PENGARUH PELATIHAN DOWNHILL RUNNING DAN UPHILL RUNNING
TERHADAP PENINGKATAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULER
Oleh
I Kt Okta Pradipta Jaya, I Ketut Yoda, I Nyoman Sudarmada
Ilmu Keolahragaan FOK Universitas Pendidikan Ganesha, Kampus Tengah Undiksha Singaraja, Jalan
Udayana Singaraja – Bali Tlp. (0362) 32559
e-mail: tha_pradipta@yahoo.co.id, yodaketut@mail.com, inyomansudarmada@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan downhill running dan uphill running terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan rancangan penelitian the nonrandomized pretest-posttest control group design. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli yang berjumlah 39 orang yang dibagi menjadi tiga kelompok dengan teknik ordinal pairing berdasarkan hasil pre-test. Daya tahan kardiovaskuler diukur dengan multistage fitness test. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t-independent dari kelompok perlakuan downhill running dan control diperoleh nilai thitung 2.540 dengan signifikansi hitung 0,018 < 0,05 sedangkan uphill running dan control diperoleh nilai thitung 3.515 dengan signifikansi hitung 0,002 < 0,05 dan uji-F diperoleh nilai Fhitung sebesar 7.152 dengan signifikansi hitung 0,002 < 0,05 maka terdapat
peningkatan pengaruh dari masing-masing kelompok. Karena terdapat perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok, selanjutnya dilakukan uji Least Significant Difference dari hasil uji menunjukan pelatihan uphill running lebih baik pengaruhnya dibandingkan dengan pelatihan downhill running terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler sebesar 1.6308. Disimpulkan bahwa: (1) pelatihan uphill dan downhill running berpengaruh terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler, (2) terdapat perbedaan pengaruh pelatihan downhill dan uphill running terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler, (3) pelatihan uphill running lebih baik pengaruhnya untuk peningkatan daya tahan kardiovaskuler.
Kata - kata kunci: Pelatihan, Uphill, Downhill, Kardiovaskuler
This study was aimed to identify the effect of downhill running and uphill running toward the cardiovascular endurance. The type of the research is quasi experiment. This study was designed in the nonrandomized pretest-posttest control group design. There were 39 samples for this study which were divided into three groups decided by ordinal pairing technique based on the results of pre-test. Cardiovascular endurance measured by Multistage Fitnes Test. Based on result of analysis using T-Independent test from the treatment donwhill running and the control on getting value the tmeasure 2.540 with significance measure 0,018 < 0,05 and uphill running and the control on getting value the tmeasure 3.515 with significance measure 0,002 < 0,05 and Fmeasure there was obtained 7.152 with significance measure 0.002 < 0,05, meant that there was different effect from each group. Because there is difrenceof its group next in the researcher conducted Least Significant Different (LSD) got the test results showed the training uphill running better influence than whit the training downhill running there is an increase in the cardiovascular endurance of 1.6308. it is concluded that 1). Training uphill and downhill running to an increase in the cardiovascular, 2).There is a difference to the impact of training downhill and uphill running to increasing the resilience of cardiovascular, 3). Training uphill running better influence improve the durability of cardiovascular.
PENDAHULUAN
Di kabupaten Bangli perkembangan olahraga cukup pesat, khususnya olahraga dicabang atletik. Atletik merupakan olahraga yang terdiri dari beberapa jenis olahraga yang secara garis besar dapat kita kelompokan menjadi olahraga lari, olahraga lempar, dan olahraga lompat. Atletik dikabupaten Bangli selalu diadakan lomba pada saat porsenijar mulai dari tingkat Kecamatan hingga tingkat Kabupaten. Dalam porsenijar dikabupaten Bangli untuk atletik diperlombakan mulai dari tingkat SD, SMP hingga tingkat SMA/SMK, persaingan dicabang olahraga atletik khususnya di cabang lari sangat ketat sekali, persaingan yang terjadi untuk ditingkat SMA/SMK yang paling menonjol dan sering berebut peringkat juara umum adalah antara SMA N 2 Bangli dengan SMA N 1 Kintamani.
Porsenijar yang bertujuan untuk menggali potensi para atlet menjadi media untuk mengetahui sejauh mana perkembangan prestasi atlet. Dalam hal ini seorang atlet membutuhkan waktu yang lama melalui pembinaan kondisi fisik dan latihan yang berkesinambungan. Pembentukkan atlet dimulai dari usia dini, dengan mengikuti kompetisi-kompetisi antar pelajar sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Latihan dan pembinaan kondisi fisik yang baik dapat dilihat dari prestasi yang diraih oleh sekolah tersebut.
