• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN

LAPORAN SINGKAT

RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN

KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN

DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---

(BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN)

Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : IV

Rapat ke :

Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Panja

Hari/tanggal : Rabu, 27 April 2016

Waktu : Pukul 11.00 s.d. 20.55 WIB

Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI Acara :

Melanjutkan Pembahasan DIM RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. PENDAHULUAN

Rapat Panja RUU tentang KUHP dibuka pada pukul 11.00 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, DR. Benny K. Harman, SH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas.

II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN

Beberapa DIM RUU tentang KUHP yang dilakukan pembahasan, diantaranya sebagai berikut:

1. Pasal 37

Pertanggungjawaban pidana adalah kondisi terpenuhinya celaan yang objektif yang ada pada tindak pidana dan celaan yang subjektif kepada setiap orang yang memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana.

Pending Panja 26 April 2016. Alternatif 1:

Pertanggungjawaban pidana terjadi karena adanya perbuatan sebagai tindak pidana yang dikenakan kepada pembuat tindak pidana yang telah memenuhi syarat untuk dapat dijatuhi pidana karena perbuatannya itu.

(2)

2  Pemerintah menjelaskan terkait dengan Celaan obyek dan subyektif, sebelum ada celaan subyektif harus ada celaan obyektif, pencelaan sulit diartikan.

 Pertanggungjawaban pidana adalah kondisi terpenuhinya persyaratan untuk dipidananya seseorang yang melakukan tindak pidana,

 Salah satu makna kesalahan adalah tanggungjawab pidana, dia mampu bertanggungjawab secara mental tidak ada gangguan jiwa. sekali

 Bahwa pertanggungjawaban pidana adalah kondisi terpenuhinya celaan obyektif dan celaan yang subyektif untuk dipidananya seseorang yang melakukan tindak pidana,

 Bahwa rumusan pertanggungjawaban harus memenuhi syarat agar orang lebih mudah memahami. Kesalahan meliputi unsur kemampuan bertanggungjawab, kesengajaan atau kealpaan dan tidak alasan pemaaf.  Bahwa yang menjadi ciri khas celaan obyektif dan celaan subyektif masuk

dalam pasal.

 Diusulkan agar kata “yang” dihapus. celaan obyektif dan subyektif agar dibuat penjelasaan agar semua orang memahami.

 Bahwa pertanggujawaban pidana harus masuk dalam norma untuk manjadikan cirri khas hukum pidana, apakah kata celaan obyektif dan subyektif masuk, dan apa pengertiannya.

 Sebagai catatan : diserahkan kepada pemerintah untuk merumuskan kembali beserta penjelasannya dengan mengakomodir usulan yang ada.  Rumusan alternatif 2 Pemerintah terhadap Pasal 37, sebagai berikut:

Pertanggungjawaban pidana adalah kondisi terpenuhinya persyaratan untuk dipidananya seseorang yang telah melakukan tindak pidana.

Catatan:

1. Pasal 37 RUU masuk dalam penjelasan. 2. Lihat Pasal 38 ayat (2).

 Usul Pimpinan Panja 27 April 2016:

Pertanggungjawaban pidana adalah kondisi terpenuhinya celaan yang objektif dan celaan yang subjektif untuk dapat dipidananya seseorang yang telah melakukan tindak pidana.

Catatan: Penjelasan Prof. Muladi menjadi penjelasan Pasal 37.  F-Nasdem mengusulkan sebagai berikut :

Pasal 37

Pertanggungjawaban pidana adalah kondisi terpenuhinya celaan objektif dan celaan subjektif untuk dapat dipidananya seseorang yang telah melakukan tindak pidana.

Catatan:

celaan objektif dan celaan subjektif diberikan penjelasan.

Sebagai Catatan: Bahwa Pasal 37 dirumuskan kembali oleh Pemerintah berserta penjelasannya dengan mengakomodir usulan yang ada.

Disetujui Panja 27 April 2016. 2. Pasal 38 dan Pasal 38A

 Bahwa rumusan Pasal 38 dihapus dan disetujui rumusan alternatif, sebagai berikut:

(1) Tidak seorang pun yang melakukan tindak pidana dapat dipidana tanpa kesalahan.

(3)

3 (2) Kesalahan meliputi unsur kemampuan bertanggungjawab, kesengajaan

atau kealpaan dan tidak alasan pemaaf.  Rumusan Alternatif:

Pasal 38

Tidak seorang pun yang melakukan tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan tanpa adanya kesalahan.

Disetujui Panja 27-04-2016, dibahas Timus dan Timsin  Rumusan Pasal 38A:

Pasal 38A

Pertanggungjawaban pidana meliputi unsur kemampuan bertanggung jawab, kesengajaan atau kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf.

 Pemerintah diminta merumuskan kembali Pasal 37 dan Pasal 38 3. Pasal 39

 Rumusan Pasal 39 sebagai berikut

(1) Bagi tindak pidana tertentu, Undang-Undang dapat menentukan bahwa seseorang dapat dipidana semata-mata karena telah dipenuhinya unsur-unsur tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan adanya kesalahan.

Pemerintah memberikan contoh sebagai berikut:

tindak pidana tertentu dalam ketentuan ini antara lain tindak pidana lingkungan hidup.

(2) Dalam hal ditentukan oleh Undang-Undang, setiap orang dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain.

 Pemerintah mengusulkan rumusan penjelasan Pasal 39 tetap.  Disetujui Panja 27-04-2016, dibahas Timus dan Timsin

4. Pasal 40

 Rumusan Pasal 40 sebagai berikut

(1) Seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan jika orang tersebut melakukan tindak pidana dengan sengaja atau karena kealpaan.

