JUDUL:
IDENTIFIKASI
DAN
MORFOMETRI
TAMAN SETRA DI
KECAMATAN
UBUD
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bali sebagai sebuah
Pulau Taman
terdiri dari
berbagai taman, salah satu diantaranya
Taman Setra
(memiliki potensi cukup besar)
Setiap
Desa Pekraman
di Bali minimal memiliki
sebuah kuburan (
Setra
)
sebagai tempat
peristirahatan terakhir krama Bali (konsep
Punarbhawa : lahir - hidup - mati). Jadi
setra
merupakan hal yang cukup pital dalam tatanan
masyarakat Bali
Di Bali pada saat ini terdapat 1.488 buah Desa
Pekraman, ini berarti jumlah setra
yang ada tidak
kurang dari
1.500-an (
belum ada data yang pasti
)
Kuburan (setra) di Bali dengan sentuhan sosial-budaya dan kearifan lokal yang ada (Tri Hita Karana,Tri
Mandala, Tri Angga, Rwa Bineda, dll) memiliki keunikan
dan ciri khas tersendiri. Sejauh mana keunikan dan kekhasannya belum teridentifikasi dengan baik!
Kuburan (sema/setra) merupakan bagian dari ruang
terbuka hijau yang memiliki fungsi ekologis dengan
ekosistem yang sangat sfesifik, lengkap dengan elemen keras dan elemen lunaknya dalam membentuk sebuah lanskap atau taman yang lazim disebut Taman Setra. Bagaimana morfometrinya belum terungkap dengan jelas.
Ubud merupakan salah satu dari 7 kecamatan di
Kabupaten Gianyar yang sangat terkenal sebagai
destinasi pariwisata budaya. Seberapa besar kontribusi Pariwisata dalam penataan Taman Setra, atau
1.
Bagaimana keberadaan Taman Setra di Kecamatan
Ubud?
2.
Apa fungsi Taman Setra bagi Desa Pakraman
masing-masing di Kecamatan Ubud?
3.
Apa saja elemen penyusun Taman Setra di wilayah
Kecamatan Ubud?
4.
Bagaimana morfometri Taman Setra yang ada di
Kecamatan Ubud?
1. Untuk mengidentifikasi Taman Setra di wilayah
Kecamatan Ubud.
2. Untuk mengetahui morfometri Taman Setra di
Kecamatan Ubud.
3. Untuk membuat pemetaan dan penyusunan
data-base Taman Setra di Kecamatan Ubud.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bali Pulau Taman
Bali sebagai sebuah pulau taman telah mengantongi 49 julukan baik dlm bahasa Bali, Jawa kuno, Indonesia, Inggris, Belanda, Cina, dll.
Misalnya: Gumi/Jagat Wali, Agraning Giri Agra, Bali Pulau Surga, The Last Paradise of the Word, Baratena, Poli, dll. (Suada, 2014).
Julukan Bali sebagai pulau taman tidak perlu disangsikan lagi karena memiliki taman alami seperti: taman pantai, taman danau, taman hutan, air terjun dan taman pegunungan yang begitu indah. Taman alami yang sudah mendapat campur tangan manusia seperti: Taman Bali Barat, Taman/Kebun Raya Bedugul, dll. Begitu juga taman budaya warisan para luluhur
(kerajaaan di Bali) seperti: Taman Tirta Gangga dan Taman Ujung (di
Karangasem), Taman Kertha Gosa (di Kelungkung/Semara Pura), Taman Tirta Empul, Gunung Kawi, Gowa Gajah (di Gianyar), Taman Ayun (di Badung), dll. Demikian pula taman-taman buatan yang berkembang belakangan seperti: taman kota, taman kecamatan, taman desa, taman monumen, taman hotel/villa, sampai taman pekarangan, taman telajakan, dan taman setra.
2.2 Taman Setra
Setelah berdirinya Desa Pakraman di Bali sekitar abad ke-10 (tahun 989) pada saat pemerintahan raja Cri Darmodayana
Warmadewa dengan Cri Gunapriyadharmapatni atas prakarsa Mpu Kuturan, maka di setiap desa pakraman selain memiliki Tri Kahyangan juga harus memiliki kuburan/sema/setra dalam memenuhi konsep Tri
Angga, Tri Mandala, dan luwan-teben sebagai kearifan lokal di Bali.