Tujuan latihan secara umum adalah membantu para pembina, pelatih, guru olahraga agar dapat menerapkan dan memiliki kemampuan konseptual serta keterampilan dalam membantu mengungkap potensi olahragawan mencapai puncak prestasi. Sedangkan sasaran latihan secara umum adalah “untuk meningkatkan kemampuan dan kesiapan olahragawan dalam mencapai puncak prestasi” (Sukadiyanto,2005: 8). Sedangkan latihan fisik adalah ”latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi fisik, yaitu faktor yang amat penting bagi setiap atlet” (Harsono, 2005: 41). Oleh karena itu, penting bagi atlet selalu menjaga kondisi fisiknya agar tetap dapat berprestasi dan meningkatkan prestasinya dalam berbagai kejuaraan baik itu ditingkat daerah, nasional maupun sampai tingkat internasional.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru olahraga di SMA Negeri 2 Bangli menunjukkan bahwa prestasi siswa di bidang atletik khususnya dicabang lari jarak jauh mengalami penurunan. Pada tahun 2006 hingga 2011 SMA N 2 Bangli selalu mendapatkan juara umum khususnya di cabang olahraga atletik dalam porsenijar dikabupaten Bangli. Namun pada tahun 2012 hingga sekarang SMA N 2 Bangli belum bisa merebut juara umum lagi di bidang atletik.
Menurut Bapak I Wayan Sadar, S.Pd yang selaku guru mata pelajaran Penjaskesrek di SMA N 2 Bangli menurunnya prestasi olahraga yang dicapai akhir-akhir ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya pembinaan fisik yang baik dan terarah bagi para siswa. Dalam hal ini, terdapat 10 macam komponen kondisi fisik (kebugaran jasmani) yang menjadi faktor pendukung seorang atlet, diantaranya: kekuatan otot, daya tahan jantung-paru, daya tahan otot, kelentukan, komposisi tubuh, kecepatan, kelincahan, kecepatan reaksi, keseimbangan, dan koordinasi. Daya tahan jantung-paru merupakan 1 dari sepuluh komponen kondisi fisik yang bisa meningkatkan prestasi. Daya tahan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja dalam waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan dan masih memiliki cadangan tenaga untuk kegiatan rutin sehari-hari. Dan daya tahan jantung-paru merupakan kemampuan jantung dan kapasitas paru-paru dalam melakukan aktifitas kerja dalam waktu lama tanpa mengalami gangguan yang berarti.
Salah satu masalah yang di hadapi adalah upaya dalam meningkatkan daya tahan jantung atau kardiovaskuler yang di miliki oleh para siswa. Siswa di SMA Negeri 2 Bangli kurang dapat menerima dengan baik bentuk latihan-latihan konvensional yang diberikan oleh guru olahraga maupun pelatih dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler. Disini perlu adanya modifikasi latihan atau bentuk latihan yang baru dan motivasi pelatihan olahraga yang dapat
membangkitkan semangat siswa dan menghilangkan kejenuhan siswa terhadap bentuk pelatihan yang lama untuk berlatih.
Untuk itu perlu adanya solusi yang dapat kiranya mengatasi kendala-kendala yang akan di hadapi oleh para siswa, sehingga nantinya siswa akan dapat berlatih dengan bersungguh-sungguh tanpa adanya perasaan tertekan dari pihak manapun. Salah satu alternatif untuk memecahkan masalah ini ialah memberikan latihan fisik dengan bentuk pelatihan yang dimodifikasi.
Berdasarkan dari hal tersebut maka peneliti mencoba menerapkan pelatihan
downhill dan uphill running terhadap daya
tahan kardiovaskuler pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA N 2 Bangli tahun pelajaran 2015/2016. Downhill running adalah aktifitas lari menuruni bukit untuk melatih kecepatan frekwensi gerak kaki dan
uphill running merupakan aktifitas lari
dibukit atau tanjakan dengan kemiringan sudut kurang lebih 45 derajat untuk mengembangkan dinamik strength. Dari pelatihan yang akan diberikan diharapan dapat memberikan kontribusi yang baik dalam meningkatkan daya tahan kardiovaskuler dalam olahraga atletik, serta meningkatkan prestasi siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA N 2 Bangli khususnya dalam cabang olahraga atletik lari jarak jauh.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pelatihan downhill running
berpengaruh terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli?
2. Apakah pelatihan uphill running
berpengaruh terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli?
3. Apakah ada perbedaan pelatihan
downhill dan uphill runningterhadap
peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada siswa ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli tahun pelajaran 2015/2016?
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka adapun yang menjadi tujuan dari penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh pelatihan downhill running terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli.
2. Untuk mengetahui pengaruh pelatihan uphill running terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli.
3. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh pelatihan downhill dan
uphill running terhadap peningkatan
daya tahan kardiovaskuler pada siswa ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli tahun pelajaran 2015/2016.