(2) Perbuatan yang dapat dipidana adalah perbuatan yang dilakukan deng-an sengaja, kecuali peraturdeng-an perunddeng-ang-unddeng-angdeng-an menentukdeng-an secara tegas bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan dengan kealpaan dapat dipidana.

(3) Seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan terhadap akibat tindak pidana tertentu yang oleh Undang-Undang diperberat ancaman pidananya, jika ia mengetahui kemungkinan terjadinya akibat tersebut atau sekurang-kurangnya ada kealpaan.

Catatan: Akibat tersebut diberikan penjelasan.

(4)

4 5. Pasal 41

 Rumusan tetap dan Pemerintah mengusulkan penjelasan tetap  Disetujui Panja 27-04-2016, dibahas Timus dan Timsin

6. Pasal 42

 Rumusan tetap dan dengan rumusan penjelasan sebagai berikut :

Yang dimaksudkan dengan “kurang dapat dipertanggungjawabkan” adalah ketidakstabilan mental pada seseorang untuk mengarahkan kemauan atau kehendaknya dalam rangka pertanggungjawaban. Dalam hal demikian pembuat tindak pidana dinilai sebagai kurang mampu untuk menginsyafi tentang sifat melawan hukumnya dari perbuatan yang dilakukan atau untuk berbuat berdasarkan keinsyafan yang dapat dipidana. Atas perbuatan tersebut pidananya dapat diperingan, namun hakim dapat juga hanya menjatuhkan tindakan berupa perawatan di rumah sakit jiwa, atau menyerahkan pembuat tindak pidana kepada pemerintah untuk diambil tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Disetujui Panja 27-04-2016, dibahas Timus dan Timsin 7. Pasal 42A dan Pasal 42B

 Pasal 42A (berasal dari Pasal 115 ayat (1), dengan rumusan sebagai berikut:

“Pertanggungjawaban pidana tidak dapat dikenakan terhadap anak yang pada waktu melakukan tindak pidana belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun .”

 Pasal 42B (berasal dari Pasal 120), dengan rumusan sebagai berikut: Dalam hal anak yang belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional mengambil keputusan untuk:

a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/wali; atau

b. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.  Bahwa mengenai ketentuan usia 12 tahun telah diatur dalam UU tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

 Disetujui Panja 27-04-2016, dibahas Timus dan Timsin

8. Sebagai catatan dalam Paragraf 5 tentang Alasan Pemaaf yaitu Perlu di cantumkan kewenangan hakim dalam memutuskan dalam penghapusan pidana.

9. Pasal 43

 Pada prinsipnya pasal tersebut sudah disetujui Panja,

 Pemerintah menjelaskan bahwa alasan untuk meringankan hukuman, mengikuti prinsip doktrin dualisme, apakah ada kesalahan atau tidak, ada kesalahan tapi dihapuskan karena ada alasan pemaaf, siapa yang menentukan seseorang itu tidak dipidana. Sesungguhnya hakim yang

(5)

5 menentukan itu, alasan pemaaf harus diuji, ada kesalahan tapi juga harus ada penghapousnya.

 Bagaimana dengan konteks menyampaikan visi hukum setiap orang dianggap mengetahui hukum.

 Dalam keadaan tertentu seseorang dapat dipidana atau tidak,

 Bahwa dalam Pasal 43 ayat (1) ada 2 hal yang berbeda, yang dapat dipidana dan tidak dapat dipidana

 Bahwa alasan pemaaf meliputi alasan seseorang yang tidak merupakan tindak pidana, karena paksaan, dan perintah jabatan.

 Pemerintah menjelaskan bahwa dalam konteks tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana, bagaimana konsep pertanggungjawaban ini.  Bahwa diusulkan dalam Pasal 43 hanya khusus alasan pemaaf, sehingga

Pasal 43 ayat (1) yang dipidana dihapuskan dipindahkan ketempat lain (relokasi).

 catatan : perlu dicantumkan kewenangan hakim dalam memutuskan dalam penghapusan pidana dan dalam RUU ini agar diatur terhadap hakim yang memerintahkan untuk dikenakan tindakan.

III. PENUTUP

Rapat diskors pukul 20.55 WIB, DAN akan dilanjutkan pada hari Kamis tanggal 28 April 2016 pukul 10.00 WIB

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukannya penelitian adalah mengidentifikasi bentuk interaksi sosial antarsiswa dalam pembelajaran di kelas IV SDN 1 Grendeng dan mengetahui implikasi interaksi

Dalam rangka untuk menentukan nilai tahanan jenis batuan andesit di Desa Polisiri Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang, maka perlu dilakukan penyelidikan pendugaan bawah

Berdasarkan hasil perhitungan dan interpretasi data lapangan geolistrik, diperoleh parameter-parameter dari jenis batuan berdasarkan tanahan jenis pada kedalaman yang

Bedasarkan latar belakang permasalahan yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka penulis menetapkan didapatkan judul penciptaan karya fotografi yang berjudul “Metafora Mainan

Redesign /pengembangan Terminal Penumpang Internasional Bandara Sam Ratulangi Manado akan dirancang dengan menerapkan tema Arsitektur Metabolisme, dimana dalam

Pada halaman menu ini, terdapat 4 menu utama, yaitu : 1. Dashboard Form Username Form Password Tombol Login Icon Menu.. Selain itu, dimenu utama juga terdapat shortcut untuk ke menu

 Manusia memiliki hak untuk memodifikasi lingkungan alam agar sesuai dengan kebutuhan mereka.  Tanaman dan hewan memiliki hak sebanyak manusia untuk eksis.  Manusia

Kasus tersebut didakwakan dengan primair Pasal 25 ayat (1) tentang ikhtilath dengan hukuman 25 kali cambuk dan subsidair Pasal 23 ayat (1) tentang khalwat dengan hukuman 15