Pada setiap desa pakraman, sebagai ulu/kepalanya (konsep tri angga) atau utama mandala-nya (konsep tri mandala) atau luwan-nya (konsep
rwa-binedha) adalah tri kahyangan (Pura Desa, Puseh, dan Dalem),
wilayah pemukiman desa pakraman sebagai angga/ badannya (konsep
tri angga) atau madia mandala-nya (konsep tri mandala), dan
kuburan/setra sebagi cokor/ kaki-nya (konsep tri angga) atau nista mandala (konsep tri mandala) atau teben (konsep Rwa-bineda). Jadi
setra merupakan bagian yang sangat vital bagi setiap desa pakraman.
Sampai saat ini di Bali telah ada sekitar 1.488 buah desa pakraman
(Soekmono, 1988; Dinas Kebudayaan Provinsi Bali). Ini berarti jumlah setra yang ada di Bali tidak kurang dari 1.500 buah.
Setra merupakan ruang terbuka hijau dan memiliki ekosistem
yang sangat khas, serta lengkap memiliki elemen keras dan elemen lunak sebagaimana layaknya sebuah taman. Oleh kerana itu tidak salah bila setra disebut sebagai “taman setra”.
2.3 Konsep Pola Ruang Setra
Satra atau disebut taman setra memiliki pola ruang yang
sesuai dengan konsep kearifan lokal Tri Hita Karana, Tri Angga, dan
Tri Mandala.
Lingkungan hidup yang baik dilandaskan untuk dapat mewujudkan konsep Tri Hita Karana (THK). THK sebagai suatu doktrin Hindu mengajarkan umat untuk mengenal hidup di dunia ini mempunyai hubungan timbal balik dalam tiga arah. Pertama (Pawongan), hubungan hidup manusia dengan makhluk lainnya. Kedua (Palemahan), hubungan hidup manusia dengan alam
sekeliling kita (lebih popular dengan istilah lingkungan hidup atau ekosistem) dan hubungan manusia dengan Tuhan atau Ida Hyang
Widhi Wasa (Parhyangan), merupakan hubungan yang ketiga
(Pendit, 1996). Dalam taman setra, Prajapati sebagai unsur
parhyangan, semua jasad yang ada di setra sebagai unsur pawongan,
Tata nilai ruang didasarkan pada tri angga yaitu
kepala, badan, dan kaki. Parhyangan sebagai tempat
aktifitas kehidupan (terkait niskala), Pawongan sebagai
tempat aktifitas kehidupan (terkait sekala), dan
palemahan sebagai tempat pelayanan umum. Pada
taman setra, Prajapati diidentikkan sebagai unsur
kepala, bangunan pamuhunan, wantilan, asagan, liang
kuburan, dan bangunan lainnya sebagai unsur badan,
serta bagian areal tempat pembuangan/pembakaran
sampah sebagai unsur kaki ( Gelebet, 2002 ).
Falsafah Arsitektur Bali dalam penerapan pembagian ruang
terhadap lingkungan, dapat dibagi menjadi tiga yang disebut dengan
Tri Mandala yaitu utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Ruang pada setra juga menganut Falsafah ini.
Ruang pada bagian utama mandala adalah tempat untuk mendirikan bangunan suci, di dalam setra bangunan suci diisebut Prajapati.
Prajapati merupakan bangunan suci di dalam setra, berada pada
bagian utara, bagian timur atau timur laut setra. Bangunan ini adalah stana Dewi Durga sebagai saktinya Dewa Siwa.
Ruang pada bagian madya mandala adalah tempat berbagai
bangunan atau ruang yang berada di tengah sebagai penunjang kegiatan. Setra memiliki beberapa bangunan penunjang kegiatan seperti pamuhunan, ruang menguburkan jasad, dan tempat
meletakkan sarana dan prasarana upacara Pitrayadnya atau pengabenan seperti wantilan, asagan dan sebagainya.
