• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nazila et al., Analisis Pengelolaan Sampah 317

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Nazila et al., Analisis Pengelolaan Sampah 317"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS PADAT PUSKESMAS DI KOTA

MALANG SEBAGAI SUMBER BALAJAR BIOLOGI

The Analysis of Solid Waste Management of Public Health Center in Malang City as a Learning Resource of Biology

Novalia Eka Nur Nazila1, Elly Purwanti2, Wahyu Prihanta3

1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhamadiyah Malang, 2,3Dosen Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Muhamadiyah Malang

Jl. Raya Tlogomas no. 246, Malang, 085334943903 novalia.eka13@gmail.com

ABSTRAK

Pesatnya pertumbuhan industri pelayanan kesehatan di Indonesia memberikan kontribusi signifikan dalam menghasilkan sampah/limbah. Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang berfungsi sebagai penggerak pembangunan yang berwawasan kesehatan, yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Sebagai sarana pelayanan umum, Puskesmas memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan. Penghasil sampah/limbah di Puskesmas terdiri atas pasien, pengunjung, dan petugas yang memberikan kontribusi kuat terhadap pengotoran di lingkungan Puskesmas. Dalam kegiatannya, Puskesmas menghasilkan sampah/limbah medis maupun sampah non medis baik dalam bentuk padat maupun cair. Sampah/limbah medis dianggap sebagai mata rantai penyebaran penyakit menular. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan sampah medis padat pada Puskesmas mulai dari pengumpulan hingga pemusnahan/pembuangan dengan Kepmenkes RI Nomor 1428/MENKES/SK/XII/2006, dan memberikan inovasi sumber belajar biologi. Metode pengambilan sample menggunakan purposive sampling di Puskesmas Kendalsari, Puskesmas Arjuno, Puskesmas Mojolangu, Puskesmas Kendalkerep, Puskesmas Dinoyo, Puskesmas Pandanwangi, Puskesmas Kedungkandang, dan Puskesmas Ciptomulyo. Sampel dianalisis menggunakan metode triangulasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas yang diteliti telah menerapkan pengelolaan sampah medis padat sesuai dengan Kepmenkes RI yang berlaku. Hambatan dalam pengelolaan sampah medis padat di Puskesmas terjadi karena sering terlambatnya PT.PRIA dalam pengambilan sampah yang menyebabkan menumpuknya sampah medis padat di TPS (tempat penampungan sementara) hingga berbulan-bulan.

Kata Kunci: Puskesmas, sampah, limbah medis, sampah medis padat

ABSTRACT

The rapid growth of the healthcare industry in Indonesia contributed significantly in generating waste. Public Health Care is a health facility that serves as a driver of health oriented development, which provides direct services to the public. As a public service facilities, health centers maintain and improve a healthy environment in accordance with the standards and requirements. Of the waste in the health center consists of patients, visitors and personnel contributed strongly to fouling in the health center. In its activities, health centers generate waste both medical and non medical garbage in the form of solid or liquid. Medical waste is considered as a chain of spread of infectious diseases. This study aims to analyze the management of solid medical waste in health centers from the collection to destruction / disposal Kepmenkes No. 1428 / Menkes / SK / XII / 2006, and provide a source of innovation study biology. Using purposive sampling method samling in Kendalsari PHC, Arjuno PHC, Mojolangu PHC, Kendalkerep PHC, Dinoyo PHC, Pandanwangi PHC, Kedungkandang PHC, and Ciptomulyo PHC. The samples were analyzed using the method of triangulation data. The results showed that PHC surveyed have implemented a solid medical waste in accordance with applicable Kepmenkes RI. Constraints in solid medical waste management in PHC happen because of frequent delays in decision PT.PRIA waste caused buildup of solid medical waste in TPS (temporary shelters) for months.

Keywords: Public health care, waste, medical waste, medical waste solid Pesatnya pertumbuhan industri pelayanan

kesehatan di Indonesia memberikan kontribusi signifikan dalam menghasilkan sampah/limbah. Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang berfungsi sebagai penggerak pembangunan yang berwawasan kesehatan, yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dari dinas kesehatan kabupaten/kota yang berada di wilayah kecamatan untuk melaksanakan tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2004).

Penghasil sampah/limbah di Puskesmas terdiri atas pasien, pengunjung, dan petugas yang memberikan kontribusi kuat terhadap pengotoran di lingkungan

Puskesmas. Dalam kegiatannya, Puskesmas menghasilkan sampah/limbah medis maupun sampah non medis baik dalam bentuk padat maupun cair. Sampah/limbah medis adalah sampah yang berasal dari kegiatan pelayanan medis. Sampah/limbah medis dianggap sebagai mata rantai penyebaran penyakit menular. Sampah/limbah bisa menjadi tempat tertimbunnya organisme penyakit dan menjadi sarang serangga juga tikus. Disamping itu, di dalam limbah juga mengandung berbagai bahan kimia beracun dan benda-benda tajam yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan cidera.

