• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Persediaan

Persediaan merupakan hal penting bagi setiap perusahaan, khususnya persediaan barang atau produk jadi. Ketersediaan barang tersebut diharapkan bisa menjaga stabilitas kebutuhan perusaahaan untuk memenuhi setiap permintaan yang datang dari konsumen, karena jika permintaan konsumen kurang di tangani dengan baik sehingga sering terjadi keluhan tidak tersedianya barang yang diminta akan merugikan perusahaan baik keuntungan atau image yang kurang baik di mata konsumen. Menurut Bahagia (2006) yang menjelaskan bahwa pada prinsipnya, persediaan adalah suatu sumber daya menganggur (idle resources) yang keberadaannya menunggu proses lebih lanjut. Proses lebih lanjut disini dapat berupa kegiatan produksi atau pemasaran seperti dijumpai pada sistem distribusi ataupun kegiatan konsumsi seperti dijumpai pada sistem rumah tangga, perkantoran, dan sebagainya. Persediaan yang bersifat menganggur ini bisa berupa bahan mentah (raw material), barang setengah jadi (work in process) atau barang jadi (finished good) yang semuanya dipersiapkan untuk diharapkan dapat memenuhi setiap proses selanjutnya yang hendak akan dilakukan.

Persediaan yang merupakan sumber daya menganggur ini sering dinyatakan sebagai suatu pemborosan bagi pemilik terlebih jika perputaran barang ini dianggap terlalu lambat sehingga menyebakan biaya yang muncul akibat penyusutan, ongkos simpan dan sebagainya. Persediaan ini harus diminimalkan atau dieliminasi, akan tetapi harus tetap memperhatikan kelancaran dalam pemenuhan persediaan barang yang akan dipakai agar tidak menjadi masalah baru yang timbul akibat dari perlakuan eliminasi ini. Masalah yang terjadi jika persediaan barang terlalu sedikit yakni akan menimbulkan kebutuhan pemakai tidak dapat terpenuhi sehingga dapat menimbulkan ketidakpuasan serta kerugian baik pihak pemilik maupun pemakai dan bisa saja pemakai berpindah ke tempat usaha lain yang dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukannya.

(2)

2.2 Tujuan Persediaan

Persediaan merupakan asset yang diperlukan perusahaan untuk menjaga kelancaran dalam menjalankan perusahaan. Peran dari persediaan bagi perusahaan sangatlah penting, maka perencanaan dan pengendalian persediaan harus bisa dimaksimalkan agar bisa memberikan keuntungan lebih bagi perusahaan. Adapun tujuan dari pengelolaan persediaan sebagai berikut:

1. Menghilangkan risiko keterlambatan barang tiba. 2. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan.

3. Menjaga keberlangsungan produksi atau menjaga agar perusahaan tidak mengalami kehabisan persediaan yang mengakibatkan terhentinya proses produksi.

4. Memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada konsumen dengan tersedianya barang yang diperlukan.

2.3 Fungsi Persediaan

Persediaan memiliki fungsi yang cukup besar dalam hal mempermudah kelancaran operasi perusahaan. Menurut Render dan Heizer (2005) menjelaskan bahwa terdapat empat fungsi di dalam persediaan, yakni sebagai berikut:

1. Mendecouple atau memisahkan beragam bagian proses produksi. Sebagai contoh, jika pasokan sebuah perusahaan berfluktuasi, maka mungkin diperlukan persediaan tambahan untuk mendecouple proses produksi dari para pemasok.

2. Mendecouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan pilihan bagi pelanggan. Persediaan semacam ini umumnya terjadi pada pelanggan eceran.

3. Mengambil keuntungan diskon kuantitas, sebab pembelian dalam jumlah lebih besar dapat mengurangi biaya produksi atau pengiriman barang.

(3)

2.4 Biaya Persediaan

Persediaan atau inventori ini dapat menimbulkan biaya atau ongkos untuk setiap pengadaan atau pemesanannya, menurut Bahagia (2006) yang menjelaskan bahwa biaya atau ongkos inventori adalah semua pengeluaran atau kerugian yang timbul sebagai akibat adanya inventori, baik yang berupa tangible cost atau opportunity cost. Biaya inventori disini adalah ongkos operasional yang diperlukan untuk pengadaan dan pengoperasian inventori sesuai dengan kebijakan inventori yang dianut dan dihitung selama horison perencanaannya. Terdapat beberapa komponen dalam biaya persediaan ini, diantaranya ongkos pembelian, ongkos pemesanan, ongkos simpan, ongkos kekurangan inventori, dan ongkos sistemik. Adapun penjelasan dari masing-masing komponennya sebagai berikut:

1. Ongkos pembelian (purchasing cost)

Ongkos pembelian adalah ongkos yang dikeluarkan untuk membeli barang inventori, dimana besarnya tergantung pada jumlah barang yang dibeli dan harga satuan barang.

2. Ongkos pengadaan (procurement cost)

Ongkos pengadaan adalah semua pengeluaran untuk proses pengadaan barang yang dibedakan atas ongkos pemesanaan dan ongkos persiapan. Adapun ongkos pemesanan (order cost) adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk mendatangkan barang dari luar, sedangkan ongkos persiapan (set up cost) adalah semua pengeluaran yang ditimbulkan untuk persiapan produksi barang.