Ruang pada bagian nista mandala adalah ruang yang berada paling selatan atau barat dan berada di belakang sebuah areal. Nista
mandala dalam setra merupakan areal untuk membakar sampah dan
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, dimulai pada bulan September sampai dengan Desember 2016.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat yang dipergunakan antara lain: (a) Abney level (untuk mengukur derajat lereng dalam pengukuran tofografi wilayah), (b) Theodolith (untuk mengukur luas areal setra yang belum bersertifikat), (c) Meteran, (d) Kuisioner, (e) form
observasi, (f) pengaris, (g) bulpoint, (h) pensil, (i) penghapus, (j) perangkat komputer (untuk analisis data, pembuatan peta, dan pengetikan laporan), dll.
Sedangkan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain: (a) peta wilayah, (b) peta topografi, (c) buku dan atau lontar yang memuat tentang setra, dll. 3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan penyebaran kuisioner untuk mendapatkan data primer dan melalui studi pustaka untuk mendapatkan data skunder. Model sampling yang dipergunakan adalah Purpusive Random sampling. Dari 36 buah taman setra yang ada di Kecamatan Ubud ditetapkan 12 buah taman setra sebagai sampel
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
•
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di
lapangan ternyata konsep filosofi Tri Angga dan Tri
Mandala (sesuai yang dirumuskan oleh Jawatan
Agama Hindu dan Buddha, 1973) masih ajeg
diterapkan di masing-masing desa pakraman di
tempat penelitian. Pada intinya Desa Pakraman dibagi
menjadi tiga bagian yaitu: (a) Uttama mandala,
sebagai bagian kepala (Ulu), merupakan semua
parhyangan yang ada di desa pekraman; (b) Madya
mandala, sebagai bagian badan (raga), merupakan
semua pekarangan yang ada di desa pakraman, dan (c)
Nista mandala, sebagai bagian kaki (cokor),
merupakan tempat penguburan jenazah yang disebut
•
Pada setiap taman setra konsep tri angga masih tetap
berlaku, yang mana Pura Prajapati sebagai ulun setra
yang sekaligus juga sebagai utama mandala,
sedangkan bangunan seperti wantilan, asagan, liang
kuburan, dan bangunan lainnya sebagai ragan setra
yang sekaligus juga sebagai madia mandala, serta areal
di sekitar kuburan sebagai tempat pembuangan atau
pembakaran sampah sebagai bagian kaki/cokor setra
yang sekaligus juga sebagai nista mandala.
Taman setra sebagai suatu satuan ekosistem yang sangat
khas. Sebagai sebuah taman lengkap dengan
elemen-elemen penyusunnya seperti elemen-elemen keras taman
(hardscape) maupun elemen lunak taman (softscape).
Sebagai elemen kerasnya antara lain: areal/tapak setra,
bangunan Palinggih Prajapati, Pamuhunan, Piyasan,
wantilan, tembok pembatas, asagan, terkadang ada Tugu
Pahlawan, gundukan/liang kubur, batu nisan, bebatuan
alami, bebatuan fabrika, tempat/tiang lampu, dan
lain-lain. Sedangkan elemen lunaknya antara lain: (a) tanaman
baik berupa tanaman tahunan maupun tanaman semusim,
tanaman perdu, semak, tanaman merambat, maupun
tanaman rerumputan/penutup tanah; (b) binatang, baik
jenis mamalia, unggas, reptil, insekta, mulusca, dan yang
lainnya .
Adapun hasil penelitian selengkapnya dapat dijabarkan
sebagi berikut:
4.1 Pola Ruang Taman Setra
Pada prinsipnya secara umum pola ruang masing-masing
taman setra di Kecamatan Ubud hampir sama yaitu
mengikuti konsep Tri Angga maupun Tri Mandala.
