggunakan catu daya dengan daya maksimum 1000 W. Partikel nano yang digunakan memiliki variasi

(29)

sebesar 0,1%, 0,4%, dan 1% dengan rentang bilangan Reynolds antara 3000 hingga 6000. Hasil percobaan menunjukkan bahwa viskositas dari fluida nano meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi partikel pada fluida. Nilai bilangan Reynolds dan besar konsentrasi partikel sangat mempengaruhi besarnya nilai koefisien perpindahan kalor, semakin besar konsentrasi partikel maka semakin besar pula nilai koefisien perpindahan kalor dari fluida. Dari hasill juga didapatkan bahwa semakin tinggi nilai konduktifitas thermal, maka semakin tinggi pula nilai perpindahan kalor.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Dasar Perpindahan Kalor

Perpindahan kalor (heat transfer) adalah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur antara benda dan material. Dari termodinamika telah diketahui bahwa energi yang berpindah dinamakan kalor (heat), sedangkan ilmu perpindahan kalor tidak hanya menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda ke benda lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan kalor yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. Sebagai contoh pada peristiwa pendinginan yang berlangsung pada suatu batangan baja panas yang dicelupkan ke dalam air.

Ada tiga macam cara perpindahan kalor bila dilihat dari cara perpindahannya, yaitu konduksi (hantaran), konveksi (aliran), dan radiasi (pancaran).

1. Perpindahan kalor secara konduksi

Konduksi adalah perpindahan kalor melalui zat tanpa disertai perpindahan partikel-partikel zat tersebut yang umumnya terjadi pada zat padat.

2. Perpindahan kalor secara konveksi

Konveksi adalah perpindahan kalor akibat adanya gerakan/perpindahan molekul dari tempat dengan temperatur tinggi ke tempat yang temperaturnya lebih rendah disertai dengan perpindahan partikel-partikel zat perantaranya. 3. Perpindahan kalor secara radiasi

(30)

Radiasi adalah perpindahan kalor dengan cara pancaran gelombang cahaya dan tidak memerlukan zat perantara karena gelombang cahaya dapat merambat pada ruang hampa.

2.2.2 Aliran Dalam Sebuah Pipa (Internal Flow in Tube) 2.2.2.1 Kondisi aliran

Untuk aliran dalam pipa parameter tak berdimensi yang paling penting adalah bilangan Reynolds (Re), yaitu menyatakan perbandingan antara efek inersia dan viskos dalam aliran. Bilangan Reynolds untuk pipa bulat didefinisikan:

Re = um. D (2.1)

dimana :

Re = bilangan Reynolds

= massa jenis fluida (kg/m3)

= viskositas dinamik (kg/m.s)

um = kecepatan rata–rata fluida (m/s)

D = diameter dalam pipa (m)

Untuk aliran yang melewati pipa tidak bulat, bilangan Reynolds dihitung berdasarkan diameter hidrolik, yang didefinisikan :

p A D c h 4 = (2.2) dimana : Dh = diameter hidrolik (m)

Ac = luas penampang aliran (m)

p = keliling terbasahi (wetted perimeter) (m)

Aliran fluida di dalam sebuah pipa mungkin merupakan aliran laminar atau aliran turbulen. Kisaran bilangan Reynolds dimana akan diperoleh daerah aliran laminar, transisi atau turbulen tidak dapat ditentukan dengan tepat. Daerah aliran transisi dari aliran laminar ke turbulen mungkin berlangsung pada berbagai bilangan Reynolds, tergantung pada berapa besar aliran terganggu oleh getaran pipa, kekasaran permukaan, dan hal–hal sejenis lainnya. Untuk praktek pada umumnya,

(31)

nilai bilangan Reynolds untuk aliran laminar, transisi, dan turbulen adalah sebagai berikut :

Re < 2.300 aliran laminar (2.3)

2.300 Re aliran transisi (2.4)

Re > 10.000 aliran turbulen (2.5)

Pada pipa yang sangat halus dengan kondisi tanpa gangguan aliran dan tanpa getaran pada pipa, aliran laminar dapat dipertahankan sampai pada bilangan Reynolds yang tinggi. Pada aliran berkembang penuh, nilai bilangan Reynolds

untuk terjadinya aliran turbulen adalah Re» 2.300.

