Analisis Rangkaian Listrik
Di Kawasan s
Kuliah Terbuka
ppsx beranimasi tersedia di
www.ee-cafe.org
Buku-e
Analisis
Analisis
Analisis
Analisis Rangkaian
Rangkaian
Rangkaian Listrik
Rangkaian
Listrik
Listrik Jilid
Listrik
Jilid
Jilid
Jilid 2222
tersedia di
Pengantar
Kita telah melihat bahwa analisis di kawasan fasor lebih sederhana dibandingkan dengan analisis di kawasan waktu
karena tidak melibatkan persamaan diferensial melainkan persamaan-persamaan aljabar biasa. Akan tetapi analisis tersebut terbatas hanya untuk sinyal sinus dalam keadaan
mantap.
Berikut ini kita akan mempelajari analisis rangkaian di kawasan s, yang dapat kita terapkan pada rangkaian dengan
sinyal sinus maupun bukan sinus, keadaan mantap maupun keadaan peralihan.
Isi Kuliah:
1.
Transformasi Laplace
2.
Analisis Menggunakan Transformasi Laplace
3.
Fungsi Jaringan
4.
Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-1
5.
Tanggapan Frekuensi Rangkaian Orde-2
Perhitungan rangkaian akan memberikan kepada kita hasil yang juga merupakan fungsi s. Jika kita perlu mengetahui
hasil perhitungan dalam fungsi t kita dapat mencari transformasi balik dari pernyataan bentuk gelombang sinyal
dari kawasan s ke kawasan t.
Pada langkah awal kita akan berusaha memahami transformasi Laplace beserta sifat-sifatnya.
Melalui transformasi Laplace ini, berbagai bentuk gelombang sinyal di kawasan waktu yang dinyatakan sebagai fungsi t,
dapat ditransformasikan ke kawasan s menjadi fungsi s.
Jika sinyal diyatakan sebagai fungsi s, maka pernyataan elemen rangkaian pun harus disesuaikan dan penyesuaian ini
Dalam pelajaran Analisis di Kawasan s, kita akan melakukan transformasi pernyataan fungsi dari kawasan t ke kawasan s melalui
Transformasi Laplace, yang secara matematis didefinisikan sebagai suatu integral
∫
∞ −=
0(
)
)
(
s
f
t
e
stdt
F
Fungsi waktus adalah peubah kompleks: s = σ + jω
Batas bawah integrasi adalah nol yang berarti bahwa kita hanya meninjau sinyal-sinyal kausal
Transformasi Laplace
Dalam pelajaran Analisis Rangkaian di kawasan fasor, kita melakukan transformasi fungsi sinus (fungsi t) ke dalam bentuk fasor melalui
Sebelum membahas Taransformasi Laplace lebih lanjut, kita akan mencoba memahami proses apa yang terjadi dalam transformasi ini.
Kita lihat bentuk yang ada di dalam tanda integral, yaitu
t j t t j st
e
e
t
f
e
t
f
e
t
f
(
)
−=
(
)
−(σ+ ω)=
(
)
−σ − ωFungsi waktu Eksponensial
kompleks Meredam f(t) jika σ> 0
bentuk sinusoidal
t
t
e
−jωt=
cos
ω
−
sin
ω
Jadi perkalian f(t) dengan faktor eksponensial kompleks menjadikan f(t) berbentuk sinusoidal teredam.
Sehingga integral dari 0 sampai ∞ mempunyai nilai limit, dan bukan bernilai tak hingga.
t t t j t j t t j t j t j t j t j e t e e e e e e e e te σ − σ − ω − ω − ω − ω σ − ω − ω − ω − ω ω + σ − ω − ω = + = + = ω ) cos( 2 2 cos 0 ) ( ) ( ) ( 0 0 0 0 0 ) sin (cos ) ( t t Ae e Ae Ae Ae−st = − σ+jω t = −σt −jωt = −σt ω − ω ) sin (cos ( ) ) ( ) ( t t Ae e Ae Ae e Ae at t j t a t j a st at ω − ω = = = + σ − ω − + σ − ω + + σ − − −
∫
∞ −=
0(
)
)
(
s
f
t
e
stdt
F
Bentuk gelombang sinyal yang kita hadapi dalam rangkaian listrik tersusun dari tiga bentuk gelombang dasar yaitu:
(1) anak tangga, (2) eksponensial, dan (3) sinusoidal
) ( ) (t Au t f = ) ( ) (t e u t f = −at ) ( cos ) (t A tu t f = ω sinus teredam (1) (2) (3)
Jadi semua bentuk gelombang yang kita temui dalam rangkaian listrik, setelah dikalikan dengan e−stdan kemudian diintegrasi dari
Contoh:
Jika f(t) adalah fungsi tetapan f(t) = Au(t)
s
A
s
A
e
s
A
dt
e
A
s
F
st st
=
−
−
=
−
=
=
∫
∞ − − ∞0
)
(
0 0Dalam contoh fungsi anak tangga ini, walaupun integrasi memiliki nilai limit, namun teramati bahwa ada nilai s yang memberikan nilai
khusus pada F(s) yaitu s = 0. Pada nilai s ini F(s) menjadi tak menentu dan nilai s yang membuat F(s) tak menentu ini disebut pole.
s
A
s
F
(
)
=
Re Im 0 = s XPosisi pole diberi tanda X
s adalah besaran kompleks. Posisi pole di bidang kompleks dalam contoh ini dapat kita gambarkan sebagai berikut.
f(t)
0
Au(t)
f(t) = Ae−αt
u(t)
Jika f(t) adalah fungsi exponensial
α
+
=
α
+
−
=
=
=
∞ α + − ∞ − +α ∞ α −∫
∫
A
e
e
dt
Ae
Ae
s
s
A
s
F
t s t s st t -0 ) ( 0 ) ( 0)
(
Contoh:
α
+
=
s
A
s
F )
(
t f(t) Ae-at u(t)Untuk s = −α, nilai F(s) menjadi tak tentu.
s = −α ini adalah pole
Re Im α − = s X
Posisi Pole diberi tanda X Penggambaran pada
Contoh:
Jika f(t) adalah fungsi cosinus f(t) = Acosωt u(t) relasi Euler: cosω=(ejωt +e−jωt)/22 2 ) ( 0 ) ( 0 0 2 2 2 ) ( ω + = + = + =
∫
∞ ω − ω −∫
∞ ω−∫
∞ − ω− s As dt e A dt e A dt e e e A s F st j s t j s t t j t j 2 2 ) ( ω + = s As s F t f(t) Acosωt u(t)Untuk s = 0, nilai F(s) menjadi nol.
