• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Motivasi 2.1.1. Defenisi Motivasi

Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Untuk itu, diperlukan pengetahuan mengenai pengertian dan hakikat motivasi, serta kemampuan teknik menciptakan situasi sehingga menimbulkan motivasi/dorongan bagi mereka untuk berbuat atau berperilaku sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh organisasi.

Untuk menghindarkan kekurangtepatan penggunaan istilah motivasi ini, perlu dipahami pendapat M. Manullang tentang adanya istilah-istilah yang mirip dan sering dikacaukan tentang motivasi tersebut antara lain: motif, motivasi, motivasi kerja, dan insentif.

2.1.1.1 Motif

Kata motif disamakan artinya dengan kata-kata motive, dorongan, alasan dan driving force. Motif adalah daya pendorong atau tenaga pendorong yang mendorong manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia yang menyebabkan manusia bertindak. Dikatakan bahwa rumusan yang berbunyi

motive are the way of behaviour adalah tepat. Artinya, mengapa timbul tingkah

(2)

2.1.1.2 Motivasi

Beberapa ahli memberikan batasan tentang motivasi antara lain, menurut Terry (1977, dalam Malayu, 2005) motivasi adalah keinginan di dalam diri individu yang mendorongnya untuk bertindak. Menurut Manullang (1982) motivasi adalah pemberian motif, penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat pula diartikan faktor yang mendorong orang untuk bertindak. Menurut Moekijat (1997) dalam kamus manajemen adalah setiap perasaan atau keinginan yang sangat mempengaruhi orang, sehingga individu didorong untuk bertindak. Motivasi adalah pengaruh, kekuatan yang menimbulkan kelakuan. Motivasi adalah proses-proses dalam menentukan gerak atau tingkah laku individu pada tujuan-tujuan.

Dari defenisi-defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi sesuatu yang bersifat dinamis dan merupakan suatu proses yang dapat menampilkan prilaku untuk mencapai tujuan dalam memuaskan kebutuhan-kebutuhan dirinya. Hingga mendapat tujuan yang dikehendaki dan dapat selaras dengan waktu yang ada.

2.1.1.3. Motivasi kerja

Bertolak dari arti kata motivasi tadi, maka yang dimaksud dengan motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Atau dengan kata lain pendorong semangat kerja. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja menurut Ravianto adalah : atasan, rekan sekerja, sarana fisik, kebijaksanaan dan peraturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis

(3)

pekerjaan dan tantangan. Jadi motivasi individu untuk bekerja sangat dipengaruhi oleh sistem kebutuhannya (Manullang, 2008).

2.1.1.4. Insentif

Istilah insentif (incentive) dapat diganti dengan kata: alat motivasi, sarana motivasi, sarana penimbulan motive atau sarana yang menimbulkan dorongan. Dengan pembatasan-pembatasan penggantian istilah-istilah tersebut diatas, dapatlah dihindari pengkacaubalauan penggunaan istilah yang menyangkut motivasi tersebut (Manullang, 2008).

2.1.2. Teori Motivasi

Ada beberapa teori tentang motivasi yaitu : 2.1.2.1. Teori Kebutuhan

Teori kebutuhan dan Maslow (1954, dalam Swansburg, 2001) seiring digunakan dalam keperawatan untuk memahami perilaku manusia. Perawat sama dengan manusia lain yang mempunyai kebutuhan fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri. Teori ini didasari oleh asumsi bahwa manusia tidak pernah puas, artinya jika kebutuhan fisiologis terpenuhi maka individu termotivasi untuk memenuhi kebutuhan berikutnya, demikian seterusnya.

Begitu juga dengan kebutuhan perawat dengan terwujud kebutuhannya akan meningkatkan motivasi dalam bekerja. Penjelasan ini memberikan dampak pada pengelola keperawatan bahwa motivasi harus terus menerus digerakkan secara bebas, melalui rangsangan dan respon yang tidak berhenti pada satu titik

(4)

pencapaian. tetapi terus bergerak pada pencapaian yang lehih tinggi. Pengelola harus membuat program motivasi yang lebih dinamis dan berkelanjutan.

