• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ary Jatmoko Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS Surakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ary Jatmoko Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS Surakarta"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI

OLEH KEPOLISIAN RESORT KARANGANYAR

(Studi Kasus Tindak Pidana Korupsi di Perusahaan Daerah Badan Kredit

Kecamatan Kabupaten Karanganyar)

Ary Jatmoko

Email : arjat1326@gmail.com

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS Surakarta

Supanto

Email : supanto.8787@gmail.com Dosen Fakultas Hukum UNS

Abstract

This study aims to determine the role of optimizing the Police Criminal Investigation Unit of Karanganyar in law enforcement handling of corruption in Corporate Credit Agency Regional District of Karanganyar and obstacles encountered by the investigator during handling the case. This research is empirical and descriptive study with the aim of providing data and describe the law enforcement in the investigation of corruption case in BKK Karanganyar. The data used are primary data and secondary with data collection method are documentation and interviews. Data analysis techniques used in this research is qualitative descriptive technique. Based on research, it is found that optimizing the role of investigators Criminal Investigation Unit Police Karanganyar in law enforcement handling of corruption in Local Company Credit Agency District of Karanganyar is done by collecting evidence in a legal form of witness testimony, expert testimonies, letters, instructions, and testimony of the defendant. Legal evidence is useful to seek the truth material to cause the judge's conviction for proof at trial. This is in line with the provisions of Article 183 Criminal Procedure Code which stipulates that: "Judges should not convict someone, unless by at guilty of doing it." The obstacles in dealing with corruption cases in the Regional Corporate Credit Agency time in gathering information from witnesses, experts and a large number of suspects, as well as barriers to getting an honest description of the suspect.

Key Word : Optimalization, Law Enforcement, Corruption

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasi peran penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Karanganyar dalam penegakan hukum penanganan tindak pidana korupsi di Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Kabupaten Karanganyar dan hambatan-hambatan yang ditemui penyidik dalam menangani kasus tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian empiris dan merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan memberikan data dan menggambarkan penegakan hukum dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi di BKK Karanganyar. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data dokumentasi dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa optimalisasi peran penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Karanganyar dalam penegakan hukum penanganan tindak pidana korupsi di Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Kabupaten Karanganyar dilakukan dengan mengumpulkan alat bukti yang sah menurut hukum berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Alat bukti yang sah tersebut berguna untuk mencari kebenaran materil guna menimbulkan keyakinan hakim dalam proses pembuktian di persidangan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menentukan bahwa: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.” Adapun hambatan-hambatan dalam menangani kasus

(2)

hambatan administratif dalam proses pemberkasan perkara, hambatan waktu dalam mengumpulkan keterangan saksi, ahli dan tersangka yang berjumlah banyak, serta hambatan untuk mendapatkan keterangan jujur dari tersangka

Kata Kunci : Optimalisasi, Penegakan Hukum, Tindak Pidana Korupsi

A. Pendahuluan

Dalam proses peradilan Tindak Pidana Korupsi yang penting atau perlu mendapat perhatian lebih adalah proses penyidikan, karena pelaksanaan penyidikan sangat rentan terhadap berbagai permasalahan baik yang berkenaan dengan terjadinya pelanggaran hak-hak tersangka maupun kemungkinan terjadinya yakni antara lembaga yang satu dan lembaga lainnya dalam hal pelaksanaan tugas dan kewenangan yang dimiliki.

Dalam penegakan hukum pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat beberapa lembaga yang berdasarkan peraturan perundang-undangan mempunyai tugas dan wewenang dalam penyidikan yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf c Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketiga lembaga ini mempunyai tugas yang sama dalam hal menyelidiki dan menyidik perkara korupsi, namun dalam penelitian ini yang akan dikaji adalah penyelidikan dan penyidikan perkara korupsi yang dilakukan Polri, khususnya Polisi Resor Karanganyar.

