• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDUL: IDENTIFIKASI DAN MORFOMETRI TAMAN SETRA DI KECAMATAN UBUD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JUDUL: IDENTIFIKASI DAN MORFOMETRI TAMAN SETRA DI KECAMATAN UBUD"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

JUDUL:

IDENTIFIKASI

DAN

MORFOMETRI

TAMAN SETRA DI

KECAMATAN

UBUD

(3)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali sebagai sebuah

Pulau Taman

terdiri dari

berbagai taman, salah satu diantaranya

Taman Setra

(memiliki potensi cukup besar)

Setiap

Desa Pekraman

di Bali minimal memiliki

sebuah kuburan (

Setra

)

sebagai tempat

peristirahatan terakhir krama Bali (konsep

Punarbhawa : lahir - hidup - mati). Jadi

setra

merupakan hal yang cukup pital dalam tatanan

masyarakat Bali

Di Bali pada saat ini terdapat 1.488 buah Desa

Pekraman, ini berarti jumlah setra

yang ada tidak

kurang dari

1.500-an (

belum ada data yang pasti

)

(4)

Kuburan (setra) di Bali dengan sentuhan sosial-budaya dan kearifan lokal yang ada (Tri Hita Karana,Tri

Mandala, Tri Angga, Rwa Bineda, dll) memiliki keunikan

dan ciri khas tersendiri. Sejauh mana keunikan dan kekhasannya belum teridentifikasi dengan baik!

Kuburan (sema/setra) merupakan bagian dari ruang

terbuka hijau yang memiliki fungsi ekologis dengan

ekosistem yang sangat sfesifik, lengkap dengan elemen keras dan elemen lunaknya dalam membentuk sebuah lanskap atau taman yang lazim disebut Taman Setra. Bagaimana morfometrinya belum terungkap dengan jelas.

Ubud merupakan salah satu dari 7 kecamatan di

Kabupaten Gianyar yang sangat terkenal sebagai

destinasi pariwisata budaya. Seberapa besar kontribusi Pariwisata dalam penataan Taman Setra, atau

(5)

1.

Bagaimana keberadaan Taman Setra di Kecamatan

Ubud?

2.

Apa fungsi Taman Setra bagi Desa Pakraman

masing-masing di Kecamatan Ubud?

3.

Apa saja elemen penyusun Taman Setra di wilayah

Kecamatan Ubud?

4.

Bagaimana morfometri Taman Setra yang ada di

Kecamatan Ubud?

(6)

1. Untuk mengidentifikasi Taman Setra di wilayah

Kecamatan Ubud.

2. Untuk mengetahui morfometri Taman Setra di

Kecamatan Ubud.

3. Untuk membuat pemetaan dan penyusunan

data-base Taman Setra di Kecamatan Ubud.

(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bali Pulau Taman

Bali sebagai sebuah pulau taman telah mengantongi 49 julukan baik dlm bahasa Bali, Jawa kuno, Indonesia, Inggris, Belanda, Cina, dll.

Misalnya: Gumi/Jagat Wali, Agraning Giri Agra, Bali Pulau Surga, The Last Paradise of the Word, Baratena, Poli, dll. (Suada, 2014).

Julukan Bali sebagai pulau taman tidak perlu disangsikan lagi karena memiliki taman alami seperti: taman pantai, taman danau, taman hutan, air terjun dan taman pegunungan yang begitu indah. Taman alami yang sudah mendapat campur tangan manusia seperti: Taman Bali Barat, Taman/Kebun Raya Bedugul, dll. Begitu juga taman budaya warisan para luluhur

(kerajaaan di Bali) seperti: Taman Tirta Gangga dan Taman Ujung (di

Karangasem), Taman Kertha Gosa (di Kelungkung/Semara Pura), Taman Tirta Empul, Gunung Kawi, Gowa Gajah (di Gianyar), Taman Ayun (di Badung), dll. Demikian pula taman-taman buatan yang berkembang belakangan seperti: taman kota, taman kecamatan, taman desa, taman monumen, taman hotel/villa, sampai taman pekarangan, taman telajakan, dan taman setra.