2.1.2.2. Teori prestasi, ikatan, dan kekuatan

Mc.Clelland (1961, dalam Swansburg, 2001) mengemukakan bahwa kebutuhan mencapai prestasi tertentu merupakan pendorong yang kuat untuk melebihi apa yang telah dicapai atau melakukan sesuatu lebih baik dari sebelumnya.

Karakteristik individu yang ingin prestasi tinggi adalah mempunyai tujuan yang realistik, senang aktivitas pemecahan masalah, menyukai umpan balik yang kongkrit tentang penampilannya, senang menghadapi tantanganan bertanggung jawab. Jika individu seperti ini ditempatkan pada unit yang monoton, statis, maka akan menurunkan penampilan kerja.

Individu membutuhkan ikatan, misalnya sahabat, kasih sayang dan rasa dimiliki. Individu yang membutuhkan ikatan interpersonal tinggi menginginkan unit kerja yang selalu ada interaksi.

Individu ingin mengontrol orang lain dan sering monolak pengawasan terhadap dirinya. Jika ditemukan pekerja yang selalu ingin mengontrol, maka posisinya yang harus disesuaikan, misalnya, posisi yang perlu mempengaruhi orang lain. Menurut penelitian Mc.Clelland, program latihan dapat meningkatkan motivasi pekerja pada berbagai area pekerjaan.

(5)

2.1.2.3. Teori Dua Faktor

Herzberg (1996, dalam Swansburg, 2001) mengemukakan bahwa motivasi identik dengan kepuasan kerja. Kepuasan dan ketidakpuasan kerja tidak berada dalam satu kontinum, keduanya merupakan hal yang berbeda khususnya dalam hal penyebab atau dua faktor yang mempengaruhi.

Dua faktor yang dikemukakan J-Herzberg adalah:

a. Faktor ekstrinsik disebut juga faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan kerja atau faktor yang dapat mempertahankan pekerja. Jika faktor ini ada maka dapat dicegah ketidakpuasan kerja, tetapi tidak berarti kepuasan kerja sudah dicapai, karena kepuasan kerja dipengaruhi oleh faktor lain. Yang termasuk faktor ekstrinsik adalah gaji, supervisi, hubungan dengan teman sekelompok, hubungan dengan bawahan, peraturan dan prosedur institusi, kondisi kerja dan keselamatan kerja.

b. Faktor intrinsik disebut juga faktor motif atau pendorong. Jika dua faktor ada yaitu faktor extrinsik dan intrinsik, maka pekerja dapat mencapai kepuasan kerja, tetapi jika tidak ada bukan berarti kepuasan kerja tidak tercapai. Yang termasuk dalam faktor intrinsik adalah pencapaian, penguatan, tanggung jawab, peningkatan status, tugas itu sendiri, kemungkinan berkembang.

2.1.2.4. Teori Penguatan

Teori ini dikemukakan oleh ahli psikologi Skinner dalam Nursalam (2002). Dalam teori ini dinyatakan bahwa perilaku dipelajari melalui proses.

(6)

Pengetahuan didapat melalui konsekuensi dari perilaku. Konsekuensi dari perilaku mempengaruhi diulang atau tidaknya suatu perilaku. Perilaku yang memuaskan harus dikuatkan dan dipuji untuk meningkatkan dorongan mengulang kembali perilaku tersebut. Konsekuensi yang memuaskan hanya timbul jika perilaku yang ditampilkan memuaskan. Setiap kali konsekuensi ini timbul maka perilaku semakin dikuatkan. Pujian yang diberikan kepada seseorang jika ia berperilaku positif disebut penguatan positif. Ada juga penguatan yang bersifat negatif, seperti hukuman dan peniadaan. Namun yang dianjurkan yang paling mudah dan paling efektif merubah perilaku adalah penguatan positif.