Tahun 2011 Indonesia memiliki 9321 unit Puskesmas, 3025 unit puskesmas rawat inap, 6296 unit

(2)

Puskesmas non rawat inap. Ada 64,6% Puskesmas telah melakukan pemisahan limbah medis dan non medis. Hanya 26,8% Puskesmas yang memiliki insinerator. Sedangkan 73,2% sisanya tidak memiliki fasilitas tersebut yang menunjukkan pengelolaan limbah medis padat yang masih buruk (Rahno, dkk., 2015).

Puskesmas di Kota Malang berjumlah 15 unit termasuk Puskesmas Kendalsari, Puskesmas Arjuno, Peskesmas Mojolangu, Puskesmas Kendalkerep, Puskesmas Dinoyo, Puskesmas Pandanwangi, Puskesmas Kedungkandang, dan Puskesmas Ciptomulyo. Hasil survei awal peneliti pada bulan November 2016 pada tiga Puskesmas di Kota Malang yakni Puskesmas Kendalsari, Puskesmas Kendalkerep, dan Puskesmas Pandanwangi ditemukan bahwa Puskesmas tersebut telah melakukan pemilahan limbah medis dan non medis. Sampah medis dipisah dengan sampah umum di tempat sampah. Peneliti belum mengetahui proses pemusnahan/ pembuangan akhir sampah medis. Selain itu, peneliti juga melihat adanya gedung atau ruangan khusus yang didalamnya terdapat banyak sampah medis padat. Padahal menurut Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004, pemusnahan/ pembuangan akhir limbah medis padat harus dimusnahkan menggunkan insenerator selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan dalam suhu ruangan.

Umumnya, sistem pembuangan dan pengelolaan limbah Puskesmas sudah berjalan baik, tetapi masih harus disempurnakan. Hal yang harus diperhatikan adalah jangan sampai limbah medis tercecer, apalagi dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, bahkan sampai berdampak pada penyakit-penyakit yang dapat membahayakan masyarakat (Djohan & Halim, 2013). Berbagai jenis limbah medis yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan di puskesmas dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan terutama pada saat pengumpulan, pemilahan, penampungan, penyimpanan, pengangkutan dan pemusnahan serta pembuangan akhir.

Setiap Peskesmas/rumah sakit memiliki strategi pengelolaan limbah yang komprehensif dengan memperhatikan prinsip yang telah diatur (Adisasmito, 2009). Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan sampah medis padat pada puskesmas mulai dari pengumpulan hingga pemusnahan/ pembuangan dengan Kepmenkes RI Nomor 1428/MENKES/SK/XII/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Puskesmas, dan memberikan inovasi sumber belajar Biologi.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian di 8 Puskesmas yaitu Puskesmas Kendalsari, Puskesmas Arjuno, Puskesmas Mojolangu, Puskesmas Kendalkerep, Puskesmas Dinoyo, Puskesmas Pandanwangi, Puskesmas Kedungkandang dan Puskesmas Ciptomulyo. Penelitian dilakukan pada Bulan Maret 2017.

Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, dimana sampel yang dipilih merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui dan memahami tentang permasalahan pengelolaan limbah medis padat di Puskesmas. Cara pengambilan data yakni dengan wawancara mendalam, penelusuran dokumen, observasi, dan dokumentasi kegiatan. Informan berjumlah 32 orang. Wawancara dilakukan kepada 4 informan berbeda disetiap Pukesmas. Informan utama yang diwawancara yaitu kepala Puskesmas, petugas sanitarian, cleaning service serta informan pendukung yaitu petugas kesehatan seperti dokter/ bidan/ perawat/ analis kesehatan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan observasi, alat tulis, buku catatan, catatan lapangan, tape recorder, dan kamera. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan triangulasi dengan sumber. Teknik analisis data kualitatif menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah informan sebanyak 32 orang dengan 4 latar belakang jabatan yang berbeda di setiap Puskesmas. Puskesmas yang diteliti disamarkan dengan nama Puskesmas A, Puskesmas B, Puskesmas C, Puskesmas D, Puskesmas E, Puskesmas, F, Puskesmas, G, dan Puskesmas H. Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen, didapatkan hasil:

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Terdapat 15 Puskesmas di kota Malang yang terdiri dari 4 Puskesmas Akreditasi dan 11 Puskesmas yang belum terakreditasi. Namun kedepannya, seluruh Puskesmas di kota Malang harus melakukan proses akreditasi oleh pihak Dinas Kesehatan.