Masing-masing taman setra memiliki Pura Prajapati
sebagai ulu atau bagian kepala setra yang sekaligus juga
sebagai utama mandalanya setra. Pamuhunan dan areal
pekuburan sebagai badan atau madia mandala setra, serta
areal di sekitar kuburan yang biasa dipakai tempat
pembuangan sampah atau sisa upakara merupakan bagian
cokor (kaki) setra yang sekaligus juga merupakan bagian
nista mandala. Tetapi ada sedikit variasi atau kekhasan
yang disebabkan oleh konsep desa, kala, dan patra yang
ada di masing desa pakraman. Pola ruang
masing-masing taman setra yang telah diamati secara umum
Tabel 4.1. Pola Ruang Taman Setra
Elemen Taman pada
Utama
mandala Madia Mandala
Nista Mandala
Prajapati (pada umumnya posisi di bagian timur laut setra, tetapi ada juga yang posisinya di bagian timur seperti pada Taman Setra Petulu, dan di tengah-tengah setra seperti kasus di Taman Setra Mas)
- Pamuhunan: Pada umumnya pada posisi di tengah-tengah setra, tetapi ada yang bergeser sedikit agak ke posisi timur, uata, barat, atau selatan setra. Ada ciri khas di Taman Setra Peliatan memiliki dua Pamuhunan.
- Area pekuburan: posisi di bagian barat dan atau barat daya Prajapathi.
- Wantilan: sangat bervariasi ada yang terletak di
posisi bagian selatan, barat, utara, atau timur.
Setra, sangat tergantung pada tapak.
- Setra Rare: juga bervariasi posisi tempatnya.
- Tugu monumen makam pahlawan (posisi di bagian barat Prajapati pada Taman Setra
Tunon, dan Dalem Puri Ubud, bagian tenggara pada Taman Setra Kedewatan).
- Areal pembuangan sampah/sisa upakara (pada umumnya pada posisi di bagian barat dan selatan kuburan)
Secara umum 91,7% pola ruang taman setra di Kecamatan
Ubud hampir sama yaitu sesuai dengan filosofi dan
kearifan lokal yang dikemukakan oleh Jawatan Agama
Hindu dan Budha (1973) yaitu Prajapati berada pada
bagian hulu (utama mandala), di mana dalam penelitian
ini 75% berada pada posisi Timur Laut setra, 16,7% pada
posisi Timur Setra, dan 8,3% berada di posisi
tengah-tengah setra yaitu pada Taman Setra Mas pada Setra
Gede-nya, sedangkan pada Setra Tri Wangsa-nya posisi Prajapati
juga berada di bagian Timur Laut setra. Sedangkan pada
badan setra (madya mandala) hampir sama terdapat
bangunan berupa pamuhunan, liang lahat/pekuburan,
batu nisan, dan wantilan. Ada kekhasan di tiga taman
setra yaitu di Taman Setra Tunon, Ubud (Dalem Puri), dan
Kedewatan juga terdapat elemen tambahan berupa
bangunan Monumen Tugu Makam Pahlawan.
4.2 Elemen Taman Setra
Masing-masing taman setra memiliki elemen keras
(hardscape) dan elemen lunak (softscape) yang
hampir sama tetapi ada variasi atau sedikit perbedaan
terutama dalam hal volume (ukuran) dan jenis bahan
serta jumlahnya pada elemen kerasnya, dan jenis satwa
serta tumbuhan yang dominan pada elemen lunaknya.
Pada tabel berikut disajikan elemen taman yang ada
Tabel 4.2. Elemen Taman Setra di Kecamatan Ubud
No Jenis elemen Uraian (1) (2) (3) 1 Elemen Keras1. Pura Prajapati: pada umumnya di posisi timur laut
setra, pintu gerbang berupa bangunanan candi bentar menghadap ke arah barat/selatan dan lengkap dengan tembok penyengkernya. Di dalamnya ada dua buah bangunan yaitu: sebuah bangunan palinggih Padma
Sana di bagian posisi timur laut, dan sebuah bangunan
balai berupa Paliyangan.
2. Wantilan: sebagaian besar beratap genteng.
3. Pamuwunan: di sebelah selatan/barat/barat daya Prajapati.
4. Tugu Pahlawan: terdapat di tiga tempat, yaitu pada
Taman Setra Tunon, Dalem Puri Ubud, dan Kedewatan.
