4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ayam Kampung
Ayam kampung yang lebih dikenal dengan ayam buras, merupakan ternak lokal yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan ayam ras, ayam kampung memiliki beberapa keunggulan. Harga telur dan dagingnya lebih mahal dibandingkan ayam ras. Disamping itu, ayam ini lebih tahan penyakit dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, sehingga pemeliharaannya lebih mudah (Husmaini dan Sabrina, 2006).
Ayam kampung sangat penting karena memiliki beberapa keunggulan lainnya yaitu, dengan sistem umbaran, tanpa biaya produksi disertai ancaman predator dan penyakit, ayam kampung masih mampu menghasilkan 30 −40 butir telur setiap tahun, dengan bobot badan 1,20−1,50 kg (Kingston 1979, Nataamijaya et al. 1986). Meskipun produktivitasnya rendah, ayam lokal Indonesia memiliki keunggulan tersendiri. Sulandari et al. (2007) menyatakan bahwa 63% ayam lokal Indonesia tahan terhadap virus highly pathogenic H5N1 avian influenza (HPAI virus) atau flu burung karena memiliki frekuensi gen antivirus Mx+ yang lebih tinggi (Seyama et al. 2006). Oleh karena itu, ayam lokal mempunyai prospek pasar yang sangat baik. Usaha peternakan ayam lokal akan membuka peluang kerja yang besar karena bersifat padat karya dibandingkan industri ayam ras yang bersifat padat modal (Nataamijaya, 2010).
5 2.2. Produktifitas Ayam Kampung
Produktifitas ayam kampung terbilang rendah berkisar antara 30-60
butir/tahun, pertumbuhan lambat, mortalitas tinggi akibat penyakit. Produktivitas
ayam lokal pada berbagai kondisi lingkungan tersebut relatif tidak berbeda. Seperti halnya ayam lokal yang dipelihara petani di Pulau Jawa, produksi telur masih rendah, berkisar antara 30-60 butir/tahun. Produksi telur rata-rata berkisar antara 10-15 butir/periode bertelur (clutch) dan daya tetas 20-100%, Periode istirahat bertelur sekitar 3-4 kali/ tahun (Suriadikarta dan Sutriadi, 2007). Produktivitas ayam lokal tidak berbeda pada berbagai tipologi lahan, karena lebih banyak dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan. Rendahnya produksi disebabkan oleh lamanya periode mengasuh anak dan istirahat bertelur (Biyatmoko, 2003). Produksi telur ayam lokal yang dipelihara di pedesaan sangat beragam, baik antar jenis, antar individu dalam jenis yang sama dan antar daerah. Selain beragam, produktivitas ayam kampung juga rendah. Produksi telur selama satu tahun hanya mencapai sekitar 25 % dari produksi telur ayam ras (Suprijatna, 2010).
2.2.1. Ayam Kampung Putih
Produktivitas dari ayam kampung putih ini cukup produktif yaitu dalam satu tahun ayam betina ini bisa menghasilkan telur lebih dari 200 butir dengan berat rata-rata 32,9 gram. Ayam kampung putih ini memiliki keunggulan yaitu tahan
6 terhadap penyakit, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan memiliki daya tetas yang cukup baik, ayam kampung putih ini memiliki warna bulu putih yang seragam.
2.2.2. Ayam Kampung Lurik
Ayam Arab memiliki produktifitas lebih menguntungkan dibandingkan dengan ayam kampung, karena ayam kampung hanya mampu memproduksi telur 39- 130 butir per tahun, sedangkan ayam Arab bila dibudidayakan secara intensif setiap tahun dapat bertelur hingga 280 butir (Binawati, 2008). Ayam Arab yang dikenal di masyarakat ada dua jenis yaitu ayam Arab putih (Silver) dan merah (Gold). Ayam Arab Silver mempunyai ciri-ciri warna bulu putih bertotol-totol hitam dan di bagian kaki terdapat pigmen berwarna hitam, sedangkan ayam Arab Gold mempunyai ciri-ciri warna bulu merah keemasan dan bertotol-totol hitam di bagian sayap (Ani Nurgiartiningsih dkk, 2012).
7 2.2.3. Ayam Kampung Wareng
Ayam kampung wareng memiliki produktifitas telur berkisar 15 butir per periode bertelur. Apabila dipelihara secara intensif produksi telurnya dapat mencapai 24-28 butir per periode. Ayam Wareng dewasa yang dipelihara secara intensif memiliki bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan ayam lokal lainnya pada umur yang hampir sama. Hal ini diduga erat berkaitan dengan faktor genetik, sehingga bobotbadan yang kecil ini dapat dijadikan sebagai ciri khas (identitas khusus) dari ayam Wareng. Sopiyana dkk (2016) mengatakan bahwa karakteristik ayam wareng yaitu memiliki postur tubuh yang relatif kecil namun mampu berproduksi telur relatif banyak sehingga efisien dalam memanfaatkan pakan. Pemanfaatan ayam Wareng sebagai penghasil telur konsumsi belum diikuti dengan pengelolaan, khususnya program pembibitan yang tepat sehingga populasinya makin menurun dari waktu ke waktu.
8 Ayam ranupane memiliki produktifitas yang hampir sama dengan ayam kampung petelur pada umumnya. Ayam ranupane hidup di dataran tinggi dan diambil dari daerah sekitaran Bromo, Tengger, Semeru, Gubug Klakah, Poncokusumo, Ranupane dan Senduro. Untuk memudahkan maka diberi nama ayam kampung ranupane atau ayam kampung dari dataran tinggi yang bersuhu dingin.
2.3. Proses Pembentukan Telur
Proses pembentukan telur memerlukan waktu 23-26 jam dari proses pembentukan kuning telur (yolk) hingga terbentuk telur yang siap dikeluarkan (Fadilah dan Fathkuroji, 2013). Pertumbuhaan dan pembentukan telur dimulai dengan pembentukan kuning telur didalam ovarium sang betina. Ovarium bangsa unggas terdiri dari 3000 atau lebih calon kuning telur dan dari jumlah sebanyak itu ada 5 atau 6 kuning telur yang ukurannya lebih besar (Rasyaf, 1991). Ovulasi pada ayam secara normal terjadi 30 menit setelah telur dikeluarkan. Ovulasi tidak akan terjadi apabila telur masih berada di dalam oviduk. Peneluran yang terhambat disebabkan oleh jam peneluran yang jatuh pada sore atau malam hari. Peneluran
9 tersebut mengakibatkan terjadinya seri peneluran secara suksesif dari setiap individu. Hormon steroid yang menstimulus ovum menyebabkan ovulasi terjadi secara berkesinambungan (Yuwanta, 2004).
2.4. Indeks Telur
Indeks telur merupakan perbandingan lebar dan panjang telur. Telur yang relatif panjang dan sempit (lonjong) pada berbagai ukuran memiliki indeks telur yang rendah dan telur yang relatif pendek dan lebar (hampir bulat) memiliki indeks telur yang tinggi (Romanoff, 1963). Kardaya dkk (2016) mengatakan bahwa Indeks telur diperoleh dari perbandingan antara lebar telur dengan panjang telur dan dinyatakan dalam persen. Indeks telur digunakan untuk mengetahui bentuk telur yang baik. Indeks telur yang seragam juga memudahkan penanganan pemasaran telur, agar mudah dalam memasukkan ke dalam kemasan (Setiawan, 2006). Indeks telur bentuk telur dapat ditentukan dengan indeks telur yaitu perbandingan antara lebar (diameter) telur dengan panjang telur dikalikan 100. Pengukuran tinggi telur, panjang telur, dan lebar telur menggunakan jangka sorong digital (Dihansih dkk, 2018). Yuwanta (2010) mengatakan bahwa variasi indeks telur diakibatkan dari perputaran telur di dalam alat reproduksi karena ritme dari tekanan reproduksi atau ditentukan oleh diameter lumen alat reproduksi.
2.5. Warna Kerabang
Kerabang telur merupakan lapisan luar telur yang melindungi telur dari penurunan kualitas baik disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan fisik, maupun penguapan (Mulyani dkk, 2012). Tebal kerabang telur dipengaruhi beberapa faktor yaitu: umur, tipe ayam, zat-zat makanan, peristiwa faal dari organ
10 tubuh, stres, dan komponen lapisan kerabang telur. Kerabang yang tipis relatif berpori lebih banyak dan besar, sehingga mempercepat turunnya kualitas telur akibat penguapan dan pembusukan lebih cepat.
Salah satu yang mempengaruhi kualitas kerabang telur adalah umur ayam, semakin meningkat umur ayam kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin tipis, warna kerabang semakin memudar, dan berat telur semakin besar (Yuwanta, 2010).
Warna kerabang telur ayam dibedakan menjadi dua warna utama putih dan coklat. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh genetik dari masing masing ayam. Warna coklat pada kerabang dipengaruhi oleh porpirin yang tersusun dari protoporpirin, koproporpirin, uroporpirin, dan beberapa jenis porpirin yang belum teridentifikasi. Warna kerabang selain dipengaruhi oleh jenis pigmen juga dipengaruhi oleh konsentrasi pigmen warna telur dan juga struktur dari kerabang telur (Hargitai etal., 2011). Pigmen protoporpirin pada pada telur coklat memiliki hubungan dengan ketebalan kerabang, diyakini bahwa protoporpirin memiliki fungsi dalam pembentukan kekuatan struktur kerabang (Mulyani dkk, 2012). 2.6 Warna Kuning Telur
Warna kuning telur merupakan salah satu faktor dalam penentuan kualitas internal telur. Kisaran warna kuning telur pada kipas warna (roche yolk colour fan) adalah 1-15 dari warna pucat sampai orange tua (pekat) (Kurtini dkk, 2015). Yamanto et al (2007) menyatakan bahwa karotenoid merupakan pigmen alami dan dikenal secara luas dari warnanya terutama warna kuning, orange dan merah.
11 Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten, yaitu xantofil, maka warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Hermana dkk, 2016). Pengukuran warna kuning telur dapat dilakukan dengan menggunakan egg yolk colour fan dengan skala warna 1-15 (Sjofjan dkk, 2016).