Secara teoritis penelitian ini memberikan informasi dalam bidang ilmu pengetahuan pada umumnya dan dalam bidang Ilmu Keolahragaan pada khususnya yang dikaitkan dengan pengaruh pelatihan
downhill dan uphill running terhadap
peningkatan daya tahan kardiovaskuler, serta sebagai bahan informasi ilmiah untuk kepentingan penelitian selanjutnya.
Adapun manfaat secara praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pedoman bagi pelatih, pembina dan
guru olahraga untuk dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam pelatihan untuk meningkatkan prestasi olahraga yang lebih banyak menggunakan daya tahan.
b. Menambah perbendaharaan bentuk latihan alternatif untuk daya tahan kardiovaskuler bagi para pelatih maupun guru olahraga.
c. Bagi siswa merupakan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk melatih daya tahan kardiovaskuler dengan cara pelatihan yang berbeda.
d. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi peneliti selanjutnya untuk dapat dijadikan kajian ilmiah untuk penelitian selanjutnya.
Pelatihan adalah suatu proses latihan fisik yang terprogram secara sistematis, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban semakin bertambah secara bertahap, sehingga memiliki sasaran perbaikan fungsi organ tubuh, serta untuk mempersiapkan atlet pada tingkat tertinggi penampilannya (Kanca, 2004:49).
Nala (1998: 1) pelatihan merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang dilakukan secara sistematis berulang-ulang (repetitif) dalam jangka waktu (durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual, yang bertujuan untuk memperbaiki sistem serta fungsi fisiologi dan psikologi tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal.
Nala (1992: 44) menyatakan, Pelatihan merupakan salah satu kunci tercapainya prestasi individu. Untuk mencapai prestasi yang optimal tersebut diperlukan ketahanan fisik yang maksimal. Dalam olahraga ada beberapa komponen fisik yang dapat meningkatkan prestasi atlet secara maksimal. Adapun komponen tersebut adalah kekuatan, daya tahan, daya ledak, kelincahan, ketepatan, kecepatan, waktu reaksi, kelentukan, koordinasi dan keseimbangan. Pelatihan fisik merupakan bentuk latihan yang terprogram yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas fungsional tubuh. Suatu pelatihan fisik yang dilakukan secara terprogram akan memberikan suatu dampak atau peningkatan yang nyata bagi kemampuan fungsi organ tubuh. Dari beberapa pendapat, dapat disimpulkan pelatihan adalah rangkaian aktivitas fisik yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang dalam durasi yang panjang dan ada peningkatan beban dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan fisik, memperbaiki fungsi fisiologis dan psikologis tubuh untuk mencapai puncak prestasi yang tinggi. Jeff Gaudette (16 weeks to a
faster marathon) Pelatihan Downhill
Running adalah lari menuruni bukit atau
sering disebut lari menurun. Kemiringan yang ideal dalam pelatihan ini adalah 45 derajat, ketika pelaksanaan lari posisi badan tetap mengikuti gravitasi, tangan sebaiknya diayunkan kedepan-kebelakang bukan kesamping karena itu akan lebih
banyak menguras energi pandangan ketika berlari mengarah kedepan pendaratan kaki ketika berlari bergantung pada tingkat turunan. Menurut Yoda (2006: 34 ), Down
Hill lari menuruni bukit untuk melatih
kecepatan frekwensi gerak kaki.
Pelatihan Downhill Running
merupakan suatu pelatihan yang dilakukan dengan berlari menuruni bukit atau berlari dengan keadaan miring dan badan mengikuti gravitasi. Cara melakukannya adalah peserta berdiri dititik A yang merupakan tempat start, peserta melakukan start dengan start berdiri, setelah ada aba-aba atau peluit peserta berlari menuju ke titik B dimana merupakan finish dari pelatihan Downhill Running ini.
Langkah yang baik untuk melakukan
Downhill Running adalah sebagai berikut:
a. Jangan overstride, walaupun normal bila tubuh secara reflek ingin mengambil langkah panjang untuk mengurangi hentakan pada kaki, overstriding memberikan stres tinggi pada otot quads dan dapat mengundang cidera.
b. Jaga langkah kaki tetap rendah di tanah dan bergerak dengan ringan dengan demikian frekuensi siklus langkah akan meningkat.
c. Posisikan bahu sedikit condong ke depan dan pinggul serta kaki tepat di bawah pusat tengah tubuh.
d. Jangan mencondongkan badan ke belakang dan berusaha untuk mengerem langkah, biarkan daya gravitasi bekerja ketika turun menyusuri bukit.
Menurut Yoda (2006: 34 ), “Uphill lari di bukit untuk mengembangkan dinamik
strenght. Hal ini juga bisa dilakukan lari di
pasir, air yang dangkal, atau lapangan yang empuk”.
