• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA AH TABLIGH ( Studi Kasus Jama ah Tabligh Kebon Jeruk)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM JAMA AH TABLIGH ( Studi Kasus Jama ah Tabligh Kebon Jeruk)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah Dan Ilmu komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S.Sos)

Oleh:

Rizza Maulana Bahrun NIM: 1110051000187

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1438 H / 2017 M

(2)
(3)
(4)
(5)

ii

Pola komunikasi interpersonal dalam jama’ah tabligh (studi kasus jama’ah tabligh kebon jeruk)

Komunikasi tatap muka ini, terdapat hubungan yang lebih intens. Ini menjadi kelebihan komunikasi dalam komunitas Jama’ah Tabligh. Dimana jama’ah mendapat rangsangan (stimuli) dari pesan yang telah disampaikan dan dapat menimbulkan umpan balik (feed back) pada diri jama’ah. Kondisi ini semakin diperkuat dengan sistem halaqah, dimana kelompok yang didakwahkan adalah kelompok kecil. Jumlah anggota setiap halaqah bisa sekitar 20 sampai dengan 30 orang, bahkan dalam kegiatan tertentu jumlahnya bisa di bawah dari 10 orang.

Interpersonal dalam konteks Jama’ah Tabligh diistilahkan dengan “Dakwah”, dimana setiap mubaligh menyampaikan nasihatnya ke dalam halaqah dan jaulah. Komunikasi ini akan berlangsung secara tatap muka dimana setiap orang menangkap reaksi orang lain secara langsung. Metode yang dikembangkan adalah metode dialog, dimana jama’ah atau dalam hal ini yang berlaku sebagai murid bersifat responsif, mereka bisa mengajukan pendapat dan mengajukan pertanyaan diminta atau tidak diminta.

Jamaah Tabligh merupakan gerakan keagamaan transnasional yang pada mulanya lahir dan berkembang di India. Gerakan ini didirikan pada tahun 1926 di Mewat India dengan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Kandahlawy bin Maulana Ismail al-Kandahlawy (1885-1944) sebagai tokoh pendirinya. Ia merupakan ke-turunan dari keluarga alim dan ahli agama di Mewat.

Strategi dakwah merupakan perpaduan, metode dan taktik untuk mencapai tujuan dakwah. Dalam menvapai tujuan tersebut dibutuhkan pemikiran-pemikiran yang matang baik tehnik maupun taltik yang harus dilakukan seorang pendakwah.

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat-Nya berupa hidayah, inayah, serta rahmat kepada semua makhluk-Nya. Salah satu nikmat-Nya yaitu diberikan ide, kekuatan, dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sesuai dengan penulis harapkan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pembawa risalah agung, penebar rahmat bagi seluruh alam.

Pada akhirnya skripsi ini telah mampu penulis rampungkan dengan tidak lepas dari segala pengorbanan waktu, tenaga, fikiran, serta materi. Perjuangan keras penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari persan serta beberapa pihak yang ikut berjuang didalamnya. Terima kasih yang teristimewa penulis persembahkan pada semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil. Tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Ja-karta.

2. Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Dr. H. Arief Subhan, M.Ag, Suparto, M.Ed, Ph.D. selaku Wadek I bidang akademik, Dr. Rou-dhonah, M. Ag., selaku Wadek II bidang administrasi umum, dan Dr. Suhaimi, M. Si., selaku Wadek III bidang kemahasiswaan.

(7)

iv

4. Drs, Azwar Chotib, M.Si., selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini yang senantiasa bersabar serta meluangkan waktunya untuk membimbing segala kesulitan yang dihadapi peneliti.

5. Dra. Hj. Jundah, MA. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan kepada penulis, Terima Kasih.

6. Seluruh dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah men-didik dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga peneliti dapat mengamalkan ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan. 7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

telah membantu peneliti dalam urusan administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini.

8. Seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah melayani peminjaman buku-buku literatur sebagai refrensi dalam penyusunan skripsi ini.

9. H. Abas beserta rekan-rekan yang telah bersedia menjadi subjek penelitian dan telah meluangkan waktunya untuk diwawancara oleh peneliti ditengah kesibukan jadwalnya yang padat.

10. Ibunda Hj. Muhanah dan Ayahanda H. Bahrudin yang kasih dan sa-yangnya tidak pernah berkurang kepada penulis dan ingin melihat anaknya menjadi sarjana, terima kasih atas dukungan kepercayaannya, pengorba-nannya, serta do’a selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam Ridho

(8)

v

Allah SWT dan diperpanjang umurnya untuk selalu taat beribadah kepada-Nya.

11. Kedua adik kandungku tersayang, Wardah Nurizzati dan Ahmad Muzaki yang telah membantu memotivasi dan mendoakan selama ini. Semoga engkau tetap berada dalam Ridho Allah SWT.

12. Dini Nurfalah yang terus menerus memotivasi dan mendo’akan penulis selama ini, serta dengan sabar menanggapi keluh kesah, suka dan duka peneliti selama penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan selalu dalam rahmat Allah SWT.

13. Ahmad Riva’i dan Abdurrahman yang meluangkan waktunya untuk menemani peneliti ke lokasi penelitian sejak dini hari, terima kasih ban-yak.

14. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Tanpa mengurangi rasa hormat, peneliti ucapkan terimakasih yang begitu besar. Semoga apa yang telah dilakukan adalah hal yang terbaik dan hanya Allah yang dapat membalas segala ke-baikan dengan balasan terbaik-Nya. Amin.

Akhir kata, penelitian ini tentunya masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan segenap keluarga besar civitas akademika Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 07 Juli 2017

(9)

vi

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG INTERPERSONAL ... 14

A. Komunikasi Interpersonal ... 14

B. Komponen-komponen Interpersonal ... 15

C. Ciri-ciri Interpersonal ... 16

D. Komunikasi Verbal dan Non Verbal ... 19

E. Keberhasilan Komunikasi Interpersonal ... 21

F. Model-model komunikasi interpersonal ... 24

G. Faktor penghubung dan penghambat komunikasi... 26

BAB III GAMBARAN UMUM JAMA’AH TABLIGH ... 29

A. Sejarah jama’ah tabligh ... 29

B. Visi, Misi dan Tujuan ... 34

C. Organisasai, Kepengurusan dan Fasilitas ... 34

D. Ajaran Dasar Jama’ah Tabligh ... 40

BAB IV TEMUAN DATA DAN ANALISIS ... 56

A. Pola Komunikasi Interpersonal dan Jama’ah Tabligh ... 56

B. Wawancara Jama’ah Tabligh Kebon Jeruk ... 59

BAB V PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peneliti melakukan wawancara dengan kutua umum pengurus jama’ah tabligh kebun jeruk ... 64 Gambar 4.2. Peneliti melakukan wawancara dengan pengurus jama’ah

tabligh kebun jeruk ... 64 Gambar 4.3. Peneliti telah selesai melakukan wawancara dengan pengurus

(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah umat Islam dari tahun ke tahun dewasa ini terus mengalami perkembangan yang baik. Dakwah tersebut ada yang dilakukan secara individual, kelompok, bahkan organisasi. Salah satu kelompok keagamaan yang aktif melaksanakan dakwah hingga sekarang dengan berbagai cabang dan gerakannya yang tersebar di seluruh Indonesia bahkan dunia adalah gerakan dakwah Jamaah Tabligh.

Gerakan dakwah yang lebih dikenal dengan sebutan Jamaah Tabligh kini telah menjadi gerakan dakwah Islam Internasional, dimana pada mulanya, usaha dakwah ini muncul pertama kali di desa terpencil di India, Kandahlah; sebuah usaha dakwah yang berangkat dari kegelisahan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas akan keadaan umat Islam yang semakin jauh dari yakin kepada Allah dengan mengamalkan segala sunnah nabiNya, yang muncul pertama kali pada tahun 1920-an. Syaikh Maulana Muhammad Ilyas adalah seorang sufi (Ulama besar) dari tariqat Jitsytiyyah yang berakidah Maturidiyah dan bermazhab Hanafiah yang lahir di desa Kandahlah sebuah desa di Sahranfur India.