(8)

2.2 Taman Setra

Setelah berdirinya Desa Pakraman di Bali sekitar abad ke-10 (tahun 989) pada saat pemerintahan raja Cri Darmodayana

Warmadewa dengan Cri Gunapriyadharmapatni atas prakarsa Mpu Kuturan, maka di setiap desa pakraman selain memiliki Tri Kahyangan juga harus memiliki kuburan/sema/setra dalam memenuhi konsep Tri

Angga, Tri Mandala, dan luwan-teben sebagai kearifan lokal di Bali.

Pada setiap desa pakraman, sebagai ulu/kepalanya (konsep tri angga) atau utama mandala-nya (konsep tri mandala) atau luwan-nya (konsep

rwa-binedha) adalah tri kahyangan (Pura Desa, Puseh, dan Dalem),

wilayah pemukiman desa pakraman sebagai angga/ badannya (konsep

tri angga) atau madia mandala-nya (konsep tri mandala), dan

kuburan/setra sebagi cokor/ kaki-nya (konsep tri angga) atau nista mandala (konsep tri mandala) atau teben (konsep Rwa-bineda). Jadi

setra merupakan bagian yang sangat vital bagi setiap desa pakraman.

Sampai saat ini di Bali telah ada sekitar 1.488 buah desa pakraman

(Soekmono, 1988; Dinas Kebudayaan Provinsi Bali). Ini berarti jumlah setra yang ada di Bali tidak kurang dari 1.500 buah.

Setra merupakan ruang terbuka hijau dan memiliki ekosistem

yang sangat khas, serta lengkap memiliki elemen keras dan elemen lunak sebagaimana layaknya sebuah taman. Oleh kerana itu tidak salah bila setra disebut sebagai “taman setra”.

(9)

2.3 Konsep Pola Ruang Setra

Satra atau disebut taman setra memiliki pola ruang yang

sesuai dengan konsep kearifan lokal Tri Hita Karana, Tri Angga, dan

Tri Mandala.

Lingkungan hidup yang baik dilandaskan untuk dapat mewujudkan konsep Tri Hita Karana (THK). THK sebagai suatu doktrin Hindu mengajarkan umat untuk mengenal hidup di dunia ini mempunyai hubungan timbal balik dalam tiga arah. Pertama (Pawongan), hubungan hidup manusia dengan makhluk lainnya. Kedua (Palemahan), hubungan hidup manusia dengan alam

sekeliling kita (lebih popular dengan istilah lingkungan hidup atau ekosistem) dan hubungan manusia dengan Tuhan atau Ida Hyang

Widhi Wasa (Parhyangan), merupakan hubungan yang ketiga

(Pendit, 1996). Dalam taman setra, Prajapati sebagai unsur

parhyangan, semua jasad yang ada di setra sebagai unsur pawongan,

(10)

Tata nilai ruang didasarkan pada tri angga yaitu

kepala, badan, dan kaki. Parhyangan sebagai tempat

aktifitas kehidupan (terkait niskala), Pawongan sebagai

tempat aktifitas kehidupan (terkait sekala), dan

palemahan sebagai tempat pelayanan umum. Pada

taman setra, Prajapati diidentikkan sebagai unsur

kepala, bangunan pamuhunan, wantilan, asagan, liang

kuburan, dan bangunan lainnya sebagai unsur badan,

serta bagian areal tempat pembuangan/pembakaran

sampah sebagai unsur kaki ( Gelebet, 2002 ).

(11)

Falsafah Arsitektur Bali dalam penerapan pembagian ruang

terhadap lingkungan, dapat dibagi menjadi tiga yang disebut dengan

Tri Mandala yaitu utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Ruang pada setra juga menganut Falsafah ini.

