• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELAMATAN SUMBERDAYA GENETIK JENIS CENDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYELAMATAN SUMBERDAYA GENETIK JENIS CENDANA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

EKS-SITU DI GUNUNG KIDUL

Conservation of Sandalwood (Santalum Album L.) Genetic Resources By Establishment Of Ex-Situ Conservation In Gunung Kidul

Ari Fiani

Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Jl. Palagan Tentara Pelajar Km 15, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta

e-mail : ari_fiani@yahoo.com

Ringkasan

Populasi cendana saat ini mengalami degradasi yang sangat serius sehingga dapat menimbulkan kemerosotan sumberdaya genetiknya. Secara umum status konservasi cendana termasuk kategori rawan (Vulnerable:VUA1d.). Sedangkan menurut CITES, cendana dimasukkan ke dalam jenis Appendix II. Sejak tahun 2002 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta telah melakukan kegiatan pembangunan kebun konservasi eks-situ di Watusipat, Gunung Kidul dengan tujuan untuk menyelamatkan sumberdaya genetik cendana dari kepunahan. Koleksi materi genetik yang terkumpul sebanyak 20 populasi, terdiri dari 18 populasi berasal dari sebaran alam di NTT dan 2 populasi dari Pulau Jawa. Sebaran dari NTT meliputi Pulau Alor, Timor, Sumba, Rote, Flores dan Pulau Pantar, sementara koleksi materi genetik dari Pulau Jawa diwakili oleh ras lahan Karangmojo (Gunung Kidul) dan Imogiri (Bantul). Secara umum, tanaman cendana tahun tanam 2002 mempunyai persen hidup berkisar antara 30 % (populasi Pollen, Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan) sampai dengan 95 % (populasi Waisika, Alor Timur Laut, Alor). Sedangkan untuk cendana tahun tanam 2005, persen hidupnya berkisar antara 27 % (populasi Bama, Pulau Flores) sampai dengan 95,3 % (populasi Soebala, Pulau Rote). Secara generatif, tanaman cendana di Plot Konservasi Watusipat telah mulai berbuah pada kisaran umur 4 tahun. Masa berbuah dan berbunga cendana terjadi dua kali dalam setahun dengan puncak pembuahan terjadi pada bulan September. Diperlukan waktu 3 bulan sejak pembentukan bunga sampai dengan buah masak. Inventarisasi terhadap keberadaan hama/penyakit tanaman menunjukkan organisme pengganggu yang umum dijumpai pada tanaman cendana baik di persemaian maupun di lapangan, antara lain adalah kutu daun, ulat daun dan embun jelaga. Melihat kemampuan regenerasinya, plot konservasi eks-situ Watusipat memiliki potensi sebagai sumber benih untuk pengembangan cendana di daerah lain yang sesuai, baik secara generatif maupun vegetatif, disamping juga dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium alam untuk penelitian tentang cendana dari berbagai aspek dan sebagai plot percontohan tentang keberhasilan penanaman cendana.

(2)

I. PENDAHULUAN

Cendana (Santalum album L.) merupakan tanaman asli Indonesia yang mempunyai sebaran alami di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam dunia perdagangan, cendana dikenal dengan nama Sandalwood, merupakan salah satu kayu yang sangat potensial karena mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, baik di pasaran dalam maupun luar negeri. Kayu cendana banyak dimanfaatkan antara lain untuk produksi minyak, barang kerajinan (patung, kipas, tasbih), keperluan keagamaan (dupa) maupun sebagai bahan obat tradisional.

Populasi cendana saat ini mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga dapat menimbulkan kemerosotan sumberdaya genetiknya. Eksploitasi yang dilakukan sejak abad ke-3 tanpa diikuti upaya rehabilitasi telah menjadikan cendana dalam status menuju kepunahan, sehingga sejak tahun 2000 cendana tidak lagi memberi kontribusi bagi Pemda NTT. Kondisi tersebut akan mengancam kelestarian serta pengembangannya di masa mendatang. Secara umum status konservasi cendana termasuk kategori rawan (Vulnerable:VUA1d.). Sedangkan menurut CITES cendana dimasukkan ke dalam jenis Appendix II (WWF Indonesia, 2008).