Signifikansi dakwah Jamaah Tabligh banyak diakui oleh kalangan umat Islam di seluruh dunia. Indikator dari keberhasilan

(12)

2

dakwah tersebut dapat dilihat bahwa di sekitar tahun 2000, dimana pengiriman jamaah biasanya dikelola dari masjid markaz di setiap kota, namun pada 2007 telah mengalami pemekaran, dimana pengiriman jamaah yang berangkat berdakwah telah rutin dikelola melalui mantiqoh.1

Terlepas dari signifikansi pergerakan dakwah yang dilakukan oleh jamaah Tabligh, terdapat banyak miskonsepsi yang berkembang di tengah masyarakat di Indonesia. Miskonsepsi pertama ialah anggapan bahwa jamaah tabligh melakukan ibadah haji ke Nizamuddin, sebuah desa di Sahranfur India, pusat jamaah tabligh, sebuah masjid markaz pada setiap harinyadihadiri oleh sekitar 20.000 anggota lebih. Konsepsi pun berkembang bahwa Jamaah Tabligh telah berupaya memindahkan pusat kebudayaan Islam (Makkah-Madinah) ke Nizamuddin.

Sepanjang pengamatan yang dilakukan oleh penulis dengan melakukan beberapa wawancara kecil dengan mereka yang aktif di Jamaah Tabligh, penulis menemukan bahwa Nizamuddin bukanlah tempat pusat peradaban Islam, Nizamuddin hanyalah titik dimana usaha dakwah sudah ditinggalkan oleh umat Islam dan kembali dibangun oleh Maulana Ilyas dengan membawa semua warisan Makkah-Madinah sebagai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagai pedoman berorganisasi.

1 Markaz, merupakan istilah yang digunakan oleh jamaah tabligh untuk menyematkan

masjid yang dijadikan tempat penyambutan dan pengiriman jamaah. Sedangkan mantiqoh, merupakan pemetaan yang dikoordinir dari masjid markaz untuk pemfokusan area dakwah berdasarkan tempat tinggal atau domisili anggota jamaah tabligh.

(13)

Di Indonesia sendiri, Jamaah Tabligh berkembang dan dikenal sejak tahun 1974. Ciri unik dari jamaah ini ialah keanggotaan yang sama sekali tidak memiliki membership dan sebuah organisasi yang sama sekali tidak memiliki kantor atau kantor pusat. Permasalahan lain ialah nama Jamaah Tabligh yang sering disematkan kepada komunitas ini. Sepanjang pengamatan yang dilakukan oleh penulis, pada dasarnya jamaah ini tidak pernah menamakan dirinya sebagai firqoh Jamaah Tabligh. Selain nama Jamaah Tabligh, ada juga istilah-istilah lain yang sering disematkan kepada mereka: ada yang menyebutnya jaulah2, ada yang menyebutnya jamaah kompor3, bahkan ada juga yang menyebutnya sebagai wahabi4.

Apapun konsepsi yang terbangun dan dipahami masyarakat, sejauh penulis memahami tentang Jamaah Tabligh, mereka tidak pernah melembagakan komunitas ini, tidak pernah pula menamakan diri5 sebagai Jamaah Tabligh. Mereka akan selalu berkenalan dengan sebutan umat Islam, umat Nabi Muhammad saw, yang berusaha menghidupkan kembali usaha dakwah Rasulullah saw melalui pintu ke pintu, sebagaimana dicontohkan oleh beliau saw.

Kembali pada signifikansi capaian dakwah sebagaimana telah diungkapkan oleh penulis sebelumnya, ada banyak aspek sebagai

2 Diberi istilah jaulah yang memiliki arti keliling, dinisbatkan pada aktifitas Jamaah

Tabligh yang sering berdakwah dengan berkeliling dari pintu ke pintu

3 Disebut jamaah kompor karena dalam perjuangan dakwah jamaah ini membawa

perbekalan untuk hidup, termasuk perbekalan untuk memasak

4Nisbat kepada kelompok salafi dengan ciri pakaian yang sama

5 Hal yang dimaksud dengan menamakan diri di sini adalah mendeklarasikan nama

(14)

4

pendekatan studi; mempelajari dakwah Jamaah Tabligh ini. Melalui pendekatan sejarah kita dapat memahami bahwa terdapat rentang yang sangat jauh antara jaman Rasulullah dengan umat Islam dewasa ini. Padahal secara fitrah, manusia (dalam hal ini umat Islam) sangat membutuhkan asupan ruhani melalui praktik-praktik keagamaan. Jamaah Tabligh lantas hadir menawarkan sebuah alternatif, menjadi prototipe dengan membawa kehidupan-kehidupan sunnah dan kehidupan sahabat pada dimensi ruang saat ini, sehingga umat Islam yang benar-benar merasakan contoh real yang dapat diikuti dan dipraktikkan.

Melalui pendekatan komunikasi dapat dipahami bahwa signifikansi capaian jamaah ini ialah terletak pada komunikasi interpersonal yang ada di dalamnya, sehingga masyarakat (dalam hal ini umat Islam) tertarik untuk berpartisipasi berkecimpung dalam kegiatan dakwah yang sedikit banyak mengorbankan harta, waktu, jiwa, dan raga ini. Bagi penulis, ini dianggap penting, karena komunikasi interpersonal ini dapat membangun empati diri sehingga kita mampu memahami hal-hal di sekitar kita bukan dengan tataran ego yang kita miliki, tapi juga pemahaman mendalam keberadaan orang lain. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan sebuah studi pada jamaah tabligh dengan judul Pola Komunikasi Interpersonal Dalam Jama’ah Tabligh.

(15)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pemikiran dalam latar belakang penelitian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

a. Dewasa ini, orang Islam dengan orang Islam lain tidak saling terbuka6, mennganggap firqohnya lebih baik daripada firqoh lainnya, sehingga timbul rasa saling memusuhi

b. Dewasa ini, umat Islam kepada umat Islam lain saling menjustifikasi kesalahan dalam praktik keagamaannya, melalui pemahaman penggalan-penggalan cerita. Padahal, antara satu dengan yang lainnya belum pernah saling kenal. Jika belum pernah saling kenal, maka, bagaimana bisa satu dengan yang lainnya saling bisa memahami.

c. Standar justifikasi akan nilai-nilai keagamaan dewasa ini hanya dipahami secara pragmatis saja. Sehingga yang timbul adalah tindakan saling menghina akan aktifitas-aktifitas keagamaan.

d. Dewasa ini, pendekatan-pendekatan keagaaman yang dilakukan oleh para da'i banyak menekankan dengan cara nadziron7, sehingga banyak umat Islam yang awam tidak tertarik memahami agamanya secara kaffah.

e. Dewasa ini, perjuangan dakwah telah menjadi pragmatis strata sosial, dimana yang berilmu dianggap memiliki pangkat yang lebih 6Terbuka di sini maksudnya ialah welcome kepada saudara sesama Muslim.

7Basyiron = pendekatan keagamaan dengan membawa kabar-kabar baik; nadziron =

(16)

6

tinggi bagi mereka yang tidak berilmu, padahal Islam mengajarkan kesetaraan

2. Perumusan Masalah

a. Bagaimana pola komunikasi interpersonal dalam Jama’ah Tabligh?

b. Apa efektifitas pola komunikasi interpersonal dalam Jama’ah Tabligh?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis

Sebagai sumbangsih ilmu pengetahuan komunikasi,

khususnya pola komunikasi interpersonal dalam Jama’ah Tabligh.

2. Manfaat praktis

Sebagai pedoman bagi da’i untuk melakukan pola

komunikasi interpersonal dalam berdakwah

3. Tujuan

a. Untuk mengetahui pola komunikasi interpersonal dalam

Jama’ah Tabligh

b. Untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi interpersonal

dalam Jama’ah Tabligh

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif, yakni penelitian yang dilalui dengan proses observasi, pengumpulan data

(17)

yang akurat berdasarkan fakta di lapangan disertai dengan wawancara narasumber. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskritif analisis yaitu bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.8

2. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun subjek penelitian adalah kelompok Jamaah Tabligh sedangkan objeknya adalah pola komunikasi interpersonal Jamaah Tabligh.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Markaz Tabligh Indonesia, Jl. Masjid Kebon Jeruk No. 78P Rt 09 Rw. 05 Maphar, Tamansari Jakarta Barat. Adapun waktu pelaksanaannya dilakukan Maret-Juni 2017.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan, digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara peneliti melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Pengamatat disebut observer yang diamati disebut observer. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan kesehari-hari pengurus jama’ah tabligh dengan jama’ah. Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, 8 Rachmat Krisyantono, Metodologi Riset Komunikasi: Disertasi contoh Praktis Riset

Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 69.

(18)

8

kejadian atau peristiwa, waktu, perasan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

2) Wawancara mendalam (indepth interview), yaitu mewawancarai dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan secara langsung dan berusaha menggali lebih dalam mengenai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: a. Wawancara Tatap Muka, beberapa kelebihan wawancara tatap

muka antara lain :

- bisa membangun hubungan dan memotivasi responden

- bisa mengklarifikasi pertanyaan, menjernihkan keraguan, menambah pertanyaan baru

- bisa membaca isyarat non verbal - bisa memperoleh data yang banyak Kekurangannya adalah :

- membutuhkan waktu yang lama.