Ruang pada bagian utama mandala adalah tempat untuk mendirikan bangunan suci, di dalam setra bangunan suci diisebut Prajapati.

Prajapati merupakan bangunan suci di dalam setra, berada pada

bagian utara, bagian timur atau timur laut setra. Bangunan ini adalah stana Dewi Durga sebagai saktinya Dewa Siwa.

Ruang pada bagian madya mandala adalah tempat berbagai

bangunan atau ruang yang berada di tengah sebagai penunjang kegiatan. Setra memiliki beberapa bangunan penunjang kegiatan seperti pamuhunan, ruang menguburkan jasad, dan tempat

meletakkan sarana dan prasarana upacara Pitrayadnya atau pengabenan seperti wantilan, asagan dan sebagainya.

Ruang pada bagian nista mandala adalah ruang yang berada paling selatan atau barat dan berada di belakang sebuah areal. Nista

mandala dalam setra merupakan areal untuk membakar sampah dan

(12)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, dimulai pada bulan September sampai dengan Desember 2016.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat yang dipergunakan antara lain: (a) Abney level (untuk mengukur derajat lereng dalam pengukuran tofografi wilayah), (b) Theodolith (untuk mengukur luas areal setra yang belum bersertifikat), (c) Meteran, (d) Kuisioner, (e) form

observasi, (f) pengaris, (g) bulpoint, (h) pensil, (i) penghapus, (j) perangkat komputer (untuk analisis data, pembuatan peta, dan pengetikan laporan), dll.

Sedangkan bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain: (a) peta wilayah, (b) peta topografi, (c) buku dan atau lontar yang memuat tentang setra, dll. 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan penyebaran kuisioner untuk mendapatkan data primer dan melalui studi pustaka untuk mendapatkan data skunder. Model sampling yang dipergunakan adalah Purpusive Random sampling. Dari 36 buah taman setra yang ada di Kecamatan Ubud ditetapkan 12 buah taman setra sebagai sampel

(13)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di

lapangan ternyata konsep filosofi Tri Angga dan Tri

Mandala (sesuai yang dirumuskan oleh Jawatan

Agama Hindu dan Buddha, 1973) masih ajeg

diterapkan di masing-masing desa pakraman di

tempat penelitian. Pada intinya Desa Pakraman dibagi

menjadi tiga bagian yaitu: (a) Uttama mandala,

sebagai bagian kepala (Ulu), merupakan semua

parhyangan yang ada di desa pekraman; (b) Madya

mandala, sebagai bagian badan (raga), merupakan

semua pekarangan yang ada di desa pakraman, dan (c)

Nista mandala, sebagai bagian kaki (cokor),

merupakan tempat penguburan jenazah yang disebut

(14)

Pada setiap taman setra konsep tri angga masih tetap

berlaku, yang mana Pura Prajapati sebagai ulun setra

yang sekaligus juga sebagai utama mandala,

sedangkan bangunan seperti wantilan, asagan, liang

kuburan, dan bangunan lainnya sebagai ragan setra

yang sekaligus juga sebagai madia mandala, serta areal

di sekitar kuburan sebagai tempat pembuangan atau

pembakaran sampah sebagai bagian kaki/cokor setra

yang sekaligus juga sebagai nista mandala.

(15)

Taman setra sebagai suatu satuan ekosistem yang sangat

khas. Sebagai sebuah taman lengkap dengan

elemen-elemen penyusunnya seperti elemen-elemen keras taman

(hardscape) maupun elemen lunak taman (softscape).