2.1.2.5. Teori Pengharapan

Dikemukakan oleh Vroom (1964, dalam Swansburg, 2001). Vroom menyatakan bahwa pengharapan adalah tingkat penampilan tertentu, mungkin dapat terwujud melalui usaha tertentu. Individu akan memilih alternatif usaha yang memungkinkan hasil yang paling baik. Teori ini meyakini bahwa individu termotivasi oleh harapan hasil yang akan datang.

2.1.2.6. Teori Penetapan Tujuan

Teori ini dikemukakan oleh Locke (1981. dalam Swansburg, 2001). Penelitian menggambarkan bahwa penetapan tujuan yang spesifik, menghasilkan tingkat penampilan yang lebih tinggi dan tujuan yang umum atau tanpa tujuan. Tujuan hendaknya mempunyai lima komponen yaitu : spesific (khusus),

measurable (dapat diukur), achievable (dapat dicapai), realistic (dapat

(7)

2.1.2.7. Teori Tradisional

Teori ini dikemukakan oleh F. Taylor ( dalam Reksohadiprodjo, 2000). Taylor menyatakan bahwa untuk memotivasi karyawan, para pemimpin harus memiliki sistem upah intensif makin banyak karyawan menghasilkan makin banyak mereka memperoleh upah. Menurut taylor, karyawan itu pada hakekatnya malas, hanya dengan janji finansial mereka akan termotivasi untuk melakukan pekerjaan. Tetapi hendaknya perlu diingatkan bahwa kejadian ini sifatnya hanyalah sementara terutama bila efisiensi naik dan banyak karyawan terputus hubungan kerjanya, yang akan mencari kelangsungan hidup.

2.1.2.8. Teori Hubungan Kemanusiaan

Teori ini dikemukakan oleh E.Mayo ( dalam Reksohardiprojo, 2000) menyatakan bahwa karyawan memerlukan kontak sosial untuk motivasi kerja mereka. Kebosanan dan berulangnya pekerjaan merupakan faktor yang mengurangi motivasi untuk bekerja. Oleh karena itu pimpinan harus memperhatikan kebutuhan sosial karyawannya dengan menimbulkan suasana dimana orang merasa dirinya berguna dan penting. Mereka diberi kebebasan mengambil keputusan, pimpinan memanfaatkan kelompok-kelompok tidak formal dan karyawan di beri informasi tentang perusahaan.

2.1.3. Jenis-jenis Motivasi

Secara umum, motivasi ada dua macam yang dikenal, yaitu Motivasi intrinsik (datang dari dalam diri individu) dan motivasi ekstrinsik (datang dari lingkungan).

(8)

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu, yaitu semacam dorongan yang bersumber dari dalam diri, tanpa harus menunggu rangsangan dari luar. Motivasi intrinsik merupakan dorongan atau rangsangan yang bersifat konstan dan biasanya tidak mudah dipengaruhi oleh lingkungan luar. Oleb karena itu, para ahli sependapat bahwa motivasi intrinsik akan sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku.

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh adanya rangsangan atau dorongan dari luar. Rangsangan tersebut bisa dimanifestasikan bermacam macam sesuai dengan karakter, pendidikan, latar belakang orang yang bersangkutan. Kelemahan dan motivasi ini adalah harus senantiasa didukung oleh lingkungan, fasilitas orang yang mengawasi, sebab kesadaran dari dalam diri individu itu belum tumbuh (Budi tandean, 2008).

Sedangkan Achmad (2007), mengklasifikasikan motivasi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu motivasi internal yang timbul dari dalam diri pribadi seseorang itu sendiri, seperti sistem nilai yang dianut, harapan, minat, cita-cita, dan aspek lain yang secara internal melekat pada seseorang. Sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi eksternal yang muncul dari luar diri pribadi seseorang, seperti kondisi lingkungan kelas, sekolah, adanya ganjaran berupa hadiah (reward) bahkan karena merasa takut oleh hukuman (punishment) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi).

