HUBUNGAN ANTARA HARDINESS DENGAN BURNOUT
PADA PERAWAT RS. ROEMANI SEMARANG
OLEH
SHEYEDA KONSAREH
80 2014 051
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
HUBUNGAN ANTARA HARDINESS DENGAN BURNOUT
PADA PERAWAT RS. ROEMANI SEMARANG
Sheyeda Konsareh
Sutarto Wijono
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hardiness dengan
burnout pada perawat di RS Roemani Semarang. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala psikologi. Skala yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala yang diadaptasi oleh penulis berdasarkan skala
Maslach Burnout Inventory yang dibuat oleh Maslach (1981) dengan nilai
koefisien alpha = 0,865 dan skala yang kedua yaitu skala hardiness yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Maddi (2013) dengan nilai koefisien alpha = 0,869. Partisipan dalam penelitian ini adalah 40 perawat di ruang UGD dan ICU pada Rumah Sakit Roemani Semarang dan menggunakan teknik Purposive Sampling. Pengujian hipotesis dan korelasi antara hardiness dengan burnout menggunakan uji korelasi Pearson Correlation Product Moment. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara
hardiness dengan burnout pada perawat di Rumah Sakit Roemani Semarang (r=
-0,545 dan p= 0,000 p< 0,05)
ii
ABSTRACT
This study aims to determine whether there is a relationship between hardiness with burnout at nurses at RS Roemani Semarang. Data collection the method used in this research is psychology scale. The scale used in this study is the scale adapted by the author based on the Maslach Burnout Inventory scale created by Maslach (1981) with the coefficient value alpha = 0.865 and the second scale is the hardiness scale compiled by the researchers based on aspects proposed by Maddi (2013) with coefficient value alpha = 0.869. Participants in this study were 40 nurses at Roemani Hospital Semarang and using Purposive Sampling technique. Hypothesis testing and correlation between hardiness with burnout using Pearson Correlation Product Moment correlation test. The results of this study indicate a significant negative relationship between hardiness with burnout at nurses at Roemani Hospital Semarang (r = -0,545 and p = 0.000 p <0.05).
1
PENDAHULUAN
Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal, berstruktur, dan terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu (Hasibuan, 2011). Salah satu organisasi yang bergerak di bidang sosial adalah rumah sakit. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, Rumah Sakit juga dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010 yang dinyatakan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Para staf profesional dalam lembaga pelayanan yang berhubungan dengan manusia wajib memberikan sebagian besar dari waktunya untuk terlibat secara intensif dengan orang lain. Pada hakikatnya keperawatan adalah suatu profesi yang mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Jadi, profesi keperawatan lebih mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat di atas kepentingan sendiri. Hal inilah yang dapat menyebabkan perawat dapat frustrasi. Dalam membantu pasien secara umum perawat akan memberikan layanan secara terus menerus. Untuk para pekerja profesional yang bekerja secara terus menerus dengan keadaan seperti ini dapat menyebabkan terkurasnya emosi dan menjadi penyebab munculnya burnout (Maslach dan Jackson dalam Anggraeni, 2014). Situasi yang terkait dengan
2
burnout tersebut telah dialami oleh perawat IGD dan ICU di Rumah Sakit
Roemani Semarang. Adapun perbedaan dari perawat yang berada di IGD dan ICU yaitu perawat IGD seperti melakukan pertolongan pertama kepada pasien dalam keadaan darurat secara tepat dan benar sesuai kebutuhan serta PROTAP (Prosedur Operasional dan teknis Operasional) yang berlaku. Selanjutnya segera melaporkan tindakan yang telah dilakukan kepada dokter sehingga mengetahui apakah pasien akan di rawat inap ataupun bisa langsung pulang. Sedangkan pada perawat ICU lebih menangani pasien yang memberikan peraawatan khusus pada penderita yang memerlukan perawatan lebih intensif, seperti gangguan kesadaran, gangguan pernapasan dan mengalami serangan penyakit akut. Hal inilah yang dilakukan setiap harinya oleh perawat IGD dan ICU.
Hasil wawancara penulis dengan lima perawat di Rumah Sakit Roemani Semarang pada tanggal 18 Januari 2018, ada dua perawat yang mengatakan bahwa menjadi perawat merupakan cita-citanya sejak kecil. Sementara itu untuk merealisasikan cita-citanya dia berusaha menempuh pendidikan di bidang keperawatan, kemudian berlanjut ke jenjang pekerjaan atau profesi, hingga sampai saat dirinya sangat menikmati pekerjaannya menjadi perawat. Walaupun terkadang merasakan lelah dan jenuh, mereka dapat mengatasinya yaitu dengan beristirahat sebentar ataupun sekedar berbincang dengan rekan kerja. Pada umumnya, profesi sebagai perawat menurut salah seorang perawat ketika menjadi perawat seharusnya melayani dengan hati serta mempunyai tanggungjawab dalam memberi layanan secara total kepada para pasien. Sebagian dari mereka, mengatakan mendapat reward yang meliputi gaji bulanan, premi (uang lauk dan uang jasa). Selain gaji, ada pula mendapat hak untuk cuti tahunan sebagai
3
refreshing mereka. Situasi tersebut dapat membuat mereka nyaman. Sebaliknya,
ada sebagian diantara mereka merasa kurang nyaman dan cepat lelah ketika sedang melayani dalam keadaan overload pasien. Situasi tersebut membuat mereka menjadi kerepotan dan tidak dapat mengontrol emosinya, yang kadang-kadang jengkel dan marah (terkadang-kadang terdapat komunikasi yang tidak baik antara rekan kerja dan pasien).