3. Ongkos simpan (holding cost)

Ongkos simpan adalah semua pengeluaran yang timbul akibat penyimpanan barang dan terdiri atas ongkos memiliki inventori, ongkos gudang, ongkos kerusakan dan penyusutan, ongkos kadaluarsa dan ongkos administrasi. 4. Ongkos kekurangan

Ongkos kekurangan timbul karena adanya kerugian atau kesempatan yang hilang bila barang yang diminta tidak tersedia. Ketersediaan barang menjadi penting karena jika saja tidak tepenuhi tentu akan menimbulkan kerugian karena proses produksi menjadi terhenti dan kesempatan untuk

(4)

mendapatkan keuntungan menjadi hilang bahkan akibat yang lebih buruk ialah konsumen akan berpindah ke tempat lain.

5. Ongkos sistemik

Ongkos sistemik adalah ongkos yang diperlukan untuk membangun dan memperbaiki sistem inventori. Ongkos sistemik ini meliputi ongkos perancangan, perencanaan, dan instalasi sistem inventori serta ongkos-ongkos untuk mengadakan peralatan dan melatih tenaga yang digunakan untuk mengoperasikan sistem.

2.5 Pengendalian Persediaan

Persediaan barang merupakan hal yang penting dan diperlukan bagi setiap perusahaan demi menjaga keberlangsungan operasi perusahaan tersebut. perusahaan dalam upaya mengadakan barang ini pastinya memerlukan uang yang diinvestasikan untuk memenuhi setiap kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan, maka dari itu sudah tentu menjadi kewajiban perusahaan juga untuk mampu membuat suatu pengendalian persediaan guna menjaga stabilitas ketersediaan barang dan juga memantau arus uang yang diinvestasikannya. Pengendalian persediaan ini haruslah di maksimalkan dalam hal ketersediaan barang karena hal ini akan menghindarkan perusahaan dari kekurangan barang yang tentunta akan merugikan dan menjaga kelancaran dari proses operasi perusahaan secara keseluruhan, disisi lain biaya-biaya yang telah ditanamkan harus dibuat seminimum mungkin demi menjaga stabilitas keuangan perusahaan.

Menurut Assauri (2008) yang menjelaskan bahwa pengendalian persediaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan parts, bahan baku dan barang hasil produksi sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien. Berdasarkan pengertian tersebut maka jelas jika pengendalian persediaan ini akan dapat menjaga kelancaran proses operasi yang ada diperusahaan dengan ketersediaan yang maksimal serta biaya-biaya yang timbul dapat ditekan secara maksimal juga.

Pengendalian persediaan ini bertujuan untuk memaksimalkan tingkat efektif dan efisiensi dari upaya penyediaan barang yang dilakukan perusahaan. Pengawasan

(5)

persediaan merupakan salah satu cara yang dijalankan untuk memelihara stabilitas barang serta besarnya biaya dan modal yang dibutuhkan untuk mengadakan barang tersebut. Adapun terdapat faktor-faktor dalam pengendalian persediaan yakni sebagai berikut:

1. Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Permintaan barang atau penjualan yang tidak menentu merupakan suatu hal yang sangat sering dijumpai di setiap perusahaan yang di sebabkan oleh banyak faktor yang memperngaruhinya. Hal tersebut haruslah diantisipasi perusahaan sejak awal agar kelancaran operasinya tetap terjaga, maka disini perusahaan perlu menyediakan persediaan pengaman atau Safety Stock (SS). Menurut Kasmir (2009) yang menjelaskan bahwa Safety Stock dapat diartikan sebagai persediaan pengaman atau persediaan tambahan yang dilakukan perusaahan agar tidak terjadi kekurangan barang atau bahan. Safety Stock sangat diperlukan guna mengantisipasi membludaknya permintaan akibat dari permintaan yang tak terduga. Diperlukan standar kuantitas yang harus dipenuhi dalam menentukan Safety Stock diantaranya: a. Persediaan minimum, yang diperlukan oleh perusahaan dan tidak boleh

kurang dari yang sudah ditetapkan.

b. Besarnya pesanan standar, merupakan biaya pesanan yang dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku.

c. Tingkat pemesanan kembali, merupakan jumlah pemesanan kembali pada saat dibutuhkan.

d. Persediaan maksimum, jumlah persediaan maksimal. 2. Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point)

Perusahaan dalam mengadakan atau menghasilkan suatu barang dipastikan akan memerlukan waktu, terutama jika barang tersebut harus dipesan terlebih dahulu untuk mengadakannya. Barang yang akan digunakan atau dikeluarkan harus berada dalam persediaan pada saat dibutuhkan, maka dengan hal tersebut diperlukan perhitungan yang benar-benar matang agar tidak menghambat atau merugikan perusahaan baik untuk proses produksi maupun penjualan suatu barang yang diminta konsumen. Titik pemesanan

(6)

ulang atau Reorder Point (ROP) merupakan waktu pemesanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil pengadaan kembali secara maksimal. Menurut Kasmir (2009) Titik pemesanan ulang adalah waktu bagi perusahaan akan memesan kembali persediaan yang dibutuhkan, atau batas waktu pemesanan kembali dengan melihat jumlah minimal persediaan yang ada. Hal ini penting dilakukan agar jangan sampai terjadi kekurangan barang atau bahan pada saat dibutuhkan. Jumlah pemesanan kembali dapat dihitung dengan berbagai cara, misalnya dengan probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stock dan dihitung selama tenggang waktu (lead time).

