• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Di_Terminal_Amplas_%28Studi_Kasus_Anak_yang_Bekerja_Sebagai_Penyapu_An

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Di_Terminal_Amplas_%28Studi_Kasus_Anak_yang_Bekerja_Sebagai_Penyapu_An"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Terminal angkutan umum yaitu Terminal Terpadu Amplas terkenal sebagai terminal yang sangat padat dengan aktivitas ekonomi. Terminal ini merupakan terminal terbesar dan tempat berbagai pengangkutan umum untuk melakukan transit baik angkutan yang berasal dari dalam kota, luar kota maupun luar provinsi. Di terminal Terpadu Amplas selalu ramai oleh orang yang hilir mudik. Diantara kelompok yang meramaikannya adalah anak-anak penyapu angkutan umum. Pada waktu beraktifitas mereka terkadang menerima hal-hal yang tidak simpatik, misalnya makian, bentakan dari para supir maupun orang yang berada di sekitar terminal bahkan dari sesama teman penyapu angkutan lainnya. Pekerjaan mereka sebenarnya penuh persaingan dan penuh resiko misalnya jatuhnya mereka dari angkutan yang sedang berjalan, dan hal yang pasti keberadaan pekerja anak sesungguhnya mempunyai dampak negatif yaitu dari segi sosial emosi, mental, psikologi atau fisik. http://www.researchgate.net/publication/42355250_Tinjauan_Tentang_Pekerja_Anak Di_Terminal_Amplas_%28Studi_Kasus_Anak_yang_Bekerja_Sebagai_Penyapu_An gkutan_Umum_di_terminal_Terpadu Amplas%29 diakses 25 November, 2015 pukul 22.00 WIB.

Terminal ini merupakan tempat berbagai pengangkutan luar maupun dalam kota beroperasi. Di terminal ini juga banyak dijumpai pedangan asongan, rumah

(2)

makan, loket bus, doorsmer, dan laiinya. Faktor inilah yang memicu banyaknya anak-anak yang bekerja karena kompleksnya kegiatan ekonomi di terminal ini. Selain terminal ini juga menjadi tempat beristirahat bagi para supir angkut yang sudah lelah setelah perjalanan jauh, terminal ini juga merupakan tempat pemberhentian angkutan umum luar dan dalam Kota Medan. Inilah yang menyebabkan banyak nya anak-anak yang menggeluti pekerjaan jasa sebagai tukang sapu angkutan.

Fenomena anak bekerja itu dapat dilihat dari kasus anak bekerja sebagai penyapu angkutan. Saat teman seusianya sedang sekolah atau bersantai dirumah sejak pagi puluhan anak-anak penyapu angkutan kota sudah beraksi di Terminal Terpadu Amplas. Sebagian dari mereka bersekolah siang hari namun sisanya tidak lagi sekolah dan menjadi penyapu angkutan kota untuk membantu keluarga. Nadia Lubis merupakan satu dari puluhan anak penyapu angkutan kota. Perempuan ini tak kalah dengan teman laki-laki seprofesinya. Pekerjaan ini dilakukan untuk membantu biaya hidup keluarga terutama setelah ayahnya meninggal dunia. Nadia bekerja menjadi penyapu angkutan kota setelah ia putus sekolah hingga kelas dua SMP (Sekolah Menengah Pertama) padahal dia bercita-cita menjadi guru agar dapat mengajari anak-anak lainnya agar pintar dan berguna bagi Negara dan bangsa yang lebih maju. https://groups.yahoo.com/neo/groups/transtvmedan/conversations/message/2682&lcd diakses pada 20 November 2015 12.42 WIB.