Berdasarkan data statistik penanganan perkara pada tindak pidana korupsi menurut Kapolri Jenderal Sutarman dalam keterangan pers di Hotel Bidakara Jakarta tertanggal 25 Nopember 2013, menyatakan bahwa Polri di tahun 2013 menangani 1.363 kasus, naik 187 kasus dari tahun 2012 yang hanya 1.176 kasus. Dalam penyelesaian perkara korupsi tahun 2013 sebanyak 906 kasus, sedangkan pada tahun 2012 ada 657 kasus, ada kenaikkan 249 kasus atau 27,48% (Faisal Santiago, Strategi Pemberantasan Korupsi : Kajian Legal Sosiologis, Jurnal Lex Publica Vol. 1 No. 1, Januari 2014). Dari data yang di sajikan oleh Kapolri Jenderal Sutarman tersebut mengindikasikan ada jumlah kenaikkan

penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyidik Polri diseluruh Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia masihlah sangat tinggi dan perlu pengungkapan kasus dan penanganan lebih lanjut.

Peranan Polri dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi, memiliki landasan hukum dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 yaitu terkait dengan tugas pokok Polri untuk memelihara keamanan dan ketertiban umum, menegakkan huk um se rt a me mbe r ik an p er lind ungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam kaitan dengan penegakan hukum berupa kewenangan mengadakan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi, landasan hukum yang digunakan Polri adalah Pasal 16 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa Polri memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap seluruh tindak pidana. Karena yang ditetapkan dalam Pasal 16 ini meliputi tugas dan wewenang menyelidiki dan menyidik seluruh tindak pidana, maka hal itu berarti termasuk juga kewenangan dalam menyelidiki dan menyidik kasus tindak pidana korupsi.

Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra-ordinary crimes). Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan “secara biasa”, tetapi dibutuhkan “cara-cara yang luar biasa” (extra-ordinary crimes) (Maryanto, Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume II, No 2, Juli 2012).

Salah satu kasus korupsi yang disidik Polisi Resor Karanganyar adalah kasus korupsi di Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan K arangany ar. Mengi ngat k asus t ers ebut merupakan kasus besar yang melibatkan banyak tersangka dan lokasi yang berbeda-beda, maka penulis tertarik mengkaji lebih dalam dan bagaimana optimalisasi penegakan hukum tindak pidana korupsi oleh Kepolisian Resort Karanganyar khususnya di Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Kabupaten Karanganyar.

(3)

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian empiris (non doktrinal), yaitu penelitian yang berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat (Sunggono, 2011 : 43). Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data dokumentasi dan wawancara (Soemitro, 2004 : 59-60):

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan tujuan mengungkap fakta, keadaan, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan data apa adanya. Supaya penelitian dapat dilakukan secara teratur dan sistematis, maka seseorang perlu mengikuti langkah-langkah tertentu (Soekanto dan Mamudji, 1990 : 50), seperti: pengumpulan data, menganalisis data, menginterprestasi data, dan diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengacu pada penganalisisan data tersebut (Amirudin, et. al, 2006 : 145). Adapun proses analisis data dalam penelitian ini adalah: proses pengumpulan data, proses analisis data, proses interpretasi data, dan proses penarikan kesimpulan.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. F akt o r- f a kt o r ya ng M em pen g aru h i Optimalisasi Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi

Optimalisasi adalah suatu proses untuk mencapai hasil yang ideal atau optimal (nilai efektif yang dapat dicapai). Optimalisasi dapat diartikan pula sebagai suatu bentuk mengoptimalkan sesuatu yang sudah ada, atau merancang sesuatu secara optimal. (https://id.wikipedia.org/wiki/-optimalisasi, 10-04-2016 : 19.43). Hasil dari optimalisasi ini adalah tercapainya tujuan dari kegiatan yang dioptimalisasi itu.

Proses penegakan hukum pemberantas-an tindak pidpemberantas-ana korupsi terdiri dari dua tahapan, meliputi tahap awal (penyelidikan dan penyidikan) dan tahap persidangan (penuntutan dan putusan). Dalam kajian ini, yang akan dibahas optimalisasinya adalah proses penegakan hukum dalam tahap awal, yaitu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Polisi.

Penyelidikan merupakan proses untuk menemukan peristiwa yang diduga tindak pidana, sedangkan penyidikan merupakan

bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya. Jadi, hasil penyidikan adalah menemukan peristiwa pidana yang tadinya masih berupa dugaan saja yang setelah disidik menjadi terang benderang mengenai jenis pidana dan pelaku pidananya. Dalam kaitan itu, bukti optimalnya penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi adalah berhasil dijeratnya pelaku tindak pidana korupsi oleh hukum (dijatuhkannya hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi).