3. Waktu Ancang-ancang (Lead Time)

Setiap perusahaan yang akan melakukan pemesanan barang maka akan dihadapkan dengan waktu ancang-ancang atau Lead Time. Lead Time ini merupakan waktu antara tenggang waktu sejak pesanan dilakukan sampai dengan saat pesanan tersebut masuk ke gudang atau perusahaan yang meminta. Waktu tenggang ini ialah salah satu faktor yang perlu diperhatikan agar barang yang dipesan datang tepat waktu sesuai dengan yang diharapkan perusahaan, dengan kata lain tidak sampai membuat persediaan di gudang atau perusaahaan pemesan kosong atau habis.

2.6 Model Persediaan Deterministik

Menurut Bahagia (2006) yang menjelaskan bahwa fenomena inventori deterministik ini dijumpai dalam situasi di mana variabel dan faktor yang terkait dengan sistem inventori bersifat pasti (deterministik) atau tidak mengalami perubahan yang berarti atau juga bisa di asumsikan pengaruh perubahannya dapat diabaikan. Variabel dan faktor yang dimaksud meliputi kedatangan dan jumlah permintaan barang untuk suatu horison perencanaan tertentu dan waktu ancang-ancang serta sistem manajemen inventori. Permintaan deterministik ini dapat dibedakan atas permintaan deterministik statis dan dinamis.

Permintaan deterministik statis adalah fenomena dimana besarnya permintaan diketahui secara pasti dan sama untuk setiap periodenya. Permintaan statis ini ditandai dengan tidak adanya pengaruh waktu terhadap besarnya permintaan

(7)

sehingga besarnya permintaan dianggap sama pada setiap periode perencanaannya dan variansi permintaan tidak signifikatif secara statistik sehingga nilainya diabaikan. Sementara permintaan dinamis ditandai dengan adanya keterkaitan yang tidak dapat diabaikan antara besarnya nilai permintaan dengaan periodenya. Pada permintaan dinamis ini tidak akan digunakan nilai statistik untuk mewakili permintaan tersebut, namun nilai permintaan pada setiap periode perencanaan akan diberlakukan secara mandiri.

2.7 Model Persediaan Probabilistik

Menurut Bahagia (2006) yang menjelaskan dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai fenomena inventori probabilistik, yaitu suatu keadaan inventori yang mengandung ketidakpastian. Ketidakpastian dalam inventori bisa disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:

1. Pemakai yang berupa fluktuasi permintaan yang dicerminkan oleh variansi atau deviasi standar.

2. Pemasok yang berupa ketidaktepatan waktu pengiriman barang yang dicerminkan oleh waktu ancang-ancang atau Lead Time.

3. Sistem manajemen yang berupa ketidakhandalan pengelola dalam menyikapi permasalahan yang dicerminkan dengan faktor risiko yang mampu ditanggung.

Ketidakpastian yang dimaksudkan disini bukan bersifat acak tetapi dengan pola distribusi yang kemungkinan diketahui. Secara statistik fenomena probabilistik adalah fenomena yang dapat diprediksi parameter populasinya baik ekspektasi, variansi, maupun pola distribusi kemungkinannya. Kebijakan inventori dalam sistem inventori probabilistik meliputi penentuan operating stock dan safety stock. Secara operasional kebijakan inventori ini dijabarkan kedalam 3 keputusan, yaitu:

1. Menentukan besarnya ukuran lot pemesanan ekonomis (q0) 2. Menentukan saat pemesanan ulang dilakukan (r)

3. Menentukan besarnya cadangan pengaman (ss)

Cadangan pengaman yang telah tersedia dalam sistem inventori probabilistik tidak menjamin jika permintaan barang dapat selalu dipenuhi, karena kemungkinan

(8)

terjadinya kekurangan inventori masih bisa terjadi. Cara menentukan kebijakan inventori ini probabilistik dikenal dengan adanya 2 metode dasar, yaitu metode Q dan P. Bagian ini akan membahas kedua metode dasar tersebut dengan asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Permintaan barang bersifat probabilistik dengan distribusi kemungkinan diketahui.

2. Harga barang yang dipesan konstan dan tidak bergantung pada ukuran lot pemesanan serta waktu pemesanan.

3. Ongkos satuan simpan konstan dan tidak bergantung pada besarnya barang yang disimpan, ongkos pesan tetap untuk setiap kali pemesanan serta ongkos kekurangan barang sebanding dengan jumlah kekurangannya. 2.7.1 Metode Q (Continuous Review Method)

Menurut Bahagia (2006) yang menjelaskan bahwa permasalahan kebijakan inventori yang akan dipecahkan dengan model inventori probabilistik Q berkaitan dengan penentuan besarnya stok operasi (operating stock) dan cadangan pengamannya (safety stock). Secara prinsip model Q ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari model probabilistik sederhana, yaitu dengan menetapkan terlebih dahulu tingkat pelayanannya. Secara umum model Q ini memiliki karakteristik yakni ukuran lot pemesanannya konstan atau selalu tetap untuk setiap kali pemesanan dan pemesan dilakukan apabila jumlah inventori yang dimiliki telah mencapai suatu tingkat tertentu disebut titik pemesanan ulang.