Ada juga ahli yang menggolongkan motivasi itu menjadi dua macam atas dasar isi dan persangkutpautannya, yaitu : Motivasi jasmaniah, seperti misalnya

(9)

refleks, instink, otomatisme, nafsu, hasrat, dan sebagainya dan motivasi rohaniah. yaitu kemauan.

Kemauan itu terbentuk melalui empat momen, seperti disajikan berikut ini a. Momen timbulnya alasan-alasan :

Misalnya seseorang sedang giat belajar di kamar karena alasannya sebentar lagi akan menempuh ujian.

b. Momen pilih

Yaitu keadaan di mana ada alternatif-altematit yang mengakibatkan persaingan antara alasan-alasan itu.

c. Momen putusan

Momen perjuangan alasan-alasan berakhir dengan dipilihnya salah satu altematif, dan ini menjadi putusan, ketetapan yang menentukan aktivitas yang akan dilakukan.

d. Momen terbentuknya kemauan

Dengan diarnbilnya sesuatu keputusan, maka timbullah di dalam batin manusia dorongan untuk bertindak. melakukan putusan tersebut.

2.1.4. Cara menumbuhkan motivasi

Di dalam kegiatan belajar mengajar, peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dan dapat mengarahkan serta memelihara keterkaitan dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. Dalam kaitan itu perlu diketahui bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi dapat bermacam-macam.

(10)

Adapun beberapa cara menumbuhkan motivasi menurut Ivor K. Davies (1986 dalam Manullang, 2008):

2.1.4.1. Pemberian hadiah

Pemberian hadiah kepada peserta didik akan menumbuhkan keinginan untuk mempertahankan atau meningkatkan prestasi belajar.

2.1.4.2. Meningkatkan persaingan/ kompetitif

Persaingan, baik persaingan individu maupun kelompok dalam meningkatkan prestasi belajar.

2.1.4.3. Ego involment

Menumbuhkan kesadaran kepada peserta didik agar dilaksanakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan untuk bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri adalah salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.

2.1.4.4. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan yang telah dikerjakan apalagi bila adanya kemajuan akan meningkatkan kegiatan belajar.

2.1.4.5. Pujian

Apabila seorang sukses melaksanakan tugas, dengan baik perlu diberikan pujian. Pujian merupakan reinforcement positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.

(11)

2.1.4.6. Hukuman

Hukuman merupakan reinforcement negatif tetapi jika dilakukan secara tepat dan bijaksana, merupakan motivasi yang baik.

2.1.4.7. Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar berarti ada unsur kesengajaan dengan maksud untuk belajar, hal ini lebih baik.

2.1.4.8. Minat

Minat merupakan alat komunikasi yang tepat. Proses belajar akan berjalan dengan lancar kalau disertai dengan minat.

2.2 Motivator

Motivator adalah hal-hal yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Motivator dapat berupa gaji yang lebih tinggi jabatan yang lebih terhormat, pengakuan dan rekan kerja dan hal-hal yang menimbulkan alasan bagi seseorang untuk melakukan sesuatu (Pugh dan Smith, 1997).

Menurut Hersey dan Blanchard mendefenisikan motivator sebagai berikut : faktor-faktor pemuas yang mengandung perasaan akan prestasi, pertumbuhan profesional dan penghargaan agar seseorang dapat melakukan pekerjaan yang menantang, tanggung jawab yang bertambah serta pertambahan dan perkembangan.

Menurut Terry (1977, dalam Manullang, 2008), motivator adalah faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi. Motivator yang disarankan adalah

(12)

pemerkayaan / perluasan dan perputaran pekerjaan, partisipasi, peran serta, manajemen berdasarkan hasil, manajer yang bertindak dalam hubungannya dengan bagaimana perilaku seseorang, membantu orang lain dalam kelompok kerja untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik dan lebih efektif, kemampuan ingatan / pikiran, hubungan antar manusia yang realistis, lingkungan pelaksanaan pekerjaan, jam / waktu kerja yang pleksibel, kritik yang efektif dan tidak bercacat.