Nilai s ini disebut zero Untuk s2 = −ω2, atau
nilai F(s) menjadi tak tentu. Nilai s ini merupakan pole
ω
±
=
j
s
Penggambaran pada bidang kompleks Zero diberi tanda O Pole diberi tandaXRe Im
X
X O
Salah satu sifat Transformasi Laplace yang sangat penting adalah
Sifat Unik
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t).
Sifat ini memudahkan kita untuk mencari F(s) dari suatu fungsi f(t) dan sebaliknya mencari fungsi f(t) dari dari suatu fungsi F(s) dengan
menggunakan tabel transformasi Laplace.
Mencari fungsi f(t) dari suatu fungsi F(s) disebut mencari transformasi balik dari F(s).
Tabel berikut ini memuat pasangan fungsi f(t) dan fungsi F(s). Walaupun hanya memuat beberapa pasangan, namun untuk
ramp teredam : [ t e−at]u(t) ramp : [ t ] u(t)
sinus tergeser : [sin (ωt + θ)] u(t) cosinus tergeser : [cos (ωt + θ)] u(t) sinus teredam : [e−atsin ωt] u(t) cosinus teredam : [e−atcos ωt] u(t) sinus : [sin ωt] u(t)
cosinus : [cos ωt] u(t)
eksponensial : [e−at]u(t) anak tangga : u(t)
1 impuls : δ(t)
Pernyataan Sinyal di Kawasan s
L[f(t)] = F(s) Pernyataan Sinyal di Kawasan t
f(t) s 1 a s+ 1 2 2+ω s s 2 2+ω ω s ( + )2+ω2 + a s a s ( + )2+ω2 ω a s 2 2 sin cos ω + θ ω − θ s s 2 2 cos sin ω + θ ω + θ s s 2 1 s 1
Sifat Unik
Sifat ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
Jika f(t) mempunyai transformasi Laplace F(s) maka transformasi balik dari F(s) adalah f(t).
Dengan kata lain
Jika pernyataan di kawasan s suatu bentuk gelombang v(t) adalah V(s), maka pernyataan di kawasan t suatu bentuk
Sifat Linier
Karena transformasi Laplace adalah sebuah integral, maka ia bersifat linier.
Transformasi Laplace dari jumlah beberapa fungsi t adalah jumlah dari transformasi masing-masing fungsi.
Jika f(t)= A1f1(t)+ A2f2(t) maka transformasi Laplace-nya adalah
[
]
) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 1 1 0 2 2 0 1 1 0 1 1 2 2 s A s A dt t f A dt t f A dt e t f A t f A s st F F F + = + = + =∫
∫
∫
∞ ∞ ∞ −dengan F1(s) dan F2(s) adalah transformasi Laplace dari f1(t) dan f2(t).
Bukti:
Fungsi yang merupakan integrasi suatu fungsi t
) ( ) ( 0 f1 x dx t f =∫
t Misalkan maka dt t f s e dx x f s e dt e dx x f s st t st st t∫
∫
∫ ∫
∞ − ∞ − ∞ − − − − = = 0 1 0 0 1 0 0 1( ) ( ) ( ) ) ( Fbernilai nol untuk t = ∞ karena e−st = 0 pada t→∞ , bernilai nol untuk t = 0 karena integral yang di dalam tanda kurung akan bernilai nol (intervalnya nol).
s s dt e t f s dt t f s e s st st ) ( ) ( 1 ) ( ) ( 1 0 1 0 1 F F = = − − =
∫
∫
∞ − ∞ −Jika , maka transformasi Laplacenya adalah
s s s) ( ) ( F F = ) ( ) ( 0 f1 x dx t f =
∫
t Bukti:Fungsi yang merupakan diferensiasi suatu fungsi
Misalkan dt t df t f( )= 1( ) maka[
]
∫
∫
∞ − = − ∞ − ∞ − − = 0 1 0 1 0 1( ) ( ) ( )( ) ) ( e dt f t e f t s e dt dt t df s st st st Fbernilai nol untuk t = ∞ karena e−st= 0 untuk t→ ∞ bernilai −f(0) untuk t = 0. ) 0 ( ) ( ) 0 ( ) ( ) ( 1 1 0 1 s f t e dt f s s f dt t df st − = − =
∫
∞ − FL
Jikamaka transformasi Laplacenya adalah
dt t df t f( )= 1( )
)
0
(
)
(
)
(
s
=
s
F
1s
−
f
1F
Bukti:Ini adalah nilai f1(t) pada t = 0
Translasi di Kawasan t
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s), maka transformasi Laplace dari f(t−a)u(t−a) untuk a > 0
adalah e−asF(s).