2.2.2.2 Kecepatan rata–rata (mean velocity)

Karena kecepatan selalu bervariasi sepanjang masukan pipa, maka

digunakan kecepatan rata–rata (um), untuk menyelesaikan permasalahan mengenai

aliran dalam pipa. Ketika kecepatan rata–rata (um) dikalikan massa jenis fluida (r)

dan luasan pipa (A), maka akan didapat nilai laju aliran massa fluida (m& ) yang melalui pipa. Laju aliran massa fluida didefinisikan sebagai banyak sedikitnya massa air yang dialirkan tiap satuan waktu. Dituliskan dalam persamaan (2.6) di bawah ini:

m.A (2.6)

2.2.2.3 Temperatur rata – rata

Ketika fluida yang mengalir pada pipa dikalorkan atau didinginkan,

temperatur fluida pada setiap penampang pipa berubah dari Ts pada permukaan

dinding ke maksimum (atau minimun pada proses pemanasan) pada pusat pipa. Untuk menyelesaikan permasalahan aliran fluida dalam pipa, maka digunakan

temperatur rata–rata (Tm) yang tetap seragam pada setiap penampang pipa. Tidak

seperti kecepatan fluida, temperatur rata–rata (Tm) akan berubah sewaktu–waktu

ketika fluida dikalorkan atau didinginkan.

(32)

(a) Aktual (b) Rata – rata Gambar 2.5. Profil temperatur aliran dalam pipa (Cengel, 2003)

Temperatur rata–rata ini dengan densitas ( ) dan kalor spesifik (cp) konstan yang

mengalir pada pipa dengan jari–jari R adalah

( )

ò

( )

ò

=

=

=

c A p c m p m p fluida

m

C

T

C

T

m

T V

A

E

&

&

&

&

( )

(

)

( )

ò

ò

ò

= = = R m p m R p p m m T(r,x)V(r,x) rdr R V C R dr T C C m m Cp T T 0 2 2 0 2 r 2 & & & (2.7)

Temperatur rata–rata (Tm) fluida berubah selama pemanasan atau pendinginan,

sehingga properti fluida pada aliran dalam pipa biasanya dihitung pada temperatur bulk rata–rata fluida (bulk mean temperature), yang merupakan rata–rata dari temperatur rata–rata sisi masuk (Tm,i) dan temperatur rata–rata sisi keluar (Tm,o), yaitu : 2 ) ( m,i m,o b T T T = + (2.8)

2.2.2.4 Fluks Kalor Konstan

Besarnya laju aliran massa yang mengalir masuk pada sebuah pipa dengan satu saluran masuk dan satu saluran keluar pada sistem dalam keadaan setimbang adalah sama dengan besarnya laju aliran massa yang mengalir keluar,

. Bila energi kinetik dan energi potensial serta kerja dalam sistem diabaikan, maka kesetimbangan energi untuk suatu fluida di dalam tabung dapat dinyatakan dengan:

(33)

dimana:

= laju perpindahan kalor fluida (Watt)

= laju aliran massa fluida (kg/s)

cp = kalor spesifik fluida (kJ/kg.K)

Te = temperatur fluida keluar tabung (K)

Ti = temperatur fluida masuk tabung (K)

Dengan catatan bahwa temperatur fluida yang mengalir di dalam tabung adalah konstan karena tidak adanya interaksi energi dari dinding tabung seperti yang terlihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Kesetimbangan energi fluida yang mengalir didalam pipa (Cengel, 2003)

Dalam kasus fluks kalor konstan, laju transfer kalor dapat dinyatakan sebagai berikut ini :

Q = qs As= mCp Te- Ti (2.10)

Kondisi batas fluks kalor konstan bisa dicapai ketika sebuah pipa dikalorkan dengan tahanan listrik yang seragam dari segala arah. Fluks kalor konstan pada permukaan dinding dapat dinyatakan dengan :

= (2.11)

dimana :

= fluks kalor konstan (W/m2)

hx = koefisien perpindahan kalor konveksi lokal (W/m2 °C)

Ts = temperatur permukaan dinding (°C)

Tm = temperatur rata-rata fluida (°C)