5. Tempat liang lahat (kuburan) di sisi bagian selatan/barat/barat daya Prajapati, biasanya dilengkapi batu nisan.
T
abel 4.2 (lanjutan)
(1) (2) (3)
6. Setra Bajang/Rare: posisi dan luasnya bervariasi.
7. Pintu gerbang dan Tembok penyengker: hampir semua tidak memiliki pintu gerbang yang permanen (hanya jalan masuk/keluar saja), kecuali pada Taman Setra Mas, Dalem Puri Ubud, dan Kedewatan, yang sudah memiliki tembok penyengker hanya
Taman Setra Dalem Puri Ubud, dan Kedewatan.
8. Lampu taman: bervariasi antara 2 (dua) sampai 4 (empat) buah. 9. Patung Raksasa/Rangda/Kalika/Sang Suratma: pada umumnya
berjumlah 2 (dua) buah di depan Candi Bentar Prajapati. 10. Pedestrian: Halaman dalam dan luar Pura Prajapati sudah
dikeraskan dengan batu sikat, demikian pula halaman dalam Tugu Pahlawan sudah dikeraskan dengan pasangan batu sikat,
sedangkan halaman depan Tugu Pahlawan serta jalan dari
halaman depan Tugu Pahlawan sampai pintu gerbang selebar 2 meter dikeraskan dengan pasangan vaving.
11.Batu Nisan: pada umumnya terbuat dari batu padas atau batu parimanan, jumlahnya bervariasi 15 – 50 buah.
Tabel 4.2 (Lanjutan)
(1) (2) (3)
2 Elemen Lunak
1. Tanaman Jenis rumput: di dominasi oleh rumput teki, berurutan semakin sedikit yaitu alang-alang, rumput belulang, rumput lidah ayam, dan rumput liar lainnya . 2. Tanaman jenis semak: yang dominan patikan kebo,
kitolod, bayam, daun
kesimbukan, kangkang yuyu, daun dewa, gumitir, dan pagagan.
3. Tanaman jenis perdu: yang dominan antara lain puring, Awar-awar, Andong, Kerasi, Kem, Pandan, pungut,
pepaya, dan pisang.
4. Tanaman jenis pohon: yang khas seperti Pole, Kepuh, kepah, Kroyo, beringin, Jepun, Enao, asem. Di beberapa
taman setra juga ada tanaman mangga, nangka, bila,
Berdasarkan uraian dalam tabel tersebut, pada
prinsipnya elemen taman setra di Kecamatan Ubud
hampir sama, baik elemen keras maupun elemen
lunaknya. Pada elemen kerasnya pada semua setra ada
Pura Prajapati. Pada prajapati selalu ada palinggih
padma dan paliyangan. Cuma ada variasi dalam jenis
padma-nya. Pada Taman Setra Singakerta, Peliatan, Ubud
(Dalem Puri), Petulu, Bentuyung, dan Kedewatan
menggunakan jenis Padma Sana (50%) sedangkan yang
lainnya menggunakan jenis Padma Sari. Demikian pula
bangunan paliyangan-nya bervariasi sesuai dengan konsep
desa, kala, dan patra masing-masing desa pakraman
dalam hal bentuk, ukuran, asesoris, dan bahan
bangunannya, termasuk juga tembok penyengker dan
Elemen Keras yang lainnya seperti: pamuhunan,
wantilan/bale panjang/bale pesanekan, batu nisan,
patung, lampu taman, dan pedestriannya pada
dasarnya sama hanya ada sedikit variasi atau
perbedaan dalam hal bentuk, ukuran, dan bahan yang
digunakan. Ada kekhasan di tiga taman setra yaitu
pada Taman Setra Tunon, Ubud (Dalem Puri), dan
Kedewatan ada tambahan elemen bangunan
Demikian pula halnya dengan elemen lunaknya secara umum
sama dalam hal jenis-jenis tanaman yang ada baik jenis
tanaman rumput/penutup tanah, jenis semak, perdu, dan jenis
pohon, akan tetapi ada variasi atau sedikit perbedaan dalam hal
jumlah masing-masing jenis dan satwa yang dominan ada pada
taman setra masing-masing. Diantaranya yang paling khas
adalah di Taman Setra Padang Tegal. Pada taman setra ini
jumlah dan jenis tanamannya paling banyak karena areal setra
menyatu dengan areal hutan yang ada disekitarnya dan dihuni
oleh binatang kera yang begitu banyak jumlahnya, sehingga
menjadi daya tarik yang cukup besar bagi kaum wisatawan
baik domistik maupun manca negara. Desa Pakraman Padang
Tegal mendapat kontribusi yang cukup besar terhadap
pendapatan hasil penjualan tiket masuk pada “Objek Wisata
Mongkey Forest Padang Tegal Ubud” tersebut.
