• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Gambaran Umum Lokasi Pengamatan

Pengamatan hama dan penyakit dilakukan pada pertanaman bunga matahari milik petani binaan atau pemula di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor (Gambar 1). Lahan yang digunakan sebagai areal penanaman bunga matahari sebelumnya telah ditanami jagung, diberakan selama 1 bulan, kemudian ditanami tanaman bunga matahari pertama, dan sekitar 1 bulan kemudian ditanami tanaman bunga matahari kembali. Suhu pada lahan pertanaman sekitar 33,9ºC. Pertanaman bunga matahari dikelilingi pertanaman ubi jalar dan jagung di bagian Selatan, persawahan di bagian Utara, lahan kosong di bagian Barat dan Timur. Selain itu, terdapat pohon kelapa dan pisang disekitarnya meskipun tidak banyak. Kondisi lahan budidaya banyak ditumbuhi gulma, dengan kondisi lahan seperti itu dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman bunga matahari, yaitu menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan menjadi kerdil. Di kebun tersebut, saat tanaman memasuki fase reproduksi, tinggi tanaman tidak mencapai 1 meter, sedangkan berdasarkan keterangan dari petani tanaman bunga matahari dapat tumbuh hingga ketinggian 0,9-4 meter.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi variasi jumlah serangga hama, kerusakan tanaman dan kejadian penyakit di antaranya teknik budidaya tanaman oleh petani sebagai berikut. Berdasarkan keterangan petani contoh, benih contoh yang ditanam adalah kultivar Aztec Gold Hybrid, yang memiliki ciri fisik biji berwarna hitam. Benih yang ditanam berasal dari hasil perbanyakan biji dari tanaman generasi kedua. Jarak tanam yang digunakan adalah 60 cm x 30 cm pada luas lahan 3000 m2. Tanah mengalami pengolahan, dicangkul, dibuat guludan agar tidak terendam air. Pupuk yang digunakan adalah urea dan NPK, pupuk ini diberikan pada tanaman setelah tanaman berumur 1 minggu dan kemudian dilakukan setiap 3 minggu sekali. Penyemprotan pestisida berbahan aktif fipronil dilakukan jika tampak pada tanaman ada hama atau ulat, dengan takaran 5 ml formulasi Regent 50 SC dalam 1000 ml air. Berdasarkan pengamatan dapat

(2)

Gambar 1 Lahan pertanaman bunga matahari yang baru diolah

ditunjukkan bahwa kendala utama saat budidaya tanaman ini adalah sebelum tanaman dipanen, beberapa tanaman mengalami kelayuan, bahkan gejala penyakit tanaman mulai teramati sejak pengamatan pertama dilakukan. Selain itu, perawatan tanaman juga menjadi faktor penghambat budidaya. Petani setempat tidak memiliki pengetahuan cukup mengenai pemupukan, sehingga perawatan tidak maksimal dan penyiraman pun dilakukan bergantung pada tingkat kekeringan tanah. Oleh karena itu, perkembangan tanaman tidak maksimal dan perkembangan lebih lanjut banyak biji yang kempis tidak berisi, padahal penanaman tanaman ini semula diharapkan untuk memproduksi kuaci dan minyak sayur.

Hama dan Penyakit Tanaman Bunga Matahari

Hama pada Tanaman Bunga Matahari

Keanekaragaman jenis serangga pada tanaman bunga matahari yang ditemukan di lapang di antaranya adalah serangga dengan pola makan menggigit-mengunyah, yaitu belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae), ulat penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera (Hbn.) dan ulat grayak Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae), ulat bulu Amsacta transiens Wlk. (Lepidoptera: Arctiidae), ulat bulu Clostera restitura (Wlk). (Lepidoptera: Notodontidae) dan ulat bulu Euproctis virguncula Wlk. (Lepidoptera: Lymantriidae), ulat jengkal

(3)

(Lepidoptera: Geometridae), serta ulat kantung (Lepidoptera: Psychidae); dan serangga dengan pola makan menusuk-menghisap, yaitu kepik hijau Nezara

viridula (Linn.) (Hemiptera: Pentatomidae), dan wereng daun Amrasca biguttula biguttula Ish. (Hemiptera: Cicadellidae) Kepadatan populasi masing-masing

serangga hama juga ditunjukkan pada Gambar 2. Rata-rata suhu dan kelembapan nisbi harian di lingkungan pertanaman bunga matahari adalah 33,9 ºC dan 25% (Lampiran 5).

Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, kepadatan populasi masing-masing serangga hama cenderung meningkat setiap minggunya, kecuali kepadatan populasi belalang Oxya sp. yang nampak menurun dan tidak ditemukan lagi di pertanaman pada pengamatan selanjutnya, yaitu dari 0,08 ekor/50 tanaman pada 2 MST menjadi 0 ekor/50 tanaman pada 3 MST. Kepadatan populasi kepik

N. viridula yang ditemukan di lapangan relatif meningkat setiap minggunya,

dengan jumlah populasi tertinggi dibandingkan dengan populasi serangga lainnya, yaitu berkisar 0,12-0,88 ekor/50 tanaman pada 6-9 MST. Hill (1987), menyebutkan bahwa biji bunga matahari merupakan inang utama N. viridula. Tinggi rendahnya kepadatan populasi serangga hama di lapang disebabkan faktor intrinsik serangga hama dan faktor ektrinsik atau lingkungan (biotik dan abiotik), seperti migrasi, keberadaan inang utama atau inang alternatif, atau ketertarikan biologi serangga hama terhadap inangnya (Hill 1987).

(4)

Kepadatan populasi E. virguncula di lapang merupakan populasi yang cukup tinggi setelah N. viridula, yaitu 0,02-0,26 ekor/50 tanaman yang meningkat pada 4 MST. Pada pengamatan ini, ulat bulu A. transiens memiliki kepadatan populasi yang relatif rendah di pertanaman, yaitu berkisar 0,02-0,04 ekor/50 tanaman. Hasil tinjauan berbagai pustaka, ulat ini tidak tercatat sebagai hama tanaman bunga matahari, sehingga keberadaan ulat diduga oleh adanya migrasi dari tanaman semula yang berada disekitarnya. Meskipun demikian, ulat ini berpotensi menyebabkan penggundulan daun, karena satu ekor ulat instar lanjut mampu menghabiskan 2-3 helai daun setiap kali makan. Kepadatan populasi hama lain, yaitu ulat grayak S. litura, ulat bulu C. restitura, ulat jengkal, serta ulat kantung sangat rendah, jumlah populasinya masing-masing berkisar antara 0,02-0,06 ekor/50 tanaman. Berdasarkan pengamatan, penyebab rendahnya kepadatan populasi ulat kantung dan ulat jengkal diduga karena bunga matahari bukan inang utama ulat ini, seperti contohnya keberadaan ulat kantungdi lapangan dapat disebabkan oleh migrasi dari tanaman inang utama yaitu kelapa sawit dan pisang yang terdapat di sekitar pertanaman. Demikian halnya dengan penemuan ulat S.

litura di pertanaman diduga karena ada migrasi dari inang utamanya, yaitu ubi

jalar yang terdapat disekitar pertanaman, sedangkan C. restitura diduga karena sanitasi pertanaman yang kurang baik, sehingga kebun banyak ditumbuhi gulma yang menjadi salah satu inang dari hama ini. Jumlah populasi H. armigera dan A.

biguttula biguttula, masing-masing berkisar 0,02-0,08 ekor/50 tanaman dan

0,04-0,18 ekor/50 tanaman, relatif lebih tinggi dari jumlah serangga di atas. Menurut Hill (1987) & (CAB International 2005), tanaman bunga matahari merupakan inang utama dari kedua hama tersebut.

Berdasarkan hasil pengamatan, serangga hama yang dinilai penting dalam penurunan hasil produksi biji bunga matahari adalah kepik N. viridula dan

H. armigera yang menyerang biji, karena keduanya merupakan hama utama dan

menyebabkan biji tidak dapat dipanen. Kedua hama ini juga dilaporkan sebagai hama utama pada tanaman bunga matahari di Amerika Utara. Serangan ulat

S. litura dan Amsacta sp. yang menyerang daun menyebabkan daun gundul dan

pertumbuhan tanaman terhambat, meskipun kedua hama ini bukan merupakan hama utama tanaman bunga matahari, dan serangan wereng hijau A. biguttula

(5)

biguttula menyebabkan daun menguning dan mengkeriting yang dilaporkan

sebagai hama utama tanaman bunga matahari di Amerika Utara (Hill 1987).

Belalang, Oxya sp.

Belalang Oxya sp. memiliki tubuh berukuran, 3-3,5 cm, bagian permukaan ventral tubuh berwarna hijau muda kekuningan, sedangkan bagian dorsal tubuh berwarna hijau kecokelatan (Gambar 3). Belalang ini memakan daun muda maupun daun tua tanaman bunga matahari. Gejala kerusakan berupa lubang gerigitan pada tengah dan tepi daun hingga daun habis. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa belalang cenderung menyerang daun tanaman bunga matahari saat fase tanaman vegetatif, yaitu 2 dan 3 MST. Hal tersebut diduga, belalang relatif lebih menyukai daun tanaman bunga matahari yang masih berumur muda. Kedatangan belalang ini diperkirakan karena pertanaman bunga matahari berdekatan dengan hamparan padi sawah di bagian timur kebun, dan diketahui bahwa belalang ini merupakan hama tanaman padi di lahan sawah basah, rawa, maupun lahan agak kering (Hill 1987).