Sebelum masuk kepada kasus yang akan dianalisis, perlu diuraikan terlebih dahulu faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi.

a. Faktor Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk memberantas tindak pidana korupsi secara umum adalah UU No. 31 Th. 1999 jo. UU No. 20 Th. 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang ini menjadi “senjata utama” untuk menjerat para pelaku korupsi. Selain itu juga digunakan Perda No. 19 Th. 2002 tentang PD BKK Provinsi Jawa Tengah, Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 15 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perda Provinsi Jawa Tengah No. 19 Th. 2002, Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 42 Th. 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Merger dan Pengelolaan Manajemen PD BKK di Provinsi Jawa Tengah.

Karena dalam penelitian ini yang disoroti adalah penyidikan yang dilakukan oleh Polisi, maka digunakan juga peraturan yang terkait dengan Kepolisian, antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam pelaksanaan operasional penyidikan, peraturan yang diacu Polri adalah Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2002 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Manajemen penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidikan yang meliputi perencanaan, pe ng or g ani s as ian , pe la k s an aan , pengawasan dan pengendalian.

b. Faktor Aparat Penegak Hukum

(4)

karena itu aparat penegak hukum yang diteliti dalam hal ini adalah Polisi, yaitu Polisi Resor Karanganyar, khususnya penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Karanganyar.

c. Manajemen Penyidikan Kasus Korupsi Manajemen peny idikan diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Dalam Pasal 1 angka 2 peraturan ini dinyatakan bahwa “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.” Adapun manajemen penyidikan diatur dalam Pasal 1 angka 3 yang menyatakan “ M a n a j e m en P e n y i d i k a n a d a l a h serangkaian kegiatan penyidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, p e l a k s a n a a n , p e n g a w a s a n d a n pengendalian.”

d. Faktor Proses Penegakan Hukum P r o s e s p e n e g a k a n h u k u m meliputi dua tahap, yaitu tahap awal (penyelidikan dan penyidikan), serta tahap persidangan (penuntutan dan putusan). Dalam penelitian ini yang proses yang diteliti adalah proses penyelidikan dan penyidikan oleh Polisi. Ketika tulisan ini dibuat, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang telah menjatuhkan vonis 1 tahun penjara kepada masing-masing 8 (delapan) terdakwa kasus dugaan korupsi di Perusahaan Daerah Bank Perkreditan R ak y at ( P D B P R) B a da n K r e di t Kecamatan (BKK) Karanganyar. Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa 1 tahun 6 bulan penjara. Majelis hakim juga mewajibkan kedelapan terdakwa untuk membayar denda masing-masing Rp 50 juta, serta mengganti uang negara sebesar Rp 73 juta (http:// koranmerapi.blogspot.co.id, 10-4-2016 : 19.45). Walaupun para terdakwa masih menyatakan pikir-pikir dengan vonis yang dijatuhkan Hakim, namun adanya vonis yang sudah dijatuhkan ini menunjukkan bahwa hasil kerja Polisi Resor Karanganyar dalam menyelidik dan menyidik tindak pidana korupsi di

BKK Karanganyar, sudah optimal. Para terdakwa dinyatakan hakim terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2011 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Upaya Pemberantasan Korupsi.

Pasal 3 berbunyi:

“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”

Berhas il dijatuhiny a huk uman terhadap para pelaku tindak pidana korupsi di BKK Karanganyar tersebut, merupakan bukti bahwa penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan Polisi Resor Karanganyar yang menangani penyelidikan dan penyidikan kasus ini telah optimal. Keoptimalan kerja Polisi pada kasus ini adalah dalam menemukan alat bukti permulaan berdasarkan laporan polisi serta adanya tambahan-tambahan temuan Polisi dalam proses penyidikan perkara, sehingga bisa memberi bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa tindak pidana korupsi itu memang terjadi. 2. Uraian Proses Optimalisasi Penyelidikan

dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Korupsi di Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Kabupaten Karanganyar a. Optimalisasi Tahap Penyelidikan

Optimalisasi tahap penyelidikan ini berkaitan dengan kegiatan untuk menemukan peristiwa yang diduga tindak pidana korupsi di BKK Karanganyar. Dalam kasus ini, kegiatan yang diduga korupsi tersebut diketahui berdasarkan laporan dari BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Tengah dalam surat Nomor: S-770/ PW11/05/2014, tanggal 17 Maret 2014 perihal risalah pemaparan dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan mobil

(5)

o p e r a s i o n a l p i m p i n a n c a b a n g Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Kabupaten Karanganyar (PD BKK Karang Anyar). Dalam surat tersebut diuraikan adanya indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Direktur Utama dan enam orang pimpinan cabang PD BKK Karanganyar. Adapun uraian kasusnya adalah sebagai berikut.