Berlari menanjak membakar lebih banyak kalori, melatih lebih banyak otot, dan meningkatkan kebugaran lebih cepat dibanding di trek datar. Para peneliti dari Karolinska Institute di Swedia melakukan
penelitian terhadap para pelari marathon untuk melakukan latihan dua sesi berlari di bukit dalam seminggu selama 12 minggu. Hasilnya menunjukan bahwa efisiensi lari mereka meningkat 3%.
Pada otot quads orang yang berlari di bukit mengandung lebih banyak enzim aerobik, yang membuat mereka dapat bekerja dalam intensitas tinggi untuk jangka waktu lama. Dan artinya juga ketahanan tubuh yang lebih untuk melakukan olahraga apapun. Cara beradaptasi di bukit adalah dengan memotong dan mengubah langkah kaki, berlari menanjak di bukit langkah harus pendek dibandingkan dengan berlari ditempat yang datar. Dr. Bengt Saltin (dalam Denny Hariandja, 2013:www.fitnessformen.co.id)
Langkah yang benar untuk melakukan latihan uphill running ini adalah sebagai berikut:
a. Kunci untuk menaklukan tanjakan bukanlah dengan menaikan kekuatan dan kecepatan, tapi dengan mempertahankan level intensitas. Artinya, jangan merubah atau malah menurunkan kecepatan agar energi yang digunakan tetap efisien dan tidak kehabisan napas ketika mencapai puncak tanjakan bukit.
b. Ketika mendekati tanjakan, perhatikan postur tubuh, lengan berada pada sudut 90 derajat dan bergerak ke depan dan ke belakang (rotasi melalui pundak), tidak mengayun ke kiri dan ke kanan. c. Punggung dalam keadaan lurus dan
tegak, kita dapat mencondongkan badan sedikit dari titik pinggul tapi pastikan tidak membungkuk.
d. Lengan bergerak dengan kecepatan rendah dan ayunan pendek, dengan menjaga gerakan lengan dan kaki tidak akan beranjak terlalu tinggi dari tanah, hasilnya adalah langkah yang lebih pendek dan cepat, serta efisien.
e. Ketika mencapai puncak bukit, kembali ke intensitas dan gerakan langkah normal.
Pengertian daya tahan ditinjau dari kerja otot adalah kemampuan kerja otot atau sekelompok otot dalam waktu yang
tertentu. Daya tahan kardiovaskuler merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang menyangkut masalah kemampuan seorang melakukan aktivitas olahraga dalam waktu yang lama. Daya tahan kardiovaskuler berkaitan dengan kemampuan sistem sirkulasi yang terdiri dari organ jantung, darah, dan pembuluh darah dalam mengangkut oksigen dalam kurun waktu tertentu (Wiarto Giri, 2013: 23). Dikatakan jangka waktu tertentu karena dalam istilah daya tahan, terdapat beberapa macam definisi daya tahan yang dibedakan menurut lamanya waktu kerja contohnya pelatihan ketahanan jangka pendek, pelatihan ketahanan jangka menengah, pelatihan ketahanan jangka panjang. Oleh karenanya, pelatihan yang berdasarkan prinsip daya tahan ini akan berdampak pada kualitas jantung dan sistem peredaran darah. Tujuan pelatihan yang berdasarkan atas aspek-aspek untuk meningkatkan daya tahan olahragawan adalah meningkatkan kemampuan seseorang atau atlet agar mampu mengatasi kelelahan selama aktivitas kerja dalam kurun waktu tertentu. Sistem kardiovaskuler yang menjadi kunci dari pelatihan ini ditujukan untuk memperlancar metabolisme tubuh, dengan jalan mempertahankan tekanan dan pembagian darah ke dalam jaringan-jaringan. Pada saat pelatihan berlangsung, keperluan oksigen untuk jaringan akan bertambah besar. Oleh karena itu, secara refleks akan terjadi perubahan pengaliran darah seperti timbulnya kenaikan volume darah tiap menit dan bertambahnya jumlah aliran darah ke otot-otot yang lebih aktif, sementara itu terjadi penurunan aliran darah ke daerah-daerah rawan seperti otak dan jantung.
Aliran darah tersebut akan bekerja maksimal apabila organ-organ peredaran darah berfungsi secara baik. Fungsi organ-organ tersebut akan berjalan secara maksimal bila memperoleh pelatihan yang benar dan tepat. Oleh sebab itu, pelatihan downhill dan uphill runningsangat tepat untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskuler sehingga mampu melakukan recovery dirinya dengan cepat dan dapat melakukan latihan dengan intensitas yang lebih tinggi.