Translasi di Kawasan s
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka transformasi Laplace dari e−αtf(t)
Pen-skalaan (scaling)
Jika transformasi Laplace dari f(t) adalah F(s) , maka untuk a > 0 transformasi dari f(at) adalah
a s F a 1
Nilai Awal dan Nilai Akhir
0 0 ) ( lim ) ( lim : akhir Nilai ) ( lim ) ( lim : awal Nilai → ∞ → ∞ → + → = = s t s t s s t f s s t f F F 21
konvolusi : nilai akhir : nilai awal : penskalaan : translasi di s : translasi di t: A1F1(s) + A2F2(s) linier : A1f1(t) + A2f2(t) diferensiasi : integrasi : A1F1(s) + A2F2(s) linier : A1f1(t) + A2f2(t) Pernyataan F(s) =L[f(t)] Pernyataan f(t)
∫
tf x dx 0 ( ) s s) ( F dt t df( ) ) 0 ( ) (s − f − sF 2 2 ( ) dt t f d s F2 (s)−sf(0−)−f′(0−) 3 3 ( ) dt t f d ) 0 ( ) 0 ( ) 0 ( ) ( 2 3 − − − ′′ − − − f sf f s s s F [f(t−a)]u(t−a) e−asF(s) ) (t f e−at F(s+a) ) (at f a s aF 1 0 ) ( lim + → t t f ) ( lim ∞ → s s sF ) ( lim ∞ → t t f 0 ) ( lim → s s sF dx x t f x f t ) ( ) ( 0 1 2 −∫
F1(s F) 2(s)Transformasi Laplace
Diagram pole – zero
CONTOH: Carilah transformasi Laplace dari bentuk gelombang berikut: ) ( 3 ) ( c). ; ) ( ) 10 sin( 5 ) ( b). ; ) ( ) 10 cos( 5 ) ( a). 2 3 2 1 t u e t v t u t t v t u t t v t − = = =
Mencari Transformasi Laplace
2
3
)
(
)
(
3
)
(
2 3 3+
=
→
=
−s
s
t
u
e
t
v
tV
a) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [cos ωt] u(t) ( ) 2 2
ω + = s s s F Penyelesaian: 100 5 ) 10 ( 5 ) ( ) ( ) 10 cos( 5 ) ( 1 2 2 2 1 + = + = → = s s s s s t u t t v V
b) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [sin ωt] u(t) ( ) 2 +ω2
ω = s s F 100 s 50 ) 10 ( 10 5 ) ( ) ( ) 10 sin( 5 ) ( 2 2 2 2 2 + = + × = → = s s t u t t v V
c) Dari tabel transformasi Laplace: f(t) = [e−at]u(t)
a s s F + = 1 ) (
CONTOH: Gambarkan diagram pole-zero dari s s s s A s s s c). ( ) 5 24 , 3 ) 2 ( ) 2 ( ) ( b). 1 2 ) ( a). 2 + = + + = + = F F F
Mencari Diagram pole-zero
8 , 1 2 di pole ) 8 , 1 ( 24 , 3 ) 2 ( 0 24 , 3 ) 2 ( 2 j s j s s ± − = → ± = − = + = + + Re Im Re Im +j1,8 −2 −j1,8 a). Fungsi ini mempunyai pole di s = −1
tanpa zero tertentu.
b). Fungsi ini mempunyai zero di s = −2 Sedangkan pole dapat dicari dari
c). Fungsi ini tidak mempunyai zero tertentu
sedangkan pole terletak di titik asal, s = 0 + j0.
Re Im
× −1
Transformasi balik adalah mencari f(t) dari suatu F(s) yang diketahui.
Mencari Transformasi Balik
Akan tetapi pada umumnya F(s) berupa rasio polinomial yang bentuknya tidak sesederhana dan tidak selalu ada pasangannya
seperti dalam tabel. Untuk mengatasi hal itu, F(s) kita uraikan menjadi suatu penjumlahan dari bentuk-bentuk yang ada dalam
tabel, sehingga kita akan memperoleh f(t) sebagai jumlah dari transformasi balik setiap uraian.
Hal ini dimungkinkan oleh sifat linier dari transformasi Laplace Jika F(s) yang ingin dicari transformasi baliknya ada dalam tabel transformasi Laplace yang kita punyai, pekerjaan kita
Bentuk Umum F(s)
) ( ) )( ( ) ( ) )( ( ) ( 2 1 2 1 n m p s p s p s z s z s z s K s − − − − − − = L L FJika ada pole-pole yang bernilai sama kita katakan bahwa F(s) mempunyai pole ganda.
Dalam bentuk umum ini jumlah pole lebih besar dari jumlah zero, Jadi indeks n > m
Bentuk umum fungsi s adalah
Jika F(s) memiliki pole yang semuanya berbeda, pi ≠ pj untuk i ≠ j ,
dikatakan bahwa F(s) mempunyai pole sederhana. Jika ada pole yang berupa bilangan kompleks kita katakan
Fungsi Dengan Pole Sederhana
t p n t p t p ne
k
e
k
e
k
t
f
=
1+
2+
L
+
2 1)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
)(
(
)
(
)
)(
(
)
(
2 2 1 1 2 1 2 1 n n n mp
s
k
p
s
k
p
s
k
p
s
p
s
p
s
z
s
z
s
z
s
K
s
−
+
+
−
+
−
=
−
−
−
−
−
−
=
L
L
L
F
F(s) merupakan kombinasi linier dari beberapa fungsi sederhana.
k1, k2,…..kn di sebut residu.
Jika semua residu sudah dapat ditentukan, maka
Bagaimana cara menentukan residu ?
Apabila F(s) hanya mempunyai pole sederhana, maka ia dapat diuraikan sebagai berikut
Jika kita kalikan kedua ruas dengan (s − p1), faktor (s− p1) hilang dari ruas kiri,
dan ruas kanan menjadi k1 ditambah suku-suku lain yang semuanya mengandung faktor (s− p1).
k2 diperoleh dengan mengakalikan kedua ruas dengan (s − p2) kemudian substitusikan s = p2 , dst.
Jika kemudian kita substitusikan s = p1 maka semua suku di ruas kanan bernilai nol kecuali k1
1 1 2 1 1 2 1 1 1 ) ( ) ( ) ( ) )( ( k p p p p z p z p z p K n m = − − − − − L L
Cara menentukan residu:
)
(
)
(
)
(
)
(
)
)(
(
)
(
)
)(
(
)
(
2 2 1 1 2 1 2 1 n n n mp
s
k
p
s
k
p
s
k
p
s
p
s
p
s
z
s
z
s
z
s
K
s
−
+
+
−
+
−
=
−
−
−
−
−
−
=
L
L
L
F
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
(
)
)(
(
1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 n n n mp
s
p
s
k
p
s
p
s
k
p
s
p
s
k
p
s
p
s
z
s
z
s
z
s
K
−
−
+
+
−
−
+
−
−
=
−
−
−
−
−
L
L
L
CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut. ) 3 )( 1 ( 4 ) ( + + = s s s F 3 2 1 2 ) ( + − + + = s s s F ) 1 ( + × s ( 3) 3( 1) 4 2 1+ + + = + s s k k s 1 masukkan s =− 2 ) 3 1 ( 4 1 = = + − k ) 3 ( + × s 2 1 ( 3) 1 ) 1 ( 4 k s s k s+ = + + + 3 masukkan s = − 2 ) 1 3 ( 4 2 = − = + − k t t e e t f ( ) =2 − −2 −3 3 1 ) 3 )( 1 ( 4 ) ( 1 2 + + + = + + = s k s k s s s F
) 3 )( 1 ( ) 2 ( 4 ) ( + + + = s s s s F
CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.