Sebagai elemen kerasnya antara lain: areal/tapak setra,

bangunan Palinggih Prajapati, Pamuhunan, Piyasan,

wantilan, tembok pembatas, asagan, terkadang ada Tugu

Pahlawan, gundukan/liang kubur, batu nisan, bebatuan

alami, bebatuan fabrika, tempat/tiang lampu, dan

lain-lain. Sedangkan elemen lunaknya antara lain: (a) tanaman

baik berupa tanaman tahunan maupun tanaman semusim,

tanaman perdu, semak, tanaman merambat, maupun

tanaman rerumputan/penutup tanah; (b) binatang, baik

jenis mamalia, unggas, reptil, insekta, mulusca, dan yang

lainnya .

Adapun hasil penelitian selengkapnya dapat dijabarkan

sebagi berikut:

(16)

4.1 Pola Ruang Taman Setra

Pada prinsipnya secara umum pola ruang masing-masing

taman setra di Kecamatan Ubud hampir sama yaitu

mengikuti konsep Tri Angga maupun Tri Mandala.

Masing-masing taman setra memiliki Pura Prajapati

sebagai ulu atau bagian kepala setra yang sekaligus juga

sebagai utama mandalanya setra. Pamuhunan dan areal

pekuburan sebagai badan atau madia mandala setra, serta

areal di sekitar kuburan yang biasa dipakai tempat

pembuangan sampah atau sisa upakara merupakan bagian

cokor (kaki) setra yang sekaligus juga merupakan bagian

nista mandala. Tetapi ada sedikit variasi atau kekhasan

yang disebabkan oleh konsep desa, kala, dan patra yang

ada di masing desa pakraman. Pola ruang

masing-masing taman setra yang telah diamati secara umum

(17)

Tabel 4.1. Pola Ruang Taman Setra

Elemen Taman pada

Utama

mandala Madia Mandala

Nista Mandala

Prajapati (pada umumnya posisi di bagian timur laut setra, tetapi ada juga yang posisinya di bagian timur seperti pada Taman Setra Petulu, dan di tengah-tengah setra seperti kasus di Taman Setra Mas)

- Pamuhunan: Pada umumnya pada posisi di tengah-tengah setra, tetapi ada yang bergeser sedikit agak ke posisi timur, uata, barat, atau selatan setra. Ada ciri khas di Taman Setra Peliatan memiliki dua Pamuhunan.

- Area pekuburan: posisi di bagian barat dan atau barat daya Prajapathi.

- Wantilan: sangat bervariasi ada yang terletak di

posisi bagian selatan, barat, utara, atau timur.

Setra, sangat tergantung pada tapak.

- Setra Rare: juga bervariasi posisi tempatnya.

- Tugu monumen makam pahlawan (posisi di bagian barat Prajapati pada Taman Setra

Tunon, dan Dalem Puri Ubud, bagian tenggara pada Taman Setra Kedewatan).

- Areal pembuangan sampah/sisa upakara (pada umumnya pada posisi di bagian barat dan selatan kuburan)

(18)

Secara umum 91,7% pola ruang taman setra di Kecamatan

Ubud hampir sama yaitu sesuai dengan filosofi dan

kearifan lokal yang dikemukakan oleh Jawatan Agama

Hindu dan Budha (1973) yaitu Prajapati berada pada

bagian hulu (utama mandala), di mana dalam penelitian

ini 75% berada pada posisi Timur Laut setra, 16,7% pada

posisi Timur Setra, dan 8,3% berada di posisi

tengah-tengah setra yaitu pada Taman Setra Mas pada Setra

Gede-nya, sedangkan pada Setra Tri Wangsa-nya posisi Prajapati

juga berada di bagian Timur Laut setra. Sedangkan pada

badan setra (madya mandala) hampir sama terdapat

bangunan berupa pamuhunan, liang lahat/pekuburan,

batu nisan, dan wantilan. Ada kekhasan di tiga taman

setra yaitu di Taman Setra Tunon, Ubud (Dalem Puri), dan

Kedewatan juga terdapat elemen tambahan berupa

bangunan Monumen Tugu Makam Pahlawan.