METODE
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen. Yang dimaksud dengan penelitian eksperimen yaitu penelitian yang dimaksud untuk menguji hubungan antara suatu sebab (causa) dengan akibat (effect). Jika dilihat dari karakternya, penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu, yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dari eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau memanipulasikan semua variabel yang relevan (Kanca, 2010:66).
Penelitian eksperimental pada dasarnya ingin menguji hubungan antara suatu sebab (causa) dangan akibat (effect) (kanca, 2010:76)
Pada rancangan eksperimen semu sudah memenuhi tiga prinsip yaitu: (1) randomisasi, (2) replikasi, (3) adanya kelompok kontrol (pembanding)
Maka penelitian dilakukan sebagai berikut. Subjek (S) diberikan test awal atau
pretest (T1) berupa tes MFT untuk
mengukur daya tahan kardiovaskuler. Dengan hasil pretest tersebut subjek dibagi menjadi 2 kelompok secara ordinal pairing (OP). Untuk menentukan 2 kelompok perlakuan, kedua kelompok tersebut diundi. Kelompok satu (K1) diberikan pelatihan
uphill running, sedangkan kelompok (K2)
diberikan pelatihan downhill running.
Pelatihan akan diberikan selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali perminggu atau 12 kali pelatihan. Setelah 12 kali pelatihan, kedua kelompok diberikan posttest (T2) dengan test yang sama seperti pada
pretest. Kemudian membandingkan hasil
antara posttets kelompok satu (K1) dengan kelompok dua (K2), serta mencari perbedaannya antara kelompok satu (K1) dengan kelompok dua (K2). Kemudian akan dilakukan uji terhadap hasil data yang telah diperoleh diantaranya Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji lilliefors dengan bantuan SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05. Kreteria pengambilan keputusan yaitu jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari pada α (sig > α), maka subjek berasal dari populasi yang berdistribusi normal,
sedangkan jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari pada α (sig < α), maka subjek bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Candiasa, 2004: 8). Uji homogenitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data subjek berasal dari populasi-populasi yang memiliki homogen, bila homogen dilanjutkan dengan statistik parametrik dan jika tidak homogen dilanjutkan dengan statistik non parametrik. Uji homogenitas data dalam penelitian ini menggunakan uji levene dengan bantuan program SPSS 16,0 taraf signifikansi (α) 0,05. Kreteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi levene lebih besar dari pada α (sig > α), maka variasi subjek adalah sama (homogen), sedangkan jika signifikansi levene lebih kecil dari pada α (sig < α) maka variasi subjek tidak sama (tidak homogen) (Candiasa, 2004:17). Uji hipotesis pengaruh downhill dan uphill running terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler, menggunakan uji ANOVA (uji F) khususnya One Way ANOVA karena dalam penelitian ini menguji lebih dari dua subjek. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikasi F < α maka, terdapat perbedaan yang nyata dari masing-masing kelompok. Sedangkan jika nilai signifikasi F > α maka, tidak terdapat perbedaan yang nyata dari masing-masing kelompok (Santoso, 2011: 286). Jika terdapat perbedaan dari masing-masing kelompok maka perlu dilakukan uji lanjut untuk mengetahui apakah pelatihan downhill running atau pelatihan uphill running yang lebih baik pengaruhnya terhadap daya tahan kardiovaskuler. Dalam penelitian ini, uji lanjut yang digunakan adalah Uji Least Significant Difference (LSD) dengan bantuan SPSS 16.0. Kriteria pengambilan keputusan yaitu jika nilai signifikasi LSD α > 0,05 maka hipotesis ditolak, sedangkan jika nilai signifikasi LSD α < 0,05 maka hipotesis diterima.
HASIL
Deskripsi hasil pre-test daya tahan kardiovaskuler pada kelompok perlakuan
downhill running dari 13 perlakuan
diperoleh nilai mean 34,985, median 34,7,
Variance 13,578, rentangan 11,3, nilai
terendah 29,5 dan nilai tertinggi 40,8. Sedangkan data hasil post-test daya tahan kardiovaskuler pada kelompok perlakuan
downhill running diperoleh nilai mean 26, median 38.192, mode 38.900, standar
deviasi 40.5, Variance 3.2108, rentangan 10.309, nilai terendah 10.3 dan nilai tertinggi 32.6. Dari data pre-test dan
post-test pada kelompok perlakuan downhill
running terdapat peningkatan yang
signifikan terhadap daya tahan kardiovaskuler.