Oleh karena itu, ketika hx = h = konstan, temperatur permukaan dinding (Ts) harus

berubah ketika = konstan dan fluks kalor konstan harus berubah ketika Ts

(34)

konstan. Sedangkan besarnya nilai koefisien perpindahan kalor lokal fluida sepanjang x yang mengalir didalam tabung dapat dinyatakan dengan:

= m cp Te-Ti As Ts,x-Tm,x = q Ts,x-Tm,x (2.12) dimana:

hx = koefisien perpindahan kalor konveksi lokal (W/m2 °C)

= laju aliran massa fluida (kg/s)

cp = kalor spesifik fluida (kJ/kg.K)

Ts,x = temperatur permukaan dinding pada jarak x(°C)

Tm,x = temperatur rata-rata fluida pada jarak x (°C)

2.2.3 Parameter Tanpa Dimensi

Pada penukar kalor metode perpindahan kalor yang terjadi utamanya adalah konveksi dan konduksi. Persamaan perpindahan kalor konveksi berkaitan

dengan variabel penting yang dinamakan parameter tanpa dimensi

(dimensionless). Parameter tanpa dimensi dalam kaitannya dengan perpindahan kalor konveksi adalah :

a. Bilangan Reynolds (Reynolds Number)

Bilangan Reynolds (Re) didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya inersia dengan gaya kekentalan, di dalam lapis batas kecepatan. Perbandingan kedua gaya tersebut dapat direpresentasikan seperti pada persamaan (2.1):

Re = VD (2.13)

Untuk harga Re yang tinggi, gaya inersia akan lebih berpengaruh daripada gaya kekentalan. Untuk harga Re yang rendah, gaya kekentalan akan lebih berpengaruh dari gaya inersia.

b. Bilangan Prandtl (Prandtl number)

Bilangan Prandtl (Pr) didefinisikan sebagai perbandingan antara diffusivitas

momentum, (m2/s) , dengan diffusifitas termal, (m2/s). Bilangan Prandtl

menyediakan sebuah pengukuran kerelatifan efektivitas momentum dan transfer energi dengan cara difusi di dalam kecepatan dan temperatur lapis

(35)

batas. Bilangan Prandtl untuk gas hampir serupa, dalam kasusnya transfer energi dan momentum dengan difusi dapat dibandingkan (Incropera, 1992). Nilai Pr sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan relatif kecepatan dan temperatur lapis batas.

Pr = =

cp

k (2.14)

c. Bilangan Nusselt (Nusselt Number)

Bilangan Nusselt (Nu) adalah bilangan tanpa dimensi yang menyatakan perbandingan antara koefisien perpindahan kalor koveksi (h) terhadap konduktivitas termal fluida (k). Bilangan ini menyediakan sebuah perhitungan tentang perpindahan kalor konveksi yang terjadi pada permukaan. Bilangan Nusselt dirumuskan dapat dirumuskan pada persaman sebagai berikut ini:

Nu = h.d

k (2.15)

Bilangan Nu merupakan fungsi universal dari bilangan Re, dan bilangan Pr. Apabila Re dan Pr diketahui, maka dapat digunakan untuk menghitung nilai Nu untuk fluida, nilai kecepatan, dan skala panjang yang berbeda.

2.2.4 Teknik Peningkatan Perpindahan Kalor pada Penukar Kalor

Penukar kalor (heat exchanger) mempunyai banyak aplikasi di industri dan bidang rekayasa. Prosedur desain dari suatu penukar kalor sangat rumit, diperlukan analisis yang tepat untuk memperkirakan laju perpindahan kalor dan penurunan tekanan (pressure drop) selain persoalan seperti unjuk kerja dan aspek ekonomis dari peralatan. Tantangan utama dalam perancangan penukar kalor adalah membuat penukar kalor kompak dan menghasilkan laju perpindahan kalor tinggi menggunakan daya pemompaan (pumping power) yang minimum.

Teknik untuk meningkatkan perpindahan kalor berhubungan dengan beberapa aplikasi keteknikan. Dalam tahun-tahun terakhir ini, karena biaya energi dan material yang tinggi, maka diusahakan menghasilkan peralatan penukar kalor yang lebih efisien. Jika sebuah penukar kalor sudah berumur, tahanan terhadap perpindahan kalor meningkat oleh karena pengotoran (fouling) atau terbentuknya kerak (scaling). Masalah-masalah ini lebih umum untuk penukar kalor-penukar kalor yang digunakan dalam aplikasi kelautan dan dalam industri-industri kimia.