Puskesmas A, Puskesmas D, dan Puskesmas G merupakan Puskesmas rawat inap namun belum melakukan proses akreditasi. Puskesmas E merupakan satu-satunya Puskesmas rawat inap yang telah terakreditasi sejak bulan September 2016. Puskesmas B, Puskesmas C, dan Puskesmas H merupakan Puskesmas rawat jalan atau non rawat inap yang belum terakreditasi. Puskesmas F merupakan Puskesmas rawat jalan atau non rawat inap yang telah terakreditasi sejak bulan November 2016.

1.

Karakteristik sampah medis padat Puskesmas Berikut ini adalah beberapa petikan wawancara dengan beberapa Puskesmas tentang karakteristik sampah medis padat:

Petugas sanitarian Puskesmas A :

“...Jenis sampah medis ada tajam dan non tajam. Ada hanskun, botol infus, jarum suntik, masker, kapas, kassa, pot air kencing dan dahak.”

Cleaning service Puskesmas D :

“...Kassa, tisu, jarum suntik, botol infus, cutter kecil, botol flakon, underped”

(3)

“...Jarum suntik, hanskun, botol flakon, masker, kapas, kassa, botol infus, selang infus, obat kadaluarsa. Sampah radioaktif tidak ada, sampah bertekanan tinggi juga tidak ada. Namun untuk obat kadaluarsa sementara ini diolah sendiri oleh pihak apotik, jadi bukan saya yang megang. Soalnya belum ada dari Dinas kesehatan untuk mengelolah sampah medis obat kadaluarsa”

Petugas kesehatan Puskesmas H :

“...Sampah medis padat ada yang tajam dan non tajam, contohnya yang tajam ada jarum, lancet, untuk yang non tajam kapas, sisa deapers”

Hampir seluruh Puskesmas yang diteliti menghasilkan jenis sampah yang sama. Sampah medis padat dihasilkan dari ruang pelayanan kesehatan seperti UGD (untuk puskesmas rawat inap), poli gigi, poli KIA, poli KB, poli imunisasi, poli umum, dan laboratorium. Sampah medis yang dihasilkan terdiri dari tajam dan non tajam. Sampah medis non tajam berupa kassa dan tisu bekas perawatan, infus set, kateter, sarung tangan, masker, botol/ampul obat, pembalut bekas, kapas/perban terkontaminasi darah/ cairan tubuh dan pot sisa uji kecing/dahak. Sedangkan untuk sampah medis tajam berupa jarum suntik, spuit, kateter, kaca slide dan lancet. Sampah medis obat kadaluarsa memiliki SOP tersendiri oleh pihak farmasi sehingga cara pemusnahan/pembuangan akhirnya berbeda dengan sampah medis lainnya. Puskesmas tidak menghasilkan limbah medis sitotoksis, limbah container bertekanan, limbah radioaktif dan limbah mengandung logam berat yang tinggi.

Puskesmas di kota Malang memiliki pelayanan kesehatan yang hampir sama sehingga jenis sampah medis padat yang dihasilkan pun juga sama, namun namun jumlahnya yang berbeda. Besarnya jumlah pasien terutama yang rawat inap berhubungan dengan jumlah timbulan limbah medis pada rumah sakit/Puskesmas (Sudiharti & Solikhah, 2012).

Gambar 1. Karakteristik sampah medis padat Puskesmas (Sumber: Dokumentasi pribadi)

2.

Pengumpulan sampah medis padat Puskesmas Pengumpulan sampah medis di 8 Puskesmas yaitu Puskesmas A, Puskesmas B, Puskesmas C, Puskesmas D, Puskesmas E, Puskesmas F, Puskesmas G, dan Puskesmas H dimulai dari setiap ruang pelayanan kesehatan. Setiap ruang pelayanan kesehatan harus memiliki tempat sampah. Tempat sampah yang tersedia di ruang pelayanan harus memiliki pembeda antara sampah medis dan non medis (infeksius dan non infeksius). Tempat sampah yang tersedia di ruang pelayanan kesehatan harus memenuhi standart Menteri Kesehatan seperti yang ada didalam

Kepmenkes RI No. 1428/Menkes/SK/XII/2006 yaitu setiap ruangan harus disediakan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mudah dibersihkan. Tempat sampah yang tersedia juga sudah injak agar tangan tetap higienis.