Deskripsi hasil pre-test daya tahan kardiovaskuler pada kelompok perlakuan
uphill running dari 13 perlakuan diperoleh
nilai mean 35,585, median 35, mode 29,5, standar deviasi 4,7553, Variance 22,613, rentangan 17,9, nilai terendah 29,5 dan nilai tertinggi 47,4. Sedangkan data hasil
post-test daya tahan kardiovaskuler pada
kelompok perlakuan uphill running
diperoleh nilai mean 39,823, median 40,2,
mode 36,8, standar deviasi 3,5996,
Variance 12,957, rentangan 13, nilai
terendah 34,7 dan nilai tertinggi 47,7. Dari data pre-test dan post-test pada kelompok perlakuan uphill running terdapat peningkatan yang signifikan terhadap daya tahan kardiovaskuler.
Deskripsi hasil pre-test daya tahan kardiovaskuler pada kelompok kontrol
diperoleh nilai mean 34,892, median 34,7,
mode 34,7, standar deviasi 3,8472,
Variance 14,801, rentangan 11,8, nilai
terendah 28,7 dan nilai tertinggi 40,5. Sedangkan data hasil post-test daya tahan kardiovaskuler pada kelompok kontrol diperoleh nilai mean 34,585, median 34,3,
mode 28,7, standar deviasi 3,9902,
Variance 15,921, rentangan 11,8, nilai
terendah 28,7 dan nilai tertinggi 40,5. Dari data pre-test dan post-test pada kelompok kontrol tidak terdapat peningkatan yang signifikan terhadap daya tahan kardiovaskuler.
Pengujian terhadap normalitas data penelitian dilakukan dari data daya tahan kardiovaskuler pada kelompok perlakuan pelatihan downhill running dan uphill
running serta kelompok kontrol yang
menggunakan uji lilliefors
kolmogorov-smirnov dengan bantuan SPSS 16.0 pada
taraf signifikansi () 0,05. Kriteria pengambilan keputusannya, yaitu jika signifikansi hitung > (sig > 0,05), maka subjek berdistribusi normal. Sebaliknya, jika signifikansi hitung < , maka subjek berdistribusi tidak normal. Rangkuman hasil uji normalitas data tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data dengan Instrumen Uji Lilliefors
Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Downhill running .148 13 .200* .948 13 .572
Uphill running .195 13 .191 .932 13 .361
Kontrol .125 13 .200* .946 13 .541
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Uji homogenitas data dilakukan terhadap data post-test dari daya tahan kardiovaskuler pada kelompok perlakuan pelatihan downhill running, pelatihan uphill
running dan kelompok kontrol yang
menggunakan uji levene dengan bantuan
SPSS 16.0 pada taraf signifikansi (α) 0,05.
Kriteria pengambilan keputusan, yaitu jika nilai signifikansi hitung > , maka variansi setiap subjek sama (homogen).
Sedangkan, jika signifikansi hitung < , maka variansi setiap subjek tidak sama (tidak homogen). Hasil untuk uji
Tabel 2. Data Hasil Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variance
Kardiovaskuler Levene Statistic df1 df2 Sig.
Based on Mean .440 2 36 .647
Based on Median .423 2 36 .658
Based on Median and with
adjusted df .423 2 35.254 .659
Based on trimmed mean .438 2 36 .649
Hasil Uji-t Independent daya tahan kardiovaskuler pada table 3 di peroleh nilai t-hitung sebesar 2.540 dengan taraf signifikansi sebesar 0,018. nilai signifikansi hitung 0,018 < 0,05, maka terdapat
perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok. Sehingga hipotesis “pelatihan
downhill running bepengaruh terhadap
peningkatan daya tahan kardiovaskuler”, diterima.
Tabel 3. Hasil Uji-t Independent Pelatihan Downhill Running dan Kelompok Kontrol
Sumber Data T Df sig.
Daya Tahan Kardiovaskuler 2.540 24 .018
Hasil Uji-t Independent daya tahan kardiovaskuler pada table 4 di peroleh nilai t-hitung sebesar 3.515 dengan taraf signifikansi sebesar 0,002. nilai signifikansi hitung 0.002 < 0,05, maka terdapat
perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok. Sehingga hipotesis “pelatihan
uphill running bepengaruh terhadap
peningkatan daya tahan kardiovaskuler”, diterima.
Tabel 4. Hasil Uji-t Independent Pelatihan Uphill Running dan Kelompok Kontrol
Sumber Data T Df sig.
Daya Tahan Kardiovaskuler 3.515 24 .002
Berdasarkan hasil uji-F (One Way
Anova) yang disajikan pada tabel 5 di atas
menunjukkan angka signifikansi sebesar 0,002 dan memiliki nilai F hitung sebesar 7.152. Angka signifikansi tersebut < 0,05 hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima. Hal ini menyatakan bahwa secara
statistik terbukti ada perbedaan pengaruh pelatihan downhill running dan uphill
running terhadap peningkatan daya tahan
kardiovaskuler.