3 1 ) 3 )( 1 ( ) 2 ( 4 ) ( 1 2 + + + = + + + = s k s k s s s s F ) 1 ( + × s ( 3) 3( 1) ) 2 ( 4 2 1+ + + = + + s s k k s s 1 masukkan s =− 2 ) 3 1 ( ) 2 1 ( 4 1 = = + − + − k ) 3 ( + × s 2 1 ( 3) 1 ) 1 ( ) 2 ( 4 k s s k s s + + + = + + 3 masukkan s =− 2 ) 1 3 ( ) 2 3 ( 4 2 = = + − + − k 3 2 1 2 ) ( + + + = s s s F t t e e t f ( ) = 2 − +2 −3
) 4 )( 1 ( ) 2 ( 6 ) ( + + + = s s s s s F
CONTOH: Carilah f(t) dari fungsi transformasi berikut.
4 1 ) 4 )( 1 ( ) 2 ( 6 ) ( 1 2 3 + + + + = + + + = s k s k s k s s s s s F s × ( 1)( 4) 1 4 ) 2 ( 6 2 3 1+ + + + = + + + s s k s s k k s s s masukkan s = 0 3 ) 4 0 )( 1 0 ( ) 2 0 ( 6 1 = = + + + k ) 1 ( 4 ) 1 ( ) 4 ( ) 2 ( 6 3 2 1 + + + + + = + + s s k k s s k s s s ) 1 ( + × s masukkan s = −4 2 ) 4 1 ( 1 ) 2 1 ( 6 2 =− = + − − + − k ) 4 ( + × s 3 2 1 ( 4) 1 ) 4 ( ) 1 ( ) 2 ( 6 k s s k s s k s s s + + + + + = + + 1 ) 1 4 ( 4 ) 2 4 ( 6 3 = − = + − − + − k 4 1 1 2 3 ) ( + − + + − + = s s s s F t t e e t f ( ) =3−2 − −1 −4 masukkan s = −1
Dalam formulasi gejala fisika, fungsi F(s) merupakan rasio polinomial dengan koefisien riil. Jika F(s) mempunyai pole kompleks yang berbentuk p = −α + jβ, maka ia juga harus mempunyai pole lain yang
berbentuk p* = −α − jβ; sebab jika tidak maka koefisien polinomial tersebut tidak akan riil.
Jadi untuk sinyal yang secara fisik kita temui, pole kompleks dari
F(s) haruslah terjadi secara berpasangan konjugat.
L L + β + α + + β − α + + = j s k j s k s) * ( F
Residu k dan k* juga merupakan residu konjugat sebab F(s) adalah fungsi rasional dengan koefisien rasional. Residu ini dapat kita cari
dengan cara yang sama seperti mencari residu pada uraian fungsi dengan pole sederhana.
Fungsi Dengan Pole Kompleks
Oleh karena itu uraian F(s) harus mengandung dua suku yang berbentuk
Transformasi balik dari dua suku dengan pole kompleks L L + β + α + + β − α + + = j s k j s k s) * ( F
L
L
+
β
+
θ
+
=
2
−αcos(
)
)
(
t
k
e
tf
) cos( 2 2 2 * ) ( ) ( ) ( )) ( ( )) ( ( ) ( ) ( ) ( ) ( θ + β = + = + = + = + = α − θ + β − θ + β α − θ + β + α − θ + β − α − β + α − θ − β − α − θ β + α − β − α − t t j t j t t j t j t j j t j j t j t j k e k e e e k e k e k e e k e e k e k ke t f adalahCONTOH: Carilah transformasi balik dari ) 8 4 ( 8 ) ( 2 + + = s s s s F 2 2 2 32 16 4 j s= − ± − = − ± Memberikan pole sederhana di s = 0 memberi pole kompleks 2 2 2 2 ) 8 4 ( 8 ) ( 2 1 2 2 j s k j s k s k s s s s + + + − + + = + + = ∗ F 2 2 8 8 8 ) 2 2 ( 8 ) 2 2 ( ) 8 4 ( 8 ) 4 / 3 ( 2 2 2 2 2 2 π + − = + − = = − − = + + = − + × + + = → j j s j s e j j s s j s s s s k ) 4 / 3 ( 2 2 2 − π ∗ = → j e k
[
]
( ) 2 cos(2 3 /4) 2 2 ) ( 2 2 2 2 ) ( 2 ) 2 4 / 3 ( ) 2 4 / 3 ( 2 ) 2 2 ( ) 4 / 3 ( ) 2 2 ( ) 4 / 3 ( π + + = + + = + + = − + π − + π − + − π − − − π t e t u e e e t u e e e e t u f(t) t t j t j t t j j t j j 1 8 8 ) 8 4 ( 8 0 2 1 × = = + + = → = s s s s s kPada kondisi tertentu, F(s) dapat mempunyai pole ganda. Penguraian F(s) yang demikian ini dilakukan dengan “memecah” faktor yang mengandung pole ganda dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk fungsi dengan pole sederhana yang dapat diuraikan seperti contoh sebelumnya.