2.3. Motivasi dalam Belajar

Seperti telah diuraikan sebelumnya, motivasi akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah untuk :

3.1 Mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu, jadi motivasi disini berfungsi sebagai penggerak di setiap kegitatan yang akan dikerjakan.

3.2. Menentukan arah perbuatan, ke arah tujuan yang hendak dicapai.

3.3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan apa yang harus di kerjakan guna mencapai tujuan (Lia, 2009).

Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar adalah: a. Cita-cita atau aspirasi siswa.

Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil. Keberhasilan mencapai keinginan tersebut menumbuhkan kemauan bergiat bahkan dikemudian hari cita-cita dalam kehidupan. Dari segi emansipasi kemandirian, keinginan yang terpuaskan dapat memperbesar kemauan dan semangat belajar. Dari segi

(13)

pembelajaran, penguatan dengan hadiah atau juga hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan menjadi cita-cita.

b. Kemampuan siswa.

Keinginan seorang anak perlu disertai dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.

c. Kondisi siswa.

Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani sangat mempengaruhi motivasi belajar.

d. Kondisi lingkungan siswa

Lingkungan siswa berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, kehidupan kemasyarakatan. Dengan kondisi lingkungan tersebut yang aman, tentram, tertib dan indah maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran.

Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar.

(14)

f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa.

Guru adalah seorang pendidik profesional. Ia bergaul setiap hari dengan puluhan atau ratusan siswa. Sebagai pendidik, guru dapat memilih dan memilah yang baik. Partisipasi dan teladan memilih perilaku yang baik tersebut sudah merupakan upaya membelajarkan dan memotivasi siswa ( Faiz, 2008).

2.4. Motivasi melanjutkan pendidikan keperawatan

Keperawatan sebagai suatu profesi menekankan kepada bentuk pelayanan profesional yang sesuai dengan standart dengan memperhatikan kaidah etik dan moral sehingga pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik (Arifiyanto, 2008).

Dari tahun ke tahun pertumbuhan dan perkembangan teknologi dunia kesehatan bertambah. Hal ini terjadi guna mengimbangi kebutuhan serta tuntutan pelayanan kesehatan masyarakat. Tuntutan kebutuhan pelayanan kesehatan ini hanya akan bisa dipenuhi apabila diimbangi oleh peningkatan kualitas pendidikan termasuk di dalamnya keperawatan. Di Indonesia, persoalan kelanjutan pendidikan bagi lulusan DIII Keperawatan dilematis sekali (Arifyanto, 2008).

Pihak penyelenggara pendidikan keperawatan dituntut untuk tetap menjaga kualitas lulusan, namun pada saat yang sama juga kuantitas Sarjana keperawatan sudah selayaknya ditingkatkan dalam jumlah ( Inna, 2009).

Saat ini terdapat 12 universitas negeri yang menyelenggarakan program pendidikan S1 keperawatan (Martono, 2006). Sejalan dengan itu, jumlah lulusan Diploma III tak terbendung. Jumlah per tahunnya mencapai 35.000 secara angka

(15)

hal tersebut masih jauh jika dibandingkan jumlah lulusan Sarjana Keperawatan yang baru mencapai 6.000 orang ( Martono, 2006).

Pada tahun 2014 nanti diharapkan tercapai Setara Sarjana untuk semua keperawatan. Guna merespon tujuan tersebut, mereka tentu membutuhkan pengembangan dan peningkatan kompetensi melalui pendidikan formal. Pendidikan keperawatan mestinya dipandang sebagai salah satu sektor yang prospektif. Menghasilkan tenaga kerja yang handal, bukan hanya siap bekerja di dalam negeri, namun juga memenuhi lowongan tenaga kesehatan di negara-negara maju (Hardy, 2009).

