• Tidak ada hasil yang ditemukan

Universitas Terbuka (UT) brand equity analysis in Bogor with Brand Equity Ten Model

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Universitas Terbuka (UT) brand equity analysis in Bogor with Brand Equity Ten Model"

Copied!
246
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA BRAND EQUITY UNIVERSITAS TERBUKA (UT)

DI UPBJJ-UT BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL

BRAND EQUITY TEN

DENI SURAPTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Analisa Brand Equity Universitas Terbuka (UT) di UPBJJ-UT Bogor dengan Menggunakan Model Brand Equity Ten” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dari bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

(4)
(5)

Deni Surapto. Universitas Terbuka (UT) brand equity analysis in Bogor with Brand Equity Ten Model. Under direction of JONO M. MUNANDAR, and WILSON H. LIMBONG.

UT is a college that implement distance learning system, which provides the opportunity for prospective students to go to college but is hampered by time and space. Today has been the image of intercollegiate competition to try to perform better than competitors. One factor that can reinforce a positive image, which is one way to build brand equity or a strong brand equity, the result is to UT brand associations in the minds of consumers at an affordable price and time. While for loyalty measurement, high-switcher UT still means students have not loyal. Conslusions market share for UT still below average colleges in Bogor. Sugestions for improvement in terms of UT introduction to the community, build relationship customer management, service improvement planning and strategic targets.

(6)
(7)

DENI SURAPTO. Analisa Brand Equity Universitas Terbuka (UT) di UPBJJ-UT Bogor dengan Menggunakan Model Brand Equity Ten. Dibimbing oleh JONO M. MUNANDAR dan WILSON H. LIMBONG.

Meningkatnya Perguruan Tinggi di Indonesia telah mendorong tingkat persaingan dalam merebut pangsa pasar semakin ketat. Kelangsungan hidup Perguruan Tinggi dipengaruhi oleh kemampuan dalam menciptakan keunggulan bersaing. Berdasarkan data, angka pelajar SLTA di Bogor tahun 2010 sebanyak 19.452 orang (BPS Kota Bogor 2010) dan jumlah tenaga kerja lulusan SLTA yang belum kuliah berjumlah 598.475 orang (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI 2011). Hal ini merupakan peluang bagi semua Perguruan Tinggi di Bogor. Dewasa ini telah terjadi persaingan citra antar Perguruan Tinggi untuk berusaha tampil lebih baik dari pesaing. Salah satu faktor yang dapat memperkuat citra positif organisasi pendidikan dimata masyarakat adalah dengan membangun ekuitas merek yang kuat. Universitas Terbuka (UT) yang dikenal sebagai salah satu mega university menawarkan keunggulan sistem belajar jarak jauh (SBJJ) yang menekankan pada fleksibilitas tinggi disesuaikan kebutuhan pengguna guna menghadapi situasi persaingan dengan institusi pendidikan lain yang menawarkan program dengan modus pendidikan jarak jauh. Selain itu, UT masih harus mempertahankan diri dalam kaitannya dengan kemampuan menawarkan pendidikan yang dapat menciptakan kesan positif dan berkualitas sehingga dapat masuk dalam jajaran Perguruan Tinggi unggulan lain yang ada di Indonesia. Dalam bidang promosi ini, UT telah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 untuk Manajemen Kerjasama dan Hubungan Kemasyarakatan (Humas) pada tahun 2009 dan sertifikat ISO 9001:2008 untuk seluruh UPBJJ-UT dalam bidang layanan jarak jauh. Dalam upaya meningkatkan kualitas manajemen, UT telah mendapatkan akreditasi dari Badan Akreditasi (BAN) Perguruan Tinggi untuk setiap program studi serta akreditasi organisasi pendidikan jarak jauh internasional ICDE (International Council of Distance Education). Walau UT secara manajemen sudah dinilai berkualitas tetapi sampai saat ini belum diketahui bagaimana posisi ekuitas merek dari UT. Dalam hal ini diperlukan penelitian tentang ekuitas merek UT untuk melihat sampai sejauh mana masyarakat menilai perguruan tinggi UT. Penelitian dilakukan berdasarkan konsep Brand Equity Ten yang dikembangkan oleh Durianto (2004) ke dalam perhitungan indeks brand equity secara kuantitatif dengan tetap mengacu pada konsep ekuitas merek dari Aaker. Hal inilah yang menjadi salah satu pertimbangan memilih cara perhitungan brand equity dengan menggunakan metode brand equity ten.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Melakukan analisa dimensi kesadaran, assosiasi, persepsi kualitas/kepemimpinan, loyalitas, dan perilaku pasar berdasarkan penilaian mahasiswa UT dan masyarakat luas, (2) Mengevaluasi ekuitas merek UT berdasarkan model brand equity ten. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juli 2012 dan berlokasi di UPBJJ-UT Bogor.

(8)

wawancara terhadap sampel dengan instrumen berupa kuesioner tertutup, dengan metode skala likert kepada mahasiswa UPBJJ-UT Bogor dan masyarakat luas di Bogor untuk mengetahui persepsi mereka terhadap brand UT.

Berdasarkan hasil analisis awareness measures mengenai top of mind UT menunjukkan UT menempati urutan ke-11 merk perguruan tinggi yang paling diingat dengan jumlah responden 2%. Mengenai brand recall, posisi UT berada diurutan ke-7. Mengenai brand recognition dan unaware, jumlah responden yang memberi peringkat pertama pada UT sebanyak 5,5%.

Berdasarkan hasil analisis associacion measures dengan menggunakan pengujian Cochran terdapat kesamaan kesan terhadap atribut-atribut asosiasi UT yaitu waktu dan biaya.

Berdasarkan hasil analisis perceived quality mengenai kualitas layanan yang diberikan oleh UT terhadap mahasiswa UT menunjukkan layanan registrasi dinilai baik sedangkan layanan bahan ajar, tutorial online dan ujian dinilai cukup.

Berdasarkan hasil analisis loyalty measures mengenai price premium menunjukkan mahasiswa merasa keberatan apabila kenaikan SPP diatas Rp.25.000,-. Mengenai satisfaction menunjukkan bahwa responden mahasiswa puas terhadap UT paling maksimum sampai tahap liking the brand¸yaitu mahasiswa menyukai dan menikmati kuliah di UT. Hal ini ditunjukkan dengan nilai paling tinggi pada tingkat liking the brand yaitu sebesar 70%.

Berdasarkan hasil analisis market behavior measures mengenai market share menunjukkan jumlah estimasi pasar UT sebesar 0,24%. Mengenai distribution coverage menunjukkan jumlah yang telah dicapai oleh UPBJJ-UT Bogor sebesar 89,45%.

Dari keseluruhan elemen, jumlah brand equity ten index UT sebesar 42,36 yang menunjukkan ekuitas merk UT masih rendah dan berarti pula merek UT belum kuat.

Kata kunci : UPBJJ-UT, Brand Equity Ten

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(10)
(11)

DENI SURAPTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Bogor dengan Menggunakan Model Brand Equity Ten Nama : Deni Surapto

NIM : H251100081

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr Ir Jono M.Munandar. M.Sc Ketua

Prof Dr Ir Wilson H Limbong, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Manajemen

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis dengan judul “Analisa brand equity Universitas Terbuka (UT) di UPBJJ-UT Bogor dengan menggunakan model brand equity ten.” ini dengan baik. Tesis merupakan syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains (MSi) dari Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih disertai penghargaan kepada Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Jono Mintarto Munandar, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Wilson Halomoan Limbong, MS selaku anggota pembimbing yang telah memberi bimbingan, arahan, saran, sekaligus perhatian yang berharga kepada penulis selama menyusun dan menyelesaikan studi ini. Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec selaku penguji Tesis, atas saran dan kritik yang bermanfaat demi kesempurnaan tesis ini. Staf dosen dan staf akademik Departemen Ekonomi dan Manajemen IPB atas ilmu yang bermanfaat, arahan, dan pelayanan yang baik selama penulis melakukan studi di IPB. UPBJJ-UT Bogor atas informasi dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tak lupa pula untuk teman-teman Ilmu Manajemen IPB angkatan 2010, atas kebersamaannya selama kuliah dan segala bantuan yang telah diberikan. Dedikasi untuk kedua Orang Tua atas perhatian, motivasi dan kesabarannya menemani penulis dalam suka dan duka.

