• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. maupun inter-personal, kecuali jika orang tersebut tidur 1. Definisi komunikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. maupun inter-personal, kecuali jika orang tersebut tidur 1. Definisi komunikasi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Sekitar delapan puluh persen waktu manusia digunakan untuk berkomunikasi. Waktu tersebut digunakan untuk berkomunikasi intra-personal

maupun inter-personal, kecuali jika orang tersebut tidur1. Definisi komunikasi

menurut Porter dan Samover, adalah sebagai apa yang terjadi bila makna diberikan pada suatu perilaku. Menurutnya setiap perilaku memiliki potensi komunikasi dan artinya tidaklah mungkin bagi setiap orang untuk tidak

berkomunikasi atau dengan kata lain, kita tidak dapat tidak berkomunikasi2

Komunikasi menjadi sangat menarik untuk diamati, terlebih jika terdapat perbedaan budaya antara pemberi dan penerima pesan. Komunikasi dalam satu budaya sudah ada kesepahaman tentang budaya mereka sehingga mereka dapat mengidentifikasikan orang lain sama seperti dirinya Lain halnya dengan komunikasi antarbudaya, belum ada kesepahaman sehingga memerlukan proses agar semua pihak yang berbeda budaya dapat saling memahami cara

berkomunikasi lawannya3

Komunikasi merupakan sebuah proses karena komunikasi itu dinamis, selalu berlangsung dan sering berubah-ubah. Sebuah proses terdiri dari beberapa sekuen yang dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Semua sekuen

1 Bovee, Courtland. V and John V. Thill. Komunikasi Bisnis. oleh (by) Alexander. Jakarta: Gramedia

Groups, 2000

2 Mulyana, Dedy dan Jalalludin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya. Bandung PT. Remaja

Rosdakarya.1998

(2)

berkaitan satu sama lain meskipun dia selalu berubah-ubah. Jadi, pada hakikatnya proses komunikasi antar budaya sana dengan proses komunikasi lain, yakni suatu proses yang interaktif dan transaksional serta dinamis.

Komunikasi Antar Budaya yang interaktif adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan dalam dua arah (timbal balik) namun masih berada dalam tahap rendah. Apabila ada proses pertukaran pesan itu memasuki tahap tinggi, misalnya saling mengerti, memahami perasaan dan tindakan bersama maka komunikasi tersebut telah memasuki tahap transaksional.

Komunikasi transaksional meliputi tiga unsur penting yakni: (1) keterlibatan emosional yang tinggi, yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan atas pertukaran pesan; (2) peristiwa komunikasi meliputi seri waktu, artinya berkaitan dengan masa lalu, kini dan yang akan datang; dan (3) partisipan dalam komunikasi antar budaya menjalankan peran tertentu.

Baik komunikasi interaktif maupun transaksional mengalami proses yang bersifat dinamis, karena proses tersebut berlangsusng dalam konteks social yang hidip, berkembang dan bahkan berubah-ubah berdasarkan waktu, situasu dan kondisi tertentu. Karena proses komunikasi yang dilakukan merupakan komunikasi antar budaya maka kebudayaan merupakan dinamisator atau “penghidup” bagi proses komunikasi tersebut.

Hubungan antar budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami komunikasi antarbudaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang belajar berkomunikasi. Seorang Korea, seorang Mesir, atau orang-orang Amerika lainnya. Perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab

(3)

perilaku tersebut dipelajari dan diketahui; dan perilaku itu terikat oleh budaya. Orang-orang memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-konsep, dan label-label yang dihasilkan budaya mereka.

Kemiripan budaya dalam persepsi memungkinkan pemberian makna yang mirip pula terhadap suatu objek social atau suatu peristiwa. Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu terutama merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu-individu yang diasuh dalam budaya-budaya tersebut pun akan berbeda pula.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan social manusia. Untuk menyederhanakan dan membatasi pembahasan kita, kita akan memeriksa beberapa unsur sosio-budaya yang berhubungan dengan persepsi, proses verbal dan proses nonverbal.

Unsur-unsur sosio-budaya ini merupakan bagian-bagian dari komunikasi antarbudaya. Bila kita memadukan unsur-unsur tersebut, sebagaimana yang kita lakukan ketika kita berkomunikasi, unsur-unsur tersebut bagaikan komponen-komponen suatu system stereo-setiap komponen-komponen berhubungan dengan dan membutuhkan komponen lainnya. Dalam pembahasan kita, unsur-unsur tersebut akan dipisahkan guna mengidentifikasi dan mendiskusikannya satu persatu.