Permintaan probablistik ini tidak tetap sedangkan ukuran lot pemesanan (qo) selalu tetap maka interval waktu antara saat pemesanan berubah-ubah. Dalam model Q ini kekurangan inventori hanya mungkin terjadi selama waktu ancang-ancang saja, karena itu cadangan pengaman yang diperlukan hanya digunakan untuk meredam fluktuasi kebutuhan selama waktu ancang-ancang yang tersedia. Penentuan besarnya cadangan pengaman akan dilakukan dengan mencari keseimbangan antara tingkat pelayanan dan ongkos inventori yang ditimbulkan. Adapun cara mengatasi kondisi kekurangan inventori dapat ditempuh melalui dua cara yakni:

(9)

1. Pemesanan ulang (back order), yaitu melakukan pemesanan darurat untuk memenuhi kekurangan yang ada, dimana ongkos yang ditimbulkan biasanya lebih mahal dari pemesanan normal.

2. Kehilangan penjualan (lost Sales), yaitu membiarkan pelanggan tidak terpenuhi pesanannya. Keadaan ini membuat pelanggan mencari barang di tempat lain.

Formulasi model Q dikembangkan berdasarkan sejumlah asumsi tertentu, asumsi yang digunakan pada inventori probabilistik model Q pada prinsipnya hampir sama dengan model inventori probabilistik sederhana kecuali pada masalah tingkat pelayanan. Tingkat pelayanan dalam inventori probabilistik sederhana ditetapkan sedangkan dalam model Q tingkat pelayanan akan dicari optimalisasinya. Selengkapnya asumsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Permintaan selama horison perencanaan bersifat probabilistik dan berdistribusi normal dengan rata-rata (D) dan deviasi standar.

2. Ukuran lot pemesanan (q0) konstan untuk setiap kali pemesanan, barang akan datang secara serentak dengan waktu ancang-ancang (L), pesanan dilakukan pada saat inventori mencapai titik pemesanan (r).

3. Harga barang (p) konstan baik terhadap kuantitas barang yang dipesan maupun waktunya.

4. Ongkos pesan (A) konstan untuk setiap kali pemesanan dan ongkos simpan (h) sebanding dengan harga barang dan waktu penyimpanan.

5. Ongkos kekurangan inventori sebanding dengan jumlah barang yang tidak dapat dilayani atau sebanding dengan waktu pelayanan.

Komponen model meliputi kriteria kinerja, variabel keputusan, dan parameter yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Kriteria kinerja menjadi fungsi tujuan dari model Q adalah meminimasi ongkos total persediaan selama horison perencanaan dengan mengoptimalkan tingkat pelayanan. Ongkos total persediaan dinyatakan sebagai berikut :

(10)

2. Variabel keputusan ada 2 yang terkait dalam penentuan kebijakan persediaan probabilistik model Q, yaitu:

1. Ukuran lot pemesanan untuk setiap kali melakukan pembelian(q0). 2. Saat pemesanan dilakukan (r) atau pemesanan ulang (reorder point). 3. Parameter yang digunakan dalam model Q ditentukan sesuai dengan kriteria

kinerja dan variabel keputusan yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Harga barang per unit (p)

2. Ongkos tiap kali pesan (A)

3. Ongkos simpan per unit per periode (h) 4. Ongkos kekurangan persediaan (Cu)

Berikut ini akan dirinci formulasi sehingga akan dapat ditentukan variabel- variabel keputusan yang akan dikendalikan, yaitu sebagai berikut:

1. Ongkos pembelian (Ob)

Ongkos beli barang (Ob) merupakan perkalian antara ekspektasi jumlah bahan yang dibeli (D) dengan harga bahan per unit (p) secara matematis dituliskan sebagai berikut:

Ob = D.p...(2.2) 2. Ongkos Pengadaan (Op)

Ongkos pengadaan per tahun (Op) bergantung pada besarnya ekspektasi frekuensi pemesanan (f) dan ongkos tiap kali melakukan pemesanan (A) secara matematis dapatdinyatakan sebagai berikut:

Op = f. A

Besarnya ekspektasi frekuensi pemesanan per tahun bergantung pada kebutuhan per tahun (D) dan besarnya ukuran lot pemesanan (q0) dapat dinyatakan sebagai berikut:

f =D

𝑞0

sehingga di dapat: Op =AD

(11)

3. Ongkos Simpan (Os)

Ongkos simpan per tahun (Os) bergantung pada ekspektasi jumlah inventori yang disimpan (m) dan ongkos simpan per unit per tahun (h), yang dapat dinyatakan sebagai berikut:

Os = h x m

Ongkos simpan per unit per tahun (h) merupakan fungsi dari harga bahan yang disimpan dan besarnya dinyatakan sebagai persentase (I) dan harga bahan (p)

h = I x p

jumlah inventori yang disimpan (m) adalah jumlah bahan yang ada digudang (s) dan setelah pesanan datang maka jumlah bahan akan sebesar (s + q0), dengan demikian steady stock inventory yang ada dalam gudang akan berfluktuasi antara s dan (s + q0), sehingga ekspektasi inventori yang ada (m) dapat dinyatakan:

m = 1

2 qo + s Jadi, Os = ( 1

2 qo + s)h ... (2.4) 1. Model Q Back Order

Formulasi model dan solusi berikut ini hanya berlaku bila kekurangan inventori diperlakukan dengan cara back order. Dalam hal ini pemakai mau menunggu barang yang diminta sampai dengan tersedia di gudang dan pengelola akan melakukan pemesanan darurat sebagai upaya memenuhi permintaan yang belum dapat dilayani.

1. Formulasi dan solusi Model

Hasil yang diperoleh dari subsitusi ke dalam OT. Jika kekurangan inventori diperlakukan dengan cara back order akan diperoleh:

OT = Ob + Op + Os + Ok OT = Dp +𝐴𝐷 𝑞0+ h ( 1 2 q0 +rDL) +cu 𝐷 𝑞0−(x-r)f(x)dx ... (2.5)

Untuk mencari nilai variabel keputusan optimal q0, r dan ss diperoleh dengan menggunakan prinsip optimasi, yaitu dengan memanfaatkan sifat konveksitas OT terhadap q0 dan r.

(12)

2. Solusi dengan Metode Hadley-Within

Menentukan nilai q0* dan r* dicari dengan cara iteratif. Terdapat beberapa cara yang tersedia, diantaramya seperti yang dikemukakan oleh Hadley-Within dimana nilai q0* dan r* diperoleh dengan cara sebagai berikut.

a. Hitung nilai q01* awal sama dengan nilai q0w* dengan formula Wilson.

q01*= q0w*= √2AD

h ... (2.6)

b. Berdasarkan nilai q01* yang diperoleh akan dapat dicari besarnya kemungkinan kekurangan inventori α dan selanjutnya dapat dihitung nilai r1* dengan menggunakan persamaan berikut.

α =hq01*

cuD ... (2.7)

c. Dengan diketahui r1* yang diperoleh akan dapat dihitung nilai q02* berdasarkan formula yang telah diperoleh yakni.

(x- r01*)f(x) = SL[f(Zα)-ZαΨ(Zα)] ... (2.8) d. Hitung kembali besarnya nilai α =hq02*

cuD dan nilai r2* dengan

menggunakan.

r2* = DL + Zα S√𝐿 ... (2.9) e. Bandingkan nilai r1* dan r2*, jika harga r2* relatif sama dengan r1* iterasi selesai dan akan diperoleh r* = r2* dan q0* = q2*. Jika tidak maka kembali kelangkah c dengan menggantikan nilai r1*= r2* dan q1* = q2*.

2. Model Q Lost Sale

Formulasi model dan solusi berikut ini hanya berlaku bila kekurangan inventori diperlakukan dengan cara lost Saless. Dalam hal ini pemakai tidak mau menunggu barang yang diminta sampai dengan tersedia di gudang. Pemakai akan pergi dan mencari barang kebutuhannya ditempat lain.

1. Formulasi dan solusi Model

Hasil yang diperoleh dari subsitusi ke dalam OT. Jika kekurangan inventori diperlakukan dengan cara lost Sales maka akan diperoleh:

(13)

OT = Dp +𝐴𝐷 𝑞0+ h ( 1 2 q0 +rDL) + ( 𝑐𝑢𝐷 𝑞0 + ℎ)−(x-r)f(x)dx ... (2.10)

Dengan cara yang sama pada kasus back order, variabel keputusan optimal akan dapat diperoleh dengan menggunakan prinsip optimasi.

2. Solusi dengan Metode Hadley-Within

Menentukan nilai q0* dan r* dicari dengan cara iteratif. Seperti pada kasus back order cara pencarian solusi q0* dan r* juga akan digunakan metode Hadley-Within dengan cara sebagai berikut.

a. Hitung nilai q01* awal sama dengan nilai q0w* dengan formula Wilson.

q01*= q0w*= √2AD

h ... (2.11)

b. Berdasarkan nilai q01* yang diperoleh akan dapat dicari besarnya kemungkinan kekurangan inventori α dan selanjutnya dapat dihitung nilai r1* dengan menggunakan persamaan berikut.

α = hq0

cuD+hq0 ... (2.12)

Selanjutnya nilai r1* dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut.

r1* = DL+ Zα S√𝐿 ... (2.13) c. Dengan diketahui r1* yang diperoleh akan dapat dihitung nilai q02*

berdasarkan formula yang telah diperoleh yakni.