2 2 1 1 ) )( ( ) ( ) ( p s p s z s K s − − − = F pole ganda − − − − = ) )( ( ) ( 1 ) ( 2 1 1 2 s p s p z s K p s s F pole sederhana ) ( ) ( 2 2 1 1 p s k p s k − + −
Fungsi Dengan Pole Ganda
2 2 2 21 2 1 2 2 1 1 2 ( )( ) ( ) 1 ) ( p s k p s p s k p s k p s k p s s − + − − = − + − − = F 2 2 2 2 12 1 11 ) ( ) ( p s k p s k p s k s − + − + − = F t p t p t p te k e k e k t f 1 2 2 2 12 11 ) ( = + + Maka: sehingga:
CONTOH: Tentukan transformasi balik dari fungsi: 2 ) 2 )( 1 ( ) ( + + = s s s s F 2 ) 1 ( 1 ) 2 ( 2 1 ) 2 ( 1 ) 2 )( 1 ( ) 2 ( 1 ) 2 )( 1 ( ) ( 2 2 1 1 2 1 2 = + = → − = + = → + + + + = + + + = + + = − = − = s s s s k s s k s k s k s s s s s s s s s F 2 12 11 2 ) 2 ( 2 2 1 ) 2 ( 2 ) 2 )( 1 ( 1 2 2 1 1 ) 2 ( 1 ) ( + + + + + = + + + + − = + + + − + = ⇒ s s k s k s s s s s s s F 1 1 1 1 2 1 2 12 1 11 + = − = → − = + − = → − = − = s s s k s k ) 2 ( 2 2 1 1 1 ) ( 2 + + + + + − = ⇒ s s s s F f(t) = −e−t +e−2t +2te−2t
Analisis Rangkaian Listrik
Menggunakan
Kita mengetahui hubungan tergangan-arus di kawasan waktu pada elemen-elemen R, L, dan C adalah
∫
=
=
=
=
dt
i
C
v
dt
dv
C
i
dt
di
L
v
Ri
v
c C C C L L R R1
atau
Dengan melihat tabel sifat-sifat transformasi Laplace, kita akan memperoleh hubungan tegangan-arus elemen-elemen di kawasan s sebagai berikut:
Hubungan Tegangan-Arus Elemen
di Kawasan s
Resistor: VR(s)= R IR(s) Induktor: VL(s)= sLIL(s)− LiL(0) Kapasitor: s v sC s s C C C ) 0 ( ) ( ) ( = I + V Kondisi awal Kondisi awal adalah kondisi elemen
Konsep Impedansi di Kawasan s
Impedansi di kawasan s adalah rasio tegangan terhadap
arus di kawasan s dengan kondisi awal nol
sC s C s Z sL s L s Z R s s Z L L C C R R R 1 ) ( ) ( ; ) ( ) ( ; ) ( ) ( = = = = = = I V I V I V
Dengan konsep impedansi ini maka hubungan tegangan-arus untuk resistor, induktor, dan kapasitor menjadi sederhana.
) ( 1 ; (s) ) ( ; (s) ) ( s sC sL s R s R L L C C R I V I V I V = = = Admitansi, adalah Y = 1/Z sC Y sL Y R YR = 1 ; L = 1 ; C =
Representasi Elemen di Kawasan s
R IR (s) + VR(s) − − + sL LiL(0) + VL (s) − IL (s) + − + VC (s) − IC (s) s vC(0)Representasi dengan Menggunakan Sumber Tegangan
Elemen R, L, dan C di kawasan s, jika harus memperhitungkan adanya simpanan energi awal pada elemen, dapat dinyatakan
dengan meggunakan sumber tegangan atau sumber arus.
Kondisi awal ) ( ) (s R R s R I V = VL(s) = sLIL(s)− LiL(0) s v sC s s C C C ) 0 ( ) ( ) ( = I + V
Jika Kondisi awal = 0 R IR (s) + VR(s) − sL + VL (s) − IL (s) + VC (s) − IC (s) ) ( ) (s R R s R I V = (s) sL (s) L L I V = sC s s C C ) ( ) ( I V =
Jika simpanan energi awal adalah nol, maka sumber
tegangan tidak perlu digambarkan.
R IR (s) + VR(s) − IL (s) + VL (s) − sL s iL(0) Cv C(0) IC (s) + VC (s) − sC 1 ) ( ) (s R R s R I V = − = s i s sL s L L L ) 0 ( ) ( ) ( I V C( ) 1
(
C(s) CvC(0))
sC s = I + V Representasi dengan Menggunakan Sumber ArusKondisi awal
Jika Kondisi awal = 0
R IR (s) + VR(s) − sL + VL (s) − IL (s) + VC (s) − IC (s) ) ( ) (s R R s R I V = (s) sL (s) L L I V = sC s s C C ) ( ) ( I V =
Transformasi Rangkaian
Representasi elemen dapat kita gunakan untuk mentransformasi rangkaian ke kawasan s. Dalam melakukan transformasi rangkaian perlu kita perhatikan juga apakah rangkaian yang kita transformasikan
mengandung simpanan energi awal atau tidak.
Jika tidak ada simpanan energi awal, maka sumber tegangan ataupun sumber arus pada representasi
Saklar S pada rangkaian berikut telah lama ada di posisi 1. Pada t = 0 saklar dipindahkan ke posisi 2 sehingga rangkaian RLC seri terhubung ke sumber tegangan 2e−3tV. Transformasikan rangkaian ke kawasan s untuk t > 0.