(6)

Ulat Penggerek Tongkol Jagung, Helicoverpa armigera (Hbn.)

Hasil pengamatan di lapang, menunjukkan bahwa tubuh ulat H. armigera berukuran 3-35 mm berwarna cokelat muda dengan permukaan integumen berkutil dan ditumbuhi rambut halus (Gambar 4). Tubuh ulat memiliki variasi warna, yaitu hijau kekuningan, hijau, hijau kecokelatan, cokelat tua, dan cokelat muda. Larva instar lanjut berukuran 40 mm. Menurut Hill (1987), ulat ini termasuk hama yang polifag yaitu pemakan segala tanaman dan termasuk hama utama pada tanaman bunga matahari (Hill 1987). Pada tanaman bunga matahari, larva H. armigera menggerek bagian biji saat bunga mekar atau piringan biji dalam keadaan terbuka dan ada pula yang memakan daun. Setiap daun atau bunga hanya terserang oleh satu ekor larva saja, diduga karena larva ini bersifat kanibal.

Gambar 4 Ulat penggerek tongkol jagung, Helicoverpa armigera (Lepidoptera: Noctuidae). Atas: tubuh larva dilihat dari samping, bawah: larva sedang menggerek biji

(7)

Pada fase generatif kerusakan bunga oleh hama H. armigera terjadi pada 6 MST (Gambar 5). Kerusakan pada bunga tersebut disebabkan oleh ulat tongkol jagung H. armigera. Secara umum, luas serangan meningkat setiap minggunya seiring pertumbuhan tanaman. Rendahnya luas serangan pada 6-8 MST yaitu 2-8,9% diduga karena jumlah ulat di lahan pertanaman yang rendah disertai tanaman yang mulai berbunga relatif masih rendah. Namun, pada 9 MST tampak luas serangan yang meningkat tajam, yaitu mencapai 21,7%. Hal tersebut diduga karena pada minggu ke-9 jumlah bunga yang mekar mulai bertambah sehingga jumlah serangga hama maupun luas serangan hama bertambah yang berbanding lurus dengan luas serangannya. Sebagai tambahan, serangan pada bunga yang disebabkan oleh kepik N. viridula juga cukup tinggi (Gambar 5). Menurut Schneiter & Miller (2007), saat tanaman berumur 8 MST bunga masih dalam fase generatif awal (kuncup atau early flower), sedangkan mulai berumur 9 MST umumnya tanaman telah memiliki bunga sempurna dengan biji yang telah terbentuk. Serangga dapat hidup dan berkembangbiak apabila ketersediaan makanan mencukupi kebutuhannya (Hill 1987).

(8)

Ulat Grayak, Spodoptera litura (F)

Ulat grayak S. litura merupakan hama polifag. Menurut Hill (1987), hama ini bukan sebagai hama utama tanaman bunga matahari. Ngengat berwarna cokelat gelap keabu-abuan, panjang tubuh 1,5-2 cm dan rentang sayap 3-3,8 cm (Gambar 6). Warna tubuh ulat grayak bervariasi. Tubuh larva instar akhir berwarna hijau kehitaman dengan tanda bulan sabit berwarna hitam pada kedua sisi ruas abdomen ke-4 hingga ke-9, yang terletak di antara dua garis longitudinal berwarna kuning di bagian lateral dan laterodorsal (Kalshoven 1981). Pada saat pengamatan, satu atau dua ekor larva instar 2 atau 3 ditemukan berkelompok pada lipatan daun disertai gejala kerusakan yang ditimbulkan berupa lubang-lubang gerigitan pada daun bunga matahari dengan menyisakan tulang daun, sehingga menghasilkan gejala menyerupai jaring. Selain itu terdapat larva instar lanjut yang ditemukan pada daun dengan gejala lubang bekas gerigitan yang hampir menghabiskan seluruh daun.

Gambar 6 Imago ulat gerayak Spodoptera litura

(9)

Ulat Bulu, Amsacta transiens Wlk.

Ulat bulu ini merupakan serangga polifag. Tubuh larva berukuran 3-5 cm. Larva berwarna oranye kecokelatan dengan kepala bagian depan hitam dan tungkai yang berwarna cokelat kemerah-merahan (Gambar 7). Pada bagian dorsal tubuh terdapat pita memanjang berwarna kuning kecokelatan (7a), dilengkapi rambut-rambut pendek berwarna kuning kecokelatan (7b) dan rambut-rambut yang lebih panjang berwarna kuning berujung abu-abu (7c), dan pada bagian lateral setiap ruas tubuh terdapat pita dengan arah miring (7d). Tanda morfologi tubuh ulat ini mirip dengan ulat spesies Amsacta transiens Walk. yang diuraikan oleh Kalshoven (1981). Larva instar lanjut relatif banyak ditemukan ketika tanaman memasuki fase pertumbuhan generatif, dan seringkali ditemukan di bagian permukaan bawah daun. Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh ulat bulu ini adalah berupa gerigitan yang dimulai pada tepi daun hingga ke tengah daun (Gambar 7). Ulat ini sangat rakus, dan dapat menghabiskan seluruh daun, sehingga diduga dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman bunga matahari terhambat.