Petugas sanitarian Puskesmas B :

“...Sudah ada tempat sampah dan harus dipisah (infeksius dan non infeksius)”

Petugas kesehatan Puskesmas C :

“...Ada mbak, jelas dipisah juga (infeksius dan non infeksius)”

Cleaning service Puskesmas F :

“...Iya ada mbak tempat sampah, ada safety box, sudah dipisah juga (infeksius dan non infeksius)” Cleaning service Puskesmas G :

“...Sudah, semua sudah dipastikan ada. Karena penilaian adipura kita ikut jadi ya semua fasilitas pengolahan limbah dinilai dan sudah dipisah medis dan non medis”

Tempat sampah yang tersedia di setiap ruangan Puskesmas telah dilengkapi dengan kantong plastik yang memiliki perbedaan warna antara sampah medis/infeksius dan sampah non medis. Selain memiliki perbedaan warna pada kantong plastik, disetiap tempat sampah telah tertulis kode “medis dan non medis” pada tutup tempat sampah. Kode berwarna yaitu kantong warna hitam untuk limbah domestik atau limbah rumah tangga biasa, kantong kuning untuk semua jenis limbah yang akan dibakar atau limbah infeksius (Adisasmito, 2009).

Selain itu, untuk sampah benda-benda tajam seperti jarum dan lancet harus dimasukkan pada wadah khusus. Wadah khusus yang digunakan oleh 8 Puskesmas yang diteliti yaitu safety box. Safety box terbuat dari kertas tebal yang tidak mudah tembus dan kuat.

Gambar 2. Contoh tempat sampah medis padat di Puskesmas Kota Malang (Sumber: Dokumentasi pribadi)

3.

Pemusnahan/pembuangan akhir

Proses pemusnahan/pembuangan akhir sampah medis/infeksius di 8 Puskesmas telah sesuai dengan Keputusan MenKes No.1428/Menkes/SK/XII/2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Puskesmas yaitu dibakar menggunakan insenerator. Pembakaran menggunakan insenerator yang oleh 8 Puskesmas dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT.PRIA (Putra Restu Ibu Abadi). Secara teknis, insenerator mengunakan teknik pembakaran dengan suhu

(4)

diatas 1.000oC selama 2-3 jam (sesuai dengan kondisi) (Djohan & Halim, 2013).

Petugas sanitarian Puskesmas A :

“...Kita MoU oleh PT.PRIA yang sudah memiliki dokumen resmi dalam pemusnahan/pembuangan akhir. Oleh PT.PRIA sampah medis padat akan dibakar menggunakan insenerator.”

Petugas sanitarian Puskesmas B :

“...Pemusnahan/pembuangan akhir dengan PT.PRIA. sebelum diambil PT.PRIA makanya kita tampung dulu di TPS B3.”

Petugas sanitarian Puskesmas C :

“...Kita bekerja sama dengan PT.PRIA. PT.PRIA akan membakar sampah medis menggunakan insenerator. Jadi setiap akan dimusnahkan akan diambil menggunakan mobil khusus.”

Petugas sanitarian Puskesmas D :

“...Pemusnahan/pembuangan akhir sampah medis dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT. PRIA. Jadi kita hanya pengumpulkan, menampung, baru diserahkan ke PT. PRIA”

Petugas sanitarian Puskesmas E :

“...Pemusnahan/pembuangan akhir kita MoU dengan PT. PRIA sebagai pihak ketiga. Sebenernya kita maunya setiap bulan, tapi PT.PRIA mengambil sampah medisnya sesempatnya mereka sepertinya, kadang 2-3 bulan sekali. PT.PRIA mengambil kalo sempat dan kalo box mobil sampah medisnya penuh ya ditunda dulu ngambilnya. Sebenarnya setiap 25kg sudah diambil, tapi kita tiap bulan lebih 50kg, tapi yaa itu baru 2-3 bulan baru diambil PT.PRIA, jadi kita yang harus aktif untuk menghubungi PT.PRIA agar sampah medisnya segera dimusnahkan”

Petugas sanitarian Puskesmas F :

“...Pemusnahan/ pembuangan akhir yaitu dibakar yang dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT.PRIA. PT.PRIA minimal menerima pembakaran 25kg. Jadi sampah medis puskesmas diambil oleh pihak ketiga kira-kira 2-3 bulan lebih.”

Petugas sanitarian Puskesmas G :

“...Dibakar di PT.PRIA untuk seluruh puskesmas di Jawa Timur sebagai pihak ketiga.”