Kota Medan merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Kota Medan juga tidak lepas dari masalah sosial anak sama seperti kota lainnya di Indonesia. Masalah sosial ini bisa dilihat banyak nya anak-anak yang berkeliaran di pinggiran jalan,

(3)

persimpangan jalan, terminal, pasar, dan sebagianya. Sama halnya dengan kota-kota lain di Indonesia, Medan juga tidak terlepas dari fenomena anak bekerja yang dewasa ini menjadi masalah sosial yang cukup kompleks. Dunia anak-anak seharusnya dinikmati dengan suasana yang menyenangkan yaitu bermain dan belajar. Namun karena beberapa faktor menyebabkan anak-anak ini harus bekerja memikul beban ekonomi yang seharusnya merupakan tanggung jawab keluarganya dalam hal ini orang tua. Anak-anak melakukan pekerjaan apa saja yang bisa menghasilkan uang agar dapat memenuhi kebutuhannya yang semakin matrealistis di daerah perkotaan.

Survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan, alasan anak-anak yang bekerja adalah karena membantu pekerjaan orangtua (71%), dipaksa membantu orangtua (6%), menambah biaya sekolah (15%), dan karena ingin hidup bebas, untuk uang jajan, mendapatkan teman, dan lainnya (33%). Sumatera Utara, tercatat sebanyak 2.867 anak jalanan yang tersebar di 5 kota, yakni Medan (663 anak), Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224 anak), dan Tanah Karo (157 anak). Sisanya tersebar di 25 Kabupaten/Kota lainnya. Survei yang pernah dilakukan oleh PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak) Kota Medan tahun 2011, terdapat 7 kecamatan yang memiliki populasi anak jalanan di atas 50 anak dalam satu kecamatan. Survei mengenai jumlah yang ada di Sumatera Utara anak jalanan yang dibuat oleh PKPA ketujuh kecamatan tersebut yakni Medan Johor (57 anak), Medan Amplas (81 anak), Medan Kota (94 anak), Medan Maimun (103 anak), Medan Sunggal (75 anak), Medan Petisah (60 anak), Medan Barat (53 anak). http://download.portalgaruda.org/article.php?article=110606&val=4126 diakses pada Sabtu 25 November 2015 Pukul 10.19 WIB.

(4)

Anak-anak putus sekolah juga terlihat dalam komunitas anak jalanan. Beberapa kasus anak yang ditangani KPAID Kepri, dari sekitar 15 kasus yang 3 masuk setiap bulan, ada beberapa kasus anak yang sudah putus sekolah dan terancam putus sekolah. Pada keluarga yang miskin, masih ada anak yang belum mendapatkan hak pendidikannya. Mereka akhirnya membantu orang tua. Salah satunya turun ke jalanan dan menjadi anak jalanan. Ada yang bekerja sebagai penjual koran, penyemir sepatu, pengamen, pengemis, penyapu angkutan, pedagang asongan dan sebagainya. http://repository.unand.ac.id/17556/1/pekerja anak di bawah umur.pdf diakses pada 25 November 2015 pukul 21.00 WIB.

Fenomena pekerja anak khususnya sektor informal yang bekerja karena faktor ekonomi yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, akhir-akhir ini menunjukkan permasalahan tersendiri bagi tumbuh kembang anak. Artinya bahwa anak-anak tersebut memiliki keresahan ganda karena selain mereka berhadapan dengan masalah pekerjaan, juga dihadapkan pada perampasan hak yang sering muncul dalam bentuk-bentuk eksploitasi dan tindak kekerasan. Hal yang lebih memprihatinkan lagi dalam kenyataan dijumpai bahwa pekerja anak berasal dari kemelut kemiskinan. Artinya orangtua mereka miskin dengan segala keterbatasan (pendidikan rendah, pendapatan minimum, gizi kurang, kesehatan rendah), sehingga timbul pandangan dari sebagian masyarakat bahwa pekerja anak bukanlah suatu permasalahan melainkan sebagai suatu hal yang positif.