Gambar 7 Ulat bulu Amsacta transiens. (Lepidoptera: Arctiidae). Kiri: a. Pita dorsal memanjang , b. rambut integumen pendek, c. Rambut integumen panjang, d. pita lateral arah miring; Kanan: Ulat dan gejala serangan pada daun bunga matahari.

(10)

Ulat Bulu, Clostera restitura

Menurut Kalshoven (1981), ulat C. restitura ini dilaporkan terdapat pada tanaman lobi-lobi, rukem dan Flacourtiaceae liar. Tubuh larva berukuran 3-5 cm. Larva instar awal berwarna hijau gelap dengan pita hijau terang di bagian dorsal tubuh, sedangkan larva instar lanjut berwarna oranye kecokelatan dan pada ruas abdomen ke-dua dan ke-delapan terdapat tonjolan ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam (Gambar 8). Saat pengamatan, umumnya ulat ditemukan pada

Gambar 8 Ulat bulu Clostera. restitura (Lepidoptera: Notodontidae). Atas: ulat pada daun muda; bawah: ulat pada biji.

(11)

tanaman bunga matahari fase vegetatif dan seringkali ditemukan di bagian permukaan daun tua yang terletak di bagian bawah tanaman. Ulat memakan daun mulai dari tepi hingga ke tengah daun tetapi tidak menggunduli daun. Pupa ditemukan bergelantung pada sisa daun yang telah dimakan. Hama ini banyak ditemukan di pertanaman diduga karena petani tidak melakukan pengendalian gulma sehingga sanitasi kebun kurang, karena saat pengamatan banyak larva ditemukan pada gulma di sekitar pertanaman.

Ulat Bulu Euproctis virguncula

Tubuh larva secara umum berukuran 2,5-3 cm. Tubuh larva instar awal berwarna kuning pucat dengan kumpulan sikat rambut berwarna hitam di bagian dorsal tubuh. Tubuh larva instar lanjut berwarna cokelat kotor, ditumbuhi rambut berwarna putih kelabu, dengan pita dorsal berwarna kuning dan garis merah di bagian tengahnya. Di bagian belakang kepala terdapat sepasang tuberkel (bintil) berwarna merah oranye menumpu sikat rambut berwarna cokelat. Di bagian distal kepala hingga ujung abdomen terdapat deretan bintil hitam dengan bintik-bintik warna putih yang menumpu rambut rambut pada tubuh (Gambar 9). Tanda morfologi tubuh ulat ini sesuai dengan tanda ulat spesies Euproctis virguncula Walk. yang diuraikan oleh Kalshoven (1981). Tanda lain ulat ini adalah pada ruas abdomen ke-tiga, ke-empat, dan ke-sepuluh terdapat sepasang bintil yang menumpu sikat rambut berwarna cokelat tua, seperti contoh gambar E.catala yang dilaporkan oleh Kalshoven (1981). Hasil pengamatan menunjukkan larva instar awal menyerang tanaman bunga matahari secara bergerombol pada daun saat fase vegetatif, yaitu berupa gejala kerusakan daun menyerupai jala. Larva instar awal ini juga ditemukan menyerang reseptakel bunga saat fase generative. Selain merusak bagian tanaman, ulat ini seringkali meninggalkan eksuvia (bekas ganti kulit) yang berambut lebat, sehingga dari segi keindahan tanaman menyebabkan ketidaknyamanan dan kotor. Larva instar lanjut menyerang daun maupun reseptakel tanaman secara soliter. Gejala kerusakan oleh larva instar lanjut ini berupa gerigitan pada pangkal reseptakel bunga seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.

(12)

Gambar 9 Ulat Euproctis virguncula (Lepidoptera: Lymantriidae) pada dasar dan kelopak bunga matahari

Ulat Jengkal (Lepidoptera: Geometridae)

Tubuh ulat jengkal Geometridae berukuran 3-3,5 cm. Larva muda berwarna hijau dan larva instar lanjut berwarna cokelat kehijauan (Gambar 10). Larva memiliki tiga proleg, dua proleg terletak pada ruas abdomen ke-5 dan 6, dan satu proleg berada pada ruas akhir abdomen. Larva bergerak dengan cara menjengkal. Hama ini hanya menyerang daun bunga matahari yang masih muda dengan cara memakannya mulai dari tepi daun hingga ke tengah, namun tidak sampai menghabiskan seluruh daun.