Bogor, Januari 2013

(16)
(17)

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 10 Desember 1979 dari ayah Jumadi dan Ibu Nurimah. Penulis merupakan putra keempat dari Empat bersaudara.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Universitas Terbuka sebagai PTJJ ... 6

2.2 Merek (brand) ... 8

2.3 Jasa ... 9

2.4 Ekuitas merek (brand equity) ... 12

2.5 Peran brand equity ... 15

2.6 Ekuitas merek sepuluh (brand equity ten)... 16

2.7 Metode pengukuran brand equity ten ... 25

2.8 Brand equity ten Index ... 29

2.9 Pengambilan sampel ... 30

2.9 Penelitian terdahulu ... 31

III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 33

3.2 Lokasi dan waktu penelitian ... 33

3.3 Jenis dan sumber data ... 34

3.4 Metode penentuan sampel ... 34

3.5 Metode pengumpulan data ... 36

3.6 Analisis data ... 37

IV GAMBARAN UMUM UNIVERSITAS TERBUKA 4.1 Sejarah dan Perkembangan UT ... 40

4.2 Visi, Misi dan Tujuan UT ... 41

4.3 Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) – UT Bogor ... 43

V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ... 45

5.2 Hasil Analisis Awareness Measures ... 47

5.3 Hasil Analisis Associacion Measures ... 59

5.4 Hasil Analisis Perceived Quality/Leadership Measures ... 63

5.5 Hasil Analisis Loyalty Measures ... 70

(20)

xii

1 Jumlah perguruan tinggi di Bogor 2

2 Pembagian elemen dan dimensi brand equity ten 25

3 Proporsi jumlah sampel 36

4 Jumlah sampel berdasarkan quota wilayah 36

5 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin 45

6 Karakteristik responden berdasarkan usia 46

7 Karaktersitik responden berdasarkan pendidikan terakhir 46 8 Karaktersitik responden berdasarkan pekerjaan 47 9 Hasil uji cochran asosiasi pada UT berdasarkan kelompok mahasiswa

UT

60

10 Hasil uji cochran asosiasi pada UT berdasarkan kelompok pekerja 62 11 Hasil uji cochran asosiasi pada UT berdasarkan kelompok pelajar 63 12 Nilai rata-rata persepsi mahasiswa terhadap layanan registrasi UT 64 13 Nilai rata-rata persepsi mahasiswa terhadap layanan bahan ajar UT 65 14 Nilai rata-rata persepsi mahasiswa terhadap layanan tutorial online UT 65 15 Nilai rata-rata persepsi mahasiswa terhadap layanan ujian UT 65 16 Nilai rata-rata persepsi mahasiswa terhadap popularitas UT 67 17 Nilai rata-rata persepsi pekerja dan pelajar terhadap popularitas UT 67 18 Pilihan responden terhadap pilihan tingkat kenaikan biaya SPP di UT 70

19 Hasil perhitungan switcher 72

20 Hasil perhitungan habitual buyer pada pernyataan alasan kuliah di UT karena kebiasaan/faktor biaya

72

21 Hasil perhitungan satisfied buyer 73

22 Hasil perhitungan liking the brand 74

23 Hasil perhitungan commited buyer 74

24 Ketertarikan responden terhadap UT 76

25 Keinginan responden untuk kuliah di UT 76

26 Kemudahan menemukan kantor layanan UT 77

(21)

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia 1 2 Perkembangan jumlah Perguruan Tinggi di Jawa Barat 1

3 Sistem Pendidikan Jarak Jauh 7

4 Tiga Tipe Pemasaran Jasa 12

5 Konsep dasar ekuitas merek 14

6 Konsep brand equity 15

7 Tingkat brand awareeness 17

8 Unsur-unsur Asosiasi organisasional 19

9 Nilai-nilai persepsi kualitas 21

10 Tingkat loyalitas merek 23

11 Nilai loyalitas merek 24

12 Framework 27

13 Kerangka Pemikiran Penelitian 33

14 Top of mind Perguruan Tinggi berdasarkan kelompok mahasiswa UT 48 15 Top of mind Perguruan Tinggi berdasarkan kelompok pekerja 48 16 Top of mind Perguruan Tinggi berdasarkan kelompok pelajar 48 17 Top of mind Perguruan Tinggi berdasarkan keseluruhan 50 18 Brand recall Perguruan Tinggi berdasarkan kelompok responden

mahasiswa UT

51

19 Brand recall Perguruan Tinggi berdasarkan kelompok responden pekerja

51

20 Brand recall Perguruan Tinggi berdasarkan kelompok responden pelajar

51

21 Brand recall Perguruan Tinggi berdasarkan keseluruhan 53 22 Brand recognition Perguruan Tinggi berdasarkan kelompok responden

mahasiswa UT

54

23 Persentase jumlah responden yang mengenal UT sebelum memutuskan kuliah di UT

54

24 Brand recognition Perguruan Tinggi berdasarkan kelompok pekerja 55 25 Brand recognition Perguruan Tinggi berdasarkan kelompok pelajar 55 26 Persentase kelompok pekerja yang mengenal UT 56 27 Persentase kelompok pelajar yang mengenal UT 56 28 Persentase pengetahuan tentang UT berdasarkan kelompok pekerja 57 29 Persentase pengetahuan tentang UT berdasarkan kelompok mahasiswa 57 30 Persentase PT peringkat pertama dalam kategori brand regnotion

keseluruhan responden

58

31 Sumber informasi UT 59

32 Grafik semantik diferensial 69

(22)

xiv

 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner mahasiswa 87

2 Kuesioner non mahasiswa 93

3 Kuesioner ahli 98

4 Uji validitas 101

5 Uji realibilitas 102

6 Bobot ahli 103

(23)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya Perguruan Tinggi di Indonesia telah mendorong tingkat persaingan dalam merebut pangsa pasar semakin ketat. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada tahun 2010 ada 3098 Perguruan Tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan perkembangan sebagai berikut ini :

Gambar 1 Perkembangan jumlah Perguruan Tinggi di Indonesia

Gambar 2 Perkembangan jumlah Perguruan Tinggi di Jawa Barat

(24)

2

 

Tabel 1 Jumlah Perguruan Tinggi di Bogor

Jenis Perguruan Tinggi Jumlah (unit)

Universitas 5

Persaingan antar Perguruan Tinggi tidak hanya dalam rangka menarik calon mahasiswa akan tetapi juga mempertahankan mahasiswa yang ada. Kelangsungan

hidup Perguruan Tinggi dipengaruhi oleh kemampuan dalam menciptakan keunggulan bersaing. Berdasarkan data, angka pelajar SLTA di Bogor tahun 2010 sebanyak 19.452 orang (BPS Kota Bogor 2010) dan jumlah tenaga kerja lulusan SLTA yang belum kuliah berjumlah 598.475 orang (Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI 2011). Hal ini merupakan peluang bagi semua Perguruan Tinggi di Bogor.  

Dewasa ini telah terjadi persaingan citra antar Perguruan Tinggi untuk berusaha tampil lebih baik dari pesaing. Salah satu faktor yang dapat memperkuat citra positif organisasi pendidikan dimata masyarakat adalah melalui penciptaan citra positif dengan cara menciptakan citra positif adalah membangun ekuitas merek yang kuat.

Universitas Terbuka (UT) yang dikenal sebagai salah satu mega university menawarkan keunggulan sistem belajar jarak jauh (SBJJ) yang menekankan pada fleksibilitas tinggi disesuaikan kebutuhan pengguna guna menghadapi situasi persaingan dengan institusi pendidikan lain yang menawarkan program dengan modus pendidikan jarak jauh. Selain itu, UT masih harus mempertahankan diri dalam kaitannya dengan kemampuan menawarkan pendidikan yang dapat menciptakan kesan positif dan berkualitas sehingga dapat masuk dalam jajaran Perguruan Tinggi unggulan lain yang ada di Indonesia.

(25)

menjadi institusi Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ) berkualitas dunia dalam menghasilkan produk pendidikan tinggi dan dalam penyelenggaraan, pengembangan, dan penyebaran informasi PTJJ pada tahun 2021. Salah satu misi UT adalah Meningkatkan partisipasi masyarakat pengguna dalam pendidikan berkelanjutan guna mewujudkan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based-society). UT memiliki unit pelaksana teknis di daerah yang dikenal dengan Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ). Adapun fungsi dan tugas UPBJJ-UT adalah sebagai tempat mahasiswa untuk melakukan kegiatan administratif akademik dan kegiatan akademik. Untuk kegiatan sehari-hari, UPBJJ-UT mempunyai tugas penyelenggaraan pelayanan belajar jarak jauh.