Berdasarkan kondisi tersebut, maka sejak tahun 2002 Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta telah ikut berkontribusi dalam melestarikan cendana melalui kegiatan pembangunan kebun konservasi eks-situ di Watusipat, Gunung Kidul. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyelamatkan sumberdaya genetik cendana dari kepunahan. Sampai dengan tahun 2005 telah dibangun kebun konservasi eks-situ seluas 3,5 ha dengan materi genetik dikumpulkan dari berbagai sebaran alam yang ada di NTT maupun ras lahan di Jawa.

II. PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU A. Pengumpulan Materi Genetik

Kegiatan penelitian dimulai sejak tahun 2002, diawali dengan kegiatan pengumpulan materi genetik cendana pada sebaran alaminya di Nusa Tenggara Timur (Gambar 1) maupun ras lahan di Jawa. Eksplorasi dan pembangunan plot konservasi genetik ini dilakukan secara bertahap. Sampai akhir tahun 2005 telah dibangun plot konservasi eks-situ genetik cendana seluas 3,5 ha dengan materi genetik berasal dari 20 populasi dari sebaran alam yang ada di NTT dan Jawa. Materi genetik yang berasal dari sebaran alam di NTT sebanyak 18 populasi dan terdapat di Pulau Alor, Timor, Sumba, Rote, Flores dan Pulau Pantar. Sementara koleksi materi genetik dari Pulau Jawa diwakili oleh ras lahan Karangmojo (Gunung Kidul) dan Imogiri (Bantul). Koleksi materi genetik selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Sedangkan lokasi dari 18 populasi dari NTT disajikan pada Gambar 1.

(3)

Tabel 1. Daftar provenans materi genetik cendana di Plot Konservasi eks-situ Watusipat, Gunung Kidul

No. Asal Sumber Benih Sebaran Nusa Tenggara Timur

1 Omtel (Teluk Mutiara, Alor)

2 Aen Ut (Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor) 3 Hambala (Kopeta, Waingapu, Sumba Timur, Sumba) 4 Katikutana ( Kabupaten Sumba Barat, Sumba) 5 Waisika (Alor Timur Laut, Alor)

6 Pailelang (Alor Barat Daya, Alor)

7 Kuma’ (Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor) 8 Polen (Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor) 9 Oenlasi (Amanatun Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor) 10 Haumeni (Amanatun Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor), 11 Snok (Amanatun Utara, Timor Tengah Selatan, Timor) 12 Noemuti (Miomafo Timur, Timor Tengah Utara, Timor) 13 Bu’at (Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor) 14 Sumba, Belu, Seabela (Rote)

15 Fatunisuan (Timor Timur Utara) 16 Pantar (Flores)

17 Balela (Flores) 18 Bama (Flores) Sebaran Pulau Jawa

1 Karang Mojo (Gunung Kidul) 2 Imogiri (Bantul)

Gambar 1. Distribusi alam Santalum album L. di Nusa Tenggara Timur. (Arsiran menunjukkan daerah koleksi benih dilakukan)

(4)