Tabel 5. Hasil Uji-F ANOVA Data Daya Tahan Kardiovaskuler ANOVA
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 186.837 2 93.419 7.152 .002
Within Groups 470.249 36 13.062
Berdasarkan hasil uji-F (one way
anova) dilanjutkan dengan uji LSD (least significant difference ) untuk mengetahui
pelatihan mana yang lebih baik
pengaruhnya terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler dengan bantuan SPSS 16.0 pada taraf signifikansi < 0,05. Data dapat dilihat pada table 6.
Tabel 6. Hasil uji pembanding Least Significant Differentce (LSD) Multiple Comparisons
Dependent Variable: MFT LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound
Downhill Running Uphill Running -1.6308 1.4176 .258 -4.506 1.244 Kontrol 3.6077* 1.4176 .015 .733 6.483 Uphill Running Downhill Running 1.6308 1.4176 .258 -1.244 4.506 Kontrol 5.2385* 1.4176 .001 2.363 8.114 Kontrol Downhill Running -3.6077* 1.4176 .015 -6.483 -.733 Uphill Running -5.2385* 1.4176 .001 -8.114 -2.363
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. PEMBAHASAN
Secara teoritis hasil pelatihan
downhill running berpengaruh terhadap
peningkatan daya tahan kardiovaskuler. Gerakan pada pelatihan downhill running dilakukan dengan cara berlari menuruni bukit sesuai repetisi dan set yang ditentukan dengan memperhatikan waktu kerja dan istirahat. Pelatihan yang baik adalah pelatihan yang di rancang secara sistematis dengan mengikuti karakteristik cabang olahraga dan ketersediaan waktunya. Suatu pelatihan akan mencapai hasil yang maksimal apabila pelatihan tersebut mengikuti sistematika pelatihan. Hal ini dimaksudkan untuk menimalisir cedera pada saat melakukan suatu pelatihan. Dengan pelatihan yang diberikan secara bertahap akan meningkatkan aktivitas fisik maka akan terjadi peningkatan terhadap daya tahan kardiovaskuler. Selain itu pelatihan downhill running yang dilakukan secara berulang-ulang menyebabkan peningkatan aktivitas yang memacu kinerja jantung dan paru untuk mentransfer oksigen kedalam darah
sehingga menyebabkan peningkatan. Pembesaran otot disebabkan oleh peningkatan jumlah darah yang dipompa. Peningkatan daya tahan kardiovaskuler menyebabkan daya tahan terjaga dan lebih maksimal sehingga mendukung kemampuan atlet beraktifitas dalam waktu yang lebih lama.
Secara teoritis hasil pelatihan uphill
running berpengaruh terhadap peningkatan
daya tahan kardiovaskuler. Daya tahan kardiovaskuler merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang menyangkut masalah kemampuan seorang melakukan aktivitas olahraga dalam waktu yang lama. Daya tahan kardiovaskuler berkaitan dengan kemampuan sistem sikulasi yang terdiri dari organ jantung, darah, dan pembuluh darah dalam mengangkut oksigen dalam kurun waktu tertentu. Dikatakan jangka waktu tertentu karena dalam istilah daya tahan, terdapat beberapa macam definisi daya tahan yang dibedakan menurut lamanya waktu kerja contohnya pelatihan ketahanan jangka pendek,
pelatihan ketahanan jangka menengah, pelatihan ketahanan jangka panjang. Salah satu komponen yang harus dimiliki seorang atlit adalah daya tahan. Daya tahan memegang peran sangat penting dalam atletik, mengingat atletik itu membutuhkan tenaga atau daya tahan yang bagus, apalagi atletik balam bidang lari jarak jauh yang membutuhkan daya tahan dalam jangka waktu yang panjang. Oleh
karenanya, pelatihan yang berdasarkan prinsip-prinsip dasar pelatihan dimana dalam mendisain suatu program latihan dengan menerapkan prinsip overload, peningkatan bebannya harus dirancang seperti sistem tangga (step type approach) daya tahan ini akan berdampak pada kualitas jantung dan sistem peredaran darah.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
1. Pelatihan uphill running berpengaruh terhadap daya tahan kardiovaskuler pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli tahun pelajaran 2015/2016.
2. Pelatihan downhill running
berpengaruh terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA negeri 2 Bangli tahun pelajaran 2015/2016.
3. Terdapat perbedaan pengaruh pelatihan downhill dan uphill running terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli tahun pelajaran 2015/2016, dimana pelatihan uphill running
memiliki pengaruh lebih baik terhadap peningkatan daya tahan kardiovaskuler pada siswa peserta ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 2 Bangli tahun pelajarajn 2015/2016.