Petugas sanitarian Puskesmas H :

“...Kita MoU dengan PT.PRIA yaitu dibakar. Sepertinya seluruh jawa timur ya dimusnahkan oleh PR.PRIA itu sepertinya. PT.PRIA datang sekitar 3 bulan sekali karena PT.PRIA datangnya molor”

PT.PRIA merupakan pihak ketiga yang secara resmi diusulkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi. PT.PRIA menangani pembakaran seluruh pusat kesehatan di Jawa Timur karena merupakan satu-satunya yang memiliki ijin resmi dan memiliki kelengkapan syarat dari Badan Lingkungan Hidup. Puskesmas di seluruh Kota Malang belum memiliki insenerator pribadi. Hal ini dikarenakan. Beberapa hal yang menyebabkan Puskesmas tidak memiliki insenerator yaitu tingginya biaya investasi dan operasional, persyaratan operasional dengan memenuhi persyaratan administratif dan teknis salah satunya uji emisi gas buagan hasil pembakaran yang dikeluarkan oleh Kementrian Negara Lingkungan Hidup, dan perawatan bagian-bagian insenerator (Djohan & Halim, 2013).

4.

Dukungan Managemen

Puskesmas yang diteliti dibedakan menjadi 2 strata, yaitu Puskesmas yang terakreditasi dan Puskesmas yang belum terakreditasi. Akreditasi di Puskesmas bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan Puskesmas. Hasil penelitian menunjukan bahwa sudah ada peraturan atau kebijakan yang mendasari pengelolaan limbah medis di Puskesmas yang diteliti. Peraturan/kebijakan berupa standart operasional prosedur (SOP).

Petugas sanitarian Puskesmas F :

“...SOP ada, SOP pengelolaan limbah medis. Kita ada monitoring juga, seperti sidak, apabila penerapan pembuangan sampah medis tidak sesuai SOP maka petugas yang berjaga pada ruangan tersebut ditegur. Setiap hari sampah medis diambil, ditimbang dan diletakkan di TPS. SOP yang menyusun pihak puskesmas sendiri”

Kepala Puskesmas H :

“...Ada SOP, dan penerapan baik. Dari poli pelayanan ketika sudah penuh dimasukkan ke TPS kemudian kalau sudah beberapa kilo akan diambil oleh pihak ketiga”

Kepala Puskesmas E :

“...Sudah ada SOP yang disusun oleh tim Puskesmas dan sudah berjalan baik, seperti sampah medis dari layanan harus diambil setiap hari dari ruangan kemudian diletakkan ke TPS yang aman, artinya jauh dari jangkauan masyarakat, kedap air, dll.”

Penerapan SOP telah dilakukan diseluruh Puskesmas dan telah berjalan dengan baik dan sesuai. Namun untuk Puskesmas yang belum terakreditasi, SOP masih dalam perbaikan, jadi belum disetujui oleh kepala Puskesmas. Berbeda dengan Puskesmas E dan F yang telah terakreditasi SOP telah disetujui oleh kepala Puskesmas. SOP antara Puskesmas yang telah terakreditasi dan belum terakreditasi sebenarnya tidak berbeda jauh secara teknis, hanya template SOP yang berbeda.

Berdasarkan hasil penelitian, pengelolaan anggaran sampah medis padat Puskesmas dilakukan oleh pihak keuangan.

Petugas sanitarian Puskesmas G :

“...Ada anggaran khusus untuk sampah medis dan anggarannya cukup besar. Karena kita bekerja sama dengan PT.PRIA yang cukup mahal. Jadi sember dana ada 2 yaitu dana operasional dan JKN, kalau kebetulan puskesmas ini menggunakan dana JKN” Kepala Puskesmas C :

“...Anggaran khusus ada dari Pemerintah Kota Malang yaitu Dana Operasional Puskesmas.”

Sumber dana pengelolaan sampah medis berasal dari JKN atau BOP. Anggaran tersebut digunakan untuk pemusnahan/pembuangan akhir, penggadaan plastik, tempat sampah, dll. Dana dianggarkan setiap tahun, dan setiap tahunnya akan dinaikan 10% dari total anggaran tahun sebelumnya.

(5)

Perlatan/fasilitas khusus yang digunakan dalam pengelolaan sampah medis padat di Puskesmas yang diteliti yaitu sama, seperti Tempat Penampungan Sementara (TPS), tempat sampah medis khusus berplastik kuning dan safety box.