4.3 Morfometri dan Pemanfaatan Taman Setra
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan
maka dapat dijelaskan bahwa taman setra merupakan hal
yang cukup vital bagi setiap desa pakraman di Bali.
Demikian pula halnya di Kecamatan Ubud taman setra
juga merupakan kebutuhan masyarakat yang sangat vital
bagi setiap desa pakraman dalam pelaksanaan sekerta tata
agama, khususnya agama Hindu. Karena taman setra
sudah diyakini memiliki multi fungsi dan potensi yang
cukup besar baik ditinjau dari sudut arsitektural,
fungsional, estetetika, dan aspek
sosio-culture-religius-magis. Disamping memiliki fungsi ekologis sebagai ruang
Disamping memiliki fungsi ekologis sebagai ruang terbuka hijau wajah setra juga semakin dipercantik dengan sentuhan Arsitektur Tradisional Bali dan arsitektur lansekap sehingga lebih mampu memberikan keamanan, kenyamanan, dan kebahagiaan dalam memanfaatkan setra untuk berbagai keperluan seperti tempat
penguburan jenazah, pembakaran mayat, upacara pengabenan baik perseorangan maupun massal, dan ritual lainnya seperti palaksanaan upacara pecaruan sasih kaenem, mabayuh, serta ngerehang
sasuwunan barong atau rangda. Dalam pertunjukan calonarang
maka setra juga tidak luput sebagai bagian dari media tempat
pertunjukan tersebut. Contoh pemanfaatan lainnya seperti yang telah diuraikan di atas pada “Obyek Wisata Mongky Forest” Taman Setra Padang Tegal dan ritual upacara Palebon di Taman Setra Ubud
(Dalem Puri) yang sering kali sangat megah yang dilaksanakan oleh Puri Ubud dan Puri Peliatan menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum wisatawan baik domestik maupun manca negara, sehingga mampu meningkatkan pendapatan negara maupun daerah lewat sektor
Disamping fungsi tersebut di atas, pada beberapa
taman setra yang ada monumen tugu makam
pahlawannya seperti di Taman Setra Tunon dan Dalem
Puri Ubud juga sering dimanfaatkan sebagi tempat
melaksanakan upacara bendera pada peringatan
hari-hari bersejarah negara Indonesia seperti peringatan
Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia,
Hari Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia,
Napak Tilas Perjuangan Pahlawan I Gusti Ngurah Rai,
dan lainnya.
Dalam rangka mewujudkan kuburan (setra) sebagai
taman setra Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar
beberapa tahun yang lalu sebenarnya sudah ikut ambil
bagian yaitu dengan menyelenggarakan “Lomba
Taman Setra” dengan harapan agar fungsi taman setra
dapat lebih ditingkatkan, disamping fungsi umum
seperti tersebut diatas juga pada aspek estetikanya,
sehingga taman setra betul-betul menjadi sebuah
tapak dengan ekositemnya yang ANIRAL (Aman,
Nyaman, Indah, Rindang, Asri, dan Lestari).