Upaya membangun image positif UT secara terintegrasi (UT pusat-UPBJJ-UT) telah mengembangkan strategi komunikasi pemasaran terpadu melalui berbagai kegiatan komunikasi dan promosi seperti pembuatan iklan di televisi swasta, brosur, leaflet, kalender, agenda, banner, bookleat yang didistribusikan ke seluruh UPBJJ-UT serta mitra kerja UT, website http://www.ut.ac.id/, pameran pendidikan dalam dan luar negeri, mempublikasikan

acara-acara/program-program yang diselenggarakan oleh UT melalui televisi, radio, maupun media cetak, membuat merchandise (kaos, pulpen, payung, pin dan lain-lain) yang diberikan kepada tamu yang berkunjung dan bekerjasama dengan UT baik dari dalam maupun luar negeri, dan membuat video profile UT yang akan diberikan kepada para tamu-tamu penting dari dalam maupun luar negeri.

Dalam bidang promosi ini, UT telah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 untuk Manajemen Kerjasama dan Hubungan Kemasyarakatan (Humas) pada tahun 2009 dan sertifikat ISO 9001:2008 untuk seluruh UPBJJ-UT dalam bidang layanan jarak jauh. Dalam upaya meningkatkan kualitas manajemen, UT telah mendapatkan akreditasi dari Badan Akreditasi (BAN) Perguruan Tinggi untuk setiap program studi serta akreditasi organisasi pendidikan jarak jauh internasional ICDE (International Council of Distance Education).

(26)

4

 

konsumen. Dengan ekuitas yang kuat tujuan mengembangkan dan merebut pangsa pasar akan lebih mudah dicapai.

Untuk mengetahui suatu merek mempunyai ekuitas dan peluang pasar yang bagus maka diperlukan pengukuran terhadap merek tersebut. Saat ini banyak cara yang telah dilakukan untuk mengetahui suatu merek mempunyai nilai, antara lain melalui pengukuran ekuitas merek, loyalitas merek, nilai merek dan lain-lain.

Penelitian ini dilakukan di Bogor karena UPBJJ-UT Bogor merupakan UPBJJ-UT pertama yang mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008 dari badan sertifikasi PT. SGS Indonesia dan menjadi barometer bagi UPBJJ-UT lainnya. UT Bogor juga merupakan UT terdekat dengan UT Pusat. UPBJJ-UT Bogor mempunyai cakupan wilayah Bogor, Depok, Cianjur dan Sukabumi dengan media promosi cetak dan non cetak. Langkah promosi yang pernah dilakukan dengan pemberian beasiswa kepada calon mahasiswa tujuanya untuk

memancing para calon mahasiswa memberi pertimbangan memilih UT di bandingkan dengan Perguruan Tinggi lain. Cara berikutnya dengan

mengundang para alumni yang sukses di masyarakat untuk mempromosikan UT

kepada orang-orang yang belum pernah mengenal UT, mempermudah jalur masuk dalam hal ini UPBJJ-UT Bogor berkerja sama dengan pengelola di setiap kelompok belajar (Pokjar UT) mahasiswa dalam mempromosikan program-program studi yang ada di UT, mempromosikan UT melalui even-even perlombaan tingkat sekolah di Bogor dan memperbaiki kualitas dan fasilitas Perguruan Tinggi dengan merekrut para penulis dan pengajar (tutor) yang berkompetensi. Dari upaya-upaya yang telah dilakukan UPBJJ-UT Bogor, belum terlihat efektif dan dapat dibuktikan dalam perhitungan efektivitas media promosi yang menyebutkan informasi mengenai UT banyak diperoleh lewat teman/keluarga. Dalam hal ini diperlukan penelitian tentang ekuitas merek UT untuk melihat sampai sejauh mana masyarakat menilai Perguruan Tinggi UT.

(27)

lebih detail dan dapat dikonversikan semuanya kedalam indeks atau dikuantitatifkan. Dalam model Brand Equity Ten, pengukuran dikelompokkan dalam lima kategori. Empat kategori yang pertama mewakili persepsi konsumen tentang suatu merek melalui empat dimensi ekuitas merek, yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas dan jenis perilaku pasar (market behavior) yang mewakili informasi yang diperoleh berdasarkan pasar dan bukan langsung dari konsumen.

1.2. Perumusan Masalah

Saat ini belum diketahui bagaimana posisi ekuitas merek dari Universitas Terbuka berdasarkan persepsi mahasiswa UT dan masyarakat sekitar. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti dapat merumuskan masalah yang ada sebagai berikut : 

1. Bagaimana posisi ekuitas merek dari UT berdasarkan persepsi mahasiswa UT dan masyarakat luas ?

2. Bagaimana pengukuran ekuitas merek UT berdasar atas Brand Equity Ten yang dikembangkan oleh David A. Aaker sebagai perluasan dari konsep

model ekuitas merek? 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Melakukan analisa dimensi kesadaran, assosiasi, persepsi kualitas/kepemimpinan, loyalitas, dan perilaku pasar berdasarkan penilaian mahasiswa UT dan masyarakat luas.

2. Mengevaluasi ekuitas merek UT berdasarkan model Brand Equity Ten. 1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Hasil penelitian ini dapat menambah kajian dibidang ilmu pemasaran terutama tentang ekuitas merek.

(28)
(29)

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Universitas Terbuka (UT) Sebagai Perguruan Tinggi Jarak Jauh (PTJJ)

Sejak diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 4 September 1984, UT tetap merupakan Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yang sepenuhnya menerapkan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ). Pendirian UT ini berdasarkan tuntutan masyarakat yang semakin meningkat, namun terkendala oleh peluang, waktu, dan tempat yang tidak dapat diberikan oleh Perguruan Tinggi tatap muka, sehingga mendorong pemerintah untuk menerapkan PTJJ. Upaya untuk menerapkan sistem PTJJ makin terasa signifikan dalam suasana ekonomi Indonesia yang belum dapat dikatakan baik.

Berdasarkan definisi para pakar dan tradisi praktis mengenai Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) (Keegan dalam Andriani 2003) mengembangkan definisi sistem PJJ yang memiliki enam karakteristik sebagai berikut.

. Adanya keterpisahan antara pengajar dengan peserta ajar, hal ini yang membedakan PJJ dengan pengajaran tatap muka.

. Ada pengaruh dari suatu organisasi pendidikan yang membedakannya dengan belajar sendiri di rumah.

. Penggunaan beragam media (tercetak, terekam, dan tersiar) untuk menjembatani pengajar dan peserta ajar dalam suatu interaksi pembelajaran. . Penggunaan komunikasi dua arah sehingga peserta ajar dapat menarik

manfaat dan melakukan dialog apabila diperlukan.

. Kemungkinan pertemuan secara temporer untuk keperluan pembelajaran dan sosialisasi (pembelajaran diarahkan kepada individu-bukan kepada kelompok). . Proses pendidikan yang memiliki bentuk hampir sama dengan proses

industri.

(30)

7

 

 

tetap relevan untuk diterapkan dalam PJJ dan terus berkembang sesuai dengan penemuan riset terbaru dalam PJJ (Zuhairi 2004).

Hakekat PJJ menghendaki terlaksananya proses belajar peserta ajar secara mandiri yang tidak memerlukan ruang kuliah (kampus) secara fisik. Yang diperlukan adalah penyediaan pembelajaran dalam bentuk media oleh penyelenggara pendidikan dan pemberian bantuan belajar. Peserta ajar belajar secara mandiri melalui berbagai media komunikasi dalam skala luas dan berjarak jauh yang difasilitasi oleh pengelola pendidikan. Implikasinya bagi peserta ajar adalah perlunya kesiapan, kesediaan, dan motivasi untuk belajar secara mandiri.

Adapun sistem PJJ yang ada saat ini, yang sejak dahulu sampai sekarang dianut oleh UT, memiliki karakteristik yang tercermin dalam Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 Sistem pendidikan jarak jauh (Andriani 2003)

UT menyelenggarakan 2 (dua) program pendidikan, yang diberi istilah Program Non-Pendidikan Dasar (Non-Pendas) dan Program Pendidikan Dasar (Pendas). Program Non-Pendas adalah program pendidikan yang dapat diikuti oleh masyarakat umum kecuali program Non-Pendas FKIP (Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan). Program Non-Pendas FKIP hanya dapat diikuti oleh mereka yang sudah bekerja sebagai guru. Program Pendas merupakan program yang diselenggarakan secara khusus bagi para guru SD dan guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Pada saat ini program studi yang termasuk dalam program Pendas adalah S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan S1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD).

Kedua jenis program ini mempunyai sistem registrasi dan waktu ujian yang berbeda dengan program Non-Pendas. Dalam Program Non-Pendas semua mata kuliah ditawarkan setiap masa registrasi (semester), sedangkan dalam Program Pendas mata kuliah ditawarkan dalam bentuk paket semester.