TPS sampah medis padat Puskesmas yang telah terakreditasi dan yang belum terakreditasi memiliki perbedaan. Puskesmas yang telah terakreditasi telah memiliki TPS yang tertutup (memiliki bangunan) dan terkunci sehingga hanya petugas saja yang masuk. Berbeda dengan Puskesmas yang belum terakreditasi, TPS masih belum safety karena hanya terbuat dari tempat sampah stainlesssteel yang diletakkan terbuka. TPS di semua Puskesmas belum memiliki ijin dari Badan Lingkungan Hidup. Pihak Puskesmas telah mengajukan surat perijianan TPS B3 namun karena banyak syarat yang harus dipenuhi, hingga sampai saat ini seluruh Puskesmas belum memiliki ijin TPS sampah B3. Bangunan penyimpanan sampah B3 harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang dan memiliki dinding dan ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan dan dibuat tanpa plafon (Zulkifli, 2014).

Gambar 3. TPS sampah medis padat (1. TPS Puskesmas belum terakreditasi, 2. TPS Puskesmas terakreditasi) (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Sistem pelaporan yang dilakukan oleh Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota dilakukan beberapa tahap, ada yang perbulan, pertiga bulan, perenam bulan dan pertahun.

Petugas sanitarian Puskesmas A :

“...Iya ada dalam bentuk neraca sampah setiap bulan. Berisi berapa kilo sampah medis yang dihasilkan dalam setiap bulan”

Petugas sanitarian Puskesmas B :

“...Pelaporan setiap tahun. Tanggal, jumlah sampah medis dan aggaran yang dikeluarkan. Tapi setiap hari pasti petugas juga menimbang sampah medis”

Kepala Puskesmas D :

“...Ada mbak, pelaporannya yaa ketika memusnahkan limbah itu. Pelaporan satu tahun sekali untuk melaporkan pembakaran”

Rata-rata laporan pengelolaan sampah medis padat di 8 Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kota dilakukan setiap tahun. Setiap harinya petugas kebersihan juga melakukan pencatatan hasil sampah medis padat tiap ruangan. Laporan bertujuan untuk mengetahui hasil sampah medis

padat di setiap Puskesmas dan sebagai evaluasi untuk pengelolaan agar lebih baik kedepannya.

5.

Sumber Daya Manusia

Berdasarkan hasil penelitian SDM pengelolah sampah medis padat Puskesmas rata-rata berjumlah berjumlah 3-6 orang termasuk petugas sanitarian. Petugas sanitarian di Puskesmas memiliki riwayat pendidikan D3/S1 Kesehatan Lingkungan, jadi sampah/limbah yang ada di Puskesmas telah di tangani oleh petugas ahli. Cleaning service memiliki riwayat pendidikan dari SD hingga SMA, hal tersebut mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman tentang sistem pengelolaan sampah medis.

Faktor pengetahuan tentang sampah sangat penting untuk ditanamkan pada setiap petugas yang akan melakukan pembuangan sampah medis. Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dengan memberikan pelatihan atau penyuluhan sebagai sarana pemberian pendidikan khususnya perawat untuk berperilaku membuang sampah medis sesuai dengan tempatnya. Sehingga dapat mengurangi dampak terjadinya kecelakaan kerja maupun infeksi nosokomial (Sudiharti & Solikhah, 2011).

Alat perlindungan diri yang yang digunakan oleh cleaning service yaitu masker dan sarung tangan. Puskesmas yang telah terakreditasi seperti Puskesmas F lebih baik dalam penggunaan alat perlindungan diri karena ditambah dengan seragam khusus/skot dan sepatu boots. Semua pekerja yang bertugas mengumpulkan atau menangani limbah layanan kesehatan harus menggukan helm, masker wajah, pelindung mata, overall, celemek, sepatu boots, dan sarung tangan (Sabarguna dan Rubaya, 2011).

Petugas sanitarian Puskesmas A :

“...Selama ini masih masker dan sarung tangan, untuk kedepannya akan ditingkatkan dengan penggunaan seragam khusus dan sepatu boots.” Petugas sanitarian Puskesmas B :

“...Ada masker, sarung tangan, ada sepatu juga. Untuk seragam khusus belum ada.”

Petugas sanitarian Puskesmas C :

“...Ada masker dan sarung tangan untuk sementara ini”

Petugas sanitarian Puskesmas D :

“...Masker wajah, kaos tangan itu saja. Sepatu boot, baju khusus, dll belum digunakan.”

Cleaning service Puskesmas E :

“...Ada, harus dipakai. Seperti sarung tangan, masker, celemek. Tidak ada sepatu boot dan seragam khusus petugas sampah medis.”