(x- r01*)f(x) = SL[f(Zα)-ZαΨ(Zα)] ... (2.14) d. Hitung kembali besarnya nilai α dan nilai r2* dengan

menggunakan persamaan berikut.

r2* = DL + Zα S√𝐿 ... (2.15) e. Bandingkan nilai r1* dan r2*, jika harga r2* relatif sama dengan r1* iterasi selesai dan akan diperoleh r* = r2* dan q0* = q2*. Jika tidak maka kembali kelangkah c dengan menggantikan nilai r1*= r2* dan q1* = q2*.

(14)

2.7.2 Model P (Periodic Review Method)

Menurut Bahagia (2006), sistem pengendalian dengan model P adalah interval waktu antar pesanan tetap atau konstan dan ukuran lot pemesanan berubah. Sebagaimana pada model Q, permasalahan kebijakan persediaan yang akan dipecahkan dengan model P berkaitan dengan penentuan besarnya stok operasi yang harus disediakan dan cadangan pengamannya. Karakteristik kebijakan inventori model P ditandai oleh 2 hal mendasar yaitu sebagai berikut.

1. Pemesanan dilakukan menurut suatu selang interval waktu yang tetap (T).

2. Ukuran lot pemesanan (q0) besarnya merupakan selisih antara persediaan maksimum yang diinginkan (R) dengan persediaan yang ada pada saat pemesanan dilakukan (r).

Asumsi yang digunakan pada inventori probabilistik model P adalah sebagai berikut:

1. Permintaan selama horison perencanaan bersifat probabilistik dan berdistribusi normal dengan rata-rata D dan standar deviasi (S). 2. Waktu antar pemesanan konstan T untuk setiap kali pemesanan,

barang akan datang secara serentak dengan waktu ancang-ancang (L), pesanan dilakukan pada saat persediaan mencapai titik pemesanan (r). 3. Harga barang (p) konstan baik terhadap kuantitas barang yang dipesan

maupun waktu.

4. Ongkos pesan (A) konstan untuk setiap kali pemesanan dan ongkos simpan (h) sebanding dengan harga barang dan waktu penyimpanan. 5. Ongkos kekurangan persediaan (Cu) sebanding dengan jumlah barang

yang tidak dapat dilayani, atau sebanding dengan waktu (tidak tergantung pada jumlah kekurangan).

(15)

Komponen model meliputi kriteria kinerja, variabel keputusan, dan parameter yang dijelaskan sebagai berikut.

1. Kriteria kinerja menjadi fungsi tujuan dari model P sama dengan model Q adalah meminimasi ongkos total persediaan selama horison perencanaan dengan mengoptimalkan tingkat pelayanan. Ongkos total persediaan dinyatakan sebagai berikut:

OT = Ob + Op + Os + Ok ... (2.16) 2. Variabel keputusan ada 2 yang terkait dalam penentuan kebijakan

persediaan probabilistik model P, yaitu: 1. Periode waktu antar pemesanan (T)

2. Persediaan maksimum yang diharapkan (R)

3. Parameter yang digunakan dalam model Q ditentukan sesuai dengan kriteria kinerja dan variabel keputusan yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Harga barang per unit (p) 2. Ongkos tiap kali pesan (A)

3. Ongkos simpan per unit per periode (h) 4. Ongkos kekurangan persediaan (Cu)

Berdasarkan ekspektasi, ongkos inventori total terdiri dari komponen ongkos pembelian, ongkos pengadaan, ongkos simpan dan ongkos kekurangan inventori. Berikut ini akan dirinci formulasi sehingga akan dapat ditentukan variabel- variabel keputusan yang akan dikendalikan, yaitu sebagai berikut.

a. Ongkos pembelian (Ob)

Ongkos beli barang (Ob) merupakan perkalian antara ekspektasi jumlah bahan yang dibeli (D) dengan harga bahan per unit (p) secara matematis dituliskan sebagai berikut.

Ob = D x p ... (2.17) b. Ongkos Pengadaan (Op)

Ongkos pengadaan per tahun (Op) dapat dinyatakan ongkos tiap kali melakukan pemesanan (A) dan frekuensi pemesanan (f) secara

(16)

matematis dapat dinyatakan sebagai berikut.

Op = 𝐴𝑇 ... (2.18)

c. Ongkos Simpan (Os)

Ongkos simpan per tahun (Os) merupakan perkalian antara ekspetasi persediaan per tahun (m) dengan ongkos simpan per unit per tahun (h), yang dapat dinyatakan sebagai berikut: Os = m x h

1. Model P Back Order

Formulasi model dan solusi berikut ini hanya berlaku bila kekurangan inventori diperlakukan dengan cara back order. Dalam hal ini pemakai mau menunggu barang yang diminta sampai dengan tersedia di gudang.

1. Formulasi dan solusi Model

Hasil yang diperoleh dari disubsitusikan ke dalam OT dengan kekurangan inventori diperlakukan dengan cara back order maka akan diperoleh. OT = Ob + Op + Os + Ok OT = Dp + 𝐴 𝑇 + h (R - DL + 𝐷𝑇 2 ) + 𝐶𝑢 𝑇(z-R)f(z)dz ... (2.19)

Dari formulasi ongkos total OT pada persamaan nampak bahwa ada dua variabel keputusan yang akan ditentukan, yaitu T dan R. Untuk mencari nilai variabel keputusan optimal T, R. dan ss diperoleh dengan prinsip optimasi, yaitu dengan memanfaatkan sifat konveksitas OT terhadap T dan R, dengan demikian syarat agar OT minimal yaitu.