1/2 F 1 H 3 Ω 2e−3tV + vC − S 1 2 + − + − 8 V s 3 + − + − + VC(s) − 3 2 + s s 2 s 8
tegangan awal kapasitor = 8/s
tegangan kapasitor
CONTOH:
Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan sumber 8 V membuat rangkaian memiliki
kondisi awal, yaitu vC0 = 8 V dan
iL0 = 0
arus awal induktor = 0
Transfor-masi
1 1/2 F 1 H 3 Ω 2e−3tV + vC − S 2 + −
Saklar S telah lama ada di posisi 1 dan tak ada sumber tegangan,
maka kondisi awal = 0 vC0 = 0 V dan iL0= 0 s 3 + − + VC(s) − 3 2 + s s 2 Transfor-masi tegangan kapasitor arus awal induktor = 0
Hukum arus Kirchhoff (HAK) dan hukum tegangan Kirchhoff (HTK) berlaku di kawasan s
∑
= = n k k t i 1 0 ) ( 0 ) ( ) ( ) ( 1 1 0 0 1 = = = ∑
∑ ∫
∫ ∑
= = ∞ − ∞ − = n k k n k st k st n k k t e dt i t e dt s i I 0 ) ( 1∑
= = n k k t v0
)
(
)
(
)
(
1 1 0 0 1
=
=
=
∑
∑ ∫
∫ ∑
= = ∞ − ∞ − = n k k n k st k st n k kt
e
dt
v
t
e
dt
s
v
V
HAK di Kawasan t : HAK di Kawasan s HTK di Kawasan t : HTK di Kawasan sHukum Kirchhoff
Pembagi Tegangan dan Pembagi Arus
∑
∑
= = k ekiv paralel k seri ekiv Z Y Y Z ; ) ( ) ( ; ) ( ) ( s Z Z s s Y Y s total seri ekiv k k total paralel ekiv k k I V V I = =CONTOH: Carilah VC(s) pada rangkaian impedansi seri RLC berikut ini
) ( ) 2 )( 1 ( 2 ) ( 2 3 2 ) ( 2 3 / 2 ) ( 2 s s s s s s s s s s s in in in R V V V V + + = + + = + + = s 3 + − + VC(s) − Vin (s) s 2
Kaidah-Kaidah Rangkaian
Misalkan Vin(s) = 10/s
2
1
)
2
)(
1
(
20
)
(
1 2 3+
+
+
+
=
+
+
=
s
k
s
k
s
k
s
s
s
s
CV
Inilah tanggapan rangkaian RLC seri dengan R = 3Ω , L = 1H, C = 0,5 F
dan sinyal masukan anak tangga dengan amplitudo 10 V. t t C C
e
e
t
v
s
s
s
s
210
20
10
)
(
2
10
1
20
10
)
(
− −+
−
=
⇒
+
+
+
−
+
=
⇒ V
10
)
1
(
20
;
20
)
2
(
20
;
10
)
2
)(
1
(
20
2 3 1 2 0 1=
+
=
−
=
+
=
=
+
+
=
→
− = − = = s s ss
s
k
s
s
k
s
s
k
s 3 + − + VC(s) − Vin (s) s 2Prinsip Proporsionalitas
) ( ) (s KsX s Y = Ks Y(s) X(s) sL R + − 1/sC Vin (s) ) ( 1 ) ( ) / 1 ( ) ( 2 s RCs LCs RCs s sC sL R R s in in R V V V + + = + + = CONTOH:Hubungan linier antara masukan dan keluaran
Prinsip Superposisi
⋅ ⋅ ⋅ + + + = ( ) ( ) ( ) ) ( 1 1 2 2 3 3 o s Ks X s Ks X s Ks X s Y Ks Yo(s) X1(s) X2(s) Ks1 Y1(s) = Ks1X1(s) X1(s) Ks2 Y2(s) = Ks2X2(s) X2(s) ) ( ) ( ) ( 1 1 2 2 o s Ks X s Ks X s Y = +Keluaran rangkaian yang mempunyai beberapa masukan adalah jumlah keluaran dari setiap masukan sendainya
Teorema Thévenin dan Norton
) ( ) ( 1 ) ( ) ( ) ( ; ) ( ) ( ) ( s s Y Z Z s s s Z s s s N T N T T T hs N T N ht T I V V I I I V V = = = = = =CONTOH: Carilah rangkaian ekivalen Thevenin dari rangkaian
impedansi berikut ini.
+ − B E B A N R sC 1 2 2+ω s s ( 1/ )( ) / ) / 1 ( / 1 ) ( ) ( 2 2 2 2 +ω = + +ω + = = s RC s RC s s s sC R sC s s ht T V V ) / 1 ( 1 / 1 / ) / 1 ( || RC s C sC R sC R RC R ZT + = + = = + − B E B A N ZT T V
Tegangan Thévenin Arus Norton
Metoda Unit Output
CONTOH: Dengan menggunakan metoda unit output, carilah V2(s) pada rangkaian impedansi di bawah ini
sL R 1/sC I1(s) + V2(s) − IC (s) IR (s) IL (s) 2 2 2 ) ( ) ( ) ( / 1 1 ) ( 1 ) ( ) ( 1 ) ( : Misalkan LCs sC sL s sC s s sC sC s s s s L C L C C = × = → = = → = = → = = → = V I I I V V V ) ( 1 ) ( ) ( 1 ) ( 1 1 1 ) ( ) ( ) ( 1 ) ( 1 ) ( ) ( ) ( 1 2 1 2 2 * 1 2 2 * 1 2 2 s RCs LCs R s K s RCs LCs R s I K R RCs LCs sC R LCs s s s R LCs s LCs s s s s s L R R C L R I I V I I I I V V V + + = = ⇒ + + = = ⇒ + + = + + = + = ⇒ + = → + = + = →
Metoda Superposisi
CONTOH: Dengan menggunakan metoda superposisi, carilah
tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini.
+ − Bsinβt Au(t) R L + vo − R + − R sL + Vo1 − R s A + − R sL + Vo − R s A 2 2+β β s B R sL + Vo2 − R 2 2 +β β s B A A sL R L s A sL R RLs R sL R RLs s sL R RLs ZL R 2 / 2 ) ( o1 // = + = + + + = ⇒ + = → V ) )( 2 / ( 2 2 1 1 1 / 1 ) ( ) ( 2 2 2 2 2 2 o2 β + + β = β + β × + = β + β × + + × = × = s L R s s RB s B R sL sRL s B sL R R sL sL s I sL s L V
θ − − θ β − = − = β + = → + β = θ β + = β − = β − + = → β + − = β + = → β − + β + + + β + + = + = ⇒ j j j s L R s e L R k L R e L R j L R j s L R s s k L R L R s s k j s k j s k L R s k RB L R s A s s s 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 / 2 2 1 3 2 1 o2 o1 o 4 ) / ( 1 / 2 tan , 4 ) / ( 1 2 / 1 ) )( 2 / ( ) 2 / ( ) 2 / ( ) ( 2 / 2 2 / 2 / ) ( ) ( ) ( V V V
(
)
+ β + + β + − β + = ⇒ θ − β θ − β − − − ) ( ) ( 2 2 2 2 2 2 o 4 ) / ( 1 ) 2 / ( ) 2 / ( 2 2 ) ( t j t j t L R t L R e e L R e L R L R RB e A t v ) cos( 4 ) / ( 4 2 ) ( 2 2 2 2 2 2 o β −θ β + β + β + β − = ⇒ − t L R RB e L R B R A t v t L R L R s A s 2 / 2 / ) ( o1 + = ⇒ V ) )( 2 / ( 2 ) ( 2 2 o2 β + + β = s L R s s RB s VMetoda Reduksi Rangkaian
CONTOH: Dengan menggunakan metoda reduksi rangkaian carilah
tegangan induktor vo(t) pada rangkaian berikut ini
+ − R sL + Vo − R s A 2 2 +β β s B R sL + Vo − R 2 2+β β s B sR A R/2 sL + Vo − sR A s B + β + β 2 2 R/2 sL + Vo − + − + β + β sR A s B R 2 2 2 + β + β × + = sR A s B R R sL sL s 2 2 o 2 2 / ) ( V ) )( 2 / ( ) 2 / ( 2 / 2 / ) ( 2 2 o β + + β + + = s L R s s RB L R s A s V
Metoda Rangkaian Ekivalen Thévenin
CONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thévenin.