(36)

Dalam beberapa aplikasi khusus, seperti penukar kalor yang berhubungan dengan fluida-fluida yang mempunyai konduktivitas termal rendah (gas dan minyak) dan instalasi desalinasi, perlu untuk meningkatkan laju perpindahan kalor. Laju perpindahan kalor dapat diperbaiki dengan menggunakan sebuah gangguan dalam aliran fluida (memecah viskos dan lapis batas termal), tetapi dalam proses daya pemompaan dapat meningkat secara signifikan dan akhirnya biaya pemompaan menjadi tinggi. Sehingga, untuk mencapai laju perpindahan kalor yang diinginkan dalam sebuah penukar kalor pada sebuah daya pemompaan yang ekonomis, beberapa teknik telah ditawarkan dalam tahun-tahun terakhir ini.

Dalam dekade terakhir ini, teknologi peningkatan perpindahan kalor telah dipakai secara luas pada aplikasi-aplikasi penukar kalor; dalam bidang refrigerasi, otomotif dan proses industri. Tujuan dari meningkatkan perpindahan kalor adalah mendorong atau mengakomodasi fluk-fluk kalor yang tinggi. Ini menghasilkan pengurangan ukuran penukar kalor, dimana secara umum menghasilkan biaya yang lebih rendah. Peningkatan perpindahan kalor memungkinkan penukar kalor beroperasi pada kecepatan yang lebih rendah, tetapi masih menghasilkan koefisien perpindahan kalor yang nilainya sama atau lebih besar. Ini berarti bahwa pengurangan penurunan tekanan berhubungan dengan biaya operasi yang lebih kecil bisa dicapai. Semua keuntungan ini membuat teknologi peningkatan perpindahan kalor menarik dalam aplikasi penukar kalor. Secara umum, teknik peningkatan perpindahan kalor dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori :

a. Metode aktif (active method)

Metode ini melibatkan beberapa daya masukan dari luar (externalpower input) untuk meningkatkan perpindahan kalor, dan tidak menunjukkan banyak potensi yang berhubungan dengan kerumitan dalam desain. Daya luar tidak mudah untuk disediakan dalam beberapa aplikasi.

Beberapa contoh metode aktif adalah pulsasi yang ditimbulkan oleh cam dan reciprocating plungers, penggunaan medan magnet untuk mengganggu partikel-partikel kecil ringan dalam sebuah aliran yang sedang mengalir. b. Metode pasif (passive method)

Metode ini tidak memerlukan daya masukan luar, tambahan daya yang diperlukan untuk meningkatkan perpindahan kalor diambil dari daya yang

(37)

tersedia dalam sistem, dimana akhirnya memicu ke arah penurunan tekanan fluida. Industri penukar kalor telah bekerja keras untuk dapat memperbaiki kontak termal (meningkatkan koefisien perpindahan kalor) dan mengurangi daya pemompaan untuk memperbaiki efisiensi termohidrolik dari penukar kalor.

c. Metode gabungan (compound method)

Metode gabungan adalah sebuah metode hibrid dimana kedua metode baik metode aktif dan pasif digunakan. Metode gabungan melibatkan desain yang kompleks sehingga dibatasi aplikasinya.

Teknik peningkatan perpindahan kalor (metode aktif, pasif dan kombinasi metode aktif dan pasif) biasa digunakan dalam berbagai bidang seperti; industri-industri proses, pemanasan dan pendinginan dalam evaporator, pembangkit daya termal, peralatan pengkondisian udara, refrigerator, radiator untuk kendaraan ruang angkasa, automobiles dan lain-lain. Fluida nano merupakan suatu teknik peningkatan perpindahan kalor dengan metode pasif yang saat ini sedang dikembangkan. Penggunaan fluida konvensional dapat membatasi perpindahan kalor yang terjadi pada penukar kalor, untuk itu unsur tambahan dipadukan pada fluida dasar agar dapat meningkatkan perpinahan kalor secara signifikan karena adanya perubahan pada properties dari fluida dasar tersebut dibanding dengan menggunakan fluida konvensional sebagai fluida kerja. Penggunaan unsur nano dalam penukar kalor melalui penambahan unsur tertentu pada suatu fluida, merupakan teknik peningkatan perpindahan kalor dengan metode pasif terbaru yang digunakan dalam penukar kalor.