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Taman setra sebagai suatu satuan ekosistem yang sangat khas. Sebagai sebuah taman lengkap dengan elemen-elemen penyusunnya seperti elemen keras (hard scape) maupun elemen lunak (soft scape). Elemen kerasnya antara lain: areal/tapak setra, bangunan Palinggih Prajapati,
Pamuhunan, Peliyangan, wantilan, tembok pembatas, asagan,
gundukan/liang kubur, batu nisan, bebatuan alami (Batu sikat),
bebatuan fabrika (Paving), tempat/tiang lampu, patung, dan bangunan lainnya seperti Monumen Tugu Makam Pahlawan yang terdapat di
Taman Setra Tunon, Dalem Puri Ubud, dan Kedewatan. Sedangkan
elemen lunaknya antara lain: (a) tanaman baik berupa tanaman
tahunan maupun tanaman semusim, tanaman perdu, semak, tanaman merambat, maupun tanaman rerumputan/penutup tanah; (b)
binatang, baik jenis mamalia, unggas, reptil, insekta, mulusca, dan yang lainnya, tetapi yang paling menonjol adalah keberadaan binatang kera di Taman Setra Padang Tegal Ubud, sebagai obyek wisata yang sangat terkenal.
2. Masing-masing taman setra di Kecamatan Ubud memiliki
persamaan dalam hal tata ruang dan elemen-elemen
taman, hanya ada variasi atau perbedaan terutama dalam
hal luas areal, posisi, bentuk, asesoris, dan bahan
bangunan, serta jumlah dan jenis satwa dan tumbuhan
yang dominan.
3. Taman setra di Kecamatan Ubud sudah diyakini memiliki
multi fungsi dan potensi yang cukup besar baik ditinjau
dari sudut arsitektural, fungsional, estetetika, dan aspek
sosio-culture-religius-magis. Disamping memiliki fungsi
ekologis sebagai ruang terbuka hijau, setra juga
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti tempat
penguburan jenazah, pembakaran mayat, upacara
pengabenan baik perseorangan maupun massal, dan ritual
lainnya seperti palaksanaan upacara pecaruan sasih
kaenem, mabayuh, serta ngerehang sasuwunan barong
4. Fungsi taman setra lainnya yang memiliki kekhasan
tersendiri seperti Obyek Wisata Mongky Forest Taman
Setra Padang Tegal Ubud dan ritual upacara Palebon di
Taman Setra Dalem Puri Ubud yang sering kali sangat
megah yang dilaksanakan oleh Keluarga Puri Ubud dan
Puri Peliatan menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum
wisatawan baik domestik maupun manca negara, sehingga
mampu meningkatkan pendapatan negara maupun daerah
lewat sektor pariwisata. Disamping itu pada taman setra
yang ada monumen tugu makam pahlawannya seperti di
Taman Setra Tunon dan Dalem Puri Ubud juga sering
dimanfaatkan sebagi tempat melaksanakan upacara
bendera pada peringatan hari-hari bersejarah negara
Indonesia.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut:
1. Disarankan kepada masing-masing desa pakraman di Kematan Ubud agar memanfaatkan lahan kosong yang ada di sekitar setra untuk ditanami tanaman langka dan tanaman upakara yang
dibutuhkan untuk upacara yadnya, sehingga taman setra
menjadi lebih rindang yang sekaligus juga dapat meningkatkan kualitas fungsi taman setra sebagai ruang terbuka hijau dan
paru-paru desa pakraman.
2. Disarankan agar masing-masing desa pakraman secara bertahap dapat menata elemen-elemen taman setra-nya sedemikian rupa sehingga taman setra betul-betul menjadi sebuah tapak dengan ekositemnya yang ANIRAL (Aman, Nyaman, Indah, Rindang, Asri, dan Lestari).
DAFTAR PUSTAKA
Jawatan Agama Hindu dan Buddha Propinsi Bali. 1973. Tata Nuntun Miwah Midabdabin Desa Adat Ring Bali.
Proyek Penyuluhan Agama Propinsi Bali. Denpasar.
Bappeda Bali. 1975. Arsitektur Tradisionil Bali. Bappeda Bali. Denpasar.
Suada, I Nyoman. 2014. Bali dalam Persepektif Sejarah dan Tradisi dalam Relevansinya dengan Era Globalisasi
menuju keajegan Bali yang Harmonis. Yayasan Surya Dewata Bali. Denpasar.
Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Suja, I Wayan. 2010. Kearifan Lokal Sains Asli Bali. Universitas Pendidikan Ganesha. Penerbit Paramita, Surabaya.
Widana, Ida Bagus Gede. 2011. Dharmaning Hasta Kosali
Arsitektur tradisional Bali. Penrbit Dharma Putra.