α = f(z)dz = 𝑇𝐻

(17)

2. Solusi dengan metode Hadley-Within

Menentukan nilai T* dan R* dilakukan dengan cara iteratif. Seperti pada model Q¸cara pencarian solusi T* dan R* juga akan menggunakan metode Hadley-Within dengan cara sebagai berikut. a. Hitung nilai T0.

T0 =√2A

Dh ... (2.21)

b. Hitung nilai α dan R. α =Th

Cu ... (2.22)

c. Hitung ongkos total dengan menggunakan persamaan (2.19). d. Ulangi mulai langkah b dengan mengubah T0 = T0 + ∆T0. Jika

hasil (OT)0 baru lebih besar dari (OT)0 awal, iterasi penambahan T0 dihentikan. Kemudian dicoba dengan itesari pengurangan (T0 = T0 - ∆T0) sampai ditemukan nilai T*= T0 yang memberikan nilai ongkos total (OT) minimal. Jika hasil (OT)0 baru lebih kecil dari (OT)0 awal, iterasi penambahan (T0 = T0 + ∆T0) dilanjutkan dan baru berhenti apabila (OT)0 baru lebih besar dari (OT)0 yang dihitung sebelumnya. Harga T0 yang akan memberikan ongkos total terkecil (OT*) merupakan selang waktu optimal.

2. model P Lost Sales

Formulasi model dan solusi berikut ini hanya berlaku bila kekurangan inventori diperlakukan sebagai lost Saless. Dalam hal ini pemakai tidak mau menunggu barang yang diminta sampai dengan tersedia di gudang.

1. Formulasi dan solusi Model

Formulasi model P kasus lost Saless dapat diperoleh dengan mensubstitusikan beberapa pesamaan ongkos sebelumnya dan diperoleh persamaan sebagai berikut.

(18)

OT = Ob + Op + Os + Ok OT = Dp + 𝐴 𝑇 + h (R - DL + 𝐷𝑇 2 ) +( 𝐶𝑢 𝑇+ h)(z-R)f(z)dz ... (2.23)

Mencari nilai variabel keputusan T dan R dilakukan dengan menggunakan prinsip optimasi, yaitu dengan memanfaatkan konveksitas OT terhadap T dan R maka dengan demikian syarat OT agar minimal adalah.

α = ℎ𝑇

ℎ𝑇+ 𝐶𝑢 ... (2.24)

2. Solusi dengan metode Hadley-Within

Menentukan nilai T* dan R* dilakukan dengan cara iteratif. Seperti pada model P back order¸cara pencarian solusi T* dan R* juga akan menggunakan metode Hadley-Within dengan cara sebagai berikut. a. Hitung nilai T0.

T0 =√2A

Dh ... (2.25)

b. Hitung nilai α dan R. α = hT

Cu + hT ... (2.26)

c. Hitung ongkos total dengan menggunakan persamaan (2.23). d. Ulangi mulai langkah b dengan mengubah T0 = T0 + ∆T0. Jika

hasil (OT)0 baru lebih besar dari (OT)0 awal, iterasi penambahan T0 dihentikan. Kemudian dicoba dengan itesari pengurangan (T0 = T0 - ∆T0) sampai ditemukan nilai T*= T0 yang memberikan nilai ongkos total (OT) minimal. Jika hasil (OT)0 baru lebih kecil dari (OT)0 awal, iterasi penambahan (T0 = T0 + ∆T0) dilanjutkan dan baru berhenti apabila (OT)0 baru lebih besar dari (OT)0 yang dihitung sebelumnya. Harga T0 yang akan memberikan ongkos total terkecil (OT*) merupakan selang waktu optimal.

(19)

2.7.3 Perbandingan model Q dan model P

Permintaan probablistik model Q tidak tetap sedangkan ukuran lot pemesanan (qo) selalu tetap maka interval waktu antara saat pemesanan berubah-ubah. Model Q ini kekurangan inventori hanya mungkin terjadi selama waktu ancang-ancang saja, berbeda dengan model P dimana pemesanan dilakukan menurut suatu selang interval waktu yang tetap dan ukuran lot pemesanan besarnya merupakan selisih antara persediaan maksimum yang diinginkan (R) dengan persediaan yang ada pada saat pemesanan dilakukan (r).

2.8 Uji Normalitas Kolmogorov smirnov

Uji normalitas dibuat untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Secara umum, data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal. Uji Kolmogorov Smirnov adalah pengujian normalitas yang banyak dipakai, terutama setelah adanya banyak program statistik yang beredar. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik. Uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 berarti terdapat. perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi di bawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal. Lebih lanjut, jika signifikansi di atas 0,05 maka berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara data yang akan diuji dengan data normal bahan-baku artinya berarti data yang kita uji normal.