2.2.5 Aliran Laminar Dengan Kondisi Fluks Kalor Konstan

Untuk aliran laminar berkembang penuh (fully developed) dalam sebuah pipa, dengan kondisi fluks kalor konstan, bilangan Nusselt bernilai konstan, tidak bergantung kepada bilangan Reynolds dan Prandtl sebagai berikut (Cengel, 2003):

Nu = hD

k = 4.36

(38)

Bilangan Nusselt juga dapat diketahui melalui persamaan dari Shah untuk aliran laminar dengan kondisi fluks kalor konstan yang dapat dilihat dari A. Bejan (2004) sebagai berikut: Nu = 1,953 Re PrD x 1/3 untuk Re PrD x (2.16) 2.2.6 Fluida Nano

2.2.6.1 Sifat-sifat Fluida Nano

Fluida nano adalah suatu dispersi koloid antara fluida cair (yang disebut dengan fluida dasar) dengan partikel solid yang mempunyai ukuran diameter dalam nanometer untuk merubah sifat-sifat dasar dari fluida dasar untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam mentransfer kalor. Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat yang terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda, yaitu pasir, gula dan susu masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air, kemudian diaduk dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3 sistem dispersi. Pasir, gula dan susu disebut fase terdispersi. Sedangkan air disebut medium pendispersi. Dispersi koloid disebut juga larutan koloid. Dispersi koloid akan terjadi jika diameter fasa terdispersi berukuran antara 1 nanometer sampai 100 nanometer. Sifat dispersi koloid terletak diantara suspensi dan larutan. Secara sepintas, dispersi koloid akan tampak seperti larutan homogen. Namun jika diamati di bawah mikroskop ultra maka kita masih bisa membedakan antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Sistem ini ditandai dengan kondisi larutan selalu keruh namun tidak terjadi pengendapan sehingga penyaringan fasa terdispersi tidak bisa dilakukan. Contoh dispersi koloid adalah dispersi susu di dalam air, santan, agar-agar yang sudah dimasak, detergen, mentega, selai, dan lain-lain.

Berikut adalah beberapa sifat-sifat thermofisik dari fluida nano yang dapat diketahui dari penelitian yang akan dikerjakan:

· Densitas Fluida Nano

Densitas dapat didefinisikan sebagai massa suatu zat per satuan volume.

(39)

Dimana:

nf = densitas fluida nano (kg/m3)

= fraksi volume fluida nano

bf = densitas fluida dasar (kg/m3)

p = densitas partikel nano (kg/m3)

Persamaan diatas didapat dari korelasi Pak dan Cho (1998), yang diambil dalam jurnal Duangthongsuk dan Wongwises (2010).

· Viskositas Fluida Nano

Viskositas adalah kekentalan suatu fluida yang merupakan ukuran besarnya tahanan fluida terhadap gaya geser yang diterima. Terdapat 2 jenis viskositas, yaitu viskositas absolute dan kinematik. Viskositas absolute atau dinamik adalah sifat dari fluida yang berhubungan dengan tegangan geser dan pergerakan fluida. Terjadi pada suatu titik yang dibagi dengan gradien kecepatannya (besarnya hambatan yang terjadi ketika terdapat suatu lapisan fluida mencoba bergerak melalui lapisan lain yang sama dengan kecepatan tertentu). Satuan SI dari viskositas adalah Pa.s [1 kg/(m s)], namun satuan cgs unit yaitu poise (P) [1 g/(cm s)] juga umum digunakan.