Pada tahun 2012 para pimpinan PD BKK Karanganyar mengadakan rapat Dewan Direksi yang terdiri dari direktur utama, direktur, dan 6 orang pimpinan cabang, antara lain: Manis Subakir SE., MM. selaku Direktur Utama; Sutanto SE, MM. selaku Direktur; Sri Hartanto, SH. selaku Pimpinan Cabang Kerjo; Suharto, SE. selaku Pimpinan Cabang Kebakkramat; Sudiyoko selaku Pimpinan Cabang Jatipuro; Eko Purwanto, SH. selaku Pimpinan Cabang Gondangrejo; Rohwiyati SE, MM. selaku Pimpinan Cabang Mojo ged ang ; dan Hen dro Haji Kristianto selaku Pimpinan Cabang KPO 2.

Selanjutnya pada hari dan tanggal lupa bulan Oktober 2012, bertempat di ruang Direktur, Direksi mengadakan dan memimpin rapat dengan para pimpinan cabang membahas pengadaan mobil operasional bagi pimpinan cabang. Sehubungan pengadaan mobil tersebut tidak masuk dalam RKAP tahun anggaran 2012 maka diputuskan oleh Direksi pengadaan dilakukan dengan sistem seolah-olah sewa (sewa fiktif), yaitu dengan cara membeli secara kredit kemudian seolah-olah disewa oleh PD BKK, dan para Pinca diwajibkan membayar uang muka, angsuran dibayar tiap bulan dengan uang PD BKK selama 4 tahun (terhitung bulan Januari 2013 s/d bulan Desember 2016) melalui pihak rental (jadi seolah olah mobil dirental dari pihak ketiga), kemudian mobil diatasnamakan suami/istri para pimpinan cabang BKK Karanganyar. Atas ide ini para pimpinan cabang setuju dan sepakat untuk melaksanakan hal tersebut.

Hasil rapat tentang pengadaan mobil operasional tersebut kemudian

diberitahukan kepada Dewan Pengawas K a b u p a t e n B K K K a r a n g a n y a r melalui surat nomor: 581/255/BKK. Kra/X/2012, tanggal 18 Oktober 2012. Direksi melaporkan tentang usulan pengadaan 6 mobil operasional dengan sistem sewa kepada pihak ketiga. Usulan sewa tersebut disetujui Dewan Pengawas sepanjang sesuai peraturan/ prosedur surat Nomor: 581/10/DP. BKK Kra/X/2012, tanggal 23 Oktober 2012, namun Direksi tidak melapor kepada Ketua Dewan Pengawas Propinsi.

Setelah mendapat persetujuan D e w a n P e n g a w a s K a b u p a t e n Karanganyar, dilakukanlah pembelian 6 (enam) mobil jenis toyota Avanza di Dealer Nasmoco Solobaru melalui leasing Andalan Finance. Pemilik kendaraan diatasnamakan suami/istri dari masing-masing pimpinan cabang. Sejak penyerahan unit mobil dari pihak dealer kepada atas nama para pembeli bulan Desember 2012 hingga perkara ini disidik, ke-6 pinca BKK Karanganyar sudah menguasai secara pribadi kendaraan tersebut baik di rumah maupun setelah pinca pindah tugas. Akan tetapi dalam laporan internal ke BKK Karanganyar dilaporkan bahwa kendaraan tersebut dirental dari sdr. SISWANTO sebagai pemilik ”Rental Ragil” dengan sewa per bulan per Kantor Cabang Rp. 5.400.000,- (lima juta empat ratus ribu rupiah) dengan rincian: - Rp. 3.100.000,- angsuran Andalan

Finance;

- Rp. 1.700.000,- kompensasi pinca ( penggant i uang m uk a y ang digunakan masing-masing pinca ketika membeli mobil);

- Rp 100.000,- kompensasi rental sdr. Siswanto;

- Rp 500.000,- biaya talangan untuk servis mobil.