(19)

4.2 Elemen Taman Setra

Masing-masing taman setra memiliki elemen keras

(hardscape) dan elemen lunak (softscape) yang

hampir sama tetapi ada variasi atau sedikit perbedaan

terutama dalam hal volume (ukuran) dan jenis bahan

serta jumlahnya pada elemen kerasnya, dan jenis satwa

serta tumbuhan yang dominan pada elemen lunaknya.

Pada tabel berikut disajikan elemen taman yang ada

(20)

Tabel 4.2. Elemen Taman Setra di Kecamatan Ubud

No Jenis elemen Uraian (1) (2) (3) 1 Elemen Keras

1. Pura Prajapati: pada umumnya di posisi timur laut

setra, pintu gerbang berupa bangunanan candi bentar menghadap ke arah barat/selatan dan lengkap dengan tembok penyengkernya. Di dalamnya ada dua buah bangunan yaitu: sebuah bangunan palinggih Padma

Sana di bagian posisi timur laut, dan sebuah bangunan

balai berupa Paliyangan.

2. Wantilan: sebagaian besar beratap genteng.

3. Pamuwunan: di sebelah selatan/barat/barat daya Prajapati.

4. Tugu Pahlawan: terdapat di tiga tempat, yaitu pada

Taman Setra Tunon, Dalem Puri Ubud, dan Kedewatan.

5. Tempat liang lahat (kuburan) di sisi bagian selatan/barat/barat daya Prajapati, biasanya dilengkapi batu nisan.

(21)

T

abel 4.2 (lanjutan)

(1) (2) (3)

6. Setra Bajang/Rare: posisi dan luasnya bervariasi.

7. Pintu gerbang dan Tembok penyengker: hampir semua tidak memiliki pintu gerbang yang permanen (hanya jalan masuk/keluar saja), kecuali pada Taman Setra Mas, Dalem Puri Ubud, dan Kedewatan, yang sudah memiliki tembok penyengker hanya

Taman Setra Dalem Puri Ubud, dan Kedewatan.

8. Lampu taman: bervariasi antara 2 (dua) sampai 4 (empat) buah. 9. Patung Raksasa/Rangda/Kalika/Sang Suratma: pada umumnya

berjumlah 2 (dua) buah di depan Candi Bentar Prajapati. 10. Pedestrian: Halaman dalam dan luar Pura Prajapati sudah

dikeraskan dengan batu sikat, demikian pula halaman dalam Tugu Pahlawan sudah dikeraskan dengan pasangan batu sikat,

sedangkan halaman depan Tugu Pahlawan serta jalan dari

halaman depan Tugu Pahlawan sampai pintu gerbang selebar 2 meter dikeraskan dengan pasangan vaving.

11.Batu Nisan: pada umumnya terbuat dari batu padas atau batu parimanan, jumlahnya bervariasi 15 – 50 buah.

(22)

Tabel 4.2 (Lanjutan)

(1) (2) (3)

2 Elemen Lunak

1. Tanaman Jenis rumput: di dominasi oleh rumput teki, berurutan semakin sedikit yaitu alang-alang, rumput belulang, rumput lidah ayam, dan rumput liar lainnya . 2. Tanaman jenis semak: yang dominan patikan kebo,

kitolod, bayam, daun

kesimbukan, kangkang yuyu, daun dewa, gumitir, dan pagagan.

3. Tanaman jenis perdu: yang dominan antara lain puring, Awar-awar, Andong, Kerasi, Kem, Pandan, pungut,

pepaya, dan pisang.