Cleaning service Puskesmas F :

“...Ada, pakai maser dan sarung tanggan, sepatu boot juga ada dan baju kerja, itu ada anggarannya” Cleaning service Puskesmas G :

“...Sarung tangan, masker, itu aja” Cleaning service Puskesmas H :

“...Handskun dan masker, sepatu boot dan baju khusus ada tapi tidak dipakai”

(6)

Gambar 3. Contoh APD petugas kebersihan Puskesmas terakreditasi (Sumber: Dokumentasi pribadi)

6.

Kendala/hambatan dan Cara untuk Mengatasi Kendala/hambatan dalam Pengelolaan Sampah Medis Padat

Berdasarkan hasil penelitian, kendala pengelolaan yang terjadi yaitu Puskesmas B dan Puskesmas C belum memiliki TPS yang layak. TPS hanya mengandalkan tempat sampah besar berbahan stainlesssteel yang apabila menampung sampah medis berbulan-bulan akan penuh dan tidak cukup. Puskesmas juga memiliki kekhawatiran sampah medis yang terlalu banyak tersebut akan membahayakan pasien. Selain itu, keterlambatan PT.PRIA dalam mengambil sampah medis padat di Puskesmas juga menjadi masalah. PT.PRIA biasanya mengambil sampah medis padat pada tiap Puskesmas dalam rentan waktu 2-4 bulan. Sampah medis padat yang ditampung terlalu lama dapat menyebabkan resiko kontaminasi bakteri dan virus yang lebih meningkat.

Petugas sanitarian Puskesmas A :

“...Secara internal kita tidak memiliki hambatan. Tapi pernah PT.PRIA terlambat mangambil sampah medis”

Petugas sanitarian Puskesmas B :

“...Hambatannya dari PT.PRIA, jadi kadang-kadang sampah medis menumpuk selain itu kita belum memiliki TPS yang layak”

Kepala Puskesmas C :

“...Saya rasa selama ini tidak ada kendala dalam pengelolaan sampah medis padat tapi biasanya dari PT.PRIA itu yang terlambat mengambil”

Cleaning service Puskesmas D :

“...Selama ini belum ada kendala dalam pengelolaan sampah. Setiap hari sampah diambil sesuai prosedur kemudian diletakkan digudang” Petugas sanitarian Puskesmas E :

“...Hambatannya yaa dri pihak ketiga yang telat dalam mengambil sampah medisnya. Hambatan yang kedua yaa biasanya kehabisan kresek kuning untuk pelabelan sampah medisnya”

Petugas sanitarian Puskesmas F :

“...Kendalanya yaa dari pihak ketiga. Karena secara teori sampah medis dalam 1x24 jam sudah harus dimusnahkan, berhubung tidak ada insenerator disini yaa sampah medis kadang menumpuk di TPS” Kepala Puskesmas G :

“...Selama ini tidak ada kendala mungkin yaa cuma dari PT.PRIA itu terlambat mengambil” Cleaning service Puskesmas H :

“...Sementara ini dari kebiasaan petugas ruang pelayanan yang biasanya masih mencampur antara sampah medis dan non medis, yaaa saya gak mungkin memilah jadi ketika di TPS sampah medis dan non medis tercampur. Jadi kendalanya jadi perilaku petugas kesehatan”

Kendala yang dihadapi tersebut diatasi pihak Puskesmas dengan cara terus menghubungi PT.PRIA agar sampah medis padat segera mengambil. Selain itu, menurut Dinas Kesehatan Kota Malang, pihak Puskesmas harus menjadwal pengambilan sampah medis padat yang kemudian akan diserahkan ke PT.PRIA. Penjadwalan tersebut akan membuat pengambilan sampah medis padat ke Puskesmas oleh PT.PRIA lebih teratur dan sebagai bahan evaluasi kepada PT.PRIA apabila pengambilan sampah medis padat ke Puskesmas keluar dari jadwal yang telah disetujui kedua belah pihak.

Kedepannya akan direncanakan pengadaan insenerator pribadi. Menurut Dinas Kesehatan Kota Malang syarat pengadaan insenerator seperti lahan, tenaga kerja yang profesional hingga anggaran sebenarnya telah tersedia.

7.

Inovasi Sumber Belajar Biologi

Pengembangan sumber belajar biologi tentang pengelolaan sampah medis padat Puskesmas dalam bentuk cetak berupa poster. Secara sistematis pengembangan sumber belajar cetak poster dilakukan sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

1. Menentukan mata kuliah yang sesuai dengan materi yang akan dibuat sebagai sumber belajar. Materi yang akan disusun sebagai sumber belajar adalah materi kuliah ISO 4000 dan Audit Lingkungan. 2. Judul poster yang disesuaikan dengan materi pokok

yang akan dicapai. Poster menjelaskan tentang pengelolaan, kendala/hambatan serta cara mengatasi kendala/hambatan dalam pengelolaan sampah medis padat Puskesmas.