- biaya besar jika responden yang akan diwawancara berada di beberapa daerah terpisah.

- responden mungkin meragukan kerahasiaan informasi yang diberikan.

(19)

- pewawancara perlu dilatih

- bisa menimbulkan bias pewawancara

- responden bisa menghentikan wawancara kapanpun.

b. Wawancara via phone, kelebihan dari wawancara model ini adalah: - biaya lebih sedikit dan lebih cepat dari warancara tatap muka, - bisa menjangkau daerah geografis yang luas,

- anomalitas lebih besar dibanding wawancara pribadi (tatap muka).

Kelemahan :

- isyarat non verbal tidak bisa dibaca. - wawancara harus diusahakan singkat.

- nomor telpon yang tidak terpakai bisa dihubungi, dan nomor yang tidak terdaftar pun dihilangkan dari sampel.

3) Kepustakaan, dilakukan dengan membaca sejumlah buku, hasil penelitian, situs internet, dan bahan kuliah yang ada relevansinya dengan masalah yang akan diteliti. Studi kepustakaan ini di maksudkan untuk memperoleh teori, konsep, maupun keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian ini.

5. Informan Penelitian, dalam penelitian ini digunakan teknik pemilihan sampel purposive sampling yaitu memilih informan yang dianggap paling tahu tentang apa yang diteliti dan dapat memberikan informasi sesuai yang diharapkan sesuai fakta lapangan.

(20)

10

6. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan dan Biklen yang mengutip dari buku Metodologi Penelitian Kualitatif karangan Lexy J. Moleong adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang diceritakan kepada orang lain.9 Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif yang dikemukakan Whitney yakni mencari fakta dengan interpretasi yang tepat.10

7. Teknik Penulisan

Dalam penulisan deskripsi ini, penulis berpedoman pada buku Pedoman penulisan karya ilmiah UIN (Skripsi, Disertasi dan Tesis) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.11

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penulisan proposal skripsi ini telah dilakukan tinjauan pustaka, dan peneliti terinspirasi pada beberapa penelitian berikut:

1. Penelitian pertama diadakan oleh Ibnu Satyahadi, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, dengan judul penelitian Kegiatan Khuruj dan Dinamika Keluarga Jamaah Tabligh. Penelitian tersebut berjenis penelitian

9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kulitatif (Edisi Revisi), (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2009) h. 248.

10 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: AR-RUZ

MEDIA, 2011), h. 201.

11 Hamid Nasuhi, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah; Skripsi, Tesis dan Disertasi,

(21)

deskriptif kualitatif, dimana penulis melakukan pengumpulan data primernya melalui observasi, wawancara, dan dokumenter (teknik triangulasi data). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa meskipun melakukan khuruj fi sabilillah, jamaah tabligh tetap melaksanakan pemenuhan hak dan kewajiban suami Istri dengan cara: (1) melakukan differensiasi peranan; (2) alokasi ekonomi; (3) alokasi solidaritas; dan (4) integrasi peranan yang terus dilakukan secara kontinuitas demi menjaga keutuhan keluarga dan usaha dakwah.

2. Penelitian kedua ialah penelitian yang diadakan oleh Lukman Khomeini, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, dengan judul penelitian Cerminan Surat al-Ma'arij dalam Usaha Dakwah Jamaah Tabligh Markaz Tanjung Anom Surakarta. penelitian ini bersifat penelitian lapangan dengan pendekatan observasi dan wawancara. Dalam penelitiannya, Khomeini menjelaskan bahwa dalam jamaah tabligh, amir jamaah selalu memberi himbauan kepada jamaah untuk selalu bersabar dalam melakukan usaha dakwah. Sikap sabar tersebut selalu dinisbatkan pada kesejarahan kehidupan shohabiyah dalam beriman, berIslam, dan berihsan hingga membentuk sebagai umat terbaik sepanjang masa.

Adapun penelitian ini akan menitikberatkan pada telaah terhadap komunikasi interpersonal Jamaah Tabligh yang telah membentuk pemahaman diri para Jamaah dan berefek kepada implementasi sikap terhadap orang lain. Peneliti akan menggunakan pengalaman yang terpapar dalam penelitian terdahulu sebagai dasar analisis, yakni pada bentuk dakwah dan komunikasi

(22)

12

dakwah Jamaah Tabligh. Sedangkan komunikasi interpersonal menjadi perbedaan dari penelitian sebelumnya.

F. Sistimatika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

B. Pembatasan dan perumusan masalah C. Tujuan dan manfaat penelitian D. Metodologi Penelitian

E. Tinjauan Pustaka F. Sistematika penulisan

BAB II : LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Komunikasi interpersonal

B. Komponen komunikasi interpersonal C. Ciri-ciri komunikasi interpersonal D. Komunikasi Verbal dan Nonverbal E. Keberhasilan Komunikasi Interpersonal F. Model-model Komunikasi Interpersonal

G. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi

BAB III : GAMBARAN UMUM JAMA’AH TABLIGH KEBUN

JERUK

A. Sejarah Jama’ah Tabligh B. Visi, Misi dan Tujuan

(23)

C. Organisasi, Kepengurusan dan Fasilitas D. Ajaran dasar Jama’ah Tabligh

BAB IV : HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Pola Komunikasi Interpersonal Jama’ah Tabligh B. Wawancara dengan Jama’ah Tabligh

C. Efektifitas Pola Komunikasi Interpersonal Jama’ah Tabligh

BAB V : PENUTUP

D. Kesimpulan E. Saran

(24)

14

BAB II KAJIAN TEORI

A. Komunikasi Interpersonal

Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicare yang berasal artinya memberitahukan dan berasal dari bahasa Inggris communication yang artinya proses pertukaran informasi, konsep, ide, gagasann, perasaan, dan lain-lain antara dua orang atau lebih. Komunikasi adalah konsep pengiriman pesan atau simbol-simbol yang mengandung arti dari komunikasi kepada komunikan dengan tujuan tertentu.12

Menurut Joseph A. Devito, komunikasi interpersonal didefinisikan sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.13 Gitosudarmo dan Agus Mulyono memamparkan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang terbentuk tatap muka, interaksi orang ke orang, dua arah, verbal dan nonverbal, serta saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antar individu di dalam kelompok kecil. Dalam pengertian ini tidak diberikan batasan mengenai kelompdiok kecil dalam jumlah yang ditentukan.

Selanjutnya Deddy Mulyana menyebutkan bahawa komunikasi interpersonal/komunikasi antarpribadi berarti komunikasi anatara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi

12Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011) hal. 2 13Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),

(25)

orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal. Ia menjelaskan bentuk khusus dari komunikasi antarpribadi adalah komunikasi diadik yang melibatkan hanya dua orang. Komunikasi demikian menunjukkan pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat dan mereka saling mengirim dan menerima pesan baik verbal ataupun nonverbal secara simulasi dan spontan.14

Dari beberapa definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahawa komunikasi interpersonal merupakan kemonukasi verbal dan nonverbal anatara dua orang atau sekelompok kecil orang secara langsung (tatap muka) diserai respon yang dapat segera diketahui (instan feedback).

B. Komponen-komponen Komunikasi Interpersonal

Berikut ini merupkan komponen-komponen yang berperan dalam komunikasi interpersonal15:

1) Komunikator, yaitu orang yang menciptakan, memformulasikan, dan menyampaikan pesan.

2) Encoding, yaitu tindakan komunikasi memformulasikan isi pikiran ke dalam simnol-simbol, kata-kata, dan sebagainya sehingga komunikator merasa yakin dengan pesan yang di susun dan penyampaiannya.

3) Pesan, merupakan hasil encoding berupa informasi, gagasan, ide, simbol, atau stimuli yang dapat berupa pesan verbal maupun nonverbal.

14Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi..., (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 81 15Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya; (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2011) hal. 7-10

(26)

16

4) Saluran/Media, yaitu sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan yang dapat berupa media cetak, audio, maupun audiovisual.

5) Komunikasi, yaitu orang yang menerima pesan, mengalisis, dan menafsirkan pesan tersebut sehingga memahami maknanya.

6) Decoding, merupakan proses memberi makna dari pesan diterima.

7) Umpan Balik, merupakan respon/tanggapan/reaksi yang timbul dari komunikasi setelah pesan.

8) Gangguan, merupakan komponen yang mendistorsi (menyebabkan penyimpangan/kekeliruan) pesan. Gangguan dapat bersifat teknis maupun semantis.

9) Konteks Komunikasi, konteks dimana komunikasi itu berlangsung yang meliputi konteks ruang, waktu, dan nilai.