(13)

Ulat Kantung (Lepidoptera: Psychidae)

Ulat kantung Psychidae ditemukan menyerang daun tanaman bunga matahari. Ulat membentuk kantung berwarna hitam kelabu kecokelatan dan tinggal didalamnya sehingga ulat akan selalu membawa kantungnya (Pracaya 2007). Kantung terbuat dari daun-daun kering yang dirangkai dengan bantuan benang sutera (Kalshoven 1987). Bagian atas dan bawah kantung tetap terbuka untuk makan dan mengeluarkan feses. Bila bagian bawah kantung ditekan, ulat akan muncul keluar dari kantung. Tubuh ulat ini berwarna cokelat kemerahan dan berukuran 35 mm. Pada pengamatan di lapang ditemukan pupa ulat kantung pada daun muda tanaman bunga matahari (Gambar 11). Menurut Hill (1987), saat akan berpupa ulat menggantung pada daun dengan bantuan benang sutera.

Larva instar awal hanya memakan epidermis daun saja sehingga gejala kerusakan menyerupai jaring, sedangkan larva instar lanjut memakan daun muda maupun daun tua hingga ke tulang daun. Kerusakan oleh ulat kantung pada

(14)

pertanaman bunga matahari relatif rendah diduga karena di sekitar pertanaman bunga matahari terdapat pohon pisang dan kelapa yang merupakan inang utama, sehingga ulat tersebut lebih memilih tanaman tersebut sebagai inang utamanya. Menurut Pracaya (2007), inang utama dari ulat kantung ini dilaporkan adalah kelapa, kelapa sawit, dan pisang. Walaupun ulat ini bersifat polifag, Hill (1987) tidak melaporkan sebagai hama utama pada tanaman bunga matahari.

Selain mengamati hama, luas serangan dan tingkat kerusakan tanaman diamati. Persentase luas serangan dan kerusakan tanaman bunga matahari ini disebabkan oleh serangga menggigit mengunyah pada daun yaitu ulat dan belalang yang secara umum meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman (Gambar 12).

Luas serangan terendah terjadi pada awal tanam yang hanya mencapai 14,3% dan perlahan-lahan meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif (4 MST) menjadi 40,8%. Rata-rata luas serangan bertambah pada fase generatif tanaman yaitu 5 MST menjadi 78% dan luas serangan tertinggi pada fase akhir pertumbuhan tanaman dicapai hingga 100%. Rata-rata tingkat kerusakan tanaman juga rendah pada fase vegetatif berkisar mulai 1-4 minggu setelah tanam dengan tingkat kerusakan 5-13,7% dan rata-rata tingkat kerusakan

Gambar 12 Rata-rata luas serangan dan tingkat kerusakan tanaman bunga matahari oleh serangga hama penggigit pengunyah

(15)

tertinggi dicapai pada 9 minggu setelah tanam yaitu 95,5%. Kerusakan daun ini meningkat secara bertahap setiap minggu, walaupun pada minggu ke-2 tampak kerusakan sedikit meningkat dibandingkan minggu ke-3. Hal ini diduga bahwa daun yang terserang saat pengamatan selanjutnya (3 MST) gugur dan dalam setiap satu kali interval pengamatan umumnya tumbuh 2-4 helai daun baru, sedangkan daun baru tersebut ada yang tidak terserang hama seperti pengamatan sebelumnya.

Rendahnya tingkat kerusakan pada 1-4 MST diduga karena jumlah daun yang masih sedikit, sehingga serangga belum banyak yang hinggap pada tanaman budidaya serta variasi hama yang belum beragam. Sebaliknya tingginya tingkat kerusakan pada 5-9 MST diduga terjadi karena migrasi serangga pemakan daun dan bunga. Pada tanaman berumur muda, jumlah daun masih sedikit, sehingga serangga yang hinggap jumlahnya terbatas. Keanekaragaman jumlah serangga hama di pertanaman mempengaruhi luas serangan dan kerusakan yang ditimbulkan. Semakin tinggi jumlah dan keanekaragaman jenis atau spesies serangga hama di pertanaman, semakin tinggi luas serangan dan kerusakan yang ditimbulkannya (Hill 1987). Menurut Schneiter & Miller (2007), bunga matahari berumur 1-4 MST hanya tumbuh sekitar 2-8 daun saja dengan panjang daun hanya 4 cm dan sebaliknya pada 5-9 MST jumlah daun meningkat hingga 20 helai dan luasan daun bertambah pada setiap tanaman.

Kepik Hijau, Nezara viridula (Linn.)