Anak-anak bekerja (working children) di Indonesia dapat disaksikan secara kasat mata dan oleh karena itu keberadaan mereka tidak dapat disangkal. Anak-anak bekerja berasal dari berbagai latar belakang keluarganya. Diantaranya didukung

(5)

faktor ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya. Krisis ekonomi membuat anak-anak terjun ke pasar dunia kerja. Sekalipun demikian secara statistik mereka tidak tampak karena sejauh ini kita tidak mengetahui informasi mendasar seperti jumlah mereka. Ini jelas ironisnya bagi masyarakat Indonesia yang menilai anak sebagai kekayaan yang sangat berharga. Oleh karena itu anak-anak memperoleh perlindungan hukum dari Negara untuk melindungi hak-hak anak-anak yang ada di Indonesia. (http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@robangkok/@ilojakarta/documen ts/publication/wcms_123584.pdf ,diakses pada 15 November 2015 pukul 18.05).

Di bidang ketenagakerjaan, masih ada 3,4 juta jiwa anak berumur 10-17 tahun yang bekerja. Papua adalah propinsi dengan partisipasi anak yang bekerja tertinggi di Indonesia. Mayoritas mereka yang bekerja hanya tamat SD yaitu 75,83 persen. Anak yang bekerja lebih banyak terserap di sector pertanian yaitu 49,24 persen, hampir sepertiganya (32,36 persen) di sector jasa, dan ada 18,4 persen di sector manufaktur. Di sisi lain, 58,16 persen anak yang bekerja adalah pekerja keluarga tidak dibayar. Di sektor pertanian roporsi anak yang bekerja sebagai pekerja keluarga tak dibayar mencapai 39,13 persen. Ini membuktikan banyak nya anak-anak yang bekerja. http://www.kemenpppa.go.id/index.php/daftarbuku/profilanak?download=510%3Apr ofilanak2012 diakses pada Sabtu 16 November 20.25 WIB).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2013, jumlah anak bekerja dan pekerja anak di sektor pertanian dan perkebunan mencapai 38,9 juta orang. Meskipun turun, sektor itu masih menduduki peringkat pertama dalam daftar lapangan kerja utama. Pada sektor konstruksi, anak-anak diminta membantu orangtua

(6)

mereka mengerjakan pekerjaan berat, antara lain mengangkut batu dan bahan bangunan. Berdasarkan Data BPS pada Agustus 2013, jumlah pekerja di sektor konstruksi mencapai 6,3 juta orang. Jumlah anak bekerja ini naik menjadi 7,2 juta pada Agustus 2014. http://paudni.kemdikbud.go.id/berita/6069.html diakses pada sabtu 16 November 20.15 WIB).

Secara substansial, Indonesia merupakan suatu negara yang cukup memadai dalam mengatur perlindungan hukum anak ini. Berbagai peraturan tersebar dalam ketentuan UU, peraturan pemerintah dan keputusan-keputusan eksekutif lainnya. Berbagai konvensi PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang anak tahun 1989, konvensi ILO No. 138 tahun 1973 tentang batas minimum anak boleh bekerja sampai yang terakhir konvensi ILO No.182 tentang bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak. Faktanya dimana anak-anak masih terlibat dalam dunia kerja sama sekali tidak bergeming (Ikhsan, dkk, 2000:1).

Selain di Kota Medan fenomena anak yang bekerja layaknya orang dewasa banyak ditemukan di kota-kota di Indonesia bahkan di ibukota. Seorang anak berusia 15 tahun (Putra) sudah dua tahun menjadi kondektur bis atau kenek P20 jurusan Lebak Bulus-Senen. Sebelumnya Putra bekerja di bengkel daerah Bekasi dan kemudian bengkelnya bangkrut sehingga pegawainya dipecat. Putra lalu ikut arus menjadi kenek bersama beberapa kawannya. Putra mengakui bahwa kawan-kawan nya juga masih seumuran dirinya. Penghasilan Putra sebagai kenek minimal lima puluh ribu rupiah sehari jika penumpang ramai penghasilan kotornya maksimal dua ratus ribu rupiah dalam sehari.

(7)

https://kumpulanspasi.wordpress.com/2011/09/07/21-juta-anak-indonesia-bekerja dalam-situasi-terburuk/ diakses pada 20 November 2015 pukul 11.42 WIB.