C. Ciri-ciri komunikasi Interpersonal

Berikut ini merupakan ciri-ciri komunikasi interpersonal.16 1) Arus pesan dua arah

Arus pesan secara dua arah ini berlangsung secara berkelanjutan. Komunikator dan komunikan dapat berganti peran secara cepat, komunikator dapat berubah peran sebagai penerima pesan maupun sebaliknya.

(27)

2) Suasana nonformal

Komunikasi interpersonal yang terjalin biasanya berlangsung dalam suasana nonformal dan pendekatan pribadi.

3) Umpan balik segera

Karena komunikasi interpersonal berlangsung secara tatap muka, maka umpan balik dapat diketahui dengan segera. Komunikan segera memberikan respon secara verbal beruapa kata-kata atau nonverbal mislanya pendangan mata, raut muka, anggukan, dan sebagainya.

4) Peserta komunikasi berada dalam jarak dekat

Jarak dekat yang dimaksud yaitu fisik (peserta komunikasi saling bertatap muka dalam satu lokasi) maupun psikologis (menunjukkan hubungan keintiman antar-individu)

5) Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara verbal maupun nonverbal

Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal, peserta komunikasi berupaya saling meyakinkan, dengan mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat, sesuai tujuan komunikasi.

Sementara itu, Judy C. Pearson menyebutkan enam ciri-ciri komunikasi interpersonal, yaitu:

1. Komunikasi interpersonal dimulai dengan diri pribadi. Artinya proses penafsiran pesan maupun penilaian mengenai orang lain berangkat dari diri sendiri.

(28)

18

2. Komunikasi interpersonal bersifat traksional, artinya komunikasi interpersonal bersifat dinamis, merupakan pertukaran pesan secara timbal balik dan berkelanjutan.

3. Komunikasi interpersonal menyangkut aspek asi pesan dan hubungan antarpribadi artinya keefektifan komunikasi interpersonal tidak hanya ditentukan oleh kualitas pesan, tetapi juga ditentukan oleh kadar antar-individu.

4. Komunikasi interpersonal mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihak-pihak yang berkomunikasi, apabila pihak-pihak yang berkomunikasi ini saling bertatap muka, maka komunikasi interpersonal lebih aktif.

5. Komunikasi interpersonal menempatkan kedua belah pihak yang berkomunikasi saling tergantung satu dengan lainnya (interdepensi). Hal ini mengindikasikan bahwa komunikasi interpersonal melibatkan ranah emosi, sehingga saling ketergantungan emosional antara pigak-pihak yang berkomunikasi.

6. Komunikasi interpersonal tidak dapat diubah maupun diulang artinya apa yang telah diucapkan tidak bisa dihapus atau diulang. Apabila terlanjur salah ucap, walau dapat meminta maaf dan diberi maaf tetapi tidak berrati menghapus apa yang telah diucapkan.

(29)

D. Komunikasi Verbal dan Nonverbal

1) Komunikasi Verbal

Menurut Steart dan D’angelo, komunikasi verbal adalah

komunikasi dengan cara menyampaikan kata-kata atau pesa secara lisan maupun tertulis. 17 Komunikasi lisan ialah proses pengiriman pesan dengan bahasa lisan, sedangkan komunikasi tertulis adalah komunikasi dengan penyampaian pesan secara tertulis.18

Komunikasi lisan dan tertulis sama-sama mempunyai keuntungan. Komunikasi lisan mempunyai keutungan sebagai berikut:

a. Aspek kecepatan, artinya ketika kita melakukan komunikasi denganorang lain, pesan dapat disampaikan dengan segera.

b. Muculnya umpan balik segera, artinya penerima pesan dapat dengan segera memberikan tanggapan dari pesan yang diterima.

c. Memberi kesempatan kepada pengirim pesan untuk mengendalikan situasi, artinya pengirim pesan dapat melihat keadaan penerima pesan pada saat komunikasi berlangsung.

Sedangkan keuntungan dari komunikasi tertulis, sebagai berikut: a. Bersifat permanen, karena pesan-pesan disampaikan secara tertulis b. Catatan-catatan tertulis mencegah terjadinya penyimpangan terhadap

interprestasi gagasan-gagasan yang dikomunikasikan.

17Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 145 18 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 22

(30)

20

2) Komunikasi Nonverbal

Komunikasi nonverbal menurut Arni Muhammad yaitu pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, melainkan dengan simbol, bahasa isyarat seperti gerakan tubuh, vocal yang buakn kata-kata (mengerutu, menggertak, bersiul, dan sebagainya), kontak mata, ekspresi wajah, kedekatan jarak, sentuhan, perasaan dan sebagainya.19

Komunikasi nonverbal dapat dilakukan dengan cara berikut ini:20 a. Ekspresi wajah. Menurut Leathers, wajah dapat mengkomunikasikan

ekspresi senang/tidak senang, berminat/tidak berminat, ada tidaknya pengertian, intensitas keterlibatan dalam situasi kominikasi, dan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri

b. Senyuman dapat bermakna, sapaan, simpati, mengejek, tidak mempercayai, dan lain-lain.

c. Pendangan mata, untuk mengekspresikan ragu-ragu, cemas, takut, iri, cemburu, terharu, marah, dan sebagainya.

d. Gestural/Gerak sebagian anggota badan, misalnya memuji dengan mengacungkan ibu jari, meletakkan telunjuk di bibir himbauan untuk diam, melambaikan tangan untuk memanggil teman, mengganggukkan kepala menandakan paham, menggaruk kepala ketika bingung, membelai kepala anak kecil tanda kasih sayang, menggigit bibir ketika cemas, memukul tembok ketika marah, dan lain-lain.

19Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 146 20Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, hal. 154-172

(31)

e. Postural/Keseluruhan anggota badan, postur tubuh condong ke arah yang diajak berbicara menunjukkan kesukaan/penilian positif, postur tubuh bergerak dinamis mengikuti irama pembicara menadakan adanya respon positif, dan sebagainya.

f. Haptika/Sentuhan, misalnya untuk menjaga hubungan baik dengan menepuk pundak dan mengelus rambut, untuk menjaga hubungan sosial dengan berjabat tangan dan menyentuh lengan atas.

g. Artifaktual/Penampilan fisik, misalnya dengan berpakaian rapi, memakai assesoris, parfum, sepatu bersih, rambut rapi ketika akan bertamu.

h. Spasial/Jarak, menurut Hall, jarak 45 cm/kurang menandakan hubungan intim, jarak 45-120 cm menandakan hubungan pribadi, jarak 120-360 cm menandakan hubungan sosial, jarak lebih dari 360 cm menandakan hubungan publik/bersifat umum.

i. Dian, mengisyaratkan serisu, marah, frustasi, tdiak percaya dengan apa yang terjadi, dan lain-lain.

E. Keberhasilan Komunikasi Interpersonal

Untuk menciptakan keberhasilan komunikasi interpersonal, perlu dikembangkan sikap-sikap positif sebagai berikut.21

1. Membuka pintu komunikasi, misalnya dengan cara lambaian tangan, senyum yang tulus dan simaptik, mengucapkan kata sopan, mengajak

(32)

22

berjabat tangan, menanyakan keadaan, meminta-minta maaf dan permisi, dan mengucapkan terima kasih.

2. Sopan dan ramah dalam berkomunikasi tidak hanya dalam berbicara, tetapi juga dalam berpenampilan.

3. Jangan sungkan meminta maaf apabila melakukan kesalahan. Dengan begitu kita menaruh rasa hormat pada orang yang diajak berbicara, dan pada gilirannya kita akan dihormati pula.

4. Penuh perhatian, hal ini dapat diketahui dari seberapa jauh komunikator mengetahui karakteristik komunikan atau seberapa jauh wali kelas menghafal nama-nama saiswa, apa yang disukai atau tidak, dan lain-lain. 5. Bertindak jujur dan adil. Hal ini akan mengantarkan komunikator pada

keprofesionalan karena keujuran meruapakan prinsip profesional yang penting.

Menurut Devoti, lima sikap positif yang harus dipersiapkan dalam komunikasi interpersonal yaitu.22

1. Keterbukaan (openness) merupakan sikap bisa menerima masukan dari orang lain, serta berkenan menyampaikan informasi penting kepada orang lain tersebut, sehingga ada ketersediaan membuka diri untuk mengungkapkan informasi. Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi intereprsonal. (a) Kominakator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. (b) mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi

(33)

secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Setiap orang ingin orang lain bereaksi secara terbuka

terhadap apa yang diucapkan. (c) Menyangkut “kepemilikan” perasaan

dan pikiran. Terbuka dalam penegrtian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang seseorang lontarkan adalah memang miliknya dan orang tersebut bertanggung jawab atasnya.