(4)

Dalam keadaan sebenarnya, unsur-unsur tersebut tidak terisolasi dan tidak berfungsi sendiri-sendiri. Unsur-unsur tersebut membentuk suatu matriks yang kompleks mengenai unsur-unsur yang sedang berinteraksi yang beroperasi bersama-sama, yang merupakan suatu fenomena kompleks yang disebut

komunikasi antarbudaya.4

Dalam suatu organisasi yang di dalamnya terdapat berbagai macam manusia yang berbeda bangsa dan budaya diperlukan komunikasi yang efektif dan berkesinambungan agar tercipta kesepahaman diantara anggota organisasi tersebut. Perbedaan ini tidak lain disebabkan oleh adanya perbedaan kerangka berpikir dan latar belakang pengalaman seseorang (frame of references and fields

of experiences).

Sebuah organisasi Internasional dipimpin oleh seorang Head of Mission atau Duta Besar yang berperan sebagai Manajer. Walaupun dalam struktur organisasinya terdapat section-section lain yang menyokong kerjanya, Head of

Mission mempunyai hak prerogatif untuk memutuskan segala hal. Seorang Head

of Mission mempunyai peran yang sangat kompleks, beliau dapat berperan

sebagai Diplomat dan Public Relations disaat yang sama.

Sebagai seorang Diplomat, Head of Mission memiliki tugas dan fungsi mewakili negara (representing), melakukan perundingan dan lobi-lobi dan atas kepentingan negara (negotiating and lobbying), melindungi kepentingan negara dan pemerintah, warganegara, dan badan hukum (protecting). Kemudian membangun jejaring (network) dan kerjasama untuk memajukan hubungan kedua

4 Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rahmat. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Praktis dengan

(5)

negara/pihak (promoting) dan melakukan pelaporan pelaksanaan tugas pengamatan di bidang politik, keamanan, ekonomi, sosial dan budaya (reporting). Sama seperti halnya berfungsi sebagai seorang Diplomat, sebagai seorang

Public Relations, Head of Mission memiliki tugas menjalin komunikasi yang

efektif bagi stakeholder-nya, baik eksternal maupun internal. Seorang Head of

Mission harus mampu menjadi komunikator yang handal, terlebih lagi bagi

stakeholder internalnya, yang dalam hal ini karyawan lokal.

Karyawan lokal mempunyai peranan yang sama pentingnya dengan staf asing yang bekerja di Organisasi Internasional. Jika staf asing masa kerjanya hanya sampai 3 atau 4 tahun saja, karyawan lokal dapat bertahan hingga belasan tahun atau bahkan sampai mencapai usia pensiun. Fungsi karyawan lokal dapat juga menjadi “jembatan” bagi organisasi dengan pemerintah lokal.

Seperti halnya organisasi internasional lainnya, Kedutaan Besar Afrika Selatan Jakarta juga mempekerjakan karyawan lokal yang saat ini berjumlah 12 orang. Terdiri dari 5 orang pria dan 7 orang wanita, yang kesemuanya datang dari berbagai macam suku dan budaya yang ada di Indonesia.

Di dalam struktur organisasinya, ke-12 karyawan lokal tersebut terbagi ke dalam bagian-bagian, yaitu bagian politik, bagian administrasi dan bagian konsuler. Bagian-bagian tersebut masing-masing di kepalai oleh seorang pimpinan yang berasal dari negara Afrika Selatan.

Seperti yang telah disebutkan di atas, karyawan lokal bagi sebuah organisasi internasional merupakan kekuatan sentral yang menggerakkan seluruh

(6)

potensi dalam organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya.Yaitu menjadi jembatan bagi organisasi dan hosting countries.

Head of Mission atau manager selain harus mampu menjadi diplomat yang

cakap, beliau juga harus mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan karyawan lokal.Terlebih lagi dengan segala perbedaan budaya yang ada.

Hubungan Indonesia-Afrika Selatan sendiri sudah terjalin baik sejak tahun 1994 ketika kedua negara menandatangani komunike (MOU) bersama pembukaan hubungan diplomatik. Secara politis, Indonesia mendukung perjuangan Kongres Nasional Afrika (African National Congress), Partai yang dahulu dipimpin oleh mendiang Nelson Mandela, untuk menentang praktek Apartheid, yaitu praktek pemisahan berdasarkan warna kulit.

Sejak jaman Presiden Soeharto sampai Presiden Megawati Soekarnoputri, Kunjungan ke Afrika Selatan sudah pernah dilakukan. Begitu pula sebaliknya, mendiang Presiden Mandela setidaknya dua kali berkunjung ke Indonesia, yakni ketika masih menjadi Presiden (tahun 1997) dan setelah tak menjadi Presiden (tahun 2002).