Kasus anak bekerja juga dapat dilihat pada kasus Indramawan (16 tahun) yang merupakan tulang punggung keluarganya. Keluarga ditinggal kawin oleh bapaknya, setelah itu Indra bekerja untuk menghidupi ibu dan adik-adiknya. Kakak-kakaknya tidak terlalu peduli dengan kondisi keuangan ibunya. Indramawun mampu bekerja satu hari dalam setiap hari bekerja. Ibunya menilai Indra sebagai anak yang bertanggungjawab, mengerti keadaan ibunya, dan sadar siapa dirinya, tidak seperti abang-abangnya tidak punya pikiran (Ikhsan, dkk, 2000: 53).

Masalah anak bekerja tidak terlepas dari mencari nafkah untuk membantu ekonomi keluarganya. Semakin meningkatnya upah dan terbukanya peluang kerja bagi anak, maka semakin meningkat juga cara mencari uang dalam membantu ekonomi keluarga mereka. Ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan anak dan ketidakmampuan untuk membiayai sekolah anak (84%) merupakan faktor anak untuk bekerja (Huraerah, 2012:70). Keterlibatan anggota keluarga khususnya anak menjadi sangat dibutuhkan dalam segala sektor dalam memenuhi serta membantu ekonomi keluarganya.

Akibat dari permasalahan ekonomi keluarga eksistensi anak sudah mulai berkurang. Padahal anak-anak adalah generasi penerus bangsa, mereka merupakan calon-calon pengganti pemimpin bangsa dan beban berat bangsa ini ada di pundak mereka. Apabila kita memimpikan suatu masa depan yang menyenangkan, tentunya

(8)

anak-anak sekarang seharusnya juga mendapat kesenangan yang sesuai dengan kapasitasnya sebagai anak-anak. Misalnya memiliki tempat bermain, pendidikan, jaminan kesehatan, dan lain sebagainya yang layak untuk mereka, sebagai perwujudan rasa tanggung jawab kita terhadap kelangsungan hidup bangsa. Sepintas alasan yang menyebabkan mengapa anak dalam usia dini sudah terlibat dalam kegiatan produktif dan bahkan terkadang terpaksa putus sekolah sebagian besar dikarenakan oleh faktor situasi dan keadaan ekonomi keluarga yang tidak memenuhi. (http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/2013/08/jurnal-RahmadaniSOS2013.pdf diakses pada tanggal 15 November pukul 2015 22.08 WIB).

Bisa dibayangkan sebuah keluarga yang secara ekonomi kehidupannya selalu pas-pasan bahkan serba kekurangan.Ttentu wajar jika anak-anak kemudian terpaksa dilibatkan ikut mencari uang sebagaimana layaknya bapak dan ibunya. Pada suatu keluarga seringkali seorang dianggap mempunyai makna ataupun peran ganda dalam keluarga dan masyarakat. Pada satu sisi anak dianggap sebagai penerus keluarga dan masyarakat yang artinya mereka harus mendapat fasilitas yang memadai untuk perkembangan hidupnya. Disisi yang lain, anak dianggap memiliki aset ekonomi potensial yang dapat dioptimalkan sebagai salah satu pilar penyangga ekonomi keluarga (Sasmito, 1996 dalam Jurnal Rahmadani). Sebenarnya banyak faktor yang memicu anak untuk bekerja di saat mereka seharusnya menikmati masa-masa yang menyenangkan dan dengan kepolosan jika ditelaah lebih mendalam. (http://jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/2013/08/jurnal-RahmadaniSOS2013.pdf diakses pada tanggal 15 November pukul 2015 22.08 WIB).