2. Empati (empathy) merupakan kemampuan seseorang untuk merasakan seadainya menjadi orang lain, dapat memahami sesuatu yang sedang dialami orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan memahami sesuatu persoalan dari sudut pandang orang lain. Orang yang empatik mampu memmahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Seseorang dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, yaitu dengan memperlihatkan (a) keterlibatan aktif dengan orang itu melalaui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai (b) konsentrasi terpusat meliputi kontrak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik, serta (c) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.

3. Dukungan (supportiveness) merupakan hubungan interpersonal yang efektif antara orang satu denga orang lain, memiliki komitmen untuk mendukung terselenggaranya interaksi secara terbuka. Oleh karena itu respon bersifat spontan, dan lugas, bukan respon bertahan dan berkelit.

(34)

24

4. Perasaan positif (positiveness) ditunjukkan dalam bentuk sikap dan perilaku. Perasaan positif ini dapat ditunjukkan dengan cara menghargai orang lain, berfikir positif terhadap orang lain, tidak menaruh curiga berlebihan, meyakini pentingnya orang lain, memberikan pujian dan penghargaan, dan komitmen menjalin kerja sama.

5. Kesetaraan (equality) berarti harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak saling memerlukan. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain. Kesetaraan meliputi penempatan diri setara dengan orang lain, menyadari akan adanya kepentingan yang berbeda, mengakui pentingnya kehadiran orang lain, tidak memaksakan kehendak, komunikasi dua arah, saling memerlukan, serta suasana komunikasi akrab dan nyaman.

F. Model-model Komunikasi Interpersonal23

1. Model Linier (Komunikasi Satu Arah)

Komunikasi mengalir hanya dalam satu arah, yaitu dari pengirim seseorang kepada orang lain. Ini berarti bahwa tidak pernah mengirim pesan dan hanya menyerap secara pasif apa yang sedang dibicarakan seperti mengangguk, cemberut, tersenyum, tampak bosan atau tertarik, dan sebagainya.

Model linier juga keliru dengan mewakili komunikasi sebagai urutsan tindakan dimana satu langkash (mendengarkan) mengikuti langkah sebelumnya (berbicara). Dalam interaksi yang sebenarnya, 23Julia T. Wood Interpersonal Communication..(Autralia Wadswoth, 2010), hal. 16-18

(35)

bagaimana berbicara dan mendengarkan sering terjadi secara bersamaan atau mereka tumpang tindih. Setiap saat dalam proses komunikasi interpersonal, peserta secara bersamaan mengirim dan menerima pesan dan beradaptasi satu sama lain.

2. Model Interaktif (Komunikasi Dua Arah)

Komunikasi sebagai sebuag proses dimana pendengar memberikan umpan balik, yang merupakan tanggapan terhadap pesan. Dalam pemebalajaran siswa memberikan umpan balik/tanggapan terhadap pesan yang disampaikan.

Meskipun model interaktif merupakan perbaikan atas model linier, model interaktif ini masih menggambarkan komunikasi sebagai proses yang lain adalah penerima. Pada kenyataannya, semua orang yang terlibat dalam komunikasi mengirim dan menerima pesan.

Model interaktif juga gagal untuk menangkap sifat dinamis dari komunikasi interpersonal bahawa cara berkomunikasi berubah dari waktu ke waktu.

3. Model Transaksional (Komunikasi Banyak Arah)

Model transaksional komunikasi intrepersonal menekankan dinamika komunikasi interpersonal dan peran ganda orang yang terlibat dalam proses tersebut. Model transaksional junga menjelaskan bahwa komunikasi terjadi dalam sistem yang mempengaruhi apa dan bagaimana orang berkomunikasi dan apa yang diciptakan. Sistem-sistem, atau konteks, termasuk sistem bersmaa dari komunikator.

(36)

26

Sebaliknya, kedua orang didefinisikan sebagai komunikator yang berpartisipasi sama dan sering bersamaan dalam proses komunikasi. Ini berarti bahwa pada saat tertentu dalam komunikasi, Anda dapat mengirim pesan (berbicara atau mengangguk kepala), menerima pesan, atau melakukan keduanya pada saat yang sama (menafsirkan apa yang dikatakan seseorang ketika noding untuk menujukkan Anda tertarik).

G. Faktor Pendukung dan Penghambat Komunikasi

Komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mendukung atau malah menghambat keberhasilan komunikasi interpersonal tersebut. Faktor pendukung dan penghambat komunikasi interpersonal diuraikan sebagai berikut.24

1. Faktor Pendukung

Ada beberapa faktor yang mendukung keberhasilan komunikasi dilihat dari sudut komunikator, komunikan, dan pesan, sebagai berikut:

a. Komunikator memiliki kredibiltas/kewibaan yang tinggi, dan tarik fisik maupun nonfisik yang mengundang simpati, cerdas dalam mengalisis suatu kondisi, memiliki integritas/keterpaduan antara ucapan dan tindakan, dapat dipercaya, mampu memahami situasi di lingkungan kerja, mampu mengendalaikan emosi, memahami kondisi psikologis komunikasi, bersikap supel, ramah, dan tegas, serta mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat dimana ia berbicara.

(37)

b. Komunikan memiliki pengetahuan yangluas, memiliki kecerdasan menerima dan mecerna pesan, bersikap ramah, supel, dan pandai bergaul, memahami dengan siapa ia berbicara, bersikap bersahabat dengan komunikator.

c. Pesan komunikasi dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, disampaikan secara jelas sesuai kondisi dan situasi, lambang-lambang yang digunakan dapat dipahami oleh komunikator dan komunikan, dan tidak menimbulkan multi interprestasi/penafsiran yang berlainan.

2. Faktor Penghambat

Faktor-faktor yang dapat menghambat komunikasi adalah sebagai berikut:

a. Komunikator komunikator gagap (hambatan biologis) komunikator tidak kredibel/tidak berwibawa dan kurang memahami karakteristik komunikan (tingkat pendidikan usia, jenis kelamin, dan lain-lain) atau komunikator yang gugup (hambatan psikologis), perempuan tidak bersedia terbuka terhadap lawan bicaranya yang laki-laki (hamabatan gender)

b. Komunikasi yang mengalami gangguan pendengaran (hambatan bilogis), komunikan yang tidak berkonsetrasi dengan pembicara (hambatan psikologis), seorang perempuan akan tersimpu malu jika membicarakan masalah seksual dengan seorang lelaki (hamabatan gender)

(38)

28

c. Komunikator dan komunikan kurang memahami latar belakang sosial budaya yang berlaku sehingga dapat melahirkan perbedaan persepsi.

d. Kominator dan komunikan saling berprangka buruk yang dapat mendorong ke arah sikap apatis dan penolakan.

e. Komunikasi berjalan satu arah dari komunikator ke komunikan secara terus menerus sehingga komunikan tidak meiliki kesmepatan meminta penjelasan.

f. Komunikasi hanya berupa penjelasan verbal/kata-kata sehingga membosankan.

g. Tidak digunakan media yang tepat atau terdapat masalah pada teknologi komunikasi (microphone, telepon, power point, dan lain sebagainya).

h. Perbedaan bahasa sehingga menyebabkan perbedaan penafsiran pada simbol-simbol tertentu.

(39)

29

A. Sejarah jama’ah tabligh

Jamaah Tabligh merupakan gerakan keagamaan transnasional yang pada mulanya lahir dan berkembang di India. Gerakan ini didirikan pada tahun 1926 di Mewat India dengan Syaikh Maulana Muhammad Ilyas Kandahlawy bin Maulana Ismail al-Kandahlawy (1885-1944) sebagai tokoh pendirinya. Ia merupakan keturunan dari keluarga alim dan ahli agama di Mewat.25 Gerakan ini berkembang pesat tidak hanya di wilayah India dan Bangladesh, namun juga ke berbagai belahan dunia lainnya, termasuk Indonesia.26

Di Indonesia gerakan ini konon mulai muncul pada tahun 1952 di Masjid al-Hidayah Medan. Hal itu dibuktikan dengan keberadaan prasasti yang terdapat di masjid tersebut. Gerakan ini semakin nyata menunjukan keberadaannya pada tahun 1974 yang berpusat di Masjid Kebon Jeruk Jakarta. Keberadaan markas ini menunjukkan bahwa Jamaah Tabligh di Indonesia telah mendapatkan tempat dan tanggapan positif, terlebih dengan banyaknya pengikut jamaah ini di Nusantara. Lebih dari itu lembaga

25Ia belajar agama di madrasah dekat rumahnya dan dididik oleh kakeknya, Muhammad