B. Kegiatan Persemaian dan Penanaman di Lapangan

Materi genetik berupa biji disemaikan di persemaian Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta. Setelah siap tanam, bibit ditanam di KHDTK Watusipat, Gunung Kidul, DIY. Cendana merupakan tanaman semi parasit sehingga teknologi budidayanya memerlukan penanganan intensif berupa pemberian tanaman inang di persemaian (inang primer) maupun pada awal pertumbuhan di lapangan (inang sekunder). Salah satu jenis tanaman inang di persemaian adalah krokot (Alternanthera sp). Fungsi inang adalah untuk membantu penyerapan unsur hara melalui haustoria. Fungsi haustoria ini akan efektif bila akar tanaman cendana dan tanaman inang sudah saling menempel. Iyenger (1965) dalam Surata (2010) menyatakan bahwa unsur hara yang diserap melalui haustoria adalah N, P, asam amino dan air, sedangkan yang diserap langsung melalui akar cendana adalah Ca dan K. Fungsi inang sekunder di lapangan, selain membantu penyerapan unsur hara juga sebagai penaung awal, untuk menjaga kelembaban tanah dengan penutupan tajuknya, serta untuk mengurangi persaingan tanaman dengan gulma.

Mengingat bahwa haustoria akan efektif berfungsi bila akar sudah saling menempel, maka sebelum proses penyapihan tanaman inang tersebut harus dipersiapkan / ditumbuhkan di polybag terlebih dahulu. Demikian juga tanaman inang sekunder di lapangan. Pada awal pertumbuhan, tanaman memerlukan naungan dan inang sekunder di lapangan. Oleh karena itu, dalam persiapan lahan tanam, semak yang ada tidak perlu dibersihkan keseluruhan, tetapi cukup dibabat / dibersihkan pada jalur tanam. Semak yang tertinggal diharapkan akan menjadi pelindung / naungan dan inang sekunder bagi tanaman cendana.

Pemeliharaan bibit di persemaian adalah pemberian sungkup untuk mempertahankan kelembaban udara, penyiraman, pemupukan bibit, pemberantasan hama dan penyakit dilakukan sesuai kebutuhan. Jika batang tanaman sudah mulai berkayu, naungan dibuka sedikit demi sedikit untuk menguatkan bibit.

C. Pemeliharaan Tanaman di Lapangan

Bibit cendana siap ditanam di lapangan setelah berumur 1 tahun. Pada umur 1 tahun pada umumnya bibit sudah cukup kuat, batangnya sudah berkayu dan diameter batang kira-kira sudah sebesar 0,5 cm. Pemeliharaan yang dilakukan pada plot konservasi eks-situ di lapangan meliputi pembabatan semak (pengendalian gulma), pendangiran dan pembuatan guludan, pemupukan serta pemberantasan hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Beberapa kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di plot konservasi dapat dilihat pada gambar 2.

(5)

a b Gambar 2. Pemeliharaan Tanaman di Plot Konservasi Eks-situ Watusipat

Pembabatan semak, pendangiran dan pemupukan (a); pengendalian hama penyakit (b)

Pada tanaman muda, pemeliharaan juga berupa penyiraman dengan menggunakan metode infus terutama pada saat musim kemarau yang ekstrim (Gambar 3). Metode infus ini menggunakan botol plastik yang dilubangi bagian bawahnya dan pada lubang tersebut dipasang sumbu untuk mengalirkan air secara perlahan-lahan. Botol digantungkan pada tiang penyangga di dekat batang tanaman, kemudian diisi air. Air diharapkan mengalir melalui sumbu yang terpasang di bagian bawah botol. Untuk botol dengan kapasitas1 liter air mampu bertahan selama + 1 minggu. Dengan demikian botol kembali diisi air seminggu sekali.

III. EVALUASI PLOT KONSERVASI EKS-SITU

Salah satu indikator keberhasilan program konservasi suatu jenis adalah tanaman mampu tumbuh dan bereproduksi pada area konservasinya. Oleh karena itu, diperlukan serangkaian evaluasi terhadap plot konservasi meliputi evaluasi keragaman genetik, evaluasi pertumbuhan secara periodik, evaluasi terhadap kemampuan regenerasinya serta evaluasi terhadap kesehatan tanaman.