4. Tanaman jenis pohon: yang khas seperti Pole, Kepuh, kepah, Kroyo, beringin, Jepun, Enao, asem. Di beberapa

taman setra juga ada tanaman mangga, nangka, bila,

(23)

Berdasarkan uraian dalam tabel tersebut, pada

prinsipnya elemen taman setra di Kecamatan Ubud

hampir sama, baik elemen keras maupun elemen

lunaknya. Pada elemen kerasnya pada semua setra ada

Pura Prajapati. Pada prajapati selalu ada palinggih

padma dan paliyangan. Cuma ada variasi dalam jenis

padma-nya. Pada Taman Setra Singakerta, Peliatan, Ubud

(Dalem Puri), Petulu, Bentuyung, dan Kedewatan

menggunakan jenis Padma Sana (50%) sedangkan yang

lainnya menggunakan jenis Padma Sari. Demikian pula

bangunan paliyangan-nya bervariasi sesuai dengan konsep

desa, kala, dan patra masing-masing desa pakraman

dalam hal bentuk, ukuran, asesoris, dan bahan

bangunannya, termasuk juga tembok penyengker dan

(24)

Elemen Keras yang lainnya seperti: pamuhunan,

wantilan/bale panjang/bale pesanekan, batu nisan,

patung, lampu taman, dan pedestriannya pada

dasarnya sama hanya ada sedikit variasi atau

perbedaan dalam hal bentuk, ukuran, dan bahan yang

digunakan. Ada kekhasan di tiga taman setra yaitu

pada Taman Setra Tunon, Ubud (Dalem Puri), dan

Kedewatan ada tambahan elemen bangunan

(25)

Demikian pula halnya dengan elemen lunaknya secara umum

sama dalam hal jenis-jenis tanaman yang ada baik jenis

tanaman rumput/penutup tanah, jenis semak, perdu, dan jenis

pohon, akan tetapi ada variasi atau sedikit perbedaan dalam hal

jumlah masing-masing jenis dan satwa yang dominan ada pada

taman setra masing-masing. Diantaranya yang paling khas

adalah di Taman Setra Padang Tegal. Pada taman setra ini

jumlah dan jenis tanamannya paling banyak karena areal setra

menyatu dengan areal hutan yang ada disekitarnya dan dihuni

oleh binatang kera yang begitu banyak jumlahnya, sehingga

menjadi daya tarik yang cukup besar bagi kaum wisatawan

baik domistik maupun manca negara. Desa Pakraman Padang

Tegal mendapat kontribusi yang cukup besar terhadap

pendapatan hasil penjualan tiket masuk pada “Objek Wisata

Mongkey Forest Padang Tegal Ubud” tersebut.

(26)

4.3 Morfometri dan Pemanfaatan Taman Setra

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan

maka dapat dijelaskan bahwa taman setra merupakan hal

yang cukup vital bagi setiap desa pakraman di Bali.

Demikian pula halnya di Kecamatan Ubud taman setra

juga merupakan kebutuhan masyarakat yang sangat vital

bagi setiap desa pakraman dalam pelaksanaan sekerta tata

agama, khususnya agama Hindu. Karena taman setra

sudah diyakini memiliki multi fungsi dan potensi yang

cukup besar baik ditinjau dari sudut arsitektural,

fungsional, estetetika, dan aspek

sosio-culture-religius-magis. Disamping memiliki fungsi ekologis sebagai ruang

(27)

 Disamping memiliki fungsi ekologis sebagai ruang terbuka hijau wajah setra juga semakin dipercantik dengan sentuhan Arsitektur Tradisional Bali dan arsitektur lansekap sehingga lebih mampu memberikan keamanan, kenyamanan, dan kebahagiaan dalam memanfaatkan setra untuk berbagai keperluan seperti tempat

penguburan jenazah, pembakaran mayat, upacara pengabenan baik perseorangan maupun massal, dan ritual lainnya seperti palaksanaan upacara pecaruan sasih kaenem, mabayuh, serta ngerehang

sasuwunan barong atau rangda. Dalam pertunjukan calonarang

maka setra juga tidak luput sebagai bagian dari media tempat

pertunjukan tersebut. Contoh pemanfaatan lainnya seperti yang telah diuraikan di atas pada “Obyek Wisata Mongky Forest” Taman Setra Padang Tegal dan ritual upacara Palebon di Taman Setra Ubud