Kepik N. viridula termasuk serangga polifag. Imago kepik berwarna hijau merata, berukuran 16 mm (Gambar 13). Inang utama hama ini adalah kedelai, walaupun dapat ditemukan pula pada inang lain seperti padi, jagung, tembakau, kentang, cabai, kapas dan berbagai jenis pepolongan. Menurut Hill (1987) kepik hijau merupakan hama utama yang menyerang biji bunga matahari. Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa bagian biji yang terserang terdapat bekas tusukan berupa bintik hitam. Isapan kepik menyebabkan biji kempis yang diduga mengakibatkan kadar minyak biji menurun.

(16)

Gambar 13 Kepik hijau Nezara viridula (Hemiptera: Pentatomidae)

Wereng Daun, Amrasca biguttula biguttula Ish.

Wereng hijau A. biguttula biguttula berukuran 2-2,5 mm, tubuh berwarna hijau muda atau hijau kekuningan, tungkai berwarna hijau dan sayap transparan (Gambar 14). Ukuran sayap melebihi panjang tubuhnya. Wereng hijau ini menghisap daun tanaman bunga matahari. Gejala kerusakan yang ditimbulkan berupa daun menguning atau berwarna hijau kekuningan dan daun mengkeriting.

Gambar 14 Nimfa wereng daun Amrasca. Biguttula

biguttula

Wereng sangat aktif, apabila terganggu mereka cepat bergerak ke tepian daun untuk mencari tempat yang aman. Wereng daun ini polifag dan merupakan hama utama pada bunga matahari (CAB International 2005).

(17)

Penyakit pada Tanaman Bunga Matahari

Penyakit yang ditemukan pada tanaman bunga matahari adalah layu fusarium (Fusarium sp.), bercak daun (Choanephora sp. dan Curvularia sp.), busuk bunga (Rhizopus sp.), dan hawar alternaria (Alternaria sp.). Tingkat kejadian penyakit secara umum stabil pada fase vegetatif tanaman, yaitu mulai pengamatan minggu I sampai minggu VI, dan cenderung meningkat dengan cepat pada fase generatif tanaman mulai pengamatan minggu VII hingga akhir pengamatan (Gambar 15). Rata-rata kejadian penyakit pada daun disebabkan oleh cendawan Curvularia sp. dan Choanephora sp., masing-masing berkisar 0-42,2% dan 0-55,6%, sedangkan pada bunga yang disebabkan oleh cendawan Alternaria sp. dan Rhizopus sp., masing-masing berkisar 0-47,8% dan 0-20,8%. Layu fusarium merupakan gejala penyakit yang menyerang seluruh tanaman dan memiliki kejadian penyakit yang berkisar 0-10,2%, merupakan kisaran kejadian penyakit terendah.

Gambar 15 Tingkat kejadian penyakit setiap minggunya pada tanaman bunga matahari

Kisaran kejadian penyakit tertinggi pada daun disebabkan oleh cendawan

Choanephora sp., terutama pada 8 MST yang terlihat meningkat tajam, sedangkan

(18)

penyakit hawar yang disebabkan oleh Alternaria sp akan meningkat tajam pada saat fase generatif atau saat tanaman banyak yang berbunga, seperti 9 MST pada tanaman bunga matahari. Tinggi rendahnya kejadian penyakit di lapang diduga karena masing-masing gejala dapat menyerang tanaman pada kedua fase atau hanya salah satu fase petumbuhan saja, yaitu fase vegetatif atau fase generatif. Berdasarkan hasil pengamatan, gejala penyakit bercak daun yang disebabkan

Curvularia sp. dan Choanephora sp. serta layu fusarium telah nampak pada 2

MST, sedangkan gejala penyakit yang menyerang bunga, seperti busuk bunga dan hawar alternaria umumnya nampak pada 6 MST. Kejadian penyakit layu fusarium dan hawar alternaria diduga merupakan penyakit yang dinilai penting pada tanaman bunga matahari. Meskipun kejadian penyakit layu fusarium cenderung terlihat rendah setiap minggunya, namun mampu menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh normal bahkan menyebabkan tanaman mati sebelum tanaman berbunga. Kejadian tersebut terjadi pula pada hawar alternaria yang cenderung meningkat setiap minggu terutama pada 8 MST dan mampu menyebabkan biji tidak dapat dipanen. Kedua penyakit tersebut dinilai sebagai penyebab utama dalam penurunan hasil produksi.

Berdasarkan hasil pengamatan gejala penyakit, hanya hawar alternaria dan busuk bunga Rhizopus yang juga ditemukan menyerang tanaman bunga matahari di Amerika Utara. Namun, terdapat perbedaan antara hawar alternaria yang menyerang tanaman bunga matahari di Amerika Utara dengan di Indonesia, yaitu di Amerika Utara gejala penyakit ini menyerang bagian batang tanaman, sedangkan di Indonesia gejala penyakit menyerang bagian bunga dan biji tanaman. Untuk gejala penyakit lainnya merupakan gejala penyakit lokal, yang sampai saat ini hanya diketahui sebagai gejala penyakit yang menyerang tanaman bunga matahari di Indonesia.