Purbo (2001) mengungkapkan bahwa kenyataan hasil pendidikan di Indonesia selain biaya pendidikan yang mahal, sulit mencari perguruan tinggi yang terjangkau, juga tidak dapat menjamin adanya kemampuan kerja. Lebih lanjut diutarakan, bahwa lulusan S1 bukan tenaga terampil. Sementara kenyataan di lapangan, banyak membutuhkan skilled workers (Purbo, 2001). Penghasilan perawat yang rendah, terbatasnya jumlah perguruan tinggi yang menyediakan program S1, faktor waktu yang mengharuskan kerja sambil kuliah, serta letak geografis Indonesia, semua ini menjadi kendala besar yang dihadapi oleh mereka yang berkemauan keras ingin melanjutkan pendidikannya.

2.5. Sarjana Keperawatan

Selama ini, pengertian sarjana selalu disetarakan dengan intelektual. Seseorang dinilai sebagai intelektual diukur berdasarkan gelar-gelar tertentu atau ijazah akademik. Padahal, kualitas individu seorang sarjana berbeda dengan

(16)

seorang intelektual. Para sarjana adalah lulusan akademik atau perguruan tinggi yang menempuh jenjang studi berdasarkan spesifikasi jurusan masing-masing (Wiradinata, 2001).

Jalal (1998 dalam Hardy, 2009) sarjana di rumuskan dalam sebuah definisi “seorang yang lulus dari perguruan tinggi dengan membawa gelar”. Dengan pengertian ini kita hanya menemukan orang-orang yang setiap tahun, atau bahkan setiap beberapa bulan diproduksi oleh perguruan tinggi.

Sedangkan Definisi perawat menurut UU RI. No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki dan diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Calista Roy (1976) mendefenisikan keperawatan merupakan defenisi ilmiah yang berorientasi kepada praktik keperawatan yang memiliki sekumpulan pengetahuan untuk memberikan pelayanan kepada klien.

Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa sarjana keperawatan adalah seseorang yang sudah mendapat gelar dan dapat memberikan upaya pelayanan/asuhan yang bersifat humanistic, professional dan holistic berdasarkan ilmu dan kiat yang diperoleh setelah melalui jenjang pendidikan selama beberapa tahun, standart pelayanan dengan berpegang teguh kepada kode etik yang melandasi perawat profesional secara mandiri atau melalui upaya kolaborasi.

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana wujud rancangan Technospace di Yogyakarta yang berfungsi sebagai fasilitas hiburan dan juga apresiasi pendidikan, yang dapat mengekspresikan semangat kedinamisan dan

Untuk menilai efektifitas dari struktur pengendalian intern dengan melakukan pemeriksaan secara sampling atas bukti-bukti pembukuan, sehingga bisa diketahui

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka arti performance atau kinerja adalah sebagai berikut : “performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

Pemerintahan Saibatin Marga Belunguh dalam hal ini Suntan sebagai Kepala Pemerintahan Adat mempunyai peranan yang sangat besar dalam Pemerintahan Desa Bedudu yaitu

• Ho1: Konsep produk dalam bauran pemasaran jasa tidak berpengaruh terhadap keputusan memilih Perguruan Tinggi. • Ho2: Konsep harga dalam

Ya Tidak Mengumumkan mahasiswa yang tidak dapat mengikuti UAS 10 12 13 Verifikasi jumlah kehadiran mahasiswa dan melaporkan hasilnya ke dosen koordnator Menghitung

Belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi di Perpustakaan dan Arsip Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dapat terlihat dari kegiatan pengolahan dan sirkulasi

jenis dan lama perendaman non dental glass fiber reinforced composite terhadap sitotoksisitas sel fibroblas yang telah dilakukan adalah sel Vero dari LPPT UGM.. Nilai ini