Yahya. Sejak usia 10 tahun ia sudah hafal Alquran. Ia juga murid dari sejumlah ulama terkemuka Deoband. Sejak kepulangannya dari tanah suci untuk menunaikan ibadah haji yang ke tiga pada tahun 1932, ia bertekad keras untuk melaksanakan tugas suci yaitu berdakwah. Sejak saat itu ia membentuk jamaah-jamaah yang dikirim ke beberapa daerah di sekitar India

26Yoginder Sikand, “Sufisme Pembaharu Jamaah Tabligh”, dalam Martin van Bruinessen

(40)

30

kaderisasi dai Jamaah Tabligh juga telah didirikan yang dipusatkan di Pondok Pesantren al-Fatah Magetan Jawa Timur.27

Menurut berbagai hasil penelitian, gerakan ini dianggap sebagai gerakan transnasional terpenting dan terbesar saat ini.28 Terdapat istilah yang berbeda-beda dalam mengkategorisasikan gerakan ini. Di antaranya, WAMY menyebut Jamaah Tabligh sebagai sufi pembaharu dengan gerakannya untuk memperbaharui tradisi populer yang berkembang saat itu, yaitu tradisi Hindu dan juga pengaruh penjajahan Inggris. Saat itu, Maulana Ilyas dan pengikutnya mengajak kaum muslim agar mengikuti semua sunah Nabi dengan setia dan meninggalkan apa yang dicela sebagai kebiasaan yang tidak islami. Muhammad Ilyas percaya bahwa hanya melalui gerakan Islam yang mengakar pada akar rumput, pendidikan dasar keimanan dan ibadah dapat menyelamatkan mereka dari pengaruh Hinduisme.29

Pandangan senada juga dikemukan oleh Yoginder Sikand yang menyebut kelompok ini sebagai gerakan tasawuf berbasis syariah, di mana mazhab Deoband sangat peduli menyelaraskan tarekat dengan syariah yaitu perjalanan mistis spiritual dengan jalur lahiriyah hukum. Sementara itu, Yusran Razak menyebutkan gerakan ini sebagai gerakan tradisionalis transnasional (transnational traditionalist). Mereka berpegang teguh pada syariah dan sunah sebagaimana dicontohkan oleh para pendahulunya yang 27 Khalid Mas’ud, ed., Travellers in Faith, sebagaimana dikutip oleh Yusran Razak, “Jamaah Tabligh, Ajaran dan Dakwahnya,” Disertasi Doktor, Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta

(2008), hal. 60

28 Dale F. Eickelman dan James Piscatori, Politik Muslim: Wacana Kekuasaan dan

Hegemoni dalam Masyarakat Muslim, terj. Endi Haryono dan Rahmi Yunita (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 1998), hal. 13

29Abdul Aziz, “The Jamaah Tabligh Movement in Indonesia; Peaceful Fundamentalist”,

(41)

tidak hanya bersifat lokal, namun bersifat dan berlaku secara global. Sementara itu Nasrullah menyebut gerakan ini memiliki cara dakwah yang tradisional terlihat dari kecenderungan sikap dan pemikiran untuk selalu mempertahankan tradisi dan warisan masa lalu.30

Komunitas ini menekankan kepada setiap pengikutnya untuk meluangkan sebagian waktu untuk menyampaikan dan menyebarkan dakwah dengan akhlak yang baik dan penampilan yang sederhana serta menghindari persoalan khilafiyah dan politik. Berbeda dengan gerakan transnasional lainnya yang melakukan gerakannya secara besar-besaran dan sporadis dengan memanfaatkan beragam jaringan dan media untuk memperjuangkan pemikiran dan ideologinya bahkan pada hal-hal khilafiyah. Jamaah Tabligh sangat menghindari penggunaan media massa untuk berdakwah baik dalam bentuk media tulis maupun media elektronik. Ceramah di hadapan masyarakat berskala besar secara terbuka juga dihindari oleh komunitas ini.

Jamaah Tabligh juga dikenal memiliki kebiasaan dan tradisi yang unik yang sarat dengan berbagai macam simbol dalam penampilan fisik, seperti memelihara jenggot serta pakaian khas dengan model jalabiya (celana longgar cingkrang dengan baju atasan panjang hingga lutut). Selain itu, ciri-ciri lain mereka adalah menggunakan parfum beraroma khas, makan bersama dengan tangan dalam satu nampan, kebiasaan menggunakan siwak untuk

30 Nasrullah, “Tradisionalisme Dalam Dakwah: Studi Kritis Aktivitas Jamaah Tabligh Kebon Jeruk Jakarta,” Tesis Master, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Jakarta

(42)

32

menjaga kebersihan mulut, dan masih banyak lagi ciri khas lainnya yang sarat dengan makna kebajikan dan mengikuti sunnah.31

Komunitas ini menggunakan metode dakwah dengan simpatik dan akhlak yang baik dengan semangat ukhuwah dan tidak sektarian serta menghindari masalah khilafiyah. Oleh karenanya, komunitas ini dengan mudah telah masuk ke berbagai wilayah, negara dan kelompok. Dalam waktu kurang dari dua dekade perkembangan Jamaah Tabligh bahkan dapat ditemukan di banyak negara bahkan benua.32

Jama'ah tabligh adalah jama'ah yang mengembalikan ajaran Islam berdasarkan Al'quran dan hadits. Nama Jama'ah Tabligh merupakan sebutan bagi mereka yang sering menyampaikan, sebenarnya usaha ini tidak mempunyai nama tetapi cukup Islam saja tidak ada yang lain. Bahkan Muhammad Ilyas mengatakan sea ndainya aku harus memberikan nama pada usaha ini maka akan aku beri nama "gerakan iman". Ilham untuk mengabdikan hidupnya total hanya untuk Islam terjadi ketika Maulana Ilyas melangsungkan Ibadah Haji kedua-nya di Hijaz pada tahun1926. Maulana

Ilyas menyerukan slogannya, ‘Aye Musalmano! Musalman bano’ (dalam

bahasa Urdu), yang artinya ‘Wahai umat muslim! Jadilah muslim yang kaffah

(menunaikan semua rukun dan syari’ah seperti yang dicontohkan Rasulullah)’.

31Penelitian M. Yusuf Asry, “Makna Komunikasi Non-Verbal dalam Dakwah: Penelitian Simbol Dakwah Jamaah Tabligh,” Jurnal Harmoni, Vol VI, Nomor 23, 2007

32Republika dalam dua edisi tentang Jamaah Tabligh Gerakan Dakwah Transnasional, 12

(43)

Tabligh resminya bukan merupakan kelompok atau ikatan, tetapi gerakan muslim untuk menjadi muslim yang menjalankan agama secara sempurna, dan hanya satu-satunya gerakan Islam yang tidak memandang asal usul mahdzab atau aliran pengikutnya.Dalam waktu kurang dari dua dekade, Jamaah Tabligh berhasil berjalan di Asia Selatan. Dengan dipimpin oleh Maulana Yusuf, putra Maulana Ilyas sebagai amir/pimpinan yang kedua, gerakan ini mulai mengembangkan aktivitasnya pada tahun 1946, dan dalam waktu 20 tahun, penyebarannya telah mencapai Asia Barat Daya dan Asia Tenggara, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Sekali terbentuk dalam suatu negara, Jamaah Tabligh mulai membaur dengan masyarakat lokal. Meskipun negara barat pertama yang berhasil dijangkau Tabligh adalah Amerika Serikat, tetapi fokus utama mereka adalah di Britania Raya, mengacu kepada populasi padat orang Asia Selatan disana yang tiba pada tahun 1960-an dan 1970-an.

Jama’ah ini tidak menerima donasi dana dari manapun untuk

menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh dibiayai sendiri oleh pengikutnya.Tahun 1978, Liga Muslim Dunia mensubsidi pembangunan Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang kemudian menjadi markas besar

Jama’ah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka disebut Amir atau Zamidaar atau

(44)

34

B. Visi, Misi, dan Tujuan

1. Visi dan misi

“Sebagai umat dakwah sudah sepatutnya menyesuaikan visi hidup kita dengan visi

hidup Rasulullah SAW, tentunya tidak cukup hanya menjadi baik untuk diri kita sendiri dengan melakukan ibadah-ibadah yang bersifat individual, tapi meninggalkan tangung jawab sosial. Umat Islam harus mengemban tugasnya sebagai umat terbaik yang dikeluarkan Allah SWT untuk manusia, yaitu dengan

menjalankan tugas dakwahnya, mengenalkan manusia pada agama Allah SWT”33

2. Tujuan :

Menyatukan visi misi umat muslim seluruh nusantara supaya mempunyai tujuan dan pandangan yang sama terhadap agama islam.