(Dalem Puri) yang sering kali sangat megah yang dilaksanakan oleh Puri Ubud dan Puri Peliatan menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum wisatawan baik domestik maupun manca negara, sehingga mampu meningkatkan pendapatan negara maupun daerah lewat sektor

(28)

Disamping fungsi tersebut di atas, pada beberapa

taman setra yang ada monumen tugu makam

pahlawannya seperti di Taman Setra Tunon dan Dalem

Puri Ubud juga sering dimanfaatkan sebagi tempat

melaksanakan upacara bendera pada peringatan

hari-hari bersejarah negara Indonesia seperti peringatan

Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia,

Hari Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia,

Napak Tilas Perjuangan Pahlawan I Gusti Ngurah Rai,

dan lainnya.

(29)

Dalam rangka mewujudkan kuburan (setra) sebagai

taman setra Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar

beberapa tahun yang lalu sebenarnya sudah ikut ambil

bagian yaitu dengan menyelenggarakan “Lomba

Taman Setra” dengan harapan agar fungsi taman setra

dapat lebih ditingkatkan, disamping fungsi umum

seperti tersebut diatas juga pada aspek estetikanya,

sehingga taman setra betul-betul menjadi sebuah

tapak dengan ekositemnya yang ANIRAL (Aman,

Nyaman, Indah, Rindang, Asri, dan Lestari).

(30)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Taman setra sebagai suatu satuan ekosistem yang sangat khas. Sebagai sebuah taman lengkap dengan elemen-elemen penyusunnya seperti elemen keras (hard scape) maupun elemen lunak (soft scape). Elemen kerasnya antara lain: areal/tapak setra, bangunan Palinggih Prajapati,

Pamuhunan, Peliyangan, wantilan, tembok pembatas, asagan,

gundukan/liang kubur, batu nisan, bebatuan alami (Batu sikat),

bebatuan fabrika (Paving), tempat/tiang lampu, patung, dan bangunan lainnya seperti Monumen Tugu Makam Pahlawan yang terdapat di

Taman Setra Tunon, Dalem Puri Ubud, dan Kedewatan. Sedangkan

elemen lunaknya antara lain: (a) tanaman baik berupa tanaman

tahunan maupun tanaman semusim, tanaman perdu, semak, tanaman merambat, maupun tanaman rerumputan/penutup tanah; (b)

binatang, baik jenis mamalia, unggas, reptil, insekta, mulusca, dan yang lainnya, tetapi yang paling menonjol adalah keberadaan binatang kera di Taman Setra Padang Tegal Ubud, sebagai obyek wisata yang sangat terkenal.

(31)

2. Masing-masing taman setra di Kecamatan Ubud memiliki

persamaan dalam hal tata ruang dan elemen-elemen

taman, hanya ada variasi atau perbedaan terutama dalam

hal luas areal, posisi, bentuk, asesoris, dan bahan

bangunan, serta jumlah dan jenis satwa dan tumbuhan

yang dominan.

3. Taman setra di Kecamatan Ubud sudah diyakini memiliki

multi fungsi dan potensi yang cukup besar baik ditinjau

dari sudut arsitektural, fungsional, estetetika, dan aspek

sosio-culture-religius-magis. Disamping memiliki fungsi

ekologis sebagai ruang terbuka hijau, setra juga

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti tempat

penguburan jenazah, pembakaran mayat, upacara

pengabenan baik perseorangan maupun massal, dan ritual

lainnya seperti palaksanaan upacara pecaruan sasih

kaenem, mabayuh, serta ngerehang sasuwunan barong

(32)

4. Fungsi taman setra lainnya yang memiliki kekhasan

tersendiri seperti Obyek Wisata Mongky Forest Taman

Setra Padang Tegal Ubud dan ritual upacara Palebon di

Taman Setra Dalem Puri Ubud yang sering kali sangat

megah yang dilaksanakan oleh Keluarga Puri Ubud dan

Puri Peliatan menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum

wisatawan baik domestik maupun manca negara, sehingga

mampu meningkatkan pendapatan negara maupun daerah

lewat sektor pariwisata. Disamping itu pada taman setra

yang ada monumen tugu makam pahlawannya seperti di

Taman Setra Tunon dan Dalem Puri Ubud juga sering

dimanfaatkan sebagi tempat melaksanakan upacara

bendera pada peringatan hari-hari bersejarah negara

Indonesia.