+ − R sL + Vo − R s A 2 2 +β β s B + − R R s A 2 2+β β s B 2 2 2 2 2 / 2 / 2 1 ) ( ) ( β + β + = β + β × × + × + = = s RB s A s B R s A R R R s s ht T V V 2 R ZT = + − ZT sL + Vo − VT ) )( 2 / ( ) 2 / ( 2 / 2 / 2 / 2 / 2 / ) ( ) ( 2 2 2 2 o β + + β + + = β + β + + = + = s L R s s RB L R s A s RB s A R sL sL s Z sL sL s T T V V
Metoda Tegangan Simpul
+ − R sL + Vo − R s A 2 2+β β s BCONTOH: Cari tegangan induktor dengan menggunakan
metoda tegangan simpul.
0 1 1 1 1 ) ( 2 2 o = β + β − − + + s B s A R sL R R s V ) )( 2 / ( ) 2 / ( 2 / 2 / 2 ) ( atau 2 ) ( 2 2 2 2 o 2 2 o β + + β + + = β + β + + = β + β + = + s L R s s RB L R s A s B Rs A R Ls RLs s s B Rs A RLs R Ls s V V
Metoda Arus Mesh
CONTOH: Pada rangkaian berikut ini tidak terdapat simpanan
energi awal. Gunakan metoda arus mesh untuk menghitung i(t)
+ − 10kΩ 10mH 1µF 10 u(t) i(t) 10kΩ + − 10 4 104 0.01s I(s) IA IB s s) 10 ( 1 = V s 6 10
(
)
0 10 ) ( 10 10 10 ) ( 0 10 ) ( 10 01 . 0 ) ( 10 4 6 4 4 4 4 = × − + + = × − + + − s s s s s s s A B B A I I I I(
2 10)
( ) ) ( 2 s s s s B A I I = +(
)(
)
) )( ( 10 10 10 02 , 0 10 10 10 10 2 02 , 0 10 ) ( ) ( 0 10 ) ( ) ( 10 2 10 01 . 0 10 6 4 2 4 6 4 2 4 2 4 β − α − = + + = − + + × + = = ⇒ = × − + + + − ⇒ s s s s s s s s s s s s s s s s B B B I I I I[
]
mA 02 , 0 ) ( 10 2 100 10 ; 10 2 500000 10 50000 100 ) 500000 )( 100 ( 10 ) ( 500000 100 5 500000 2 5 100 1 2 1 t t s s e e t i s k s k s k s k s s s − − − − = − − = − = ⇒ × − = + = × = + = + + + = + + = ⇒ I 500000 04 , 0 10 8 10 10 ; 100 04 , 0 10 8 10 10 4 8 4 4 8 4 − ≈ × − − − = β − ≈ × − + − = αBahasan kita berikut ini adalah
mengenai Fungsi Jaringan
Fungsi Jaringan merupakan fungsi s yang
merupakan karakteristik rangkaian dalam
menghadapi adanya suatu masukan ataupun
memberikan relasi antara masukan dan keluaran.
Pengertian Dan Macam Fungsi Jaringan.
Peran Fungsi Alih.
Hubungan Bertingkat
Kaidah Rantai
Fungsi Jaringan
Prinsip proporsionalitas berlaku di kawasan s.
Faktor proporsionalitas yang menghubungkan keluaran dan masukan berupa fungsi rasional dalam s
dan disebut fungsi jaringan (network function).
)
(
Masukan
Sinyal
)
(
Nol
Status
Tanggapan
Jaringan
Fungsi
s
s
=
Definisi ini mengandung dua pembatasan, yaitu a) kondisi awal harus nol dan
b) sistem hanya mempunyai satu masukan
65
Fungsi jaringan yang sering kita hadapi ada dua bentuk, yaitu fungsi masukan (driving-point function) dan
fungsi alih (transfer function)
Fungsi masukan adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang (port) dengan masukan di gerbang yang sama. Fungsi alih adalah perbandingan antara tanggapan di suatu gerbang dengan masukan pada gerbang yang berbeda.