A. Evaluasi Keragaman Genetik

Evaluasi terhadap keragaman genetik cendana yang terkumpul di Watusipat menunjukkan bahwa keragaman genetik di dalam populasi dari 17 populasi cendana yang berasal dari sebaran di NTT dan Jawa tahun tanam 2002 adalah sebesar 0,391 (Rimbawanto dkk., 2006). Sedangkan keragaman genetik dalam populasi dari 6 populasi sebaran NTT yang lain yang ditanam pada tahun 2005 adalah sebesar 0,3166 (Haryjanto, 2009).

(6)

a b

c

Gambar 3. Kegiatan pemeliharaan tanaman di lapangan. Pengangkutan air (a); Pengisian botol infus (b); Botol infus yang terpasang pada tanaman (c)

Hal ini berarti bahwa jenis cendana yang terkumpul dalam Plot Konservasi Eks-situ di Watusipat mempunyai keragaman genetik yang cukup tinggi. Tingginya keragaman genetik cendana tersebut memberikan peluang pemanfaatan selanjutnya bagi program pemuliaan tanaman cendana untuk mendapatkan sifat-sifat unggul yang diharapkan.

B. Evaluasi Pertumbuhan

Evaluasi terhadap kinerja pertumbuhan melalui pengukuran tinggi dan diameter batang secara periodik menunjukkan adanya variasi kinerja pertumbuhan tanaman cendana yang berasal dari berbagai sumber benih (populasi). Adanya variasi ini kemungkinan disebabkan karena daya adaptasi masing-masing populasi yang berbeda untuk tetap tumbuh di Gunung Kidul. Dari pengamatan, populasi yang pertumbuhannya paling bagus adalah Soebela (P. Rote). Pada umur 7 tahun setelah tanam, tinggi tanaman populasi Soebela ini mencapai 5,33 m dengan diameter setinggi dada 4,07 cm dan persen hidup sebesar 95,31%. Secara umum, tanaman cendana tahun tanam 2002 mempunyai persen hidup berkisar antara 30 % (populasi Pollen, Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan) sampai dengan 95 % (populasi Waisika, Alor Timur Laut, Alor).

(7)

Sedangkan untuk cendana tahun tanam 2005, persen hidupnya berkisar antara 27 % (populasi Bama, Pulau Flores) sampai dengan 95,3 % (populasi Soebala, Pulau Rote). Tampilan tanaman cendana umur 7 tahun pada Plot Konservasi eks-situ di Watusipat, Gunung Kidul dapat dilihat pada Gambar 4.

a b Gambar 4. Tanaman cendana umur 7 tahun (a dan b)

C. Evaluasi Regenerasi

Keberhasilan program konservasi suatu jenis juga dilihat dari kemampuan regenerasi tanaman tersebut untuk kelestarian jenisnya. Tanaman cendana dapat beregenerasi baik secara generatif maupun vegetatif. Secara generatif, tanaman cendana di Plot Konservasi Eks-situ Watusipat telah mulai berbuah pada kisaran umur 4 tahun. Masa berbuah dan berbunga cendana terjadi dua kali dalam setahun dengan puncak pembuahan terjadi pada bulan September. Diperlukan waktu 3 bulan sejak pembentukan bunga sampai dengan buah masak. Gambar bunga dan buah cendana yang ditemukan dari tanaman cendana di plot konservasi eks-situ, Watusipat disajikan pada gambar 5.

(8)

a b

Gambar 5. Regenerasi cendana di Plot Konservasi Eks-situ Watusipat Bunga (a); Buah (b)

Kemampuan regenerasi dari tanaman cendana di Plot Konservasi eks-situ Watusipat juga dapat dilihat dari banyaknya anakan alam yang tumbuh di seputar areal pertanaman. Terdapat variasi jumlah anakan yang mampu tumbuh pada beberapa kondisi tempat. Secara umum jumlah anakan yang ditemukan pada areal terbuka tanpa semak belukar maupun pohon tinggi paling sedikit dibandingkan jumlah anakan yang berada di bawah tegakan cendana maupun di bawah tegakan jati di dekat areal plot. Dengan demikian, disarankan bahwa untuk membangun suatu areal pertanaman cendana maka iklim mikro pada area tersebut harus terbentuk lebih dahulu, antara lain dengan menjadikan semak menjadi inang sementara di lapangan maupun sebagai pelindung serta penutupan permukaan tanah untuk menjaga kelembaban tanahnya. Kondisi permudaan alami pada areal Plot Konservasi eks-situ di Watusipat dapat dilihat pada Gambar 6.