Bahan Ajar  Proses Belajar Bahan Evaluasi 

(31)

 

UT memiliki unit pelaksana teknis di daerah yang dikenal dengan Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ). Adapun fungsi dan tugas UPBJJ-UT adalah sebagai tempat mahasiswa untuk melakukan kegiatan administratif akademik dan kegiatan akademik. Untuk kegiatan sehari-hari, UPBJJ-UT mempunyai tugas penyelenggaraan pelayanan belajar jarak jauh.

Dalam menyelenggarakan tugas tersebut UPBJJ-UT mempunyai fungsi pokok yaitu :

1. Melaksanakan kegiatan administrasi dan humas serta promosi yang di koordinasi oleh Ka. Subbag. Tata Usaha.Melaksanakan kegiatan pelayanan

administrasi akademik yang meliputi kegiatan registrasi dan pengujian. Kegiatan ini tidak dilakukan secara bersamaan tetapi sangat berkaitan dan berkesinambungan. Oleh karena itu dapat dikoordinasi oleh satu orang koordinator. Jika beban kerja UPBJJ-UT meningkat karena perubahan jumlah mahasiswa, UPBJJ-UT dapat memecahnya menjadi dua yaitu koodinator registrasi dan koordinator pengujian.

2. Melaksanakan kegiatan pelayanan bantuan belajar dan layanan bahan ajar yang meliputi pelaksanaan tutorial, dan ekstrakurikuler. Pelaksanaan tutorial di masa yang akan datang diharapkan volumenya akan meningkat yaitu dengan adanya kebijakan baru tentang tutorial dengan rancangan khusus, kegiatan ini cukup dikoordinasi oleh seorang koordinator.

3. Mengembangkan, membina, dan melaksanakan kerjasama dengan berbagai instansi. Fungsi ini adalah wewenang Kepala UPBJJ-UT yang akan menjadi tidak efektif jika didelegasikan kepada koordinator atau staf lainnya.

2.2. Merek (Brand)

Menurut American Marketing Assiciation definisi brand (merek) adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut yang dimaksud untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan pesaing (Kotler dan Keller 2007). Merek juga dapat dipatenkan agar dapat terlindung dari upaya pemalsuan dan

(32)

9

 

 

citra merek dapat menurun maka diperlukan revitalisasi. Proses penurunan citra dapat saja terjadi karena proses daur hidup (product life cycle), setiap produk atau merek mengalami masa kedewasaan (maturity).

Kekuatan merek dapat diukur dengan melihat seberapa besar suatu institusi atau perusahaan bersedia membayar untuk memperkenalkan merek tersebut. Tingginya biaya memperkenalkan merek sekarang ini disebabkan oleh perlunya pengeluaran dana untuk iklan, distribusi, dan promosi. Pembahasan mengenai merek saat ini dapat dibedakan menjadi dua pendekatan, yaitu:

. Pembahasan konsep merek yang dikembangkan oleh manajemen, dan

. Pembahasan mengenai konsep brand image yang dikembangkan oleh pelanggan.

Komunikasi ditujukan untuk membujuk orang agar berfikir, merasa, atau melakukan tindakan tertentu yang berhubungan dengan suatu merek atau produk, sedangkan pemasaran diartikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler dan Keller 2007). Pembahasan konsep yang

dikembangkan oleh manajemen adalah berupa pembentukan visi, misi, serta nilai dari suatu merek. Adapun pembentukan oleh pelangggan adalah respon terhadap merek tersebut.

2.3. Jasa

Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau tidak (Kotler dan Keller 2007). Hal yang menitikberatkan jasa pendidikan tinggi adalah antara lain keluhan konsumen yaitu timbal balik dari layanan dunia pendidikan yang merupakan peran penting untuk menciptakan kualitas layanan (Ng dan Forbes 2008)

Karakteristik jasa menurut Griffin dalam Ratnasri dan Mastuti (2011), adalah sebagai berikut :

(33)

 

2. Unstorability (tidak ada penyimpanan). Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini juga disebut inseparabability (tidak dapat dipisahkan), jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.

3. Customization/Variability (variabilitas). Jasa didesain khusus yang memiliki berbagai jenis, tipe untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan.

Menurut Griffin dalam Ratnasari dan Mastuti (2011), untuk mengklasifikasi jasa dapat dipandang dari dua hal berikut :

a. Tingkat kontak pelanggan dengan pemberi jasa sebagai bagian dari sistem saat jasa tersebut dihasilkan :

1. Sistem kontak langsung tinggi . Untuk menerima jasa pelanggan harus menjadi bagian dari sistem, misalnya pendidikan, rumah sakit, dan trasportasi.

2. Sistem kontak langsung rendah. Pelanggan tidak perlu menjadi bagian dari sistem untuk menerima jasa, misalnya jasa perbankan, reparasi mobil atau sepeda motor (pelanggan tidak harus kontak pada saat mobil diperbaiki oleh teknisi bengkel).

b. Melihat kesamaannya dengan operasi manufaktur:

1. Layanan Murni. Jasa yang tergolong kontak lansung dengan tanpa persediaan, dengan kata lain benar-benar beda dengan manufaktur. Contoh : bedah dan potong rambut di salon.

2. Layanan manufaktuf kuasi (semu). Jasa ini mirip dengan manufaktur, karena jasa ini bersifat kontak rendah dan pelanggan tidak harus menjadi bagian dari proses produksi jasa. Contoh : jasa perbankan, asuransi, kantor pos dan pengiriman.

3. Layanan Campuran. Merupakan kelompok jasa dengan tingkat kontak menengah (moderate contact) yang menggabungkan beberapa fitur/sifat layanan murni dan layanan manufatur kuasi (semu). Contoh : jasa

bengkel dan pemadam kebakaran.

(34)

11

 

 

1. Memperbaharui penawaran layanan

Hal penting yang harus dilakukan adalah penyesuaian dan pembaharuan jasa yang ditawarkan, daripada melakukan rancangan paket yang sangat sempurna pada peluncuran pertama. Dasarnya, teori pergeseran kurva kebutuhan pelanggan dari kebutuhan untuk melakukan ekspansi jasa menjadi beberapa segmen.

Kebutuhan konsumen; Jasa yang ditawarkan harus mengikuti kemauan pasar, serta responsif terhadap masalah. Yang menang adalah yang expansif, terkini, fokus dan mempertahankan jasa yang telah memaksimalkan kepuasan pelanggan.

Service extension (perluasan jasa). Perubahan pasar pada jasa adalah sumber kesempatan inovasi dan peningkatan jasa, sementara pada barang sebagai ancaman bagi biaya produksi dan efisiensi pabrik.

The key to service enhancement (kunci untuk peningkatan layanan); Peningkatan (perbaikan) merupakan kunci jasa. Disektor jasa, cara yang efektif, efisien, dan merangsang dalam perbaikan jasa adalah pendeteksian masalah. Berdasarkan pengalaman pelanggan, lebih mudah mengatakan masalah mereka daripada mengungkap manfaat yang diterima.

2. Localizing the point-of-service system (melokalisir sistem point-of-service)

a. Avalaibility is crucial (pentingnya ketersediaan). Memberikan jasa sesegera mungkin pada saat dibutuhkan, jika lewat maka momennya sudah hilang. b. The newspaper illustration (ilustrasi surat kabar). Hal ini dianalogikan

dengan distribusi koran menggunakan rak. Intinya adalah semakin banyak rak tempat koran tersebut, maka sirkulasi koran tersebut akan cepat karena pelanggan lebih mudah mendapatkan koran tersebut.

3. leveraging the service ‘contact’(Pemanfaatan kontak layanan). Maksudnya mencegah larinya pelanggan dengan memberi fasilitas dan kemudahan tertentu, sehingga pelanggan menjadi loyal dan mengurungkan niatnya untuk pindah ke pesaing.

(35)

 

Dibandingkan dengan strategi pemasaran produk, strategi pemasaran jasa tidaklah cukup dengan menggunakan traditional merketing approach (pendekatan marketing tradisional). Menurut Groonroos (Kotler 2003), dalam pemasaran jasa dibutuhkan tiga jenis pemasaran.

Gambar 4 Tiga tipe pemasaran jasa (Kotler 2003)

Yang dimaksud dengan external marketing adalah bagaimana perusahaan menetapkan harga, distribusi, dan mempromosikan jasa kepada pelanggan. Internal marketing berkaitan dengan bagaimana perusahaan melatih dan memotivasi internal customer perusahaan, yaitu karyawan perusahaan tersebut, agar dapat melayani pelanggan dengan baik. Sedangkan yang dimaksud dengan pemasaran interaktif adalah bagaimana kemampuan karyawan menguasai bidangnya dalam menghadapi pelanggan. Kemampuan pekerja ini merupakan ujung tombak perusahaan dalam menjual jasanya.