Fungsi Masukan
) ( ) ( ) ( ; ) ( ) ( ) ( s s s Y s s s Z V I I V = =impedansi masukan admitansi masukan
Fungsi Alih
)
(
)
(
)
(
:
Alih
Impedansi
;
)
(
)
(
)
(
:
Alih
Admitansi
)
(
)
(
)
(
:
Arus
Alih
Fungsi
;
)
(
)
(
)
(
:
Tegangan
Alih
Fungsi
o o o os
s
s
T
s
s
s
T
s
s
s
T
s
s
s
T
in Z in Y in I in VI
V
V
I
I
I
V
V
=
=
=
=
67CONTOH: Carilah impedansi masukan yang dilihat oleh sumber pada rangkaian-rangkaian berikut ini
RCs R Z R RCs Cs R Y Cs RCs Cs R Z in in in + = ⇒ + = + = + = + = 1 1 1 b). ; 1 1 a). a). R + − Vs(s) Is(s) R b). Cs 1 Cs 1
Carilah fungsi alih rangkaian-rangkaian berikut CONTOH: a). R + Vin(s) − + Vo(s) − R Iin(s) b). Io(s) sRC sC R R s s s T RCs Cs R Cs s s s T in I in V + = + = = + = + = = 1 1 / 1 / 1 ) ( ) ( ) ( b). ; 1 1 / 1 / 1 ) ( ) ( ) ( a). o o I I V V 69
Tentukan impedansi masukan dan fungsi alih rangkaian di bawah ini
CONTOH: R1 R2 L C + vin − + vo − Transformasi ke kawasan s R1 R2 Ls 1/Cs + Vin(s) − + Vo (s) −
(
) (
)
1 ) ( ) )( 1 ( / 1 ) )( / 1 ( || / 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 + + + + + = + + + + + = + + = Cs R R LCs R Ls Cs R Ls R Cs R R Ls Cs R R Ls Cs R Zin 2 2 o ) ( ) ( ) ( R Ls R s s s T in V = = + V VCONTOH:
Tentukan impedansi masukan dan
fungsi alih rangkaian di samping ini −
+ R2 + vin − + vo − R1 C1 C2
Transformasi rangkaian ke kawasan s
− + R2 + Vin(s) − + Vo(s) − R1 1/C1s 1/C2s
(
)
1 / 1 / / 1 || 1 1 1 1 1 1 1 1 1 = + = + = s C R R s C R s C R s C R Zin 1 1 1 1 ) / 1 ( || ) / 1 ( || ) ( ) ( ) ( 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 2 o + + − = + × + − = − = − = = s C R s C R R R R s C R s C R R s C R s C R Z Z s s s T in V V V 71CONTOH: 1MΩ 1µF µvx A + vs − + vx − + vo 1MΩ 1µF + − 106 106/s µVx A + Vx − + Vo(s) 106 106/s + − + Vs(s) −
Persamaan tegangan untuk simpul A:
(
)
0 10 10 10 10 10 10 6 6 6 6 6 6 = µ − − − + + − − − − − − x x in A s s V V V V 1 ) 3 ( 1 ) 1 2 2 ( atau 0 ) 2 )( 1 ( ) 1 ( 1 1 / 10 10 / 10 : sedangkan 2 2 6 6 6 + µ − + = ⇒ = µ − − + + + = µ − − − + + ⇒ + = → + = + = s s s s s s s s s s s s s in x in x x x in x x A A A x V V V V V V V V V V V V V s s s s s s s TV x 1 ) 3 ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 o + µ − + µ = µ = = V V V V Fungsi alih :Peran Fungsi Alih
Dengan pengertian fungsi alih, keluaran dari suatu rangkaian di kawasan s dapat dituliskan sebagai
. kawasan di nol) status (tanggapan keluaran : ) ( kawasan di masukan sinyal pernyataan : ) ( alih fungsi adalah ) ( dengan ; ) ( ) ( ) ( s s s s s T s s T s Y X X Y = 0 1 1 1 0 1 1 1 ) ( ) ( ) ( a s a s a s a b s b s b s b s a s b s T n n n n m m m m + + ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ + + + ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ + = = − − − − ) ( ) )( ( ) ( ) )( ( ) ( 2 1 2 1 n m p s p s p s z s z s z s K s T − ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ − − − ⋅⋅ ⋅⋅ ⋅ − − =
Fungsi alih T(s) akan memberikan zero di z1 …. zm
pole di p1 …. pn. T(s) pada umumnya
berbentuk rasio polinom
Rasio polinom ini dapat dituliskan:
Pole dan zero yang berasal dari T(s) disebut pole alami dan zero alami, karena mereka ditentukan semata-mata oleh parameter
rangkaian dan bukan oleh sinyal masukan;
Pole dan zero yang berasal dari X(s) disebut pole paksa dan zero paksa karena mereka ditentukan oleh fungsi pemaksa (masukan). Pole dan zero dapat mempunyai nilai riil ataupun kompleks
konjugat karena koefisien dari b(s) dan a(s) adalah riil. Sementara itu sinyal masukan X(s) juga mungkin mengandung zero dan pole sendiri. Oleh karena itu sinyal keluaran Y(s) akan mengandung pole dan zero yang dapat
CONTOH: 106 106/s µVx A + Vx − + Vo(s) 106 106/s + − + Vs(s) −
Jika vin = cos2t u(t) , carilah pole dan zero sinyal keluaran Vo(s) untuk µ = 0,5
4 ) ( 2 + = s s s in V Fungsi alih : s s s s s TV 1 5 , 2 5 , 0 1 ) 3 ( ) ( 2 2 + −µ + = + + µ = ) 2 )( 2 ( ) 5 , 0 )( 2 ( 5 , 0 4 1 5 , 2 5 , 0 ) ( ) ( ) ( 2 2 o j s j s s s s s s s s s s T s V in − + + + = + + + = = V V
Pole dan zero adalah :
riil alami : 5 . 0 riil alami : 2 pole s pole s − = − = imajiner paksa : 2 imaginer paksa : 2 riil paksa satu : 0 pole j s pole j s zero s + = − = = 75
Rangkaian Dengan Masukan Sinyal Impuls
Impuls dinyatakan dengan x(t) = δ(t).
Pernyataan sinyal ini di kawasan s adalah X(s) = 1 ) ( 1 ) ( ) ( ) ( ) ( o s T s X s T s H s V = = × =
Vo(s) yang diperoleh dengan X(s) = 1 ini disebut H(s) agar tidak rancu dengan T(s).
Karena X(s) = 1 tidak memberikan pole paksa, maka H(s) hanya akan mengandung pole alami.
Keluaran di kawasan t, vo(t) = h(t), diperoleh dengan transformasi balik H(s). Bentuk gelombang h(t) terkait dengan pole yang dikandung oleh H(s). Pole riil akan memberikan komponen eksponensial pada
h(t); pole kompleks konjugat (dengan bagian riil negatif ) akan memberikan komponen sinus teredam pada h(t). Pole-pole yang lain akan memberikan bentuk-bentuk h(t) tertentu yang akan kita