Dari pengamatan terhadap pembungaan dan pembentukan buah, Baskorowati (2011) melaporkan bahwa cendana merupakan jenis tanaman yang melakukan penyerbukan silang (outcrossing). Persentase keberhasilan reproduksi cendana di kebun konservasi eks-situ Watusipat adalah sebesar 7,70% pada penyerbukan silang terkendali; 7,325% pada penyerbukan secara terbuka dan 1,075% pada penyerbukan sendiri. Sementara itu, jenis serangga penyerbuk yang mengunjungi bunga cendana ada 11 macam, tetapi yang paling dominan adalah lebah madu (Aphis mullifera). Dengan demikian, dalam rangka meningkatkan keberhasilan reproduksi dalam pengelolaan kebun konservasi cendana sangat dianjurkan untuk membangun sarang-sarang lebah madu.

(9)

a b

Gambar 6. Anakan cendana. tumbuh di semak-semak (a); anakan di bawah tegakan cendana (b)

D. Pembiakan Vegetatif

Secara vegetatif, teknik kultur jaringan untuk perbanyakan klon-klon yang ada di plot konservasi sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2003. Herawan dkk. (2003) melaporkan bahwa penggunaan beberapa kombinasi media tumbuh dengan zat pengatur tumbuh dapat meningkatkan pertunasan dan perakaran eksplan cendana. Media Woody Plant Medium (WPM) merupakan media terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan akar eksplan cendana. Kombinasi Media WPM dengan Zat Pengatur Tumbuh IBA 90 mg/liter mampu menginduksi perakaran dan pertunasan cendana. Herawan dkk. (2004) juga melaporkan bahwa teknik pemangkasan yang tepat, baik waktu maupun posisinya dalam tanaman, memberikan respon sangat baik terhadap keberhasilan induksi cendana. Ukuran eksplan 3-5 cm dan umur yang lebih tua keberhasilan induksnya lebih baik daripada yang sangat muda. Multiplikasi tunas cendana dengan sub kultur berulang mampu meningkatkan jumlah tunas majemuk. Setelah satu bulan, rata-rata persentasi induksi tunas mencapai 78,38%, jumlah tunas per tabung 5,4 buah dan rata-rata panjang tunas 16,2 cm.

(10)

E. Penanganan Hama dan Penyakit

Plot Konservasi eks-situ cendana tidak lepas pula dari keberadaan organisme pengganggu tanaman. Inventarisasi terhadap keberadaan hama/penyakit tanaman menunjukkan organisme pengganggu yang umum dijumpai pada tanaman cendana baik di persemaian maupun di lapangan antara lain adalah kutu daun, ulat daun serta embun jelaga. Beberapa organisme pengganggu tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

a b c

Gambar 7. Organisme pengganggu tanaman cendana di Plot Konservasi Eks-situ Watusipat Kutu daun (a); Ulat pemakan daun (b); Jamur embun jelaga (c)

Hama jenis kutu daun banyak dijumpai di persemaian. Kutu menghisap cairan sel daun sehingga pada daun timbul bercak-bercak hitam nekrosis. Setelah menyerang daun, kutu tersebut akan membentuk selubung yang keras dan melekat pada jaringan tanaman sehingga bila disemprot insektisida pun kurang efektif. Oleh karena itu, pengendaliannya dilakukan secara mekanis dengan cara memotong bagian tanaman / daun yang terserang. Ulat pemakan daun pada tanaman cendana diketahui dari jenis Delias sp (Lepidoptera, Pieridae). Serangan hama pada tanaman muda dapat menyebabkan kematian bibit, sedangkan pada tanaman tua di lapangan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Gejala serangan embun jelaga yang ditemukan adalah adanya lapisan hitam tipis yang melekat pada permukaan daun. Serangan embun jelaga ini dapat mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis pada daun sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Fiani dkk., 2012)

Anonim (2012) menyatakan bahwa dari hasil pengamatan diketahui bahwa rata-rata nilai indeks kerusakan (NIK) cendana dari masing-masing provenan berkisar antara 1,89 (provenan Katikutana, Sumba Barat, Sumba) hingga 3,08 (provenan Snok, Amanatun Utara, Timor Tengah Selatan, Timor); dengan NIK rata-rata dalam plot 2,49. Menurut Pudjiono

(11)

(2004) dan Khoiri (2004), NIK pada cendana tersebut termasuk kelas sehat – ringan. Dengan demikian plot konservasi eks-situ cendana di Watusipat Gunung Kidul memiliki kelas kerusakan yang relatif kecil.

IV. MANFAAT KE DEPAN DARI PLOT KONSERVASI CENDANA WATUSIPAT

Plot konservasi eks-situ cendana di Watusipat ini memiliki koleksi materi genetik yang cukup lengkap dilihat dari asal sebaran alamnya. Sementara di daerah asal tegakan cendana yang dulu pernah diambil materi genetiknya, saat ini sebagian besar sudah tidak ada lagi. Dengan demikian keberadaan Plot konservasi eks-situ cendana ini diharapkan akan mampu menyelamatkan cendana dari kepunahan. Melihat kemampuan regenerasinya, Plot konservasi eks-situ Watusipat memiliki potensi sebagai sumber benih untuk pengembangan cendana di daerah lain yang sesuai, baik secara generatif maupun vegetatif.

Plot konservasi eks-situ cendana di Watusipat ini mempunyai koleksi materi genetik yang cukup lengkap, sehingga diharapkan plot ini ini dapat menjadi laboratorium alam yang bisa menjadi ajang penelitian tentang cendana dari berbagai aspek, serta menjadi plot percontohan tentang keberhasilan penanaman cendana. Hasil utama yang diharapkan dari tanaman cendana adalah kayu teras dan minyak cendana yang diperoleh dari destilasi kayu teras. Oleh Karena itu, ke depan penelitian tentang potensi pembentukan kayu teras dan kandungan minyak dari masing-masing populasi terkoleksi perlu dikaji lebih lanjut.

V. PENUTUP

Cendana merupakan tanaman asli Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Namun demikian populasi di alam semakin menyusut. Untuk mencegah cendana dari kepunahan dan mempertahankan keragaman genetiknya, maka konservasi sumberdaya genetik cendana merupakan hal yang sangat diperlukan. Pembangunan Plot Konservasi Eks-situ cendana telah dilakukan di KHDTK Watusipat, Gunung Kidul seluas 3,5 ha. Koleksi materi genetik sebanyak 20 populasi, 18 populasi berasal dari sebaran alam di Nusa Tenggara Timur, sedangkan 2 populasi adalah ras lahan Pulau Jawa dengan nilai keragaman genetik yang cukup tinggi. Evaluasi terhadap Plot Konservasi telah dilakukan, baik terhadap kinerja pertumbuhan, kemampuan regenerasi maupun terhadap kesehatan tanamannya. Secara umum kondisi tanaman dalam plot termasuk kategori kelas sehat ringan, dengan kerusakan yang relatif kecil. Selanjutnya dari plot konservasi tersebut diharapkan akan lebih bermanfaat untuk kegiatan penelitian tentang cendana, maupun menjadi sumber benih untuk pengembangan cendana pada daerah pengembangan yang sesuai baik secara generatif maupun vegetatif.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Laporan Tahunan Tahun 2011 Buku 2, Kementerian Kehutanan, Badan Litbang Kehutanan, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta.

Baskorowati, L. 2011. Implikasi Biologi Reproduksi Terhadap Konservasi Genetik Jenis Santalum album, Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 5 : 1 - 11.

Fiani, A., Windyarini, E. dan Yuliah. 2012. Evaluasi Kesehatan Cendana (Santalum album Linn.) di Kebun Konservasi Ex-situ Watusipat Gunung Kidul, Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Pengusahaan Hutan Untuk Produktivitas Hutan, Bogor, 14 Juni 2012

Haryjanto, L. 2009. Keragaman Genetik Cendana (Santalum album Linn.) di Kebun Konservasi Ex Situ Watusipat, Gunung Kidul, dengan Penanda Isoenzim. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 3 : 127-138.

Herawan, T., Nai’em, M. dan Sulaksono, G. 2003. Pengaruh penggunaan Media dan Zat pengatur Tumbuh Pada Perbanyakan Cendana (Santalum album Linn.) Secara Kultur Jaringan, Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 1: 55 - 61.

Herawan, T., Jayusman dan Haryjanto, L. 2004. Perbanyakan Klon Cendana (Santalum album L) Melalui Kultur Jaringan, Prosiding Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian, Yogyakarta 11-12 Oktober2004.

Rimbawanto, A., Widyatmoko, AYPBC. dan Sulistyowati, P. 2006. Distribusi Keragaman genetik populasi Santalum album L. Berdasarkan penanda RAPD. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 3 : 175 - 181.

Surata K.I. 2010. Intensifikasi Pengembangan Cendana (Santalum album L.) Dengan Pola Tumpang Sari Di Nusa Tenggara Timur, Prosiding Seminar Nasional Kontribusi Litbang Dalam Peningkatan Produktivitas Dan Kelestarian Hutan, Puslitbang Peningkatan Produktivitas Tanaman Hutan, Bogor, 29 November 2010.

Gambar

Tabel 1.  Daftar provenans materi genetik cendana di Plot Konservasi eks-situ Watusipat,  Gunung Kidul
Gambar 2.  Pemeliharaan Tanaman di Plot Konservasi Eks-situ Watusipat
Gambar 3.  Kegiatan pemeliharaan tanaman di lapangan. Pengangkutan air (a);
Gambar 5.  Regenerasi cendana di Plot Konservasi Eks-situ Watusipat Bunga (a);  Buah (b)
+3

Referensi

Dokumen terkait

namun dengan kekuatan Taste yang berbeda dari kopi Contrast ,dari sini dapat dilakukan pengembangan produk, seperti memberikan variasi variasi menu dari kopi itu, dan

ganda dan atau essa $bser%asi Kiner!a he%klist obser)asi kiner!a saat melakukan pengamatan %ara ker!a enAme  J"rna atatan guru selama proses pembela!aran terkait

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ekspresi iNOS meningkat secara signifikan pada sel tubulus proksimal ginjal yang diinfeksi Plasmodium (p<0,05) dan mengalami

7 Dalam penelitian lain ditemukan bahwa anak yang berasal dari keluarga dengan kondisi air dan sanitasi kurang baik lebih sering mengalami diare daripada anak yang berasal

Terdapat beberapa catatan penting terkait keberadaan lembaga Kepresidenan dalam konteks sistem presidensiil saat ini, yakni pertama, perubahan cara pengisian jabatan

Dari beberapa analisis data yang telah dasajikan berikut pembahasannya yang telah dipaparkan, maka dapat disampaikan bahwa secara umum penggunaan bahasa dalam media

Variabel Kontrol Pengalaman Dari gambar di atas terlihat variabel Pengalaman dalam penggunaan komputer juga mempengaruhi pengaruh antara variabel bebas yang diujikan