Karena karakteristik jasa yang juga berbeda, maka elemen kontrol perusahaan yang digunakan untuk memuaskan dan berkomunikasi dengan konsumen (dikenal dengan variabel marketing mix) memerlukan modifikasi jika diterapkan dalam pemasaran jasa. Pengembangan strategi marketing mix dalam jasa melalui 8P yaitu Produk, tempat ( dunia maya dan waktu ), harga, promosi, proses, produktivitas dan kualitas, orang, bukti fisik yang merupakan pengembangan dari 4P tradisional (Lovelock & Wright 2007).

2.4. Ekuitas Merek (Brand Equity)

Brand atau merek merupakan nama ataupun simbol yang bersifat membedakan, dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang

(36)

13

 

 

penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Merek memberi tanda pada konsumen mengenai sumber merek tersebut, dan melindungi konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk yang tampak identik.

Brand Equity atau ekuitas merek merupakan seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan perusahaan. (Aaker 1997)

Menurut Kotler dan Keller (2007), ekuitas merek adalah keinginan

seseorang untuk melakukan pembelian kembali terhadap merek tersebut atau tidak. Oleh karena itu, ukuran dari ekuitas merek berkaitan erat dengan loyalitas pelanggan.

Merek yang dimiliki oleh perusahaan dapat menyampaikan 5 tingkat pengertian kepada konsumen, yaitu:

1. Atribut: merek pertama-tama akan mengingatkan konsumen terhadap artibut yang dimiliki oleh suatu produk.

2. Manfaat: suatu merek lebih daripada fungsi serangkaian atribut. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya konsumen tidak membeli atribut, akan tetapi mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, terlebih lagi aspek emosional.

3. Nilai: merek harus dapat mencerminkan sesuatu hal mengenai nilai-nilai pembeli.

4. Budaya: merek juga mewakili budaya tertentu, yang lebih identik pada customer habit.

(37)

 

Gambar 5 Konsep dasar ekuitas merek (Aaker dalam Fayrene Y.L, et al 2011) Sesuai dengan definisi dari brand equity dimana merupakan seperangkat dari aset dan liabilitas, dikelompokan ke dalam lima kategori:

1. Brand Loyalty (Loyalitas merek) 2. Brand Awareness (Kesadaran Nama) 3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas)

4. Brand Association (Assosiasi - assosiasi merek)

5. Other Propietary Brand Assets (Royalty, Lisensi, Paten, dan sejenisnya)

(38)

15

 

 

Gambar 6 Konsep brand equity (Aaker 1997) 2.5. Peran Brand Equity

Ekuitas merek memiliki peran yang dapat dilihat dari sisi konsumen maupun perusahaan (Aaker 1997). Secara umum, apabila dilihat dari sisi konsumen, ekuitas merek dapat menambah maupun mengurangi nilai yang dirasakan oleh konsumen. Ekuitas merek dapat memberikan nilai lebih sehingga menambah rasa percaya diri konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Nilai tersebut diperoleh dari pengalaman setelah menggunakan produk atau jasa dan pengetahuan konsumen akan karakteristik yang dimiliki produk dan jasa tersebut.

Merek-merek memiliki kekuatan dan nilai yang berbeda satu sama lain di pasar. Pada suatu keadaan yang ekstrem ada suatu merek yang tidak dikenal oleh konsumen. Kemudian ada merek yang mana konsumen memiliki pengenalan yang cukup baik atas merek tersebut. Merek yang kuat adalah merek yang memiliki ekuitas yang tinggi (Aaker 1997).

Semakin tinggi ekuitas merek, maka semakin tinggi kesetiaan merek, kesadaran nama, mutu yang diyakini, hubungan merek yang kuat, dan asset lainnya seperti paten, trademark, dan channel distribution. Peran brand equity bagi perusahaan yaitu dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan marjinal arus kas melalui penambahan nilai dari produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Ekuitas merek yang tinggi memberikan keuntungan-keuntungan

kompetitif bagi perusahaan yaitu:

Perceived Brand

Brand awareness

Brand loyalty Brand Equity Proprietary

Value for Customers

• Product interpretation • Good decision on choice • Self confidence on buying

Value for Company

• Efficiency on marketing program

• Profit

• Brand expansion

(39)

 

1. Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena tingkat kesadaran dan kesetiaan merek konsumen yang tinggi.

2. Perusahaan akan mempunyai posisi yang lebih kuat dalam bernegosiasi dengan distributor dan pengecer karena pelanggan mengharapkan mereka mempunyai merek tersebut.

3. Perusahaan dapat mengenakan harga yang lebih tinggi daripada pesaingnya karena merek tersebut memiliki mutu yang diyakini lebih tinggi.

4. Perusahaan lebih mudah meluncurkan perluasan merek karena merek tersebut memiliki kredibilitas tinggi.

5. Dan yang paling penting adalah merek memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang ganas.

2.6. Ekuitas Merek Sepuluh (Brand Equity Ten)

Brand Equity Ten dikembangkan oleh Aaker (1997) sebagai perluasan dari konsep model ekuitas merek. Dalam model Brand Equity Ten, pengukuran dikelompokkan dalam lima kategori. Empat kategori yang pertama mewakili persepsi konsumen tentang suatu merek melalui empat dimensi ekuitas merek, yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Kategori kelima meliputi pengukuran dua jenis perilaku pasar, dan bukan langsung dari konsumen. Secara lengkap kelima kategori tersebut adalah awareness measures, associations measures, perseived quality measures, loyalty measures, dan market behaviour measures.

Berikut adalah pembagian elemen ekuitas merek berdasarkan pembagian kategori (Aaker 1997) :

Awereness measures

1. Brand awereness (kesadaran merek) Association measures

2. Perceived value (persepsi nilai)

3. Brand personality (kepribadian merek)

4. Organizational associations (asosiasi organisasi) Perceived quality/leadership measures

5. Perceived quality (persepsi kualitas)

(40)

17

 

 

Loyalty measures

7. Price premium (harga optimum)

8. Customer satisfaction/loyalty (kepuasan/loyalitas) Market behaviour measures

9. Market share (pangsa pasar)

10. Market price & distribution coverage (harga pasar & jangkauan distribusi)

2.6.1. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Kesadaran merek sangat penting karena sangat tidak mungkin dapat

dibicarakan apabila masyarakat tidak sadar akan adanya merek. Kesadaran (awareness) menggambarkan keberadaan merek didalam pikiran konsumen, yang

dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah. Kesadaran merek memiliki tingkat kesadaran seperti piramida di bawah ini :

Gambar 7 Tingkat brand awareness (Aaker 1997)

(41)

 

Peran Kesadaran merek dalam ekuitas merek bergantung pada tingkatan akan pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkatan paling rendah adalah unaware of brand (tidak menyadari merek), dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek. Tingkatan paling rendah kedua adalah brand recognition (pengenalan merek), dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). Tingkat berikutnya adalah brand recall (pengingatan kembali merek) atau mengingat merek kembali tanpa bantuan (unaided recall). Tingkat yang paling tinggi adalah top of mind (puncak pikiran), adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau

yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. 2.6.2. Persepsi Nilai (Perceived value)

Persepsi nilai mencerminkan perasaan konsumen atau pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk itu diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk atau jasa. Jika merek tidak menghasilkan nilai, biasanya ia mudah diserang oleh pesaing. Ukuran nilai menghasilkan indikator singkat tentang sukses suatu merek dalam menciptakan nilai proposisi. Dengan berfokus pada nilai lebih manfaat fungsional, suatu pengukuran dapat diaplikasikan pada berbagai kelas produk. Persepsi nilai dapat diukur dengan memperhatikan :

1. Apakah suatu merek membuktikan bahwa nilainya sesuai dengan uang yang dikeluarkan konsumen.

2. Apakah ada alasan untuk memilih merek ini dibandingkan merek yang lain. 2.6.3. Kepribadian Merek (Brand Personality)

Kepribadian merek akan melibatkan dimensi yang unik untuk sebuah merek. Sebuah kata yang digunakan untuk menggambarkan seseorang dapat pula dipakai untuk menggambarkan suatu merek. Yang terutama, kepribadian sebuah merek dapat digambarkan dengan demografi (usia, jenis kelamin, kelas sosial, ekonomi dan ras), gaya hidup (aktifitas, kegemaran, pendapat) atau ciri pembawaan (tertutup, dependen).

2.6.4. Asosiasi Organisasi (Organizational Associations)

(42)

19

 

 

penting, jika merek yang kita miliki mirip dalam hal atribut dengan merek lainnya, atau jika organisasi merupakan hal penting untuk dilihat atau jika memang merek perusahaan terlibat.