3. Penyajian poster yang menarik, singkat, jelas, dan mudah dimengerti.

PENUTUP

Pelaksanaan sistem pengelolaan sampah medis padat di 8 Puskesmas Kota Malang telah sesuai dengan Kepmenkes No.1428/MENKES/SK/XII/2006 yaitu setiap ruangan telah tersedia tempat sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mudah dibersihkan. Tempat sampah medis telah dipisah dengan tempat sampah non medis. Tempat sampah disetiap ruangan juga telah dilengkapi dengan kantong plastik kuning untuk sampah medis dan safety box untuk sampah benda-benda tajam. Pemusnahan/ pembuangan akhir sampah medis Puskesmas menggunakan insenerator yang bekerja sama dengan PT.PRIA.

(7)

Kendala/hambatan yang dimiliki Puskesmas yaitu keterlambatan PT.PRIA dalam mengambil sampah medis padat untuk dibakar. Keterlambatan tersebut menyebabkan menumpuknya sampah medis padat di TPS Puskesmas. Selain itu, Puskesmas B dan Puskesmas C belum memiliki TPS yang layak untuk menampung sampah medis padat.

Kedepannya perlu adanya peningkatan koordinasi, monitoring dan evaluasi antar pihak-pihak terkait, seperti dinas kesehatan, Puskesmas, petugas kebersihan/cleaning service dan PT.PRIA sehingga pengelolan sampah medis padat lebih teratur dan lebih baik. Selain itu perlu juga adanya alternatif pihak ketiga dalam pembakaran sampah medis padat Puskesmas apabila Dinas Kesehatan Kota Malang belum memiliki rencana pengadaan insenerator pribadi.

DAFTAR RUJUKAN

Adisasmito, Wiku. (2009). Sistem Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Depkes RI. (2004). Kepmenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Depkes RI. (2006). Kepmenkes RI No.1428/Menkes/SK/XII/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Djohan, Agustinus Johanes., & Halim, Devy. (2013).

Pengelolaan Limbah Rumah Sakit. Jakarta: Salemba Medika.

Rahno, Dionisius., Roebijoso, Jack., & Leksono, Amin Setyo. (2015). Pengelolaan Limbah Medis Padat Di Puskesmas Borong Kabupaten Manggarai Timur Propinsi Nusa Tenggara Timur. J-PAL, 6(1), 22-32. ISSN: 2087-3522 E-ISSN: 2338-1671. Sabarguna, Boy Subirosa., & Rubaya, Agus Kharmayan. (2011). Sanitasi Air dan Limbah Pendukung Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta: Salemba Medika.

Sudiharti., & Solikhah. (2011). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Perilaku Perawat Dalam Pembuangan Sampah Medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Kesehatan Masyarakat, 6(1), 1-74. ISSN : 1978-0575. Zulkifli, Arif. (2014). Pengelolaan Limbah

Gambar

Gambar  2.  Contoh  tempat  sampah  medis  padat  di  Puskesmas  Kota Malang (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Gambar 3. TPS sampah medis padat (1. TPS Puskesmas belum  terakreditasi, 2. TPS Puskesmas terakreditasi) (Sumber:  Dokumentasi pribadi)
Gambar  3.  Contoh  APD  petugas  kebersihan  Puskesmas  terakreditasi (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini terbukti pada hasil kuesioner responden yang menunjukkan bahwa 82,30% responden menyatakan setuju bahwa konsumen merasa puas karena kualitas pelayanan, kelengkapan

Menyatakan bahwa Penelitian yang berjudul “ANALISIS KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET ZAT BESI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PONOROGO SELATAN KABUPATEN PONOROGO“ adalah

19 R.L.. Methods ialah teknik atau cara yang kita pakai dalam menjalankan proses manajemen agar supaya sesuai dengan apa yang kita harapkan. Money atau dana ialah anggaran yang

(1) Perawatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) harus dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung dan dapat menggunakan penyedia

Dalam makalah ini telah disajikan sebuah metode baru untuk mencari syarat perlu dan cukup keberadaan solusi keseimbangan titik pelana lingkar tertutup dari suatu permainan

Kualitas pelayanan telah menjadi salah satu isu penting dalam penyediaan layanan publik. Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim

Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengukuran langsung di lapangan seperti pengukuran kondisi dan pertumbuhan tanaman pokok, pengukuran tajuk, pengukuran intensitas

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai macam inokulum rhizobium tidak mempengaruhi produksi bahan kering hijauan namun ada kecenderungan peningkatan