Kedutaan Besar Afrika Selatan sendiri baru didirikan dan diresmikan pada

bulan Januari 19955. Sejak didirikan, Kedutaan besar Afrika Selatan telah berganti

Head of Mission sebanyak 5 kali:

1. H.E. Mr. Bafana Sidney Kubheka (1996 – 2000) 2. H.E. Mr. Norman Manuel Mashabane (2001 – 2004) 3. H.E. Mr. Griffiths Mandlenkosi Memela (2005 – 2008)

5 Embassy of the Republic of South Africa. Sibanye: Working Towards A Strategic Partnership.

(7)

4. H.E. Dr. Noel Noa Lehoko (2009 – 2013)

5. H.E. Mr. Pakamisa Augustine Sifuba (2014 – sekarang)

Karyawan lokal merupakan salah satu unsur terpenting dalam organisasi ini, namun dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti sejak periode tahun 2006 sampai dengan periode akhir tahun 2013 tercatat sudah ada 6 orang karyawan lokal yang diberhentikan maupun mengundurkan diri dari jabatannya. Berbagai macam penyebab dan alasan yang mendasari pemecatan dan pengunduran diri tersebut. Dari perbedaan budaya, ketidakefektifan komunikasi antara manajer dan karyawan lokal, faktor kepemimpinan dan lain sebagainya.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keluarnya karyawan dari suatu organisasi maupun sebuah perusahaan pada dasarnya hampir sama, sebagai contoh misalnya kepuasan kerja, komitmen organisasi, stress, kepemimpinan, ketidak efektifan komunikasi dan lain sebagainya. Menurut William dan Hazer, turnover telah menjadi topik penting untuk area penelitian seperti, psikologi, sosiologi, ekonomi dan lain sebagainya. Indikator-indikator keinginan karyawan untuk keluar ditunjukkan oleh adanya pikiran untuk keluar, keinginan untuk mencari pekerjaan baru serta keaktifan dalam mencari pekerjaan baru. Keinginan karyawan untuk keluar dari organisasi akan menjadi semakin rendah saat karyawan diperhatikan pada keseluruhan aspeknya baik pada tingkat stressnya,

kepuasan kerjanya, komitmen, kepemimpinan dan lain sebagainya6.

Salah satu faktor yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah faktor perbedaan budaya, karena berdasarkan hasil pengamatan dan percakapan antara

6 Elangovan, AR.”Causal Ordering of Stress, Satisfaction and Commitment and Intention to Quit: A

structural Equation Analysis.” Leadership & Organization Development Journal, Vol.22 no 4, 2001: 159-165.

(8)

peneliti dan beberapa karyawan lokal yang mengundurkan diri maupun diberhentikan, ada faktor kesenjangan budaya antara Head of Mission selaku Manajer di Kedutaan Besar Afrika Selatan dengan para karyawan lokal yang berbeda budaya.

Seorang pemimpin yang baik harus mampu memberikan tugas kebawahannya dengan komunikatif, sehingga apa yang disampaikan kepada bawahannya dapat tersampaikan dengan baik. Seorang pemimpin pada hakikatnya dituntut untuk mengetahui atau menebak kebutuhan (need), keinginan (want) dan harapan (expectation) bawahannya dengan mengamati perilaku mereka, dan kemudian memiliki metode yang dapat digunakan untuk bertindak sesuai dengan tujuan pemimpin. Oleh karena itu seorang pemimpin dapat memahami apa yang bawahannya inginkan sehingga pemimpin dapat langsung mengambil tindakan apa yang harus dilakukan.

Hal ini sesuai dengan penjelasan Harjana: bahwa konsep komunikasi “dyadic” berpasangan antara dua pihak yang terlibat dalam komunikasi lisan menurut Gibb juga dapat berlaku dalam komunikasi kelompok kecil, misalnya satu manager dengan beberapa orang bawahannya. Perbedaan tanggapan terhadap perilaku komunikasi manager itu mempunyai dampak pada perilaku karyawan tidak saja dalam komunikasi yang berlangsung antara karyawan dan atasan tersebut tetapi juga perilaku di lingkungan kerja secara umum, baik antar karyawan maupun antar karyawan dengan atasan. Oleh karena itu, manager harus peka terhadap perilaku komunikasi, termasuk bentuk-bentuk perilaku lain yang dapat menimbulkan penolakan atau mematikan motivasi. Atasan atau manager

(9)

yang efektif mampu melakukan komunikasi suportif yang diperteguh dengan perilaku konsisten. Dengan begitu, karyawan dapat mengerti pesan komunikasi

dengan tepat atau komunikasi menjadi efektif dan efisien7

Redding dalam Harjana, dalam penelitian tentang ‘Komunikasi para Manager’ menunjukkan bagaimana ‘dampak’ perilaku komunikasi para manager terhadap kepuasan dan semangat kerja karyawan. Hal tersebut menunjukkan bahwa manager membina kerukunan dan kepatuhan karyawan mengangkat moral dan kepuasan tergantung pada relasi antarpribadi yang efektif, yakni yang menunjukkan empati, kepekaan terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial karyawan, pengertian, dan komunikasi dua arah.