Atas dasar fenomena-fenomena tersebut dapat disimpulkan ada masalah
burnout pada perawat di Rumah Sakit Roemani Semarang. Oleh sebab itu,
penelitian tentang burnout penting dilakukan. Pada suatu kesempatan, Pines dan Aronson (1988) dalam temuan mereka mengemukakan bahwa burnout merupakan suatu pengalaman subjektif adanya kondisi kelelahan fisik, emosional dan mental yang disebabkan oleh keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang menuntut emosi. Burnout pada perawat menjadi penting untuk diteliti karena apabila perawat mengalami burnout, maka bukan hanya dirinya saja yang terkena dampak yang ditimbulkan, melainkan lingkungan sekitarnya pun akan terkena imbasnya, seperti dalam keluarga ataupun tempat dirinya bekerja, dalam Andarika (2004).
Berdasarkan teori dan penelitian tersebut, menurut Leitter (1976) diperkirakan bahwa orang yang mengalami kelelahan (burnout) akan merasa tidak puas karena peluang pertumbuhan dan perkembangan pribadinya tidak dapat seperti terealisasikan di tempat ia bekerja. Selain itu, burnout dapat berdampak negatif yaitu terjadi penurunan komitmen terhadap organisasi atau instansi dan penurunan produktivitas (Togia, 2005). Burnout juga dapat mengakibatkan individu akan meninggalkan pekerjaan mereka, serta tidak hanya penurunan moral tetapi juga penurunan tanggung jawab pada individu. Selain itu burnout yang
4
berhubungan langsung dengan individu memiliki dampak seperti keletihan pada individu, kesulitan tidur, mengalami konflik peran atau ambiguitas peran, serta masalah keluarga (Schaufeli, 2003). Selain dampak negatif ada juga dampak positif dari burnout yang dikemukakan oleh Greenhaus et al (2000) bahwa kondisi burnout yang semakin meningkat berdampak pada semangat dan produktivitas kerja pada karyawan. Dengan kata lain, pada beberapa orang,
burnout dapat meningkatkan semangat dan produktivitas mereka.
Alarcon, et al, (2009) mengungkap bahwa burnout terjadi karena adanya faktor interpersonal seperti sedikitnya dukungan sosial serta adanya faktor intrapersonal seperti usia dan kepribadian yang ada, seperti berbagai ciri kepribadian seperti hardiness, self-esteem rendah dan simpati hardiness mencakup hampir karakteristik dan konsep. Pernyataan tersebut didukung oleh Leiter (1998) dijelaskan bahwa timbulnya burnout disebabkan adanya beberapa faktor yang salah satunya adalah kepribadian. Oleh sebab itu, sesuai dengan pendapat tersebut, Schaufeli dan Buunk (2003) menyatakan bahwa karakteristik kepribadian yang diasosiasikan dengan burnout adalah kurangnya ketangguhan (lack of hardiness). Hal tersebut dapat dikatakan bahwa jika kepribadian
hardiness rendah pada individu, maka akan berkaitan dengan tingginya burnout.
Sebaliknya, ketika kepribadian hardiness yang tinggi akan berhubungan dengan rendahnya kadar burnout individu. Ciri-ciri individu yang memiliki hardiness tinggi adalah dirinya sangat tertarik dan bersemangat dalam menjalani kehidupan mereka dan memilik pengontrolan diri yang kuat, komitmen dan tantangan (merasakan perubahan dalam pekembangannya).
5
Ada beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Funk, Nowack (1990 & 1991) yang mengatakan bahwa individu yang tangguh tidak rentan terhadap penyakit yang menyerang fisiknya, lebih optimis, tidak mudah stress dan tidak rentan terhadap burnout, lebih mudah menerima dukungan sosial dan penerapan strategi dalam menanggulangi rasa kejenuhan itu lebih beragam daripada individu yang hardiness nya rendah.