(33)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut:

1. Disarankan kepada masing-masing desa pakraman di Kematan Ubud agar memanfaatkan lahan kosong yang ada di sekitar setra untuk ditanami tanaman langka dan tanaman upakara yang

dibutuhkan untuk upacara yadnya, sehingga taman setra

menjadi lebih rindang yang sekaligus juga dapat meningkatkan kualitas fungsi taman setra sebagai ruang terbuka hijau dan

paru-paru desa pakraman.

2. Disarankan agar masing-masing desa pakraman secara bertahap dapat menata elemen-elemen taman setra-nya sedemikian rupa sehingga taman setra betul-betul menjadi sebuah tapak dengan ekositemnya yang ANIRAL (Aman, Nyaman, Indah, Rindang, Asri, dan Lestari).

(34)

DAFTAR PUSTAKA

 Jawatan Agama Hindu dan Buddha Propinsi Bali. 1973. Tata Nuntun Miwah Midabdabin Desa Adat Ring Bali.

Proyek Penyuluhan Agama Propinsi Bali. Denpasar.

Bappeda Bali. 1975. Arsitektur Tradisionil Bali. Bappeda Bali. Denpasar.

 Suada, I Nyoman. 2014. Bali dalam Persepektif Sejarah dan Tradisi dalam Relevansinya dengan Era Globalisasi

menuju keajegan Bali yang Harmonis. Yayasan Surya Dewata Bali. Denpasar.

Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

 Suja, I Wayan. 2010. Kearifan Lokal Sains Asli Bali. Universitas Pendidikan Ganesha. Penerbit Paramita, Surabaya.

Widana, Ida Bagus Gede. 2011. Dharmaning Hasta Kosali

Arsitektur tradisional Bali. Penrbit Dharma Putra.

(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)

Gambar

Tabel 4.1.   Pola Ruang Taman Setra

Referensi

Dokumen terkait

Hal itu terlihat dari peningkatan total PDRB Kabupaten Seluma baik atas dasar. harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga

Penomoran yang berurutan dalam satu tahun takwin Tanda tangan dan nama lengkap pejabat pembuat nota dinas ditulis dengan huruf awal kapital pada setiap awal kata, tanpa cap

Berdasarkan pada pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya yaitu mengenai pemberdayaan potensi sosial masyarakat yang dilakukan oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) Bandung,

-Pre- preparation -Kuis -Ceramah -Presentasi -Diskusi -Short Case 150 Menit Kajian pustaka dan artikel Communication Skill, Collaborative, Creative thinking, Critical thinking,

Bentuk dan Fungsi Gaya Bahasa Retoris Erotesis Berdasarkan hasil penelitian mengenai gaya bahasa retoris erotesis pada kumpulan lagu karya Yui Yoshioka, telah didapatkan

PENGARUH VIRAL MARKETING TERHADAP PURCHASE DECISION INVOLVEMENT DI DUSUN BAMBU.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Aktivitas ini dilakukan baik dalam proses belajar-mengajar dalam kelas atau berkarya secara pribadi di studio merupakan karakteristik kegiatan yang dominan pada Institut

1 Saat kita meniup dengan kuat, berarti udara (fluida) dapat dianggap bergerak dengan cepat sehingga tekanannya menjadi turun dan lebih rendah dari tekanan udara di permukaan