(9)

Upaya untuk menjamin terpenuhinya hak anak, maka anak yang bekerja perlu mendapat perlindungan terdapat aturan internasional dan hukum yang mengatur tentang pekerja anak. Diantaranya Konvensi ILO (International Labour Organization) No. 138 tentang umur minimum pekerja anak dan Konvensi No. 182 tentang pelarangan dan tindakan cepat untuk penghapusan segala bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Kenyataannya sepertiga dari pekerja anak di seluruh dunia hidup di negara-negara yang belum meratifikasi konvensi tersebut. Artinya secara hukum internasional mereka belum terlindungi oleh konvensi tersebut. Pada 2011 ILO mencatat ada sekitar 215 juta pekerja anak di seluruh dunia dimana sekitar 115 juta di antaranya bekerja pada pekerjaan yang berbahaya. Hak-hak mereka sebagai anak juga terlanggar karena sebagian dari mereka bekerja penuh, mereka tidak sekolah, tidak memiliki kesempatan untuk bermain, belajar, tidak mendapat nutrisi yang memadai. http://www.kemenpppa.go.id/index.php/daftarbuku/profilanak?download=510%3Apr ofilanak2012 diakses pada Sabtu 16 November 20.25 WIB).

Menurut lintas budaya anak-anak yang bekerja membantu orangtuanya atau keluarganya merupakan sebuah fenomena yang normal. Bekerja dalam situasi itu merupakan sebuah proses bagi pembelajaran yang dipandang sangat positif bagi perkembangan jiwa dan kepribadian anak. Keterlibatan anak di sawah, kebun, ladang, huma, pekarangaan rumah dan tempat-tempat pengembanagan hewan merupakan dinamika kehidupan masa kecil yang sangat kaya dengan muatan pendidikan yang kelak mereka butuhkan dalam proses menjadi manusia dewasa. Satu hal yang penting anak-anak itu bekerja dalam situasi dimana mereka tidak mengalami paksaan. Masalah muncul ketika anak-anak bekerja pada usia mereka melainkan telah

(10)

dipengaruhi oleh berbagai tekanan yang ada disekeliling mereka. Ketidakmampuan keluarga dalam merespon tuntutan kehidupan (utamanya ekonomi) telah menyeret anak-anak tersebut dalam kehidupan kerja yang selayaknya tidak mereka gumuli. (Ikhsan dkk, 2000).

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam berkenaan untuk mengetahui kontribusi anak bekerja terhadap sosial ekonomi. Berangkat dari hal itu, peneliti mengagkat permasalahan dalam bentuk sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi yang berjudul “Kontribusi Anak

Bekerja Terhadap Ekonomi Keluarga (Studi Kasus Anak Bekerja Sebagai Tukang Sapu Angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, adapun masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “adakah kontribusi anak bekerja terhadap sosial ekonomi keluarga (studi kasus anak bekerja sebagai tukang sapu angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan)”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada kontribusi anak bekerja terhadap sosial ekonomi keluarga (studi kasus anak bekerja sebagai tukang sapu angkutan di Terminal Terpadu Amplas, Medan)”.

(11)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Secara pribadi, untuk menerapkan ilmu yang diperoleh sebagai mahasiswa FISIP USU serta menambah wawasan bagi penulis.

2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan lebih lanjut dan sebagai langkah awal untuk penelitian-penelitian berikutnya.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, bagan kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III: METODE PENELITIAN

Berisi tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisa data.

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan gambaran umum mengenai lokasi dimana peneliti melakukan penelitian.

(12)

BAB V: ANALISA DATA

Berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya.

BAB VI: PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif dan kuantitatif yaitu metode yang menggambarkan tentang hal-hal yang berhubungan dengan judul dalam penelitian ini berupa

ANAK USIA

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 272 / Kpts.II / 2003 tanggal 12 Agustus 2003 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka

Lahan yang dapat dikembangkan untuk tanaman kopi robusta adalah lahan yang sesuai dengan tanaman kopi robusta, berada pada status kawasan hutan Areal Penggunaan Lain (APL) dan

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala untuk memlelajari perkembangan katak

Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan terkait dengan proses transmisi budaya yang berimplikasi bagi kelestarian budaya

Sedangkan untuk hasil esterifikasi asam oleat dan 2-etilheksanol dengan menggunakan katalis asam para toluene sulfonat (apts) hanya ada satu puncak yang dominan yaitu puncak

Vegetasi yang terdapat di Kawasan Villa Bogor Indah dapat terbagi menjadi vegetasi di area publik seperti jalur hijau jalan se egetasi pr t perti di setiap ta ah tinggal.