Karyawan saat berinteraksi dengan pimpinan tentunya memiliki harapan-harapan tertentu tentang bagaimana seorang pemimpin sepatutnya berperilaku atau bertindak ketika berinteraksi. Kepatutan tindakan pemimpin tersebut pada prinsipnya diukur berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku, atau berdasarkan kerangka pengalaman sebelumnya (field of experiences). Terpenuhi atau tidaknya ekspektasi ini akan mempengaruhi, bukan saja cara berinteraksi antara pemimpin dan karyawan, tetapi juga bagaimana penilaian karyawan terhadap pemimpinnya serta bagaiman kelanjutan hubungannya.

Uraian tersebut menunjukkan bahwa “Setiap orang memiliki harapan-harapan tertentu pada perilaku non verbal orang lain. Jika harapan-harapan tersebut dilanggar, maka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif atau

(10)

negatif sesuai karakteristik pelaku pelanggaran tersebut”8.Selanjutnya Venus menjelaskan bahwa penilaian suatu pelanggaran didasarkanpada bagaimana perasaan kita terhadap orang tersebut. Bila kita menyukai orang tersebut, maka besar kemungkinan kita akan menerima pelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan menilainya secara positif. Sebaliknya, bila sumber pelanggaran di persepsi tidak menarik atau kita tidak menyukainya maka kita akan menilai pelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang negative.

Menurut Burgoon, ada tiga konstruksi pokok dari teori ini, yaitu: Harapan (expectancies), pelanggaran harapan (expectancies violation) dan valensi ganjaran

komunikator (communicator reward valence)9.

Hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk mengkaji bagaimana komunikasi antarbudaya yang terjadi di Kedutaan Besar Afrika Selatan.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka fokus penelitian pada penelitian ini adalah:

1. Komunikasi Antar Budaya di Kedutaan Besar Afrika Selatan 2. Akulturasi budaya yang terjadi di Kedutaan Besar Afrika Selatan 3. Culture Shock yang terjadi di Kedutaan Besar Afrika Selatan. 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

8 Venus, A. Nonverbal Expectancy Violation Theory: Esensi dan Perkembangannya. Mediator, Vol

4 No.2. 2003

(11)

1. Untuk mengetahui Komunikasi Antar Budaya yang terjadi di Kedutaan Besar Afrika Selatan

2. Untuk menjelaskan akulturasi budaya di Kedutaan Besar Afrika Selatan 3. Untuk mengetahui terjadinya Culture Shock di Kedutaan Besar Afrika

Selatan.

1.4 Kegunaan penelitian

1.4.1 Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah dan masukan atau bahan pertimbangan bagi semua pihak terhadap perkembangan ilmu komunikasi, khususnya di Komunikasi Antar Budaya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen Kedutaan besar Afrika Selatan dalam upayanya mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif dengan karyawannya.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, perbedaan hasil kompetensi pengetahuan IPA dapat terlihat dari langkah pembelajaran yang dilakukan pada kedua kelompok tersebut, hasil analisis uji

Apa manfaat yang kamu peroleh dengan mempelajari materi tentang luas peta dan denah lingkungan rumah serta sekolah.. Pilihlah jawaban yang benar dengan memberi tanda silang (X)

sesuai waktu yang ditentukan dengan menunjukkan bukti transkrip nilai yang telah ditempuh. 3) Mahasiswa yang mendaftarkan diri di luar waktu yang telah ditentukan tidak

Berikut ini adalah kuisioner yang berkaitan dengan penelitian tentang pengaruh media iklan, usia, dan gender terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif produk

Selain menghubungkan ke PKW, keberadaan Dermaga Sejangkung dapat meningkatkan hubungan transportasi ke beberapa pusat kegiatan, seperti: Pusat Kegiatan Strategis

Rekaman arsip merupakan teknik pengumpulan data baik data historis maupun data saat ini. Dalam penelitian ini dapat berupa data statsitik Kecamatan dalam Angka

1. Kegiatan yang bertujuan memperoleh goodwill, kepercayaan, saling adanya pengertian dan citra yang baik dari publik atau masyarakat pada umumnya. Memiliki sasaran untuk

Lembar tugas yang diselesaikan siswa secara individu, dimaksudkan untuk mengetahui proses berpikir siswa dalam pemahaman matematis sebelum mendapatkan bantuan dari