C. Organisasi, Kepengurusan dan Fasilitas

Kebanyakan anggota Jama'ah Tabligh merasa keberatan dan menolak jika merela disebut sebagai organisasi. Alasannya, menurut mereka aktivitas yang dilakukan itu merupakan usaha dakwah dan tabligh sebagaimana yang dijalankan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Target utama mereka adalah memakmurkan masjid di seluruh dunia dan mengajak setiap orang muslim menyadari kewajiban agama mereka.

Selain itu, jaringan antar kelompok dalam Jama’ah Tabligh bercorak

longgar, dalam arti tidak memiliki struktur yang ketat dan tidak memiliki hirarki vertikal dengan pertanggungjawaban organisasi yang jelas. Tidak ada pemilihan pimpinan untuk memenuhi struktur dalam periode tertentu. Karena

(45)

itu mereka tidak memiliki Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) organisasi, tidak memiliki sistem kesekretariatan atau kebendaharaan yang baku, serta tidak memiliki sistem pengawasan organisasi

yang standar. Oleh karena itu pula, Jama’ah Tabligh tidak terdaftar secara

resmi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, sebagaimana lazimnya organisasi sosial keagamaan yang lain. Mereka juga tidak memerlukan izin penyelenggaraan setiap kali mengadakan kegiatan, karena menurut mereka kegiatan yang diselenggarakan itu bersifat informal bahkan bersifat personal.

Meskipun demikian tidak berarti kelompok ini tidak memiliki hirarki kepemimpinan sama sekali. Penyelenggaraan dakwah yang melibatkan sejumlah orang secara bersama-sama dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tentu memerlukan pengaturan. Selain itu secara alamiah akan ada proses yang membedakan antara mereka yang telah lama terlibat dalam

jama’ah dengan mereka yang masih baru bergabung. Maka, kendatipun

sangat longgar, hierarki berdasarkan keilmuan (agama), senioritas dalam jam terbang dakwah atau khuruj atau jaulah, dapat ditemukan dalam Jama'ah Tabligh. Struktur vertikal juga dikenal, meskipun sama longgarnya dengan hierarki kepemimpinan yang lebih bercorak keagamaan. Struktur itu bukan hanya terkait dengan keberadaan mereka di Indonesia, melainkan juga dengan jaringan internasional.

Sifat organisasi yang longgar memungkinkan pengelolaan kegiatan yang lentur dan tidak permanen. Meskipun terdapat sejumlah istilah yang

(46)

36

(wilayah), Halaqah (tempat kumpul atau Mahallah (tempat berhenti), penggunaan istilah tersebut juga bersifat lentur, tanpa keharusan dan digunakan hanya untuk memudahkan penandaan koordinasi sejumlah aktifitas.

Demikian pula dalam hal struktur kepengurusan, terdapat istilah yang umum digunakan di kalangan mereka. Misalnya ada yang disebut dengan Istiqbal yang berfungsi mengurus tamu-tamu luar daerah (atau luar negeri) yang sedang melakukan khuruj, ataupun masyarakat biasa yang berminat mengikuti kegiatan yang diadakan di tingkat Markas. Jadi, bagian istiqbal ini dapat dikatakan sejenis protokoler. Ada juga bagian Tasykil, yang tugas utamanya adalah memantau perkembangan kelompok-kelompok dakwah di zone-zone dan mahallah-mahallah, mendaftar anggota baru, mengurus pembagian wilayah sasaran perjalanan dakwah, dan seterusnya. Selanjutnya ada bagian khidmat, yang terutama berfungsi untuk penyediaan dan penyiapan logistik, baik di Markas (pengaturan makan) maupun logistik untuk khuruj.

Penunjukan seorang amir dilakukan secara musyawarah pada waktu-waktu yang telah disepakati bersama, misalnya pada setiap 40 hari sekali ketika satu kelompok akan melakukan khuruj selama 40 hari, atau tiga hari sekali ketika mereka melakukan khuruj tiga harian. Masing-masing berhak menunjuk menjadi amir berdasarkan hasil musywarah.

Jamaah Tabligh mengenal cara-cara untuk merekrut anggota atau jamaah pemula. Pada awalnya mereka mendatangi masjid-masjid tertentu

(47)

untuk ikut shalat berjamaah. Setelah itu mereka menetapkan salah satu diantara masjid tersebut yang akan dijadikan pusat kegiatan dakwah. Dari masjid inilah, mereka kemudian melakukan jaulah, yakni berkeliling ke rumah-rumah masyarakat yang ada di sekitar masjid untuk mengajak penghuninya memakmurkan masjid setempat.

Waktu yang digunakan dalam jaulah kurang lebih selama dua setengah jam dan biasanya mereka lakukan setelah shalat ashar. Apabila diketahui ada anggota jamaah yang sakit, maka mereka akan segera menengok jamaah yang sakit itu, bila perlu ikut menanggung biaya pengobatannya. Apabila dalam proses jaulah itu mereka bertemu dengan seseorang, mereka juga akan mengajak orang tersebut (tanpa mempedulikan apakah penduduk setempat atau bukan) untuk memakmurkan masjid, mengikuti pengajian-pengajian yang mereka lakukan serta bersama-sama mendiskusikan berbagai masalah agama dan kehidupan sehari-hari. Setelah proses awal dilewati, mereka menerapkan cara-cara selanjutnya agar jamaah pemula yang telah bergabung dalam kegiatan mereka, bersedia untuk mendukung kegiatan dakwah sebagai mubaligh.

Setidaknya ada tiga tingkatan cara untuk mendorong seseorang untuk menjadi mubaligh, yaitu berdakwah keluar kampungnya sendiri (yang disebut dengan khuruj). Tingkat pertama disebut Tarhid, yakni promosi mengenai manfaat melakukan dakwah, baik untuk diri sendiri maupun untuk masyarakat. Pada tingkat ini jamaah pemula belum dapat diajak menjadi partisipan dakwah di kampong lain. Tingkat kedua, Tasykil, yaitu ajakan

(48)

38

untuk berpartisipasi dalam kegiatan dakwah yang dilakukan bukan hanya di masjidnya sendiri, melainkan juga mengikuti pengajian yang dilakukan di tempat lain. Pada tingkatan ini telah muncul keinginan berdakwah keluar (khuruj) pada jamaah pemula tersebut, ia tidak akan begitu saja diluluskan keinginannya. Tingkatan ketiga disebut Tahayya, yaitu tawaran untuk mengikuti khuruj, mulai dari satu hari, tiga hari, empat puluh hari, dan seterusnya. Berbagai pertimbangan akan dilakukan dan didengar oleh para anggota senior, sebelum yang bersangkutan dinyatakan layak menerima dorongan tingkat ketiga ini dan mengikuti khuruj.

Untuk mendapatkan anggota jamaah, maka beberapa ketentuan digariskan atau diperlukan beberapa ketentuan: kesatuan hati antara amir dengan makmur, makmur dengan makmur, jamaah gerak dengan karkun setempat, jamaah gerak dengan jamaah masjid, dan jamaah dengan masyarakat; hidupkan dengan amalan iJama'ah Tablighimai : a) shalat

berjamaah, b) musyawarah, c) ta’lim, d) jaulah, e) bayan, f) makan

berjamaah, g) tidur, h) perjalanan; hidupkan lima amalan infiradi, diantaranya a) takbiratul ula dalam shalat berjamaah, b) shalat nawafil (sunat/tambahan), c) dzikir dan tilawah al-Qur’an minimal satu juz setiap hari, d) doa memohon hidayah, dan ;taat pada keputusan musywarah; hidupkan lima jaulah, yaitu :

jaulah umumi, khususi, ta’limi, tasykili, dan usuli; akhirkan waktu untuk

makan dan istirahat; semua amalan siang hari hanya 10%, tetapi amalan pada malam hari 90%; sambung rasa, kemudian ditentukan harinya untuk khuruj; ikram, membantu menyelesaikan masalahnya.

(49)

Dengan pola rekruitmen seperti itu, maka secara garis besar, orang-orang yang ikut dalam dakwah Jama'ah Tabligh dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni maqami dan intiqali.Yang dimaksud dengan maqami (arti harfiahnya: tempat) adalah para anggota jamaah yang cukup meluangkan waktu saja untuk mengadakan musyawarah agama (sering disebut dengan

istilah ta’lim) sekurang-kurangnya 2,5 jam setiap hari. Musyawarah tersebut

dilakukan di rumah masing-masing bersama keluarga atau di masjid bersama masyarakat sekitar. Adapun yang dimaksud intiqali (arti harfiahnya : berpindah) adalah meluangkan waktu keluar berdakwah di jalan Allah (khuruj fi sabilillah) kurangnya tiga hari dalam satu bulan; atau sekurang-kurangnya 40 hari dalam satu tahun, atau sekurang-sekurang-kurangnya 4 bulan dalam seumur hidup.