Hingga dilakukan proses penyidikan perkara ini, pembayaran sewa telah berjalan 20 bulan yaitu terhitung mulai tanggal (tmt) bulan Januari 2013 s/d Agustus 2014, sehingga terjadi dugaan kerugian negara sebesar:

Rp. 5.400.000,- X 6 unit X 20 bulan = 648.000.000,- (enam ratus empat puluh delapan juta rupiah).

(6)

b. Optimalisasi Tahap Penyidikan Optimalisasi tahap penyidikan dilak ukan dengan mem inta audit kerugian negara yang disebabkan perbuatan para tersanka kepada BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Perwakilan Provinsi Jawa. Berdasarkan audit yang dilakukan BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Tengah yang dituangkan, diperoleh hasil audit sebagai berikut.

1) Hasil penyelidikan memberi indikasi ter jadinya k erugian k euangan negara sebagai akibat perbuatan melawan hukum;

2) Has il audit B adan P em er iksa Keuangan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah menemukan total kerugian mencapai Rp 3,4 miliar yang membengkak nilainya dari semula bernilai Rp 1,2 miliar. Setelah mendapatkan hasil audit yang menunjukkan besarnya kerugian negara yang disebabkan tindak pidana korupsi oleh Direksi PD BKK Karanganyar, Tim Penyidik Polisi berupaya mencari bukti yang mendukung penyelesaian kasus tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa ada 5 alat bukti yang sah sebagaimana tercantum pada Pasal 184 ayat (1) KUHAP (Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP), antara lain: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan. keterangan tersangka. Semua alat bukti tersebut dikumpulkan Polisi. Untuk bukti kesaksian, Polisi Resor Karanganyar mengambil kesaksian dari sebanyak 31 (tiga puluh satu) saksi biasa dan 4 (empat) orang saksi ahli, serta mengumpulkan keterangan dari 8 (delapan) tersangka.

S e l a n j u t n y a P o l i s i s a m p a i pada tahap akhir penyidikan, yaitu pemberkasan perkara serta penyerahan b e r k a s p e r k a r a , t e r s a n g k a d a n barang bukti kepada penuntut umum. Pemberkasan atas perkara dugaan tindak pidana korupsi berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan mobil operasional pimpinan cabang Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Kabupaten Karanganyar, dilakukan dengan pemisahan berkas perkara. Pemisahan perkara (Splitsing) dilakukan karena adanya peran yang berbeda antara dua orang Direksi

dengan keenam para pimpinan cabang PD BKK Karanganyar.

1) Untuk kedua tersangka yaitu Manis Subakir SE, MM. dan Sutanto SE, MM perannya adalah menyuruh kepada keenam pimpinan cabang unt uk me mb eli s ec ar a k r edit kendaraan operasional.

2) U n t u k t e r s a n g k a S u d i y o k o , Rohwiyati, Sri Hartanto, Eko Purwanto, Hendro Haji Kristanto, dan Suharto perannya adalah dengan sengaja telah melakukan persetujuan kendaraan operasional Setelah pemberkasan perkara selesai, selanjutnya Polisi sebagai Penyidik menyerahkan berkas perkara, tersangka dan barang bukti kepada penyidik. Penyerahan berkas perkara, tersangka dan barang bukti merupakan tahapan akhir dari proses penyidikan.

3. Hambatan-Hambatan yang Dihadapi Polisi dalam Menangani Kasus Tindak Pidana Korupsi di Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Kabupaten Karanganyar.

a. Hambatan di Lapangan 1) Hambatan Administratif

Hambatan administratif yang dimaksud dalam hal ini adalah hambatan yang dihadapi dalam t ahap pe mbe r ka s an per k ar a. Dalam pemberkasan perkara, Jaksa/Penuntut Umum berkali-kali (7 kali) mengembalikan berkas perkara dan meminta Polisi Resor Karanganyar untuk melengkapi berkas perkara. Berkaitan dengan hambatan tersebut diselesaikan Polisi dengan melakukan koordinasi antara penyidik dan jaksa penuntut umum untuk menyatukan persepsi. A k h i r n y a, s e t e l ah t u j u h k al i dikembalikan, berkas perkara yang diserahkan Polisi, diterima oleh jaksa penuntut umum (dinyatakan P21 / Pemberitahuan bahwa Hasil Penyidikan sudah Lengkap). 2) Hambatan Waktu