Dengan kata lain, penulis menganggap bahwa hardiness penting diteliti di kalangan perawat Rumah Sakit karena adnaya fenomena bahwa pekerjaan perawat yang seringkali dapat membuat dirinya mengalami hardiness. Atas dasar pemikiran tersebut Mc Vicar (dalam Ladstatter & Garrosa, 2008) menyatakan bahwa salah satu alasan untuk keragaman besar reaksi stres di kalanagan profesional keperawatan adalah kombinasi antara kepribadian dan strategi coping. Salah satu karakteristik kepribadian yang dianggap memiliki fungsi perlindungan terhadap stres adalah hardiness atau kepribadian-hardy. Selanjutnya Kobasa (dalam Shaw, 2007) menjelaskan bahwa hardiness sebagai karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya dalam melawan efek negatif dari stres. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Aprilia dan Yulianti (2005) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan burnout yaitu
hardiness. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Schultz dan Schultz (2010)
yang menyatakan bahwa salah satu karakter kepribadian memengaruhi terjadinya
burnout adalah hardiness. Demikian pula hasil temuan Maddi (2013) menyatakan
bahwa perawat dengan hardiness yang tinggi lebih resisten dalam menghadapi permasalahan yang ada daripada individu dengan hardiness yang rendah. Perawat dengan hardiness yang tinggi memiliki minat dan komitmen dalam
6
menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan, kemampuan berpikir positif dan aktif dalam mencari pemecahan masalah, serta sikap keterbukaan dan penerimaan terhadap berbagai perubahan yang terjadi di sekitarnya. Sementara itu, pada perawat dengan hardiness yang rendah lebih rentan mengalami stres, depresi dan masalah kesehatan seperti burnout. Hal tersebut disebabkan oleh stress, serta mudah putus asa ketika menghadapi suatu masalah (Riggio, 2013).
Ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara burnout dengan hardiness. Beberapa hasil penelitian yang mendukung dilakukan oleh Carlotto, Queirós, Dias, Kaiseler (2014). Kemudian penelitian dari Hatta & Noor (2015) menunjukkan bahwa hubungan negatif yang lemah antara kepribadian hardiness dengan burnout. Artinya semakin kuat kepribadian yang dikaitkan dengan hardiness, maka semakin rendah tingkat burnout. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Moradi, Poursarrajian, Naeeni (2013) juga menjelaskan bahwa ada hubungan antar hardiness dengan burnout dan kepribadian yang terkait dengan hardiness. Hal ini ditemukan bahwa individu yang mempunyai kepribadian hardiness memiliki sikap positif terhadap perubahan dan menganggap mereka memerlukan sebuah perbaikan diri untuk memperoleh hidup yang lebih sukses. Karakteristik dari individu yang mempunyai kepribadian hardiness yang baik dalam pekerjaannya pasti akan mengalami peningkatan motivasi dan pada akhirnya tingkat kelelahan emosional rendah.Sebaliknya, ada hasil penelitian yang mengungkap bahwa hubungan antara
hardiness dengan burnout tidak signifikan. Hasil penelitian tersebut didukung
oleh peneliti sebelumnya yaitu Ekandarnejad dan Rezaye (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara hardiness dan salah
7
satu aspek dari burnout yaitu berkurangnya prestasi pribadi reduce personal
accomplishment.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan hasil yang berbeda, maka hal inilah yang membuat penulis masih ingin untuk meneliti tentang hubungan hardiness dengan burnout. Selain itu, peneliti menemukan perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang sebelumnya, diantaranya adalah pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Carlotto, Queirós, Dias, Kaiseler (2014) juga Hatta & Noor (2014) yaitu terletak pada teori yang digunakan. Penelitian sebelumnya mengungkap kecenderungan
hardiness dengan menggunakan teori Kobasa, sedangkan penulis menggunakan
teori Maddi. Metode penelitiannya pun juga berbeda, subjek yang digunakan oleh Hatta & Noor (2014) adalah anggota Polisi, sebanyak 50 orang, pada Carlotto (2014) menggunakan subjek perawat berjumlah 394 perawat Portuguese, 236 perawat Brazilianssedangkan penulis menggunakan subjek perawat IGD dan ICU sebanyak 40 orang di Rumah Sakit Roemani Semarang. Kriteria tersebut diambil dengan pertimbangan bawah perawat yang bekerja di IGD dan ICU rentan terkena dampak psikologis yang disebabkan adanya kelelahan keja (burnout) karena mereka dituntut untuk selalu profesional sesuai dengan standar kerja yang tinggi.Untuk alat ukurnya, penulis menggunakan skala hardiness dengan aspek dari Maddi, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan hardiness scale dari Paul Bartone. Pada penelitian Hatta & Noor (2014) uji korelasinya menggunakan spearman. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Moradi, Poursarrajian, Naeeni (2013) menggunakan partisipan sebanyak 120 guru, menggunakan metode
8
dilakukan oleh peneliti sebelumnya, maka hal inilah yang menjadi ketertarikan tersendiri dan kemudian diangkat oleh penulis menjadi sebuah fenomena mengenai bagaimana hubungan antara hardiness dengan burnout pada perawat Rumah Sakit Roemani Semarang, yang mana di Rumah Sakit Roemani Semarang ini belum pernah ada penelitian yang meneliti tentang hubungan antara hardiness dengan burnout.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara
hardiness dengan burnout pada perawat rumah sakit Roemani Semarang?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap secara empiris hubungan antara hardiness dengan burnout pada perawat rumah sakit Roemani Semarang.