Perlengkapan sarana dan fasilitas yang dimiliki oleh masjid kebun

jeruk yang digunakan oleh jama’ah tabligh untuk menunjang pelaksanaan

program-program kegiatan, adalah : (1) 3 lantai kamar tidur, (2) 3 ruang dapur, (3) Ruangan masjid untuk pertemuan. Adapun kepengurusan di Jama'ah Tabligh Kebon Jeruk sebagai berikut;

NO Nama L/P 1 H.ABBAS L 2 AHMAD QODIR L 3 RUSLI JAELANI L 4 MUHAMMAD RO’UF L 5 H. SALIM MAHMUD L 6 H. DARSONO L 7 AHMAD RIFA’I L 8 MUKIDIN SYAFI’ L 9 ABDURRAHMAN L 10 MUHAMMAD THOHA L 11 H. SURYA L

(50)

40 12 FIRMAN MAULANA L 13 AHMAD MUZAKI L 14 MUHAMMAD IDRIS L 15 H. IMAM MA’SUM L Tabel 2.

Perputaran Amir Jama’ah Tabligh Kebun Jeruk Jakarta Barat

NO NAMA JUMLAH HALAQAH DALAM 1 BULAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 H.ABBAS + + - + - - + + + 2 AHMAD QODIR + + + + + + - - -3 RUSLI JAELANI - - + + + + - - + 4 MUHAMMAD RO’UF - + + + + - - - -5 H. SALIM MAHMUD - + + + + + - + -6 H. DARSONO + - + - + + + - -7 AHMAD RIFA’I + - + + + - + - -8 MUKIDIN SYAFI’ + - + + + - + - + 9 ABDURRAHMAN - + - - + - + - + 10 M. THOHA + - + + + + + - + 11 H. SURYA + - + - + + + + + 12 FIRMAN MAULANA - - + - + + + + -13 AHMAD MUZAKI - + + - + - + + -14 MUHAMMAD IDRIS + + - - + - + + -15 H. IMAM MA’SUM + + - + + - + +

-D. Ajaran Dasar Jama’ah Tabligh a. Khuruj dan Tabligh

Sewaktu khuruj, kegiatan diisi dengan ta’lim (membaca hadits atau

kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria), jaulah (mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj dengan tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah), bayan, mudzakarah (menghafal) 6 sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan harian pada amir), dan musyawarah. Selama masa khuruj, mereka tidur di

(51)

masjid. Selama khuruj ada 4 hal yang diperbanyak, yaitu dakwah illallah, taklim wata’lum, zikir dan ibadah, dan berkhidmad (melayani sesama muslim). Ada 4 hal lagi yang dikurangi: waktu tidur dan makan, keluar masjid dan boros.

Aktivitas Markas Regional adalah sama, khuruj, namun biasanya hanya menangani khuruj dalam jangka waktu 40 hari atau 4 bulan saja. Selain itu mereka juga mengadakan malam IJama'ah Tablighima’ (berkumpul), dimana dalam IJama'ah Tablighima’ akan diisi dengan Bayan (ceramah agama) oleh para ulama atau tamu dari luar negeri yang sedang khuruj disana, dan juga ta’lim wa ta’alum. Khuruj sebagai kegiatan keluar untuk berdakwah dalam Jama'ah Tabligh memiliki formula waktu bervariasi mulai dari 3 hari, 7 hari, 10 hari, 40 hari sampai 4 bulan.

Khuruj dilakukan secara berkelompok, antara 10 hingga 15 orang. Mengunjungi daerah-daerah sesuai sasaran dakwah yang telah ditentukan. Begitu sampai di tempat sasaran dakwah mereka menyebar, keluar masuk kampung, pasar, dan warung-warung mengajak untuk shalat jama’ah ke masjid atau musholla, sambil tetap berdzikir kepada Allah.

Biaya untuk mengongkosi aktivitas khuruj ditanggung secara mandiri oleh anggota JAMA'AH TABLIGH. Uang yang digunakan untuk keperluan khuruj memang disisihkan dari penghasilan atau usaha untuk kepentingan dakwah. Sebelum khuruj keluarga di rumah terlebih dahulu dicukupi nafkahnya. Dengan demikian urusan keluarga tetap menjadi

(52)

42

perhatian sebelum berangkat. Setiap orang yang khuruj terlebih dahulu harus memastikan diri apakah nafkah keluarganya selama ditinggalkan tercukupi dengan baik. Selain itu, pimpinan markas menugaskan seseorang untuk memonitor perkembangan keluarga mereka yang melakukan khuruj. Setahun sekali, digelar Jama'ah Tablighima’ umum di markas nasional pusat, yang biasanya dihadiri oleh puluhan ribu umat muslim dari seluruh pelosok daerah. Bagi mereka yang mampu diharapkan untuk khuruj ke poros markas pusat (India – Pakistan – Bangladesh /IPB) untuk melihat suasana keagamaan yang kuat untuk mempertebal iman mereka.

Muktamar umat Islam dunia atau lebih dikenal dikalangan Jamaah

tabligh dengan istilah “IJama'ah Tablighima’ Dunia” dalam bahasa Bangladesh disebut “Bishwa IJama'ah Tablighima”, merupakan acara

tahunan rutin dari rangkaian program kegiatan dakwah Jamaah Tabligh. Program IJama'ah Tablighima berakhir ditandai dengan acara “Akheri Munajat” atau doa terakhir yang dipimpin oleh seorang Ulama Jamaah Tabligh.

Pada dasarnya khuruj adalah realisasi dari kewajiban dakwah, yang memberikan penekanan pada pentingnya bertabligh (menyampaikan ajaran). Tabligh disini diartikan sebagai keluar di jalan Allah dan hukumnya wajib bagi setiap anggota. Beberapa pertimbangan rasional maupun tekstual dari Al-qur’an dan Hadits digunakan Jama'ah Tabligh untuk mendasari kewajiban khuruj ini. Pertimbangan rasional yang

(53)

mereka gunakan sehingga setiap muslim harus bertabligh, antara lain misalnya satu pemikiran bahwa pada umumnya orang-orang Islam menyerahkan tugas dak wah kepada para alim ulama saja. Padahal setiap muslim dan muslimat diperintahkan oleh Allah supaya mencegah manusia berbuat maksiat. Oleh karena itu, Jama'ah Tabligh menyeru kepada setiap kaum muslimin supaya meluangkan waktu dan tenaga mereka untuk bertabligh.

Pertimbangan tekstualnya adalah merujuk kepada ayat-ayat

Al-Qur’an sebagai berikut:

1) Al-Qur’an surat Fushillat ayat 33: “siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru manusia kepada agama Allah, dan mengajarkan amal yang shaleh dan berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri”; 2) Al-Qur’an surat At-taubah ayat 1-2 : “ Berangkatlah kalian baik

dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat dan berjuanglah dengan harta dan diri kalian di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Andaikata yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka, sehingga mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah : jikalau kami sanggup tentulah kami berangkat bersama denganmu..”;

Gambar

Gambar 4.1   Peneliti melakukan wawancara dengan kutua umum pengurus  jama’ah tabligh kebun jeruk ....................................................
Gambar 4.1 Peneliti melakukan wawancara dengan kutua umum pengurus jama’ah tabligh kebun jeruk

Referensi

Dokumen terkait

gambaran yang terbentuk pada komunikasi interpersonal orang arab “Jamaah”. ketika berada pada lingkungan Pesantren Darullughah Wada’wah

Individualized Educational Program (IEP). Di mana, dalam proses belajar mengajar dengan pendekatan program ini, komunikasi yang ditekankan adalah komunikasi interpersonal

Fachrudin Rahmat Bintoro, D1212033, POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL KELUARGA, MOTIVASI BERPRESTASI DAN PRESTASI BELAJAR(Studi korelasi antara Pola Komunikasi

Guna mengetahui pola komunikasi interpersonal antara terapis dengan penyandang ADHD yang disebut dengan komunikasi terapeutik, dibutuhkan sebuah cara yang spesifik

Sedangakan Devito (2011:252) mendefinisikan komunikasi interpersonal dilihat dari tiga pendekatan utama, yang pertama definisi berdasarkan pendekatan

Dari pola komunikasi interpersonal yang terjadi di dalam proses.. bimbingan skripsi, akan terlihat bagaimana komunikasi

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL LEWAT FACEBOOK (Studi pada Proses Pembentukan Hubungan

Komunikasi interpersonal masyarakat pendatang dengan masyarakat lokal merupakan aktivitas dari individu yang satu dengan yang lain unttuk mencapai keberhasilan,