Hambatan yang bersifat waktu terkait dengan penggunaan 31 saksi biasa, 4 orang saksi ahli dan

(7)

8 orang tersangka. Hambatannya a d al a h k a r en a j um l ah s a k s i yang didengarkan kesaksiannya ini bekerja dan tidak bisa setiap saat ada waktu untuk didengar kesaksiannya, maka dibutuhkan waktu yang lama untuk memeriksa dan mendengar kesaksian mereka. Penggunaan saksi yang banyak ini dibutuhkan untuk mendapatkan bukti yang cukup atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan para tersangka. Hambatan waktu ini diatasi dengan mengatur waktu pemberian kesaksian di saat-saat senggang dari pihak yang diminta kesaksiannya. Hambatan waktu ini tidak dirasakan penyidik karena hasil kesaksian dari semua saksi memberikan hasil yang mendukung penyelesaian kasus ini.

3) Hambatan untuk Mendapatkan Keterangan Jujur dari Tersangka

Hambatan lain yang dihadapi penyidik adalah mendapatkan k e t e r a n g a n j u j u r d a r i p a r a tersangka. Pemberian hambatan yang dilakukan para tersangka ini ditujukan untuk mengelak dari tuduhan telah melakukan korupsi dengan memberikan keterangan yang berbelit-belit yang menyulitkan Polisi untuk menarik kesimpulan tentang ada/tidaknya unsur tindak pidana korupsi dalam perbuatan mereka.

b. A n a l i s i s H a m b a t a n P e n e g a k a n Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menurut Teori Sistem Hukum Friedman

Friedman menyebutkan berhasil atau t idak nya penegak an huk um bergantung pada tiga unsur yakni: substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum, satu sama lain memiliki hubungan dalam kaitanya dengan hukum. Substansi Hukum adalah norma (aturan/keputusan) yang merupakan hasil dari produk hukum; Struktur Hukum diciptakan oleh sistem hukum yang mungkin untuk memberikan pelayanan dan penegakan hukum; sedangkan Budaya Hukum adalah ide, perilaku, keinginan, pendapat dan nilai-nilai yang berkaitan dengan hukum (positif/negatif).

1) Hambatan yang Berasal dari Substansi Hukum

Teori Sistem Hukum Friedman y a ng pe r t am a a da la h S ub s t an s i Hukum. Substansi dari sebuah hukum itu seharusnya memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat (   . Untuk mendapatkan keadilan bagi semua pihak, kepastian hukum, dan juga kemanfaatan hukum bagi masyarakat jika kasus ini sudah diputus, maka Tim Penyidik Polres Karanganyar bekerja keras mewujudkan substansi hukum keadilan, kepastian dan kemanfaatan itu dengan meminta kesaksian dari 31 saksi biasa, 4 saksi ahli dan 8 kesaksian tersangka. Karena banyaknya pihak yang diambil kesaksiannya, maka ada hambatan waktu dalam pelaksanaan substansi hukum ini.

Walaupun ada hambatan waktu, namun waktu yang lama yang dibutuhkan Polisi untuk mengumpulkan bukti dan keterangan saksi tidak sia-sia. Hal ini karena dari proses penegakan hukum di persidangan, para tersangka yang dituduh melakukan tindak pidana korupsi, ternyata memang terbukti melakukan korupsi.

2) Hambatan yang Berasal dari Struktur Hukum

Teori Sistem Hukum Friedman yang kedua adalah Struktur Hukum. Dalam teori Friedman hal ini disebut sebagai Sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi; mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Dalam melaksanakan kewenangannya, lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat adagium yang menyatakan “

et pereat mundus” (meskipun dunia runtuh hukum harus ditegakkan) (http:// triwidodowutomo.blogspot.co.id, 12-6-2016 : 13.20).