Hipotesis
Berdasarkan latar belakang di atas, maka hipotesis penelitian ini yaitu ada hubungan antara hardiness dengan burnout
LANDASAN TEORI
A. BURNOUT
1. Pengertian Burnout
Burnout adalah kondisi dimana individu mengalami kelelahan
emosional merupakan penggabungan depersonalisasi dan reduced personal accomplishment. Kelelalahan emosional berkaitan dengan perasaan penat, frustasi dan tertekan pada pekerjaan ; depersonalisasi adalah adanya sikap negatif yang ditunjukkan oleh individu kepada lingkungannya ; reduced
9
personal accomplishment adalah perasaan yang timbul dari individu karena
telah menunjukkan sikap yang negatif terhadap lingkungannya (Maslach, 1981). Pines dan Aronson (1988) mengatakan bahwa burnout merupakan tahapan dari kelelahan emosional, fisik dan mental yang mana disebabkan oleh penyesuaian yang lama dari individu dalam situasi yang menuntut secara emosional. Dari beberapa pendapat dan definisi di atas penulis akhirnya memilih untuk menggunakan teori burnout dari Maslach dikarenakan teori tersebut lebih dapat menggambarkan bagaimana burnout dapat terjadi pada individu yang mana memiliki beban kerja yang berat terlebih dalam memberikan suatu pelayanan.
2. Aspek-aspek
Berikut tiga aspek yang dikemukakan oleh Maslach & Jackson (1981) yaitu:
a. Kelelahan emosi (emotional exhaustion)
Yaitu kelelahan emosi yang ditandai dengan adanya perasaan lelah akibat banyaknya tuntutan yang diajukan pada individu yang membuat terkurasnya sumber-sumber emosi yang ada. Pemberi layanan merasa tidak memiliki energi lagi untuk melakukan pekerjaannya yang ditandai dengan perasaan frustasi, putus asa, sedih, mudah tersinggung dan marah. b. Depersonalisasi
Perubahan sikap dan perilaku individu seperti kurang menghargai atau kurang memiliki pandangan yang positif terhadap orang lain. Hal ini ditujukkan dengan munculnya perilaku yang memperlakukan orang lain secara kasar dan sinis, berhubungan seperlunya saja, tidak berperasaan,
10
kurang perhatian dan juga kurang peka terhadap kebutuhan orang lain. Sikap lain yang muncul adalah kehilangan idealisme.
c. Penurunan Prestasi Diri (Reduced Personal Accomplishment)
Meliputi adanya penilaian diri yang negatif muncul dari individu dalam kaitannya dengan pekerjaan, yang mana individu merasa kurang kompeten dan produktif dalam menyelesaikan pekerjaan serta merasa kurang berprestasi pada profesi pekerjaan yang tengah dijalaninya. Selain itu, individu juga menunjukkan rasa ketidakpuasan terhadap diri sendiri, dan hasil pekerjaan yang telah dilakukannya.
3. Faktor-Faktor
Menurut Maslach, Schaufeli dan Leiter (2001), faktor yang menyebabkan
burnout ada dua yaitu:
a. Faktor situasional
Yang terdiri dari karakteristik pekerjaan (beban kerja, lamanya waktu kerja), karakteristik jenis pekerjaan, dan karakteristik organisasi (mencakup tujuan organisasi, standar operasional kerja, dan ketersediaan sumber daya manusia).
b. Faktor Individual
Hal ini meliputi karakteristik demografi (faktor usia, jenis kelamin, status, dan tingkat pendidikan) ; Karakteristik kepribadian : a) Individu dengan
hardiness yang rendah menunjukkan tingkat kejenuhan yang tinggi.
b) Individu dengan tipe koping pasif dan defensif menunjukkan burnout yang tinggi pada dimensi kelelahan daripada individu dengan tipe koping aktif dan konfrontatif yang berhubungan dengan keberhasilan individu.
11
c) Individu dengan locus of control external memiliki burnout yang tinggi daripada individu dengan locus of control internal. d) Individu dengan tipe kepribadian A yang mana menunjukkan perilaku kompetitif, irritabilitas, agresif, dan pengendalian yang berlebihan memiliki kerentanan burnout yang tinggi pada dimensi kelelahan dan sinisme dan e) penelitian mengenai big five personality menunjukkan individu yang memiliki skor tinggi pada aspek neurotik akan lebih rentan terhadap tekanan psikologis (psychological distress).
B. HARDINESS
1. Pengertian Hardiness
Hardiness merupakan suatu karakteristik kepribadian yang digunakan
oleh perawat dalam mengubah penilaian terhadap adanya suatu kejadian yang dianggap mengancam diubah menjadi suatu tantangan yang bernilai positif dalam mengembangkan kualitas diri, sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya burnout (Maddi, 2013). Santrock (2002) menyatakan bahwa hardiness adalah suatu gaya kepribadian yang dimiliki oleh individu yang mana mempunyai karakteristik pada suatu komitmen, pengendalian dan persepsi terhadap masalah-masalah yang dianggapnya sebagai tantangan dan bukan sebagai ancaman. Kemudian diartikan secara jelas lagi oleh Cotton (dalam Rahmawan, 2010), yang mana hardiness merupakan suatu komitmen kuat yang dimiliki oleh individu sehingga dapat menciptakan tingkah laku yang baik dan mampu menetralkan efek negatif, mempunyai pikiran yang selalu positif terhadap masalah yang dimilikinya.