SARAN
Berdasarkan simpulan di atas, terdapat beberapa saran yang disampaikan
sebagai berikut:
1. Bagi pembina olahraga dan pelatih, disarankan untuk menggunakan hasil penelitian ini sebagai alternatif untuk pelatihan meningkatkan daya tahan kardiovaskuler siswa untuk penunjang prestasi olahraga kedepannya.
2. Bagi atlet, disarankan untuk menggunakan pelatihan yang tepat untuk meningkatkan daya tahan kardiovaskuler sesuai dengan
kebutuhan dalam menunjang prestasi khususnya dalam cabang atletik.
3. Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis diharapkan pula adanya penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak, waktu yang lebih lama dan pada kelompok usiayang berbeda untuk mendapat generalisasi yang lebih luas.
DAFTAR PUSTAKA
Anafi, Suriah. 2014. “Pengaruh Latihan Lari Mendaki Bukit dan Menuruni Bukit terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Tungkai dan Kecepatan Reaksi Kaki”. Tersedia pada
http:www.osj.unm.ac.id.cometitor. (diakses tanggal 25 Mei 2016) Anonim. “Pengertian Kata Pengaruh”
tersedia pada
pengaruh (diakses pada tanggal 20 Januari 2016 jam 20.45 Wita). Anonim. “Peredaran Darah Pada Tubuh
Manusia” tersedia pada http://www. google.com/imgres?imgurl=http://atr elialelia.files.wordpress.com/2010/1 1/peredaran-darah.(diakses pada tanggal 21 Januari 2016 jam 22.00 Wita).
Bompa, Tudor. 2009. Periodization Theory
and Methodology of
Training.Kanada: Human Kinetics.
Hariandja, Denny. 2013. Tentang Lari
Ditanjakan. Tersedia dalam www.fitness-
formen.co.id. (diakses pada tanggal 4 Februari 2016 jam 20.15 Wita)
Irianto, Djoko Pekik. 2002. Dasar
Kepelatihan. Yogyakarta: Surat
Perjanjian Pelaksanaan Penulisan Diktat.
Gaudette, Jeff DKK. 2016. 16 Weeks To A
Faster Marathon Ebook. Kanada
(ebook on www.howtorunning.com) Kanca, I Nyoman. 2004. Pengaruh
Pelatihan Fisik Aerobik Dan
Anaerobik Terhadap Absorpsi
Karbohidrat Dan Protein Di Usus Halus Rattus Norvegicus Strain
Wistar. Disertasi Doktor Ilmu
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
---, 2006. Buku Ajar Metodologi Penelitian Keolahragaan. Singaraja:
Undiksha.
---, 2010. Metode Penelitian Pengajaran
Pendidikan Jasmani Dan Olahraga.
Singaraja: Undiksha.
Kardjono. 2008. Buku Ajar Pembinaan
Kondisi Fisik. UPI.
Lorensa, 2013. Pengaruh Latihan Mendaki dan Menuruni Bukit terhadap Kemampuan Lari Jarak Menengah.Tersedia pada http:www.repositoy.unib.ac.id.1-14-dod-FK (diakses tanggal 20 Mei 2016).
Nala, Ngurah. 2001. Pelatihan Komponen
Biomotorik. Denpasar: Universitas
Udayana.
Nurhasan. 2001. Tes dan Pengukuran
Dalam Pendidikan Jasmani: Prinsip-Prinsip dan Penerapannya. Jakarta:
Ditjen Olahraga.
Sanjoyo. 2005. Tugas Biomedik
Farmakologi “Sistem
Kardiovaskuler”. UGM.
Santoso, Singgih. 2011. Mastering SPSS
Versi 19. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Sukadiyanto. 2005. Pengantar Teori dan
Metodologi Melatih Fisik.
Yogyakarta: UNY.
Sunarno, Agung. 2011. Metode Penelitian
Keolahragaan. Surakarta: Yuma
Pustaka.
Sutijono, Hari, dkk. 2001. Instruktur
Fitness. Surabaya: Unesa University
Press.
Swadesi, I Ketut Iwan. 2009. Buku Ajar
Perkembangan dan Belajar Motorik.
Sudarsono, Slamet. 2011.”Penyusunan
Program Pelatihan Berbeban Untuk
Meningkatkan Kekuatan”. Jurnal
Ilmiah SPIRIT, Volume 11 (hlm.35). Undiksha. 2014. Pedoman Penulisan
Skripsi dan Tugas Akhir. Singaraja:
Kemendiknas Undiksha.
Wiarto, Giri. 2013. Fisiologi dan Olahraga.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wikipedia. 2013. “Komposisi Darah”
tersedia pada
http://id.wikipedia.org/wiki /Darah (diakses pada tanggal 21 Januari 2016 jam 22.00 Wita).
Yoda, I Ketut. 2006. Buku Ajar peningkatan
Kondisi Fisik. Singaraja: Fakultas
Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha.