• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Faktor Penghambat Pencapaian Kinerja Petugas Surveilans Kesehatan (Gasurkes) dalam Upaya Pengendalian Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) di Kecamatan Tembalang Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Faktor Penghambat Pencapaian Kinerja Petugas Surveilans Kesehatan (Gasurkes) dalam Upaya Pengendalian Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) di Kecamatan Tembalang Tahun 2016"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

449

IDENTIFIKASI FAKTOR PENGHAMBAT PENCAPAIAN KINERJA PETUGAS SURVEILANS KESEHATAN (GASURKES) DALAM UPAYA

PENGENDALIAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN TEMBALANG TAHUN 2016

Anisa Eris Herdywati, Kusyogo Cahyo, Aditya Kusumawati

Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

Email : anisaeris@gmail.com

ABSTRCT

Procurement of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Gasurkes is an selected alternative to help Semarang government to reduce the number of dengue fever. This was done because the number of health workers in civil servants only focused in dengue fever. Although Gasurkes was started in Semarang since 2015, the number of dengue fever hasn't decline significantly yet. Even the number of dengue fever in 2015 to 2016 was increased from 1737 to 1857 cases.This research was aimed to identify the inhibiting factors for achieving Gasurkes performance in controlling dengue fever in Kecamatan Tembalang in 2016.

This qualitative research used descriptive approach. By using purposive sampling, this research taken as many as 10 Gasurkes in Kecamatan Tembalang as subjek penelitiant. Data was collected by indepth interview. Data validity was done by triangulation of source as many as 14 people.

The results showed that perceptional speed, ability of deductive thinking, communication skill, dynamic strength and stamina, working experience, education level, demographic factors, and superior support are not inhibiting factors for achieveing Gasurkes performance in controlling dengue fever in Kecamatan Tembalang in 2016. While numeracy skills, memory, family support, residential support, and community support in Gasurkes working area are inhibiting factors for achieveing Gasurkes performance in controlling dengue fever in Kecamatan Tembalang in 2016.

Keywords :Barrier, Performance, Gasurkes, DHV

Bibliography :64,1985-2016 (Essay: 5, Books: 39, Journal:12, Article: 4, Dictionary:1, Health Profile: 9)

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue

(DBD) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue dengan nyamuk Aedes

aegypti sebagai fektor

perantaranya.1Kasus DBD di

Indonesia pertama kali di temukan di Surabaya pada tahun 1968.Angka kejadian DBD selalu mengalami

kenaikan sejak tahun 1968 dan terjadi hingga saat ini.2Pada tahun 2014 dilaporkan bahwa penderita DBD di Indonesia berjumlah 100.347 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 907 orang (IR/Angka

kesakitan= 39,8 per 100.000

penduduk dan CFR/angka

kematian= 0,9%). Angka tersebut terus mengalami kenaikan hingga

(2)

tahun 2015. Pada tahun 2015 dilaporkan penderita DBD sebanyak

129.650 kasus dengan jumlah

kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka kesakitan= 50,75 per 100.000 penduduk d

kematian= 0,83%).3

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka kejadian DBD cukup tinggi. Salah satu kota

Tengah yang memiliki angka

kejadian DBD tinggi adalah Kota Semarang. Kota Semarang selalu menduduki rangking tiga besar kota dengan IR paling tinggi se Provin Jawa Tengah. Trend

di Kota Semarang selama tiga tahun terakhir dapat dilih

berikut:4

Kota Semarang telah

melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka kejadian DBD.

Salah satunya adalah dengan

pembentukan Gasurkes DBD.

Gasurkes adalah

Surveilans Kesehatan yang bekerja dibawah Dinas Kesehatan Kota Semarang dan di tempatkan di

setiap kelurahan

Gasurkes

koordinatorkecamatan, dan satu

Gasurkes ditempatkan sebagai

koordinator kota.Gasurkes yang

ditugaskan di

kelurahan wajib melaporkan hasil

kerjanya kepada Dinas

Kesehatanmelalui k

kecamatan dan melakukan

koordinasi dengan Puskesmas dan kelurahan. 1628 1737 92,43 98,61 0 500 1000 1500 2000 2500 2014 2015

Trend Kejadian DBD Kota Semarang Selama 3 Tahun Terakhir

450

tahun 2015. Pada tahun 2015 dilaporkan penderita DBD sebanyak

9.650 kasus dengan jumlah

kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka kesakitan= 50,75 per 100.000 penduduk dan CFR/angka Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki angka kejadian DBD cukup Salah satu kota di Jawa

Tengah yang memiliki angka

kejadian DBD tinggi adalah Kota Semarang. Kota Semarang selalu menduduki rangking tiga besar kota dengan IR paling tinggi se Provinsi Jawa Tengah. Trend kejadain DBD di Kota Semarang selama tiga tahun at pada grafik

Kota Semarang telah

melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka kejadian DBD.

Salah satunya adalah dengan

pembentukan Gasurkes DBD.

Gasurkes adalah Petugas

Surveilans Kesehatan yang bekerja dibawah Dinas Kesehatan Kota Semarang dan di tempatkan di

dengan satu

sebagai

kecamatan, dan satu

Gasurkes ditempatkan sebagai

ota.Gasurkes yang

masing-masing kelurahan wajib melaporkan hasil

kerjanya kepada Dinas

melalui koordinator

dan melakukan

koordinasi dengan Puskesmas dan

Gasurkes mulai ada di Kota

Semarang sejak tahun 2015.

Keberadaan Gasurkes diperkuat

dengan adanya Peraturan Daerah Kota Semarang (PERDA) No. 5 Tahun 2010 tentang Pegendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue

dan Peraturan Walikota Kota

Semarang No. 27 B Tahun 2012

tentang Petunjuk Pelaksanaan

Peraturan daerah No 5 tahun 2010 tentang pengendalian penyakit DBD.

Gasurkes merupakan

manifestasi dari Petugas Pemantau

Jentik (PPJ) yang disebutkan

didalam PERDA No. 5 Tahun 2010 BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 point 30. Dalam PERDA NO 5 Tahun 2010 disebutkan bahwa adalah orang yang ditunjuk dan

diberi tugas untuk melakukan

Pemeriksaan Jentik Rutin

(PJR),mengumpulkan dan

melaporkan data PJR, penyuluhan

dan menggerakkan masyarakat.

Tugas dari PPJ tersebut sama dengan Tupoksi yang diemban oleh Gasurkes yang bekerja sebagai Petugas Surveilans Kesehatan.

Pada tahun 2015 Kota

Semarang memiliki Gasurkes DBD sebanyak 197 orang, sedangkan pada tahun 2016 Kota Semarang memiliki Gasurkes DBD sebanyak 227. Penambahan jumlah Gasurkes dimaksudkan agar setiap wilayah di Kota Semarang dapat

oleh pelayanan Gasurkes sehingga kejadian DBD dapat ditekan secara perlahan.6

Namun fenomena yang terjadi

pada tahun 2015

menunjukkan kondisi yang

sebaliknya. Angka kejadian DBD di Kota Semarang Justru mengalami peningkatan pada tahun 2015 dan 2016. Jumlah kejadian DBD paling banyak di Kota Semarang sampai akhir Desember 2016 adalah di Kecamatan Tembalang. Hal ini

2245

123,83

2016 Trend Kejadian DBD Kota Semarang Selama 3

Tahun Terakhir

Jumlah Kasus

IR

Gasurkes mulai ada di Kota

Semarang sejak tahun 2015.

Keberadaan Gasurkes diperkuat

Peraturan Daerah Kota Semarang (PERDA) No. 5 Tahun 2010 tentang Pegendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue

dan Peraturan Walikota Kota

Semarang No. 27 B Tahun 2012

tentang Petunjuk Pelaksanaan

Peraturan daerah No 5 tahun 2010 n penyakit DBD.

Gasurkes merupakan

manifestasi dari Petugas Pemantau

Jentik (PPJ) yang disebutkan

didalam PERDA No. 5 Tahun 2010 BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 point 30. Dalam PERDA NO 5 Tahun 2010 disebutkan bahwa PPJ adalah orang yang ditunjuk dan

ugas untuk melakukan

Pemeriksaan Jentik Rutin

mengumpulkan dan

melaporkan data PJR, penyuluhan

dan menggerakkan masyarakat.

Tugas dari PPJ tersebut sama dengan Tupoksi yang diemban oleh Gasurkes yang bekerja sebagai

etugas Surveilans Kesehatan.5

Pada tahun 2015 Kota

Semarang memiliki Gasurkes DBD sebanyak 197 orang, sedangkan pada tahun 2016 Kota Semarang memiliki Gasurkes DBD sebanyak 227. Penambahan jumlah Gasurkes dimaksudkan agar setiap wilayah di dapat terjangkau Gasurkes sehingga D dapat ditekan secara Namun fenomena yang terjadi

pada tahun 2015-2016 justru

menunjukkan kondisi yang

sebaliknya. Angka kejadian DBD di Kota Semarang Justru mengalami peningkatan pada tahun 2015 dan jadian DBD paling banyak di Kota Semarang sampai akhir Desember 2016 adalah di Kecamatan Tembalang. Hal ini

(3)

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

451

dapat dilihat pada data SIM DBD Dinas Kesehatan Kota Semarang. Dari data yang diambil pada bulan Desember 2016 tersebut dapat diketahui bahwa kecamatan dengan angka kejadian DBD paling tinggi

adalah Kecamatan Tembalang

dengan data sebagai berikut:7

Fenomena tersebut dapat

menjadi indikasi bahwa dengan penambahan jumlah Gasurkes maka seluruh kelurahan yang ada di Kota Semarang dapat terjangkau dengan baik, sehingga kejadian DBD Kota

Semarang dapat terlaporkan

seluruhnya. Namun disisi lain hal tersebut dapat juga menjadi indikasi

adanya faktor penghambat

pencapaian kinerja Gasurkes dalam upaya pengendalian kejadian DBD sehingga angka DBD mengalami kenaikan.

Penelitian ini bertujuan untuk: mengidentifikasi faktor penghambat pencapaian kinerja Gasurkes dalam upaya pengendalian kejadian DBD di Kecamatan Tembalang tahun 2016.

METODE

Penelitian ini merupakan jenis

penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Sampel di dapatkan dengan teknik purposive

sampling dan diperoleh 10 subjek

penelitian yang merupakan seluruh Gasurkes yang bekerja di wilayah Kecamatan Tembalang pada tahun 2016.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam kepada 10 subjek penelitian dengan

kriteria inklusi:Gasurkes yang

bekerja di wilayah Kecamatan

Tembalang tahun 2016, bekerja menjadi Gasurkes sejak tahun 2016,

dan bersedia menjadi subjek

penelitian.

Instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

pedoman wawancara yang terdiri dari pedoman wawancara untuk subjek penelitian dan pedoman wawancara untuk subjek triangulasi,

informed consent, buku catatan

lapangan, alat perekam, dan alat

dokumentasi. Peneliti telah

melakukan uji coba pedoman

wawancara kepada beberapa

Gasurkes di kecamatan Banyumanik sebelum melakukan pengambilan data kepada subjek penelitian.

Validitas data dilakukan dengan triangulasi sumber kepada 14 orang yang terdiri dari: penanggungjawab program DBD bagian Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kota Semarang, tim Teknis Gasurkes DBD Kecamatan Tembalang tahun 2016, pemegang program epidemiologi Puskesmas Kedungmundu, pemegang program epidemiologi Puskesmas rowosari,

beberapa Lurah di Kecamatan

Tembalang, dan Kasi Kesos di

wilayah kerja Gasurkes yang

menjadi subjek penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik subjek penelitian antara lain usia, pendidikan terakhir, jenis kelamin, daerah asal, dan pendapatan. Keseluruhan subjek

peneitian berjenis kelamin

perempuan dengan rentang usia 23-33 tahun, 6 orang berasal dari Kota Semarang, 2 orang berasal dari Pati, satu orang berasal dari Grobogan,

[VALUE] [VALUE] [VALUE] [VALUE] [VALUE] [VALUE] 0 100 200 300 400 500

Tembalang Banyumanik Gajah Mungkur Jumlah Kejadian DBD Paling Tinggi di Kota Semarang

Tahun 2016

(4)

452

dan satu orang berasal dari Boyolali. Gaji yang diterima oleh subjek

penelitian sebesar Rp.

2.200.000/bulan dengan rincian Rp. 2.100.000 merupakan gaji pokok dan Rp. 100.000 merupakan uang transport.

B. Variabel Individu

1. Kemampuan Mental

Dalam hal kemampuan mental akan digali beberapa hal yang

meliputi:keluwesan dan

perimbangan kecepatan, kefasihan, kemampuan berpikir secara deduktif,

kemampuan dalam bidang

angka,kecakapan dalam

berpersepsi, dan kefasihan.

Keluwesan dan perimbangan kecepatan merupakan kemampuan pekerja dalam mengingat konfigurasi

visual.8Hal ini berkaitan dengan

kemampuan Gasurkes dalam

mengingat segala kejadian yang dilihat langsung oleh Gasurkes selama Gasurkes bekerja.

Dalam hal ini diketahui bahwa

hampir keseluruhan subjek

penelitian memiliki keluwesan dan perimbangan kecepatan yang sudah baik. Namun, terdapat satu subjek penelitian yang masih melupakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan tupoksinya.

“Pernah sih, kadang kelupaan PJR soalnya daerahnya dibelakang sini, deket sama kuburan…”

Padahal kemampuan intelektual yang salah satunya adalah ingatan

individu merupakan predictor

penentu untuk menilai keseluruhan kinerja pegawai.9

Dalam bidang kefasihan yang

merupakan kemampuan untuk

mengutarakan kata-kata, ide, dan pernyataan lisan diketahui bahwa masih ada kendala yang dihadapi oleh subjek penelitian.

“Kendalanya paling suka ndredek, terus kadang ga di terima sama masyarakat…”

Padahal kemampuan

berkomunikasi pekerja sangat

menentukan kinerja pegawai.9

Dalm hal kemampuan Gasurkes

dalam bidang angka diketahui

bahwa seluruh subjek penelitian tidak mengalamai kendala dalam

perhitungan secara cepat. Hal

tersebut dikarenakan seluruh subjek penelitian menggunakan alat bantu

hitung berupa kalkulator. Hal

tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan subjek penelitian dalam perhitungan secara cepat masih perlu ditingkatkan.

“Ga ada kendala. Biasanya pakai kalkulator…”

Kecakapan Gasurkes dalam

berpersepsi dan kemampuan

berpikir Gasurkes sudah cukup baik. Hal tersebut juga diungkapkan oleh sebagian besar subjek triangulasi.

“Sudah baik sih. Biasanya mereka bisa langsung mengambil keputusan, tapi kalau tidak ya langsung dikoordinasikan dengan saya…”

Dalam hal pemahaman lisan

Gasurkes yang merupakan

pengetahuan tentang kata-kata dan

artinya, termasuk penggunaan

pengetahuan.8 Diketahui bahwa

pemahaman lisan subjek penelitian sudah baik. Hal in dilihat dari tidak

ditemukannya kendala dalam

berkomunikasi secara lisan dengan

menggunakan bahasa daerah

terhadap masyarakat setempat.

2. Keterampilan Fisik

Dalam hal keterampilan fisik yang meliputi kekuatan dinamis dan stamina Gasurkes diketahui bahwa

tidak ada kendala dalam hal

tersebut. Sehingga subjek penelitian dapat melakukan tugasnya dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari

(5)

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

453

keterangan subjek penelitian itu sendiri dan keterangan dari subjek traingulasi yang menyatakan bahwa selama ini Gasurkes baik-baik saja dalam bekerja dan tidak pernah mengalami sakit akibat kelelahan kerja.

“ Kalau capek kerja wajar ya mbak, tapi kalau sampai sakit

karena kelelahan kerja

Allhamdullilah belum pernah..” 3. Latar Belakang

Dalam hal latar belakang akan

dibahas mengenai dukungan

keluarga, dan pengalaman kerja Gasurkes.

Dari hasil penelitian diketahui

bahwa hampir seluruh subjek

penelitian memperoleh dukungan

keluarga yang baik. Namun

ditemukan satu subjek penelitian yang memperoleh dukungan kurang bak dari keluarganya. Hal tersebut

dikarenakan latar belakang

pendidikan subjek penelitian adalah

seorang perawat dan keluarga

subjek penelitian merasa bahwa pekerjaan Gasurkes tidak cocok

untuk dirinya, keluarga subjek

penelitian beranggapan bahwa

seharusnya subjek penelitian

bekerja di rumah sakit.

“Keluarga sebenarnya tidak mendukung. Karena saya basicnya perawat ya, jadi keluarga mau saya jadi perawat…”

Dalam hal pengalaman kerja

diketahui bahwaenam subjek

penelitian memiliki pengalaman kerj, dan empat orang yang lain masih

fresh graduate. Namun hal tersebut

menurut subjek triangulasi tidak berpengaruh terhadap kinerjanya asalkan subjek penelitian memiliki niat, tekun, dan terus belajar pasti kinerjanya akan tercapai.

Pengalaman kerja adalah suatu bagian yang penting dalam proses pengembangan keahlian seseorang,

tetapi hal tersebut bukanlah hal yang mutlak. Pendidikan serta latihan juga dapat mempengaruhi bagaimana

individu dapat bekerja dengan

baik.10

C. Variabel Organisasi

Dalam variabel organisasi yang meliputi sumberdaya, dukungan dari

atasan, dan imbalan diketahui

bahwa hampir seluruh subjek

penelitian merasa bahwa jumlah sumberdaya Gasurkes yang bekerja di setiap wilayah keluarahan sudah sesuai dengan beban kerjanya. Hanya ada satu subjek penelitian yang menyatakan bahwa jumlah sumberdaya Gasurkes di wilayah kerjanya masih kurang. Hal tersebut diungkapkan karena di wilayah kerjanya hanya ada dua orang Gasurkes yang mengampu 30 RW, sehingga satu orang Gasurkes harus menangani 15 RW.

“Agak berat ya mbak, soalnya disini ada 30 RW dan hanya ada 2 orang Gasurkes, otomatis satu orangnya dapat 15 RW, kadang agak kualahan…”

Padahal jumlah sumberdaya pegawai yang melaksanakan tugas

dapat mempengaruhi kinerja.11

Dalam hal dukungan dari

atasan diketahui bahwa seluruh subjek penelitian merasa bahwa dukungan dari atasan yang diterima sudah cukup baik.

“ Dukungan dari atasan sudah baik, biasanya kita sharing-sharing tentang kendala juga…”

Pemberian imbalan dalam

bentuk gaji juga dinilai sudah sesuai dengan beban kerjanya. Namun seluruh subjek penelitian merasa

bahwa seharusnya ada

penambahan imbalan berupa

pemberian tunjangan kesehatan. Hal tersebut dinilai diperlukan karena subjek penelitian adalah pekerja

(6)

454

lapangan dan rentan akan

kecelakaan kerja.

“ Kalau upahnya menurutku

sudah sesuai, tapi kalau

tunjangannya masih kurang…” C. Variabel Psikologi

Dalam variabel psikologi hanya sub variabel motivasi saja yang akan digali lebih mendalam. Pada sub variabel ini peneliti akan menggali mengenaialasan Gasurkes dalam bekerja, pemberlakuan reward and

punishment, dukungan dari

lingkungan kerja, dukungan dari lingkungan tempat tinggal, dukungan dari masyarakat di wilayah kerja,

dan hal-hal yang menjadi

penghambat Gasurkes dalam

bekerja.

Berdasarkan hasil penelitian

diketahui bahwa alasan

bekerjaseluruh subjek penelitian

adalah karena sesuai bidang

pendidikannya dan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“ Yo butuh duit mbak, ben dapure ngepul..haha”

Dalam hal pemberian reward

and punishment hampir seluruh

subjek penelitian menyatakan bahwa tidak ada pemberian reward hanya ada punishment saja yang diterima ketika subjek penelitian tidak dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Untuk itu seluruh subjek penelitian mengharapkan adanya pemberian reward berupa tunjangan kesehatan. Hal tersebut diperlukan karena subjek penelitian merupakan

pekerja lapangan yang rentan

terhadap bahaya fisik maupun

kecelakaan kerja.

“ Untuk reward mending lebih ke tunjangan kesehatan. Soalnya kita kerja di lapangan, tetapi selama ini belum ada tunjangan kesehatan, padahal kita beresiko…”

Dalam hal dukungan dari

lingkungan kerja diketahui bahwa

seluruh subjek penelitian telah

mendapatkan dukungan dari

lingkungan kerja dengan baik.

Dukungan tersebut di dapatkan melalui support dan team work yang baik.

“ Dukungannya sudah baik kok, memberikan semangat dan dengan kerjasama yang baik…”

Dalam hal dukungan dari

lingkungan tempat tinggal diketahui

bahwa hampir seluruh subjek

penelitian menyatakan bahwa

mereka telah memperoleh dukungan yang baik dari lingkungan tempat tinggalnya. Namun ada satu subjek penelitian yang menyatakan bahwa lingkungan tempat tinggalnya masih belum memberikan dukungan yang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya beberapa tetangga subjek

penelitian yang membicarakan

subjek penelitian dari belakang

dikarenakan pendidikan terakhir

subjek penelitian dinilai kurang tepat

apabila harus bekerja menjadi

Gasurkes.

“ Ada bebrapa yang ngomongin, karena saya perawat tapi kok kerjanya jadi Gasurkes, harusnya di rumahsakit….”

Padahal dukungan dari

orang-orang terdekat individu dapat

mempengaruhi kinerja individu

menjadi lebih baik lagi. Motivasi

positif individu akan meningkat

apabila memperoleh dukungan dari orang-orang terdekatnya.12

Dalam hal dukungan dari

masyarakat di wilayah kerja

Gasurkes diketahui bahwa hampir

seluruh subjek penelitian

menyatakan bahwa masyarakat di wilayah kerjanya sudah banyak yang mendukung, mengikuti saran dari subjek penelitian dan menerima

subjek penelitian dengan baik.

Namun masih banyak juga ditemui

(7)

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)

http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

455

menerima subjek penelitian dengan baik.

“ Ya ada yang mendukung, ada yang masih kurang bisa menerima kita juga…”

Dalam hal-hal yang

menghambat pekerjaan Gasurkes

dapat diketahui bahwa seluruh

subjek penelitian menyatakan bahwa masalah tersbesar yang dihadapi adalah dukungan dari masyarakat di wilayah kerjanya. Subjek penelitian masih menemukan masyarakat yang memiiki kesadaran yang rendah untuk ikut serta dalam upaya pencegahan DBD. Sehingga sampai saat ini subjek penelitian masih

berusaha agar dapat diterima

dengan baik oleh masyarakat

setempat dan meningkatkan

kesadaran masyarakat.

“ Hambatannya ya kesadaran masyarakat itu sendiri. Tapi kita tetap selalu berusaha agar bisa diterima dengan baik oleh masyarakat dan meningkatkan kesadarannya…”

KESIMPULAN

Dari penelitian ini diketahui

bahwa faktor-faktor yang

menghambat pencapaian kinerja

Gasurkes dalam upaya

pengendalian kejadian DBD di

Kecamatan Tembalang tahun 2016 antara lain adalah: kemampuan Gasurkes dalam bidang angka, daya ingat Gasurkes, dukungan keluarga, dukungan lingkungan tempat tinggal

Gasurkes, jumlah sumberdaya

Gasurkes, dan dukungan dari

masyarakat di wilayah kerja

Gasurkes.

Sedangkan fator-faktor yang

bukan merupakan penghambat

pencapaian kinerja Gasurkes dalam upaya pengendalian kejadian DBD di Kecamatan Tembalang tahun 2016 adalah: kecepatan Gasurkes

dalam berpersepsi, kemampuan

Gasurkes dalam berpikir deduktif,

kemampuan lisan Gasurkes,

kekuatan dinamis dan stamina

Gasurkes, pengalaman kerja

Gasurkes, tingkat pendidikan

Gasurkes, kondisi demografis

Gasurkes, dan dukungan dari atasan Gasurkes.

DAFTAR PUSTAKA

1. Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, danFaktor Risiko

Penularan. Jurnal Fakultas

Kedokteran Universitas

Diponegoro. Semarang:

Universitas Diponegoro.

2. Dini, Amah Majidah Vidayah,dkk. 2010. Faktor Iklim Dan Angka

Insiden Demam Berdarah

Dengue di Kabupaten Serang. Jurnal Makara, Kesehatan, Vol. 14, No. 1, Juni 2010:

37-45Departemen Kesehatan

Lingkungan, Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas

Indonesia. Depok: Universitas Indonesia.

3. Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. 2015. Profil

Kesehatan Indonesia 2015.

Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

4. Dinas Kesehatan Kota

Semarang. 2015. Profil

Kesehatan Kota Semarang

2015. Semarang: Dinas

Kesehatan Kota Semarang.

5. Pemerintah Kota Semarang.

2010.Peraturan Daerah Kota

Semarang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue.

6. Dinas Kesehatan Kota

Semarang. 2016. Data dan

Tugas Tenaga Gasurkes diakses

darihttp://dinkes.semarangkota.g o.id/pada tanggal 19 September 2016 pada pukul 19.10.

7. Dinas Kesehatan Kota

(8)

DBD-456 HIEWS Kota Semarang 2016.

Diakses secara online melalui http://dinkes.semarangkota.go.id/

hews/ pada tanggal 22

Desember 2016 pada pukul 20.05

8. Gibson, L. James, et al.

1985.Organisasi Perilaku.

Struktur. Proses. Jilid 1 Edisi 5. Diterjemahkan oleh: Djakarsih. Jakarta: Erlangga.

9. Ardiansyah, Okta Dimas. 2016. Pengaruh Komunikasi Terhadap

Kinerja Karyawan Dengan

Dimediasi Oleh Kepuasan Kerja (Studi Pada Bagian Produksi

Pabrik Kertas Pt. Setia Kawan

Makmur Sejahtera

Tulungagung).JurnalPasca

Sarjana Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas

Brawijaya.Malang: Universitas

Brawijaya.

10. Aristarini,Luh, dkk. 2014.

Pengaruh Pengalaman Kerja, Kompetensi Sosial Dan Motivasi

Kerja Terhadap Kinerja

Karyawan Pada Bagian

Pemasaran PT Adira Finance Singaraja. E- Journal Bisma

Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Manajemen (Vol 2).

Bali: Universitas Pendidikan

Ganesha.

11. Yulius, Saka. 2014. Pengaruh

Kemampuan Dan Motivasi

Terhadap Kinerja Pegawai Bagian Sekretariat Di Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bengkulu. Skripsi. Program Ekstensi Manajemen Fakultas Ekonomi Dan Bisnis. Bengkulu: Universitas Bengkulu.

12. Wenty, Cici Syafri. 2015.

Hubungan Antara Motivasi Kerja

dengan Kinerja Pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Administrasi

Pendidikan Volume 3 Nomor 2

Oktober 2015. Bahana

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengamatan jumlah koloni bakteri Shigella dysentriae menunjukkan bahwa perasan kulit apel manalagi ( Malus sylvestris Mill ) dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Dengan demikian, terjadi peningkatan impedansi permukaan dan pembatasan difusi senyawa yang tereduksi yaitu difusi oksigen dan elektron yang menyebabkan

Whether by instinct or by simply knowing the person well enough, close friends and family can often be the first ones to note that something is not quite right with a

Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Laboratorium Kemetrologian dan diundangkan dalam

Dicky N., Kamil E., Mukhis R., “ Penerapan data mining dengan algoritma naive bayes clasifier untuk mengetahui minat beli pelanggan terhadap kartu..

Banyak metode yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan penentuan Mahasiswa terbaik pasa STMIK PPKIA Tarakanita Rahmawati, namun dalam penelitian ini model

Kurikulum 2013 atau Kurikulum Berbasis Karakter merupakan satu kurikulum terbaru yang diputuskan oleh Kementrian Pendidikan dan Budaya Republik Indonesia. Di dalam

Kenyataan yang ada AKI tidak turun sesuai target yang telah ditetapkan, bahkan pada survey-survey tahun 2012 justru AKI makin tinggi, sehingga banyak pertanyaan yang mun-