12
Pada penelitian ini penulis mengacu pada definisi hardiness menurut Maddi (2013) yakni suatu karakteristik yang dimiliki oleh individu yang mana
hardiness dapat membuat individu menjadi pribadi yang memandang positif
dari masalah yang dihadapinya, sehingga tidak mudah putus asa dan cemas. 2. Aspek
Menurut Maddi (2013), hardiness terdiri dari tiga aspek, antara lain: a. Komitmen
Komitmen melibatkan keyakinan bahwa tidak peduli seburuk apapun keadaan yang terjadi, individu harus tetap melibatkan diri dalam kejadian tersebut daripada menghindar dan menarik diri dari lingkungan.
b. Pengendalian
Upaya yang dilakukan individu harus tetap mencoba mengubah keadaan yang memiliki potensi ancaman menjadi suatu peluang dalam mengembangkan diri daripada merasa tidak berdaya dan bersikap pasif. c. Tantangan
Tantangan melibatkan sikap penerimaan individu yang memandang kehidupan sebagai sumber stres alami, yang mana sikap penerimaan ini akan membantu individu dalam mencari makna positif dari sumber stress dimana individu dapat menjadi pribadi yang lebih bijaksana.
C. Hubungan Hardiness dan Burnout
Terdapat penelitian-penelitian mengenai hubungan hardiness dan burnout yang telakukan oleh beberapa peneliti.Maslach & Leiter (1998) dijelaskan bahwa timbulnya burnout disebabkan adanya beberapa faktor yang salah satunya adalah
13
kepribadian. McCranie (Schaufeli & Buunk, 1996) menyatakan bahwa karakteristik kepribadian yang diasosiasikan dengan burnout adalah kurangnya ketangguhan (lack of hardiness). Seseorang dikatakan mengalami burnout apabila mempunyai ciri-ciri mudah cemas dan tertekan, mudah lelah dan mengalami ketegangan yang berkepanjangan apabila dalam menghadapi permasalahan yang ada.Lebih lanjut dikatakan oleh Kobasa (1982) individu dikatakan memiliki
hardiness yang rendah apabila berkaitan dengan tinggi kadar burnout individu,
begitupun sebaliknya. Hardiness merupakan suatu bentuk pembelajaran sikap dan keterampilan yang membantu perawat mengubah keadaan yang memiliki potensi ancaman menjadi kesempatan untuk mengembangkan kepribadian diri (Maddi, 2013). Lebih lanjut, hardiness berperan meredam efek negatif stres dan mencegah masalah kesehatan yang disebabkan oleh stres pada perawat. Menurut Kobasa & Maddi (2007), perubahan interpretasi sumber stress dalam hardiness melibatkan 3 komponen sikap, antara lain: komitmen, pengendalian dan tantangan.
Ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara burnout dengan hardiness. Beberapa hasil penelitian yang mendukung dilakukan oleh Asih dan Trisni (2015). Kemudian penelitian dari Hatta & Noor (2015) menunjukkan bahwa hubungan negatif yang signifikan antara kepribadian
hardiness dengan burnout. Artinya semakin kuat kepribadian hardiness maka
semakin rendah tingkat burnout. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Moradi, Poursarrajian, Naeeni (2013) pun menjelaskan bahwa memang ada hubungan antar hardiness dengan burnout dan kepribadian hardiness. Hal ini ditemukan bahwa individu yang mempunyai kepribadian hardiness memiliki sikap positif terhadap perubahan dan menganggap mereka memerlukan sebuah
14
perbaikan diri untuk memperoleh hidup yang lebih sukses lagi. Karakteristik dari individu yang mempunyai kepribadian hardiness yang baik dalam pekerjaannya pasti akan mengalami peningkatan motivasi dan pada akhirnya tingkat kelelahan emosional rendah.Sebaliknya, ada hasil penelitian yang mengungkap bahwa hubungan antara hardiness dengan burnout tidak signifikan. Hasil penelitian tersebut didukung oleh peneliti sebelumnya yaitu Ekandarnejad dan Rezaye (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara hardiness dan salah satu aspek dari burnout yaitu berkurangnya prestasi pribadi reduce
personal accomplishment.
METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Pada penelitian kuantitatif, data penelitian hanya akan diintrepretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh melalui suatu pengukuran (Azwar, 2012)
Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel bebas (X) : Hardiness 2. Variabel terikat (Y) : Burnout
B. Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah 40 perawat yang telah bekerja di Rumah Sakit Roemani Semarang selama minimal 2 tahun, merupakan perawat yang telah diangkat menjadi karyawan tetap. Dan perawat yang bekerja di ruang IGD dan ICU. Kriteria tersebut diambil dengan pertimbangan bawah perawat yang bekerja di IGD dan ICU rentan terkena dampak psikologis yang disebabkan adanya kelelahan keja (burnout) karena mereka dituntut untuk selalu profesional
15
sesuai dengan standar kerja yang tinggi. Penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling, artinya adalah penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2001).
C. Teknik Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai, dimana subjek yang digunakan dalam try out sekaligus digunakan dalam penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala
Burnout dan skala Hardiness. Skala merupakan suatu metode pengumpulan data
yang berisi beberapa pertanyaan atau penyataan (aitem) yang secara tidak langsung dapat mengungkap atribut yang hendak diukur (Azwar, 2012).
D. Instrumen Alat Ukur
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala psikologi, yaitu instrumen yang dapat dipakai untuk mengukur atribut psikologis (Azwar, 1999). Terdapat dua skala yang akan digunakan yaitu skala burnout dengan skala hardiness.
1. Skala Burnout
Skala ini diadaptasi oleh penulis berdasarkan skala Maslach Burnout
Inventory yang dibuat oleh Maslach (1981), yang kemudian diadaptasi dan
dimodifikasi oleh penulis. Skala Burnout tersebut menggunakan skala Likert yang terdiri dari 24 aitem dan menyediakan 5 pilihan jawaban, antara lain : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kadang-Kadang (KD), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).
Berdasarkan perhitungan uji seleksi aitem dan reliabilitas skala burnout sebanyak dua kali putaran, yang terdiri dari 24 aitem, diperoleh aitem yang
16
gugur sebanyak 10 aitem sehingga menyisakan 14 aitem yang valid sehingga memperoleh koefisien alpha sebesar 0,865. Hal ini menunjukkan bahwa skala
burnout reliabel karena suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila nilai alpha
cronbach >0,5 (Azwar, 2001). 2. Skala Hardiness
Hardiness dapat diukur dengan menggunakan skala hardinessyang
disusun oleh peneliti berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Maddi (2013). Skala hardiness menggunakan skala Likert yang terdiri dari 36 aitem dan menyediakan 5 pilihan jawaban, antara lain : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kadang-Kadang (KD), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).
Berdasarkan perhitungan uji seleksi aitem dan reliabilitas skala
hardiness sebanyak 4 kali putaran, yang terdiri dari 36 aitem, diperoleh aitem
yang gugur sebanyak 21 aitem sehingga menyisakan 15 aitem yang valid sehingga memperoleh koefisien alpha sebesar 0,869. Hal ini menunjukkan bahwa skala hardinessreliabel karena suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila nilai alpha cronbach >0,5 (Azwar, 2001).
17
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Deskriptive Statistika
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
HARDINESS 40 64.05 4.982 56 75
BURNOUT 40 31.98 7.301 16 46
Berdasarkan tabel 1 skor empirik yang diperoleh pada skala hardiness yang paling rendah adalah 56 dan yang paling tinggi adalah 75, rata-ratanya adalah 64,05 dengan standar deviasi 4,982. Pada skala burnout diperoleh skor paling tinggi 46 dan paling rendah sebesar 16 dengan standar deviasi 7,301. Untuk kategorisasinya menggunakan data hipotetik. Skala hardiness mempunyai aitem 14 dan burnout mempunyai 15 aitem maka kategorisasinya adalah sebagai berikut: Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Skala Hardiness NO INTERVAL KATEGORI F PRESENTASE MEAN 1 63 ≤ x < 75 Sangat Tinggi 40 100% 64,05 2 51 ≤ x ≤ 63 Tinggi 0 0% 3 39 ≤ x ≤ 51 Sedang 0 0% 4 27 ≤ x ≤ 39 Rendah 0 0% 5 15 ≤ x ≤ 27 Sangat Rendah 0 0% 40 100%
Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada partisipan yang memiliki skor tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah, 40 partisipan (100 %) memiliki skor yang sangat tinggi.
18
Tabel 2.1. Kategorisasi Pengukuran Skala Burnout
NO INTERVAL KATEGORI F PERSENTASE MEAN
1 50,8 ≤ x < 60 Sangat Tinggi 0 0 % 2 41,6 ≤ x ≤ 20,8 Tinggi 0 0% 3 32,4 ≤ x ≤ 41,6 Sedang 5 12,5 % 4 23,2 ≤ x ≤ 32,4 Rendah 0 0% 31,98 5 14 ≤ x ≤ 23,2 Sangat Rendah 35 87,5 % 40 100 %
Berdasarkan tabel 2.1 di atas dapat dilihat bahwa tidak ada partisipan yang memiliki skor sangat tinggi, tinggi, dan rendah, 5 partisipan (12,5 %) berada pada kategori sedang dengan persentase 12,5 % , 35 partisipan (87,5 %) berada pada kategori sangat rendah.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
19
aTest distribution is Normal. b.Calculated from data.
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Sminov yang menunjukkan skala hardiness (K-S-Z = 0,852, p = 0,463, p > 0,05) dan skala Burnout (K-S-Z = 0,641, p = 0,806, p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa variabel hardiness dan
burnout memiliki sebaran data yang berdistribusi normal.
Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Uji Normalitas
HARDINESS BURNOUT
N 40 40
Normal Parametersa,,b Mean 64.05 31.98 Std Deviation 4.982 7.301 Most Extreme Differences Absolute .135 .101
Positive .135 .093
Negative -0.83 -.101
Kolmogorov-Smirnov-Z .852 .641
Asymp. Sig (1-tailed) .463 .806
Tabel 3.2 Uji Linearitas ANOVA Table Sum of Squares df Mean Square F Sig. BURNOUT * HARDINESS Between Groups (Combined) 1483.368 17 87.257 3.223 .006
Linearity 617.266 1 617.266 22.800 .000
Deviation from 866.102 16 54.131 1.999 .066
Linearity Within Groups 595.607 22 27.073 Total 2078.975 39
20
Hasil uji linearitas menunjukkan adanya hubungan yang linear antara
hardiness dan burnout dengan Deviation from Linearity F beda = 1,999 dengan
signifikansi sebesar 0,66 (p > 0,05).
UJI KORELASI
Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data berdistribusi normal. Uji korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Pearson. Tabel 5 menunjukkan hasil dari uji korelasi.
Tabel 4. Uji Korelasi
Correlations
HARDINESS BURNOUT
HARDINESS Pearson Correlation 1 -.545**
Sig. (1-tailed) .000
N 40 40
BURNOUT Pearson Correlation -.545** 1
Sig. (1-tailed) .000
N 40 40 **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan sebelumnya dapat diketahui bahwa data berdistribusi normal dengan nilai sig=0 (p> 0,05) dan kedua variabel penelitian linier (p>0,05), maka uji korelasi yang dilakukan menggunakan
Pearson Correlation Product Moment. Berdasarkan hasil uji korelasi antar kedua
variabel dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara hardiness dengan burnout, yang berarti makin tinggi hardiness maka makin rendah tingkat burnout pada perawat Rumah Sakit Roemani Semarang. Ditemukan pula bahwa hardiness memberikan sumbangan sebesar 29,7% yang
21
artinya 70,3% burnout pada perawat Rumah Sakit Roemani Semarang masih dipengaruhi oleh faktor lain.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji korelasi mengenai hubungan antara hardiness dengan burnout menunjukkan angka korelasi antara hardiness dengan burnout adalah -0,545 dan sig = 0 (p< 0,05). Hal ini berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara hardiness dengan burnout. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyebutkan ada hubungan antara hardiness dengan burnout ini dapat diterima. Hal ini berarti semakin tinggi hardiness maka semakin rendah pula tingkat burnout yang terjadi pada perawat rumah sakit Roemani Semarang, begitupun sebaliknya
Adanya hubungan yang negatif antara hardiness dan burnout mi mungkin disebabkan oleh karena yang pertama adanya karakteristik pribadi yang kuat dalam diri perawat untuk melakukan tugas dan pelayanannnya dengan penuh komitmen, sehingga membuat perawat dapat mengatasi burnout-nya. Pernyataan tersebut didukung oleh Eid, Jonsen, Bartone & Nissestad (2007) bahwa individu yang memiliki tingkat hardiness tinggi merasa lebih berkomitmen terhadap pekerjaan dan kehidupan mereka serta percaya akan kemampuan yang dimilikinya untuk menjalankan kendali atas hidupnya masing-masing. Mereka juga mampu mengevaluasi atas perubahan yang dialaminya dalam situasi dan kondisi yang penuh dengan tekanan, sehingga mereka mampu melewatinya dengan baik. Kemudian selanjutnya, sebagian perawat mengungkap bahwa ketika mereka memiliki ketangguhan psikologis yang tinggi dalam menghadapi persoalan, maka membuat mereka menjadi lebih kuat sehingga dapat mengurangi burnout. Hal
22
tersebut didukung oleh hasil penelitian Orr dan Westman (1991) yang menyatakan
hardiness (ketangguhan psikologis) erat kaitannya dengan individu memiliki nilai
positif dari pengalaman yang dirasanya cukup berat untuk dihadapi.
Kemudian yang kedua adalah sebagian perawat menganggap bahwa sebagai perawat perlu memiliki karakteristik prinadi yang kuat dalam menjalankan tugasnya, sehingga membuat mereka tetap tegar dalam menghadapi tugas-tugas yang berat, sehingga mereka memiliki tingkat burnout yang rendah. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Asih (2015) yang menyebutkan bahwa hardiness yang semakin tinggi akan menyebabkan tingkat burnout pada seseorang rendah dan ini ditunjukkan dengan korelasi sebesar -0,890. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan dari Schulz (2011) bahwa individu yang tidak rentan mengalami burnout adalah individu yang mampu menghadapi permasalahan dengan berpikiran secara positif. Begitu pula dengan yang dikatakan oleh Maddi (2013) individu akan lebih resisten terhadap permasalahan jika ia memiliki hardiness yang tinggi dibandingkan pada individu dengan hardiness rendah. Hal ini tercerminkan apabila individu dengan hardiness yang tinggi ini memiliki minat dan komitmen yang tinggi dalam menjalankan tugas atau pekerjaannya. Sementara apabila individu dengan hardiness yang rendah cenderung akan mudah stress, putus asa, tertekan dan ccenderung menjadi individu yang acuh tak acuh (dalam Riggio, 2003).
Dengan demikian salah satu faktor yang mempengaruhi burnout adalah
hardiness. Hal ini ditunjukkan dengan hasil yang telah diteliti oleh penulis bahwa hardiness memberikan sumbangan sebesar 29,7%, yang mana sisanya yaitu
23
kelamin, usia), job demand, dll. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Moradi, Poursarrajian, Naeeni (2013) yang menyebutkan bahwa
burnout dipengaruhi oleh hardiness yang mana sebesar 21%.
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil uji korelasi, menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara hardiness dan burnout pada Perawat Rumah Sakit Roemani Semarang yang artinya bahwa semakin tinggi hardiness maka tingkat burnout akan rendah begitupun sebaliknya apabila hardiness rendah maka tingkat burnout akan tinggi.
2. Tingkat hardiness yang dimiliki oleh perawat Rumah Sakit Roemani Semarang sangat tinggi, sedangkan pada tingkat burnout nya berada di kategori sedang (12,5%) dan sangat rendah (87,5%)
3. Ditemukan bahwa hardiness memberikan sumbangan sebesar 29,7%, . Hal ini berarti hardiness memiliki kontribusi sebesar 29,7% terhadap burnout..
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi Pihak Manajemen Rumah Sakit
Memberi peluang kepada setiap perawat untuk dapat memiliki karakteristik pribadi yang kuat dengan menciptakan komitmen yang tinggi di
24
kalangan perawat, seperti menerapkan kegiatan (tugas-tugas lembur dan menantang), sharing dengan pihak perawat.
2. Bagi Perawat
Setiap perawat diberi kesempatan untuk dapat mengendalikan diri mereka ketika menghadapi berbagai pasien dengan melihat bahwa tugas-tugas yang dihadapi sebagai tantangan dan bukan beban yang membuat mereka mengurangi kondisi burnout mereka. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh perawat misalnya setiap perawat perlu mewujudkan keikatan kerja secara emosional dam organasisasi dalam bekerja dan bersedia untuk dapat bekerja lembur atau menerima tugas-tugas yang menantang.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan untuk dapat meningkatkan kualitas penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi burnout, seperti job demand (tuntutan/beban kerja), big five personality, demografis (jenis kelamin, usia), dll sehingga hasil yang didapat lebih bervariasi dan beragam sehingga kesimpulan yang diperoleh lebih menyeluruh.
25
DAFTAR PUSTAKA
Andarika, R. (2004). Burnout Pada Perawat Puteri RS St. Elizabeth Semarang Ditinjau Dari Dukungan Sosial. Jurnal Psyche Vol. 1 No. 1, Juli 2004. Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta.
Asih, F. & Trisni, L. (2015). Hubungan Antara Kepribadian Hardiness dengan Burnout pada Perawat Gawat Darurat di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum.Psikodimensia, 14(1), 11-23. Diunduh dari http://www.jurnal.unika.ac.id
Azeem, S. M. (2010). Personality Hardiness, Job Involvement, and Job Burnout Among Teachers.International Journal of Vocational and Technical
Education, 2(3), 36-40
Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Depkes RI, 2004. Permenkes RI No 1204/ Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, Jakarta
Greenberg, J., & Baron, R.A. (2008). Behavior in organization (9th edition). New Jersey: Pearson Prentice Hall
Hasibuan, Malayu S.P. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta : Cumi Aksara.
Hatta, R.H. & Noor, H. (2015). Hubungan antara hardiness dengan burnout pada polisi pengendali masa (Dalmas) Polrestabes Bandung. Jurnal Psikologi, 2,
124-129.
Kobasa, S.C., Maddi, S.R., & Kahn, S. (1982). Hardiness and Health: A Prospective Study. Journal of Personality and Social Psychology, 42(1), 168-177. doi: 10.1037/0022-3514.42.1.168 Kobasa, S.C. & Maddi, S.R. (1984). The Hardy Executive: Health Under Stress. Illinois: Dow Jones-Irwin
Kreitner, R., & Kinicki, A. (2010). Organizational behavior (9th edition). New York: McGraw-Hill
Leiter, M. P., & Maslach, C. (1988). The impact of interpersonal environment on
burnout and organizational commitment. Journal of Organizational
Behavior, 9(4): 297-308
Luthans, F. (2012). Perilaku Organisasi (Ed. 10). Yogyakarta: Andi
Maslach, C. dan Jackson, S. E. 1981.The measurement of experienced burnout. Journal Of Occupational Behaviour. Vol. 2.99-113 (1981)
26
Maslach, C. (2003). Burnout the cost of caring. Cambridge: Malor books.
Maslach, CH., Schaufeli, W.B., & Leiter, M.P. (2001). Job burnout. Annual Review of Psychology, 52: 397-422.
Maddi, S. L. (2013). Hardiness Turning Stressful Circumtancces into Resilient
Growth. London, New York: Springer.
Schaufeli, W.B., & Buunk, B.P. (1996). Professional burnout. Dalam Schabracq, M. Handbook of work and healthy psychology. New York: John Wiley & Son Ltd
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.