Viskositas kinematik didefinisikan sebagai perbandingan dari viskositas absolute dengan densitas dari temperatur dan tekanan yang sama. Satuan dari viskositas

kinematik adalah m2/s. Pada penelitian ini, viskositas yang dipakai adalah

viskositas dinamik yang didapatkan dari perhitungan prediksi menggunakan persamaan dari Einstein (1956) yaitu:

eff= 1+2,5 p b (2.18)

Dimana:

µeff = Viskositas efektif fluida nano

p = Fraksi volume dari partikel

µbf = Viskositas dinamik fluida dasar

· Kalor Spesifik Fluida Nano

Kalor spesifik dapat didefinisikan sebagai banyaknya energi kalor yang

dibutuhkan untuk mengubah temperatur 1 g zat sebanyak 10C atau 1 K. Untuk

fluida nano dimana terdapat fraksi volume, kalor spesifik efektif fluida nano pada

commit to user

(40)

tekanan konstan (cp,nf) dapat diestimasikan berdasarkan korelasi dari Xuan dan Roetzel (2000) sebagai berikut:

cp,nf =

1- bfcpbf+ pcpp

nf

(2.19)

Dimana:

cp,nf = Kalor spesifik fluida nano (kJ/kg.K)

= Fraksi volume dari partikel

bf = densitas fluida nano (kg/m3)

cp,bf = Kalor spesifik partikel (kJ/kg.K)

p = densitas partikel nano (kg/m3)

cp,p = Kalor spesifik partikel (kJ/kg.K)

nf = densitas fluida nano (kg/m3)

· Konduktifitas Termal Fluida Nano

Konduktivitas termal didefinisikan sebagai kemampuan material untuk menghantarkan kalor. Konduktifitas termal adalah suatu data yang sangat penting dalam penukar kalor. Koefisien perpindahan kalor sangat dipengaruhi oleh nilai dari konduktifitas termal dari fluida kerja. Konduktifitas termal merupakan properties yang sulit untuk diukur karena sangat bervariatifnya fluida kerja yang ada dan tidak tersedia data yang cukup untuk setiap fluida kerja. Nilai konduktifitas termal bisa didapatkan dengan beberapa cara, yaitu:

1. Pengukuran yang sangat detail dari data percobaan yang lengkap.

2. Gabungan dari data percobaan yang terbatas dengan data teori atau data empirik.

3. Turunan atau persamaan dari data percobaan dari suatu fluida kerja lain dengan susunan kimia yang sama.

Pada penelitian ini konduktitifitas kalor didapatkan dari teori pengujian steady state dari PA Hilton dan perhitungan. Sebelum melakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai konduktifitas termal, perlu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan fluida yang elah memiliki data nilai konduktifitas kalor sebagai referensi awal. Kemudian melakukan perhitungan untuk mencari besar

(41)

perpindahan kalor insidental (Qi) yang nantinya akan digunakan untuk mendapatkan data konduktifitas kalor dari fluida nano dengan penambahan partikel Al2O3 yang belum memiliki data nilai konduktifitas kalor sebelumnya. Nilai konduktifitas kalor didapatkan dengan cara menggunakan hasil persamaan

trendline dari grafik antara Qi dan yang memiliki nilai akurasi yang tinggi.

Perhitungan awal untuk fluida dasar yang dilakukan untuk data referensi Qi yaitu:

a. Mencari temperatur rata-rata: T1+T2

2 (2.20)

Dimana:

T1 = Temperatur plug dari alat.

T2 = Temperatur jacket dari alat.

b. Mencari nilai konduktifitas kalor fluida yang digunakan sebagai acuan dari data referensi yang telah ada sebelumnya. Pada penelitian ini menggunakan air dan PG murni. Nilai konduktifitas kalor dapat dicari dengan meggunakan interpolasi dari data referensi air dan PG sebagai berikut:

Tabel 2.1. Data referensi nilai k untuk PG (ASHRAE)

c. Menghitung beda temperatur:

T = T1 – T2 (2.21)

d. Menghitung besar kalor yang terkonduksi melalui fluida dalam alat:

Qc = kA

r (2.22)

(42)

e. Menghitung daya masuk:

Qe = V × I (2.23)

f. Menghitung perpindahan kalor secara insidental dengan persamaan:

Qi = Qe - Qc (2.24)

Setelah nilai Qi didapatkan, maka dibuat grafik antara Qi dengan . Grafik ini akan menghasilkan persamaan yang akan digunakan selanjutnya untuk menentukan nilai konduktifitas kalor. Perhitungan lanjut untuk mendapatkan nilai konduktifitas kalor dari fluida dengan penambahan partikel nano yaitu:

a. Menghitung daya masuk:

Qe = V × I

b. Menghitung beda temperatur:

Tnf = T1 – T2

c. Mencari perpindahan kalor insidental fluida nano dari grafik yang telah didapat dari perhitungan referensi.

d. Kemundian menghitung kalor yang dikonduksikan melalui fluida nano dengan

penambahan Al2O3 dengan persamaan:

Qc = Qe - Q f (2.25)

e. Dan menghitung nilai kondukfititas kalor fluida nano

knf =

Qc r

A ô (2.26)

Dimana:

knf = Konduktifitas kalor dari fluida nano (W/m.°C)

Qc = Perpindahan kalor secara konduksi melalui fluida dasar (Watt)

Qc = Perpindahan kalor secara konduksi melalui fluida nano (Watt)

= Jarak rongga dari tabung dalam dan luar (0,30 mm)

A = Luas area konduksi (0,0133 m2)

T = Perbedaan temperatur antara T1 dan T2 (°C)

Qe = Kalor yang diterima dari elemen (Watt)

= V×I, merupakan voltase dan arus yang didapat pada pengujian.

(43)

Qi-nf = Perpindahan kalor insidental fluida nano yang terjadi saat beda temperatur tertentu. Didapatkan dari persamaan yang dibuat berdasarkan kalibrasi awal dengan fluida dasar dengan nilai k yang telah diketahui sebelumnya (Watt)

Setelah nilai konduktifitas thermal dari perhitungan didapatkan, diperlukan validasi dengan nilai konduktifitas thermal dari referensi. Sedangkan untuk nilai konduktifitas thermal dari fluida nano, dilakukan validasi dengan menggunakan beberapa persamaan empirik yang ada. Pada penelitian ini menggunakan validasi dengan korelasi dari Yu dan Choi (1993).

Ø Validasi menggunakan persamaan Yu dan Choi (1993)

knf =

kp+ 2kbf+ 2 kp- kbf 3

kp+ 2kbf- kp- kbf 3 kbf , (2.27)

thermal dari fluida nano yaitu 0,1

· Difusivitas Kalor Fuida Nano

Difusivitas kalor didefinisikan sebagai perbandingan kemampuan cairan mengkonduksi kalor yang dinyatakan dalam nilai konduktifitas termal terhadap kemampuan menyimpan kalor yang dinyatakan dalam nilai kapasitas kalor

volumetric ( cp). Korelasi difusivitas kalor dinyatakan sebagai berikut :

nf = knf nfCpnf (2.28) Dimana: nf = Diffusifitas kalor (m2/s) knf = Konduktifitas termal (W/m.°C)

nfcpnf = Besarnya energi yang disimpan suatu material per volume

nf dikalikan dengan kalor jenis dari

fluida nano cpnf) (J/m3·°C)

Jadi, difusivitas kalor dari suatu material dapat dikatakan sebagai rasio dari kalor yang terkonduksi melalui suatu material dengan kalor yang tersimpan per volume.

(44)

Persamaan ini didapatkan dari Incropera (2007). Persamaan ini juga digunakan pada jurnal dari Duangthongsuk dan Wongwises (2010).

2.2.6.2 Penentuan Fraksi Volume Fluida Nano

Pada percobaan ini, digunakan variasi konsentrasi partikel nano pada fluida dasar. Variasi yang digunakan adalah dengan persen berat partikel terhadap volume campuran, yaitu sebesar 0,2%, 0,5%, dan 1% w/v. Untuk dapat dibandingkan dengan jurnal yang ada, persen w/v tersebut harus dikonversikan menjadi fraksi volume (v/v), yaitu fraksi volume zat terlarut terhadap volume larutan. Berikut adalah persamaan konversi dari persen w/v ke fraksi volume. a. Mencari volume dari partikel pada larutan fluida nano sebagai berikut:

Vp =

Wp

p

(2.29)

Dimana:

Vp = Volume dari partikel (cm3)

Wp = Massa dari partikel (gram)

p = Densitas dari partikel (gr/cm3)

b. Mencari besar fraksi volume ( ) dari partikel dengan persamaan sebagai berikut: = Vp Vnf (2.30) Dimana:

Vp = Volume dari partikel (cm3)

Vnf = Volume campuran/fluida nano (cm3)

Pada penelitian ini menggunakan fluida nano Al2O3/PG, densitas dari Al2O3

adalah 4 g/cm3 (Sigma-Aldrich). Berikut adalah perhitungan untuk mencari fraksi

volume partikel ( )

· Untuk 0,2% w/v Al2O3 yaitu 0,2 gram Al2O3 dalam 100 ml campuran, maka

untuk 1 liter campuran dibutuhkan Wp = 2 gram Al2O3.

Vp =

2 gram

4 g/cm3 = 0,50 cm

(45)

= 0,50

1000 = 0,0005

· Untuk 0,5% w/v Al2O3 yaitu 0,5 gram Al2O3 dalam 100 ml campuran, maka

untuk 1 liter campuran dibutuhkan Wp = 5 gram Al2O3.

Vp = 5 gram 4 g/cm3 = 1,3 cm 3 = 1,3 1000 = 0,0013

· Untuk 1% w/v Al2O3 yaitu 1 gram Al2O3 dalam 100 ml campuran, maka untuk

1 liter campuran dibutuhkan Wp = 10 gram Al2O3.

Vp = 10 gram 4 g/cm3 = 2,5 cm 3 = 2,5 1000 = 0,0025 2.2.6.3 Langkah Perhitungan

Langkah perhitungan yang akan dilakukan mula-mula adalah dengan mencari nilai perpindahan kalor untuk pendinginan pada fluida nano. Perhitungan didefinisikan pada koefisien perpindahan kalor konvektif lokal sebagai berikut:

hnf-x =

q

Ti,w x -Tm(x)

(2.31) Dimana:

hnf-x = Koefisien perpindahan kalor lokal dari fluida nano (W/m2K)

q = Fluks kalor dari seksi uji (W/m2)

= ( cp(Tout-Tin)) iL

Ti,w(x) = Temperatur dinding dalam tabung (°C)

Tm(x) = Temperatur bulk rata pada posisi x (°C)

Di = Diameter dalam tabung stainless (m)

L = Panjang seksi uji (m)

= Laju aliran massa (kg/s)

= c

cp = Kalor spesifik dari fluida (kJ/kg.K)

Gambar

Gambar 2.1. Diagram seksi uji (Murshed et al., 2008)
Gambar 2.2. Skema alat uji Liu dan Yu (2010)
Gambar 2.3. Skema alat uji Hwang et al. (2008)
Gambar 2.6. Kesetimbangan energi fluida yang mengalir didalam pipa  (Cengel, 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses perencanaan pengadaan alat medis dimulai dari sosialisasi dari pihak Direksi tentang penyusunan Rencana Anggaran Belanja (RAB) dan Program dari Rumah

(2) SKKNI yang dalam proses penyusunan sampai dengan tahap Konvensi Nasional tetap dapat dilanjutkan dengan mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Terdapat banyak diagram analisis jaringan, dan Metode Jalur Kritis (Critical Path Method, CPM) serta Teknik Evaluasi dan Peninjauan Program (Programme Review and Evaluation

Untuk dapat melakukan cut motion , motion berulang (maju, mundur, geser, putar, dan geser putar) dipisah menjadi 4 bagian motion yaitu angkat kaki kanan,

Bagi siswa normal (dapat melihat) membaca atlas mungkin adalah hal yang biasa. Bagi siswa tunanetra untuk untuk membaca atlas memerlukan media yang khusus, yaitu

Dari penelitian ini terbukti bahwa pelepasan parasitoid pada sore hari dengan titik pelepasan 15 cm di bawah permukaan daun kedelai, memiliki tingkat parasitisasi paling rendah,

Menurut Winarti (2010) prinsip kerja dari antioksidan dalam menghambat otooksidasi pada lemak dapat dilihat sebagai berikut: Oksigen bebas di udara akan mengoksidasi

Seperti penggunaan sains dan teknologi Barat oleh semua orang (termasuk Muslim), koordinasi pendidikan karakter harus diadaptasi sebagai alat dalam pendidikan moral,