(19)

Layu Fusarium (Fusarium sp.)

Penyakit layu fusarium (Fusarium sp.) pada tanaman bunga matahari ditunjukkan dengan gejala daun pucat, tampak suram dan layu. Tanaman menjadi kerdil dan pertumbuhannya terhambat (Gambar 16). Gejala layu tersebut diawali pada daun muda di bagian atas tanaman, kemudian sedikit demi sedikit menjalar ke seluruh tanaman dan akhirnya mati. Jika batang tanaman dibelah, tampak bagian pembuluh kayu berwarna cokelat. Kadang-kadang kelayuan tanaman diawali dengan menguningnya daun tua di bagian bawah tanaman. Penyakit layu fusarium ini dapat menyebabkan kematian pada tanaman berumur muda. Penyakit ini terbentuk pada fase pertumbuhan tanaman vegetatif maupun generatif. Sunarjono (1985 dalam Semangun 1997), menyatakan bahwa bila tanaman yang ditanam pada tanah yang kurang memiliki drainasi dan aerasi yang

Gambar 16 Gejala kerusakan tanaman oleh Fusarium sp. Kiri: Gejala layu fusarium; kanan: konidia Fusarium sp.

(20)

baik akan mudah terjangkit layu fusarium. Keadaan yang hampir sama diperoleh bahwa pertanaman bunga matahari yang terjangkit layu fusarium ini kurang mendapatkan drainasi dan aerasi yang baik, dan gejala serangan mulai tampak saat tanaman masih berumur 2 MST. Gejala penyakit layu ini memiliki kesamaan dengan gejala penyakit layu fusarium pada tanaman ketimun dan tanaman tomat, yaitu menyebabkan layu atau menguningnya daun-daun yang disertai dengan menjadi cokelatnya pembuluh kayu (Semangun 1997). Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman ini terserang cendawan Fusarium sp. dengan ciri: konidium berbentuk perahu kano atau sabit dan memiliki lebih dari satu sekat dan berwarna bening atau hialin (Barnett & Hunter 1998).

Bercak Daun Choanephora (Choanephora sp.)

Penyakit bercak daun choanephora (Choanephora sp.) pada tanaman bunga matahari ditunjukkan dengan gejala bercak cokelat pada daun yang mula-mula berukuran kecil kemudian beberapa bercak menyatu dan membesar menjadi bercak besar berbentuk tidak beraturan, dan bercak tersebut dikelilingi oleh halo kuning (Gambar 17). Apabila bercak terus melebar, maka seluruh daun berwarna cokelat dan daun menjadi kering. Penyakit ini terbentuk pada fase pertumbuhan tanaman vegetatif maupun generatif. Gejala tersebut ditemukan di seluruh bagian daun muda maupun tua, sehingga dapat menimbulkan kerugian yang berarti. Menurut Semangun (1997), bila bercak daun hanya menyerang daun tua saja, tidak akan menimbulkan kerugian yang berarti.

Gambar 17 Gejala kerusakan daun oleh Choanephora sp. Kiri: Gejala bercak daun; kanan: konidia Choanephora sp.

(21)

Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman tersebut terserang cendawan Choanephora sp. yang memiliki ciri konidium berbentuk jorong, bersel satu yang kedua ujungnya lancip serta berwarna cokelat agak gelap. Pada kedua ujung spora terdapat bentuk menyerupai rambut halus (Barnett & Hunter 1998).

Bercak Daun Curvularia (Curvularia sp.)

Penyakit bercak daun curvularia (Curvularia sp.) pada tanaman bunga matahari ditandai dengan gejala bercak dengan tepi tidak teratur pada bagian ujung daun. Bagian pusat bercak berwarna cokelat keputihan dan bagian tepi cokelat tua, dengan halo kuning (Gambar 18). Bercak meluas ke pangkal daun dan pada akhirnya seluruh daun mengering kemudian mati. Penyakit ini terbentuk pada fase pertumbuhan tanaman vegetatif maupun generatif. Menurut Wahyuni (1979 dalam Semangun 1997), gejala penyakit yang sama dilaporkan terjadi pada daun tanaman kencur, kunyit, dan kunci di Jawa Tengah.

Gambar 18 Gejala kerusakan daun oleh Curvularia sp. Kiri: Gejala bercak daun; kanan: spora Curvularia sp.

Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman tersebut terserang cendawan Curvularia sp. yang memiliki ciri konidium bersekat 3-5, bentuk konidium jorong dan menyempit di kedua ujungnya. Pada beberapa

(22)

konidia berkembang lebih lanjut dan bentuknya berubah membengkok atau menyiku. Konidium berwarna cokelat gelap di bagian tengah dan lebih terang di kedua ujung (Barnett & Hunter 1998).

Busuk Bunga (Rhizopus sp.)

Penyakit busuk bunga (Rhizopus sp.) ditandai dengan gejala awal bercak basah kecokelatan yang tidak merata pada reseptakel bunga matahari. Bercak kemudian meluas ke bagian tangkai bunga maupun mahkota bunga hingga ke biji (Gambar 19). Jaringan bertanda bercak menjadi busuk lunak dan mengandung banyak air. Penyakit ini hanya akan menyerang bila bunga sudah terbentuk atau saat fase pertumbuhan tanaman generatif. Namun, pada saat pengamatan kondisi cuaca kering yaitu mencapai 33,9 ºC, sehingga bunga terserang bergejala busuk kering. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman tersebut terserang cendawan Rhizopus sp. yang memiliki ciri konidium bulat disertai dengan konidiofor yang tidak bersekat dan pada ujung konidiofor terdapat rizoid (Barnett & Hunter 1998).

Gambar 19 Gejala kerusakan pada bunga matahari oleh cendawan Rhizopus sp. Kiri: gejala busuk bunga; kanan: konidium Rhizopus sp.

(23)

Hawar Alternaria (Alternaria sp.)

Penyakit hawar alternaria (Alternaria sp.) pada tanaman bunga matahari ditandai dengan gejala perkembangan bercak cokelat sampai cokelat tua pada kelopak bunga kemudian menyebar ke seluruh bunga. Bercak yang meluas ini menyebabkan seluruh kelopak berwarna cokelat gelap dan kering (Gambar 20).

Gambar 20 Gejala kerusakan pada bunga matahari oleh cendawan Alternaria sp. Kiri: gejala hawar; kanan: konidium Alternaria sp.

Penyakit ini terbentuk pada fase pertumbuhan tanaman generatif atau umumnya saat tanaman berumur 8 MST. Menurut Anon (1985 dalam Semangun 1997), hawar ini lebih sering dijumpai pada daerah yang beriklim kering dan lembab. Pertanaman yang kurang subur cenderung lebih rentan terhadap penyakit (Anon 1977 dalam Semangun 1997). Berdasarkan pengamatan di lapangan, tanaman bunga matahari ditanam pada pertanaman yang kurang subur dengan suhu setiap kali pengamatan yang cukup tinggi, yaitu berkisar 33,9 °C dengan kelembaban nisbi 25%. Tanaman bunga matahari yang sudah berbunga cenderung lebih rentan terhadap penyakit ini. Gejala penyakit pada tanaman bunga matahari yang ditimbulkan memiliki kesamaan dengan gejala penyakit pada daun tanaman kentang, yaitu memiliki gejala khas bercak cokelat awal dengan cincin yang sepusat. Hasil pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa tanaman tersebut terserang cendawan Alternaria sp. yang memiliki ciri konidia yang berwarna gelap dan dilengkapi sekat menyilang maupun longitudinal (Barnett & Hunter 1998).

Gambar

Gambar 1  Lahan pertanaman bunga matahari yang baru diolah
Gambar 2  Jumlah populasi serangga pada tanaman bunga matahari
Gambar 3  Nimfa belalang Oxya sp. (Orthoptera: Acrididae)
Gambar 4   Ulat penggerek tongkol jagung, Helicoverpa armigera (Lepidoptera:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan gejala penyakit di lapangan pada tanaman cabai dipertanaman rakyat kabupaten kepulauan selayar ditemukan adanya penyakit bercak daun

Gejala penyakit bercak daun Cordana yang tampak pada daun adalah mula-mula timbul becak berbentuk jorong atau bulat telur, kadang-kadang berbentuk berlian, yang kemudian membesar,

Pada pengamatan praktikum gejala serangan yang ditimbulkan oleh kutu putih (Pseudococcus sp.) adalah pada daun terdapat bercak bercak coklat dan berlendir dan pada daun tanaman

Gejala kerusakan tanaman akibat serangan penyakit karat kedelai adalah terdapatnya bintik-bintik kecil yang kemudian berubah menjadi bercak- bercak berwarna coklat

amaranticolor tidak menunjukkan gejala infeksi virus, sedangkan pada tanaman yang diberi perlakuan ekstrak daun bunga pukul empat dan sambiloto hanya terdapat satu ulangan saja

penyebab penyakit hawar dengan gejala serangan berupa bercak kehitaman dan pada tulang daun yang berwarna cokelat kehitaman terdapat bintik yang berwarna putih di

Penyakit ini juga dapat menimbulkan mati pucuk (die back), selain itu juga menyerang daun muda (bercak daun), bunga, buah dan biji. Gejala penyakit

Gejala penyakit bercak daun Cordana yang tampak pada daun adalah mula-mula timbul becak berbentuk jorong atau bulat telur, kadang-kadang berbentuk berlian, yang kemudian membesar, dan