Penerapan teori struktur hukum ini sangat tergantung kepada aparat penegak

(8)

hukum. Dalam kasus penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di PD BKK Karanganyar ini, hambatan yang termasuk dalam kategori struktur hukum adalah adanya hambatan administratif yang dialami Penyidik Polri dalam proses pemberkasan. Sebagaimana diketahui bahwa akhir dari proses penyidikan adalah Polri harus menyerahkan hasil penyidikan kepada Kejaksaan, yang disebut proses pemberkasan. Dalam proses pemberkasan inilah ada satu hambatan yang dialami Polisi Resor Karanganyar, yaitu berkas sampai 7 (tujuh) kali bolak-balik dikembalikan pihak Kejaksaan karena dianggap belum lengkap. Menghadapi hambatan seperti ini, Polisi Resor Karanganyar bersifat profesional, yaitu berusaha memenuhi petunjuk yang diberikan pihak Kejaksaan agar berkas dianggap lengkap.

3) Hambatan yang Berasal dari Budaya Hukum

Teori Sistem Hukum Friedman yang ketiga adalah Budaya Hukum. Budaya hukum menurut Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Budaya hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum (Friedman, 1977 : 6).

Dalam kasus tindak pidana korupsi di PD BK K K ar angany ar adany a hambatan yang terkait dengan budaya hukum ini adalah berupa hambatan sulitnya mendapat keterangan jujur dari tersangka. Keterangan tidak jujur dari para tersangka korupsi berupa penjungkirbalikan fakta sedemikian rupa, misalnya mobil yang dibeli secara kredit dan diatasnamakan pemimpin cabang, dianggap sewa dan dibuktikan dengan surat sewa yang dibuat Direktur PD BKK Karanganyar. Pengatasnamaan

mobil dengan nama para pemimpin cabang dikatakan sebagai langkah sementara saja dan nanti setelah lunas diatasnamakan PD BKK Karanganyar, d an k et e r an ga n- k et e r a ng an la in y an g ti da k j uju r d ar i t er s a ng k a. Akan tetapi walaupun sudah banyak penjungkirbalikan fakta dan logika yang dilakukan para tersangka, berkat kejelian Polisi dalam menilai bukti-bukti dan keterangan para saksi, maka hambatan ini bisa diatasi.

c. Analisis Yuridis Hasil Penyidikan

1) Analisis Yuridis Kasus untuk Para Pimpinan Cabang

Berdasarkan fakta–fakta dan dokumen maupun keterangan para saksi maupun tersangka yang telah dikumpulkan polisi, dapat diduga telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan kewenangan berkaitan dengan sewa mobil operasional pimpinan cabang PD. BKK Karanganyar tahun 2013-2014, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2001 atas perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 65 KUHP.

2) Analisis Yuridis untuk Direktur Utama dan Direktur Operasional

B e r d a s a r k a n f a k t a – f ak t a dan dokumen-dokumen hukum maupun keterangan saksi-saksi di atas, Polisi mendapatkan petunjuk bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan kewenangan berkaitan dengan pemberian kredit kepada 6 pegawai untuk pembelian dan atau sewa mobil operasional pimpinan cabang PD. BKK Karanganyar Tahun 2012 - 2014, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 KUHP.

D. Simpulan

Berdasarkan uraian dan data-data yang penulis dapatkan di dalam penulisan tesis ini, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut :

(9)

1. Optimalisasi peran penyidik Satuan Reserse K r i mi na l P o lr e s K ar a nga ny a r da lam penegakan hukum penanganan tindak pidana korupsi di Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Kabupaten Karanganyar dilakukan dengan mengumpulkan alat bukti yang sah menurut hukum berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Alat bukti yang sah tersebut berguna untuk mencari kebenaran materil guna menimbulkan keyakinan hakim dalam proses pembuktian di persidangan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menentukan bahwa: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

2. Hambatan-hambatan dalam menangani kasus tindak pidana korupsi di Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan Kabupaten Karanganyar adalah :

a. Hambatan Administratif

Hambatan administratif di sini berupa pengembalian berkas perkara oleh Jaksa/Penuntut Umum sampai 7 (tujuh) kali guna dilengkapi, baru kemudian dinyatakan lengkap (P21).

b. Hambatan Waktu

H am b a t an wa k t u di s i n i b e r u pa lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan alat buk ti ber upa keterangan saksi biasa (sebanyak 31 orang), keterangan ahli (sebanyak 4 orang), dan keterangan tersangka (sebanyak 8 orang).

c. H a m b a t a n u n t u k M e n d a p a t k a n Keterangan Jujur dari Tersangka

H a m b a t a n u n t u k m e n d a p a t k a n keterangan jujur dari tersangka ini berupa pemberian keterangan yang berbelit-belit dan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya dari para tersangka yang ditujukan untuk melepaskan diri dari tuduhan telah melakukan korupsi. E. Saran

Terkait dengan hambatan yang dihadapi dalam penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi di PD BKK Karanganyar, diberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Untuk mendukung penyelesaian pemberkasan perkara secara tepat waktu, disarankan agar koordinasi antara Kepolisian dan Kejaksaan dilakukan sejak awal penyelidikan perkara, misalnya koordinasi tentang pasal yang akan dikenakan dan bukti yang dibutuhkan untuk menjerat tersangka.

2. Untuk mendukung penyelesaian penyidikan perkara korupsi yang melibatkan banyak tersangka dan saksi sebagaimana kasus korupsi di PD BKK Karanganyar, disarankan agar dilakukan penambahan jumlah penyidik di Polisi Resor Karanganyar, sehingga hambatan waktu bisa diatasi.

3. Untuk membuat tersangka jujur dan tidak memberikan keterangan yang berbelit-belit, disarankan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan psikologi kepada tim penyidik Polri, sehingga penyidik dapat menempatkan diri bukan sebagai pemeriksa yang akan menggiring tersangka menuju penjara, tetapi sebagai kawan yang berbicara dari hati ke hati.

Daftar Pustaka

Buku

Amirudin, et. Al. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum

Bambang Sunggono. 2011. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers, Cetakan keduabelas. Bismar Siregar. 2009. Rasa Keadilan, Surabaya: PT. Bina Ilmu, Tunjungan S3E.

Lawrence M. Friedman.1977. Law and Society An Introduction. New Jersey: Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs.

(10)

Ronny Hanitijo Soemitro. 2004. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia. Soerjono dan Sri Mamudji Soekanto. 1990. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Pers.

Jurnal

Faisal Santiago, 2014, “Strategi Pemberantasan Korupsi : Kajian Legal Sosiologis, Jurnal Lex Publica Vol. 1 No. 1 Januari 2014.

Maryanto, 2012, “Pemberantasan Korupsi Sebagai Upaya Penegakan Hukum”, Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume II, No 2 Juli 2012, Surakarta.

Data Elektronik

https://id.wikipedia.org/wiki/optimalisasi, diakses pada tanggal 10 April 2016, pukul 19.43. http://triwidodowutomo.blogspot.co.id diakses pada tanggal 12 Juni 2016, pukul 13.20 WIB.

http://koranmerapi.blogspot.co.id/2016/01/8-koruptor-diganjar-1-tahun-penjara.html?view=snap-shot, diakses pada tanggal 10 April 2016, pukul 19.45.

Referensi

Dokumen terkait

58 TREATH (T) Ancaman Eksternal 1) Banyaknya Bank lain sekarang juga Memiliki produk KPR membuat BTN Syariah Kc.Medan terancam kehilangan nasabah. 2) Adanya pemberian

atau ubah data untuk mengubah data yang sudah diinput lalu diganti dengan data yang baru, tombol hapus untuk menghapus data yang sudah diinput, tombol view atau lihat data

Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini adalah metode diskriptif kualitatif artinya penulis akan menjelaskan dan memaparkan hakekat dasar dari

Pengamatan tangkai buah nenas sangat penting karena pada karakter tangkai buah dengan diameter sempit dan ukuran tangkai tinggi serta karakter bagian buah yang besar

Dari hasil penelitian ini dapat terlihat sumber informasi, pengetahuan dan sikap yang kurang baik terhadap penanganan diare secara dini pada balita akan mempengaruhi

Diajukan Kepada Program Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk.. Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md.) Program Studi D3

In this research, the researcher used error analysis as design of this research, based on Corder (1967) in Agustina (2016) that was determining the data, identifying the

Bertahun-tahun, saya telah belajar bahwa tiap informasi seorang peserta didik yang dikumpulkan guru dalam periode yang berbeda di dalam kurun satu tahun, baik secara formal