Gambar 8 Unsur-unsur asosiasi organisasional (Durianto, et al 2004)

Unsur-unsur asosiasi organisasional adalah :

1. Orientasi pada masyarakat/komunitas (sociaety/community orientation)

Organisasi yang baik dapat dibuktikan melalui banyak hal seperti peka terhadap lingkungan, mensponsori kegiatan amal, memperlakukan para pekerja/karyawan dengan layak. Organizational Associations sangat diperlukan dalam mengembangkan asosiasi yang berorientasi pada komunitas/masyarakat, dan tentu saja mempertinggi loyalitas konsumen walaupun sangat sulit untuk menyatakan besaran loyalitas itu.

2. Persepsi Kualitas (perceived quality)

Kualitas dapat dikomunikasikan secara langsung dengan demonstrasi atau argument bahwa sebuah atribut produk lebih unggul dibanding yang dimiliki pesaing. Banyak perusahaan berkomitmen pada kaulitas atau ingin menjadi yang terbaik. Assosiasi organisasi menjadi sarana yang baik untuk mengkomunikasikan kualitas yang dapat dipercaya dan selanjutnya membantu mengembangkan

(43)

 

3. Inovasi

Inovasi boleh jadi adalah asosiasi merek kunci bagi suatu perusahaan terutama persaingan didalam kelas produk dimana teknologi dan inovasi menjadi penting bagi konsumen.

Pada suatu waktu selalu ada konsumen yang merasa tidak sesuai atau tidak yakin, sehingga kualitas pada dimensi yang tidak berwujud seperti inovasi akan memberikan keuntungan. Inovasi juga dapat menjadi sarana untuk membuat merek produk tampil lebih modern dan up to date.

4. Perhatian pada pelanggan (concern for custumers)

Banyak perusahaan selalu menempatkan konsumen pada tempat pertama sebagai nilai inti. Beberapa merek perusahaan melihat konsep “persahabatan” sebagai elemen identitas merek perusahaan. Hal ini mengimplikasikan bahwa merek tersebut akan memberikan yang diinginkan oleh konsumen.

5. Keberadaan dan keberhasilan (presence & success)

Berbisnis dengan organisasi yang mempunyai sumber daya yang mendukung produk dan sejarah panjang dalam berbisnis dan dapat memberikan rasa aman. Sukses juga menciptakan rasa percaya diri bagi konsumen yang telah memilih produk tersebut.

6. Lokal vs Global

Satu pilihan strategi di deferensiasi adalah membuat satu merek lokal dari perusahaan lokal. Menjadi lokal terutama efektif bila program pemasaran pesaing global tidak peka atau tidak sejalan dengan selera lokal. Usaha yang serius untuk berlaku lokal juga dapat menghasilkan pengertian yang lebih baik mengenai kebutuhan dan kebiasaan lokal.

Pilihan identitas lain adalah menjadi global. Sebuah merek global memberikan sinyal umur panjang, sumber daya untuk investasi merek, dan komitmen terhadap masa depan merek. Sebuah perusahaan global akan dianggap lebih maju secara teknologi, yaitu mampu berinvestasi di R & D dan mendatangkan kemajuan dinegara dimana mereka berkopetisi. Sebuah merek

(44)

21

 

 

2.6.5. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya (Aaker 1997).

Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal.

Gambar 9 Nilai-nilai persepsi kualitas (Durianto, et al 2004)

Dalam Gambar 9 menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas dalam bentuk :

1. Alasan untuk membeli

Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah kepada objektifitas pada kualitas. Karena terkait dengan keputusan-keputusan pembelian persepsi kualitas mampu mengefektifkan semua elemen program pemasaran. Apabila kesan kualitas tinggi kemungkinan periklanan dan promosi yang dilancarkan efektif.

2. Diferensiasi/posisi

(45)

 

3. Harga optimum

Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam penetapan harga optimum (price premium). Harga optimum bisa meningkatkan laba dan/atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. 4. Minat saluran distribusi

Persepsi kualitas juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran lainnya. Pos saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen.

5. Perluasan merek

Sebuah merek yang kuat dalam hal persepsi kualitas dapat di eksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah. Ada beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil, yaitu : merek tersebut harus kuat; merek tersebut masih bisa diperluas; dan keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dengan yang lainnya.

2.6.6.Kepemimpinan/Popularitas (Leadership/Popularity)

Kepemimpinan mempunyai tiga dimensi:

1. Menggambarkan bagian dari sindrom “nomor satu”. Artinya, jika cukup banyak konsumen ikut berperan dalam konsep merek dan membuatnya menjadi sales leader, merek tersebut pasti memiliki suatu kelebihan.

2. Kepemimpinan menarik dinamika consumer acceptance, yaitu fakta bahwa setiap orang selalu ingin popular dan tidak ingin melawan arus.

3. Kepemimpinan menimbulkan inovasi didalam kelas produk dimana suatu merek bergerak mendahului teknologi.

2.6.7. Harga optimum (Price premium)

Indikator dasar loyalitas adalah jumlah konsumen yang bersedia membayar untuk sebuah merek dibandingkan untuk merek lain yang menawarkan manfaat yang sama atau sedikit lebih rendah.

Harga optimum dapat menjadi satu-satunya pengukuran ekuitas merek yang

(46)

23

 

 

jika mereka tidak bersedia membayar lebih tinggi, tingkat loyalitas mereka rendah.

2.6.8. Kepuasan/Loyalitas (Satisfaction/loyalty)

Kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap loyal kepada suatu merek. Kepuasan terutama menjadi pengukuran dibisnis jasa. Sementara itu, loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk. Tingkat loyalitas merek adalah sebagai berikut :

 

Gambar 10 Tingkat loyalitas merek (Aaker 1997)

1. Swicher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah) adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah mereka membeli merek tersebut karena banyak konsumen lain membeli merek tersebut karena harganya murah.

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak

ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi ia membeli merek karena suatu kebiasaan.

(47)

 

peralihan), seperti waktu, biaya, atau risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengawasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi.

4. Likes the brand (menyukai merek) adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol rangkaian pengalaman merek itu sebelumnya atau persepsi kualitas yang tinggi.

5. Commited buyer (pembeli yang berkomitmen) adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan/ mempromosikan merek yang ia gunakan kepada orang lain.

Bila dihubungkan dengan jasa pendidikan jarak jauh, yang menjadi kegagalan dalam kepuasan pelanggan adalah lambatnya respon penanganan keluhan dan kesalahan dalam tagihan transaksi pembayaran/ billing (Silber, 2009).

Loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan, yaitu : mengurangi biaya pemasaran; meningkatkan perdagangan; menarik konsumen baru; dan memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan.

 

Gambar 11 Nilai loyalitas merek (Durianto, et al 2004)

2.6.9. Pangsa Pasar (market share)

Merek suatu produk akan menjadi aset yang berharga pada saat merek

(48)

25

 

 

mengalami pertumbuhan penjualan atau berada pada kondisi yang stabil. Pada kondisi tersebut struktur harga produk menciptakan kondisi yang menguntungkan perusahaan. Jka suatu merek menancap kuat dibenak konsumen, pangsa pasar merek tersebut pada umumnya akan mengalami peningkatan atau setidaknya stabil. Dengan demikian jika pesaing merek tersebut memperbaiki ekuitas mereknya, pangsa pasar seharusnya juga mengalami peningkatan. Pangsa pasar merupakan salah satu cermin pengukuran ekuitas merek yang baik. Jika ekuitas merek suatu produk tidak kuat, pangsa pasarnya akan menurun tajam sebagai dampak aktivitas pesaing yang mampu mengikis ekuitas merek produk yang

menjadi perhatian.

2.6.10.Harga Pasar & Jangkauan Distribusi (Market price & Distribution coverage)

Pengukuran ekuitas merek dapat menjadi bias bila kenaikan pangsa pasar disebabkan oleh penurunan harga atau promosi harga. Bahkan harga yang diturunkan tanpa mengikuti mekanisme struktur harga akan mengikis nilai ekuitas merek. Karena itu penting untuk mengukur relative market price saat merek dijual, yang dapat dihitung sebagai harga rata-rata saat merek dijual dalam bulan yang bersangkutan dibagi rata-rata merek yang dijual. Pengukuran harga pasar menjadi sangat penting untuk mengetahui apakah harga terlalu tinggi (over pricing) atau terlalu rendah (under pricing).

Penetapan harga berdasarkan harga pasar biasanya dimulai dari kebutuhan pelanggan kemudian baru dari faktor-faktor lainnya. Pangsa pasar atau sales data juga sensitive terhadap jangkauan distribusi. Oleh karena itu sangat penting untuk melihat dengan jelas ekuitas merek berdasarkan perubahan jangkauan distribusi yang dibentuk dengan memperkuat persepsi kualitas atau identitas merek.

2.7. Metode Pengukuran Brand Equity Ten

Untuk mengukur brand equity dengan menggunakan metode Brand Equity Ten, maka pola yang dilakukan adalah dengan pembagian elemen, dimensi dan item yang sesuai dengan metode Brand Equity Ten, seperti yang terlihat pada

(49)

 

Tabel 2 Pembagian Elemen dan Dimensi Brand Equity Ten

No Elemen Dimensi Sumber Data Item Spesifik

1 Brand Awareness Brand Awareness Mahasiswa UT & non mahasiswa Top of Mind

Brand Recall

Brand Recognition

Unaware of Brand

2 Brand Associations Perceived Value Mahasiswa UT & non mahasiswa Product Quality

Price

Service Quality

Emational Factor

Accessibility

Brand Personality Mahasiswa UT & non mahasiswa Personality

Interesting

Customer Type

Organization Associations Mahasiswa UT & non mahasiswa

3 Perceived Quality Perceived Quality Mahasiswa UT Layanan registrasi

Layanan bahan ajar

Layanan tutorial

Layanan ujian

Leadership Mahasiswa UT & non mahasiswa Popularity

Innovation

Fast Moving

Up to date

Technology

4 Loyalty Price premium Mahasiswa UT

Satisfaction/Loyalty Mahasiswa UT

5 Market behavior Market Share Mahasiswa UT & non mahasiswa Estimasi market share

Distribution coverage UPBJJ-UT Bogor

Sumber : (Aaker 1997 dikembangkan peneliti)

(50)

 

  

     

Sumber : (Aaker 1997 di analisa peneliti) 

Gambar 12 Framework BET

(51)

 

1. Brand Awareness Index : setelah mendapatkan data hasil penelitian (pengisian kuesioner) kemudian dihitung persentase top of mind dari merek. Kemudian dari nilai pembobotan brand awareness yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan persentase dimensi top of mind.

2. Brand Associations Index : setelah mendapatkan data hasil penelitian (pengisian kuesioner) kemudian menghitung dengan menggunakan uji cohrn terhadap asosiasi perceived value, brand personality, organizational associations. Kemudian dari nilai pembobotan brand associations yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan jumlah persentase asosiasi yang didapatkan dari sejumlah asosiasi yang ada.

3. Perceived Quality Index : setelah mendapatkan data hasil hasil penelitian (pengisian kuesioner) kemudian menghitung nilai rata-rata perceived quality dan leadership. Nilai rata-rata diperoleh dari rata-rata masing-masing atribut kemudian dibagi dengan nilai maksimum dari skala pengukuran (5). Dari nilai pembobotan perceived quality yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan persentase rata-rata dimensi diatas.

4. Price Premium Index : setelah mendapatkan data hasil hasil penelitian (pengisian kuesioner) kemudian menghitung berapa banyak (total) dari responden yang memilih merek tersebut pada kondisi harga optimum. Kemudian dari merek tersebut didapatkan jumlah responden pada harga optimum yang kemudian dibagi dengan total responden pada harga optimum. Dari nilai pembobotan price premium yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan hasil dari pembagian nilai optimum diatas.

(52)

29

 

 

dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan persentase rata-rata dimensi diatas.

6. Market Price Index dan Distribution Coverage index : setelah mendapatkan estimasi market share yang merupakan hasil perkalian antara Awareness x Product attractiveness x Willingness to pay x Availability. Awareness dilihat dari hasil survey yang telah diperoleh, yaitu dari unaided brand awareness yang merupakan penjumlahan Top of Mind dan Brand Recall. Product attractiveness di dapat atas penilaian responden terhadap suatu merek yang menjadi objek penelitian relative terhadap merek-merek lainnya dengan menanyakan ketertarikan responden terhadap suatu merek. Willingness to pay dilakukan melalui pendekatan dari tingkat kepuasan responden terhadap performance pada atribut harga yang sesuai dengan kualitas. Availability diukur berdasarkan pendekatan kemudahan responden dalam mendapatkan objek/produk. Kemudian dari nilai pembobotan yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan persentase rata-rata dimensi diatas.

Setelah semua nilai indeks didapatkan selanjutnya dilakukan penjumlahan semua indeks untuk merek tersebut.

2.8. Brand Equity Ten Index

Brand Equit Ten Index merupakan suatu besaran yang sangat berguna untuk membandingkan kinerja beberapa merek produk yang sama maupun yang sejenis dari waktu ke waktu. Melalui nilai Brand Equity Ten Index kita dapat menelusuri apakah terjadi peningkatan atau penurunan kinerja dari merek produk itu dipasar. Di samping itu, kita juga dapat mengetahui perubahan kinerja komponen-komponen penyusun Brand Equity Ten Index suatu merek produk.

Penentuan Brand Equity Ten Index, belum ada satu formula yang pasti dan disepakati oleh para ahli untuk mengukur secara kuantitatif. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan wacana yang diperoleh dengan melakukan penjumlahan indeks yang diperoleh dari masing-masing aset Brand Equity Ten berdasarkan (Durianto 2004). Angka indeks yang tertinggi ditetapkan 100. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut :

(53)

 

Indeks = Bobot x Nilai aset yang diperoleh dari penelitian

Selanjutnya Brand Equity Ten Index diperoleh dengan menjumlahkan indeks tiap elemen.

2.9. Pengambilan Sampel

Dalam Sumarwan (2011), pengambilan sampel terdapat beberapa metode yaitu :

1. Pengambilan sampel acak (probability atau random sampling) adalah suatu

metode atau teknik untuk memilih suatu sampling unit yang memiliki peluang bukan nol yang diketahui yang masuk dalam contoh. Pengambilan contoh acak terdiri dari 4 macam:

a. Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel.

b. Pengambilan sampel acak kelompok (cluster random sampling). Populasi dibagi kedalam beberapa kelompok berdasarkan karakteristik tertentu.

c. Pengambilan sampel acak berstrata (stratified random sampling). Populasi dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan karakteristik yang memiliki nilai terendah sampai nilai tertinggi.

d. Pengambilan sampel acak sistematik (systematic sampling). Seluruh anggota populasi diurutkan berdasarkan kriteria tertentu misalnya berdasarkan urutan alphabet kemudian diberi nomor urut.

2. Pengambilan sampel bukan acak (nonprobability sampling technique), yaitu pengambilan sampel berdasarkan penilaian dari peneliti. Ada empat macam pengambilan sampel bukan acak.

a. Pengambilan sampel kemudahan (convenience sampling), adalah suatu metode yang memilih responden berdasarkan kemudahan atau

kenyamanan peneliti dalam mendapatkan dan menemukan contoh untuk dipilih.

(54)

31

 

 

penilaian peneliti yang mengharuskan contoh memenuhi kriteria-kriteria tertentu.

c. Pengambilan sampel quota (quota sampling), adalah judgemental sampling terbatas dua tahap yaitu menentukan kuota dari anggota populasi lalu sampel pada setiap karakteristik pengendalian dapat dipilih berdasarkan metode convenience atau judgement.

d. Pengambilan sampel bola salju (snowball sampling), adalah memilih sampel yang pertama dengan acak kemudian sampel pertama

diwawancarai untuk menunjukkan sampel lainnya yang akan dijadikan responden.

2.10. Penelitian Terdahulu

Ma’ruf (2006) menganalisis brand equity kartu selurel Indosat (matrix, mentari, IM3) dengan menggunakan metode Brand Equity Ten. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa brand equity tertinggi dari kartu selurel Indosat adalah kartu Mentari, kemudian IM3 dan terakhir Matrix. Hasil pengukuran diketahui pula kartu Mentari memberi sumbangan sebesar 63% dari total revenue kartu selural Indosat, disusul IM3 sebesar 20% dan terakhir Matrix sebesar 17%, yang berarti ada keterkaitan antara besarnya ekuitas merk dengan besarnya output yang dihasilkan baik secara penjualan maupun keuangan. Untuk bersaingan dengan kompetitornya, khususnya Telkomsel dan XL, maka semua elemen dalam Brand Equity Ten perlu segera ditingkatkan mengingat brand equity atau brand value semua kartu selurel Indosat saat ini masih berada satu tingkat dibawah kartu selurel Telkomsel.

Pertiwi (2010) menganalisis brand equity dan faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian serta peta persaingan merek Pertamax. Hasil penelitian menunjukkan, elemen brand recall untuk Pertamax plus sebesar 41,4%, Super (shell) sebesar 19,3% dan sebesar 39,3% untuk merek-merek lain. Elemen dalam perceived value yang perlu ditingkatkan oleh Pertamax adalah dimensi kualitas pelayanan. Hasil pengukuran juga menunjukkan bahwa tidak ada asosiasi yang membentuk brand image Pertamax. Hasil analisis perceived quality menunjukkan

(55)

 

kegiatan kepedulian terhadap masyarakat.

Munandar dan Pratama (2010) menganalisis brand equity Pocari Sweat dalam persaingan industri minuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pocari Sweat merupakan merk yang paling di ingat dalam benak konsumen. Asosiasi citra merek dalam elemen asosiasi merek menunjukkan bahwa Pocari Sweat memiliki dua citra yaitu aman bagi kesehatan dan rasa segar untuk menghilangkan dahaga (haus). Analisa tentang persepsi kualitas dengan menggunakan metode

biplot menunjukkan bahwa Pocari Sweat memiliki karakteristik atribut beberapa manfaat yaitu aman bagi kesehatan, menghilangkan dehidrasi dan mengembalikan stamina. Sementara itu, analisis dalam loyalitas merek menunjukkan bahwa Pocari Sweat tidak memiliki loyalitas merek yang kuat.

Arbianto (2009) menganalisis brand equity nasabah micro business bank Mandiri dalam rangka menentukan strategi promosi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan promosi yang selama ini dilakukan dalam memperkenalkan nama Mandiri Mikro kepada para nasabahnya masih belum berhasil dengan baik, namun setelah dilakukan brand recognition dengan menanyakan secara langsung kepada responden, 91% menjawab bahwa mereka mengenali nama Mandiri Mikro. Hasil analisis terhadap perceived quality menunjukan bahwa menurut responden kinerja/kualitas layanan yang diberikan sudah melebihi ekspektasi mereka dan hal tersebut harus dipertahankan dimasa yang akan datang. Pengujian terhadap variabel lokasi dan atribut menyatakan bahwa responden tidak menemui kesulitan dalam mengenali atribut dan mereka juga dapat mencapai lokasi tanpa menemui kesulitan yang berarti. Pengukuran terhadap brand loyalty nasabah menunjukan bahwa jumlah responden dengan kategori switcher sebesar 56%, habitual buyer sebesar 90%, satisfied buyer sebesar 75%, liking the brand sebesar 81%, dan committed buyer sebesar 71% Hasil di atas menunjukan bahwa saat ini tingkat loyalitas nasabah mikro Bank

Mandiri berada pada tingkat yang loyal, namun mengingat jumlah responden yang termasuk kategori habitual buyer masih tinggi, yaitu 90% maka perlu dilakukan

(56)
(57)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis elemen-elemen utama ekuitas merek pada UT, yaitu brand awareness atau pengenalan merek, brand association atau kesan merek akan membentuk persepsi kualitas, perceived quality atau kualitas merek dalam pengukuranya, brand loyalty atau kesetiaan merek dan terakhir elemen market behavior untuk mengetahui market share UT di kawasan Perguruan Tinggi khususnya di kota Bogor. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan preferensi dan loyalitas dari konsumen terhadap perusahaan akan semakin kuat. Suatu produk/jasa yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek.

Dengan mengetahui kekuatan merek, UT akan memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai dasar memonitor manajemen pemasaran UT. Dari kelima elemen tersebut akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi UT dan dapat dilihat bagaimana ekuitas merek UT mampu bersaing di dunia pendidikan (Gambar 13).

Sumber : Aaker 1997 di analisa peneliti

(58)

34

 

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten dan kota Bogor. Penelitian dilakukan selama tiga (3) bulan pada bulan April - Juli 2012.

3.3. Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ada 2 (dua) jenis yaitu data primer dan data sekunder. Pertama, Data primer yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui sumber perantara) dan data dikumpulkan melalui kegiatan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan datanya. Bentuk pertanyaannya kombinasi antara pertanyaan tertutup dan terbuka.

Kedua, data sekunder adalah data yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi: data dari Universitas Terbuka tentang profil Universitas, dan data jumlah mahasiswa. Data sekunder diperoleh dari website, literatur yang berhubungan, dan artikel dari berbagai surat kabar dan majalah.

3.4. Metode Penentuan Sampel

Jumlah populasi untuk penelitian yang yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pendekatan jumlah tenaga kerja di Bogor per Agustus 2011, jumlah pelajar SLTA di kota Bogor per 2010 dan jumlah mahasiswa UPBJJ-UT Bogor tahun 2011, dengan total sebanyak 693.950 orang. Hasil perhitungan Rumus Slovin dengan nilai kesalahan sampel 5% menghasilkan ukuran sampel 400 orang. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut:

Keterangan:

(59)

e = Persen kelonggaran karena kesalahan sampel yang dapat ditolelir atau diinginkan.

Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling, dengan menggunakan metode quota sampling yang berarti ada 2 tahap dalam menentukan sampel. Yang pertama yaitu menentukan kuota dari anggota populasi, dimana dalam penelitian ini dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu kelompok pertama adalah kelompok mahasiswa UPBJJ-UT Bogor, kelompok kedua adalah kelompok tenaga kerja dan kelompok ketiga adalah kelompok pelajar SLTA.

Tahap kedua yaitu dipilih sampel berdasarkan metode judgement. Adapun

kriteria pemilihan sampel adalah sebagai berikut :

1. Untuk kelompok mahasiswa UPBJJ-UT, dipilih mahasiswa yang melakukan registrasi tahun 2007-2011.

2. Untuk kelompok tenaga kerja, dipilih tenaga kerja dengan pendidikan minimal SLTA dan belum kuliah.

3. Untuk kelompok pelajar SLTA, dipilih pelajar SLTA kelas tiga pada tahun 2011.

Berdasarkan perhitungan penentuan jumlah sampel, berikut pada tabel 3 disajikan jumlah sampel :

Tabel 3 Proporsi jumlah sampel

Kelompok Responden Jumlah (orang)

Sampel (orang)

Tenaga kerja 598.475a 320

Siswa SLTA 19.452b 40

Mahasiswa UPBJJ-UT Bogor 16.023c 40

T O T A L 693.950 400d

Sumber : data diolah

Keterangan : a. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI 2011 b. BPS Kota Bogor 2010

c. UPBJJ-UT Bogor 2011 d. Data diolah

(60)

36

 

mahasiswa UPBJJ-UT Bogor dan tenaga kerja, pada wilayah Kabupaten Bogor hanya berfokus di 3 wilayah yaitu Parung, Dramaga dan Cibinong. Sedangkan kelompok pelajar SLTA, berfokus pada wilayah Kota madya Bogor saja. Berikut disajikan jumlah sampel berdasarkan wilayah :

Tabel 4 Jumlah sampel berdasarkan quota wilayah

Wilayah

Jumlah Sampel Mahasiswa UPBJJ-UT

Bogor Tenaga Kerja Pelajar SLTA

Kotamadya

3.5. Metode Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan melalui kegiatan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan datanya. Bentuk pertanyaannya kombinasi antara pertanyaan tertutup dan terbuka.

Pada pertanyaan tertutup, skala pengukurannya menggunakan skala likert dengan 5 jenjang pilihan yaitu :

1 = Sangat Tidak Setuju 2 = Tidak Setuju 3 = Biasa Saja 4 = Setuju

5 = Sangat Setuju

Selain skala likert juga digunakan pilihan jawaban YA atau TIDAK untuk beberapa pertanyaan atau pernyataan. Ada juga jawaban dalam bentuk pengisian

Gambar

Gambar 5 Konsep dasar ekuitas merek (Aaker dalam Fayrene Y.L, et al 2011)
Gambar 6 Konsep brand equity (Aaker 1997)
Tabel 2 Pembagian Elemen dan Dimensi Brand Equity Ten
Gambar 12 Framework BET
+7

Referensi

Dokumen terkait

ananas merupakan 3 kelompok bakteri patogen tumbuhan yang berasal dari genus Erwinia dengan kisaran inang yang luas, mencakup tanaman pangan, sayuran, buah dan tanaman hias,

digunakan untuk seleksi in vitro ini adalah mutan kedelai Kipas Putih generasi ke-3 (M 3 ) terpilih hasil seleksi untuk karakter agronomi dan produksi, varietas

Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada

Sedangkan parameter lainnya sudah memenuhi persyaratan konsentrasi maksimum kualitas air minum (air baku yang digunakan sudah memenuhi persyaratan kualitas air

Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan motivasi melaksanakan diet pada pasien diabetes mellitus rawat jalan di RSUD Dr.. Bagi RSUD

Sedangkan pengertian poligami menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai makna “sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan

The method of this study is library research. The primary source is the novel entitled My Name is Red. The secondary sources are taken from books and articles which

Given the specific postcolonial conditions, the female characters in both novels come across as autonomous and having their individual voices that cannot be reduced into one