2.9 Peramalan (Forecasting)

Menurut Sodikin (2012), peramalan merupakan aktivitas fungsi bisnis yang memperkirakan penjualan dan penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang tepat. Peramalan merupakan dugaan terhadap

(20)

permintaan yang akan datang berdasarkan pada beberapa variabel peramal, sering berdasarkan data deret waktu historis.

Kegiatan peramalan merupakan bagian integral dari pengambilan keputusan manajemen. Peramalan mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang belum pasti (intuitif). Peramalan memiliki sifat saling ketergantungan antar divisi atau bagian. Kesalahan dalam proyeksi penjualan akan mempengaruhi pada ramalan anggaran, pengeluaran operasi, arus kas, persediaan, dan sebagainya.

2.9.1 Metode Peramalan

Pemilihan teknik dan metode peramalan, peneliti atau analisa harus memilih teknik dan metode peramalan yang tepat untuk suatu masalah dan keadaan tertentu yang mereka hadapi. Ada enam faktor yang dapat mengidentifikasi sebagai teknik dan metode peramalan Sodikin (2012), yaitu sebagai berikut:

1. Horizon waktu. 2. Pola dari data. 3. Jenis dari mode. 4. Biaya.

5. Ketepatan.

6. Mudah dan tidaknya aplikasi.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih metode peramalan adalah item yang akan diramalkan, interaski situasi, dan waktu persiapan. Ditinjau dari segi proyeksi, peramalan secara teknis dikualifikasikan dalam dua cara yaitu peramalan kualitatif dan kuantitatif Sodikin (2012).

1. Peramalan kualitatif

a. Digunakan jika tidak tersedia data kuantitatif masa lalu karena alasan.

b. Data tidak tercatat.

c. Yang diramallkan adalah hal baru. d. Situasi telah berubah.

e. Situasi terbulen dan memerlukan human mind. f. Kesalahan peramalan tidak dapat diprediksi.

(21)

2. Peramalan kuantitatif

a. Metode kuantitatif dapat digunakan jika tersedia data kuantitatif masa lalu.

b. Dari data tersebut dicari pola hubungan yang ada.

c. Berangkat dari asumsi bahwa pola hubungan berlanjut terus pada masa yang akan datang.

d. Metode kuantitatif ini cocok dipakai pada kondisi yang stastis, jelas dan tidak memerlukan human mind.

Terdapat 4 metode peramalan yang dapat dipakai dalam waktu jangka pendek diantaranya adalah sebagai berikut.

1. Metode Double Moving Average

Secara umum prosedur metode rata-rata bergerak linier, secara umum dapat diterangkan melalui persamaan berikut.

S't=Xt+Xt-1+ ⋯ +Xt-N-1 N S''t=S't+S't-1+ S't-N+1 N at =S't+ (S't -S''t) bt = 2 N-1 (S't -S''t) Ft+m=at+bt . 𝑚

2. Metode Double Exponential Smoothing (Brown)

Dasar pemikiran dari pemulusan exponensial linier dari Brown adalah serupa dengan rata-rata bergerak linier karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsuretrend. Perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan pemulusan ganda ditambah pada nilai pemulusan tunggal dan disesuiakan untuk trend. Persamaan yang dipakai dlaam implementasi pemulusan exponensial linier satu parameter dari Brown ditunjukkan pada rumus-rumus dibawah ini.

S't=α . Xt+ (1 − 𝛼) . S't-1

S''t=α . S't+ (1 − 𝛼) . S''t-1 𝑎𝑡 = 𝑆′𝑡+ (𝑆′𝑡− 𝑆′′𝑡)

(22)

𝑏𝑡 = 𝛼

1 − 𝛼(𝑆′𝑡− 𝑆′′𝑡) 𝑓𝑡 = 𝑎𝑡−1+ 𝑏𝑡−1 . 𝑚

3. Metode Regresi Linier

Simple Regresi Linear adalah metode statistik yang berfungsi untuk menguji sejauh mana hubungan sebab akibat antara variabel faktor penyebab (X) terhadap variabel akibatnya. Faktor penyebab pada umumnya dilambangkan dengan X atau disebut juga dengan predictor sedangkan variabel akibat dilambangkan dengan Y atau disebut juga dengan response. Ditinjau secara teori adalah sebagai berikut.

Y= a + bx

Dimana a dan b adalah parameter – parameter tetap (tetapi tidak d ketahui), x diasumsikan sebagai suatu ukuran kesalahan. Ditinjau secara praktek adalah sebagai berikut.

Y= a + b + ei untuk i= 1, 2, ….n

Dimana a dan b adalah penaksir dan keduanya sekarang merupakan variable random, x tidak mungkin d ukur tanpa kesalahan, ei adalah kesalahan taksiran untuk observasi ke l dan merupakan variable random.

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses daur air terjadi beberapa perubahan wujud air, yaitu peristiwa berubahnya air dari wujud cair menjadi gas (menguap), wujud gas menjadi

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yaitu kinerja Keuangan yang diwakili dengan Debt to Equity Ratio (DER), Current Ratio (CR),

(kuis) sebanyak dua kali sebelum UTS dan dua kali sebelum UAS (rincian detailnya tercantum dalam rancangan pembelajaran semester (RPS). Kompetensi Softskill : Manajemen

12.Setelah melakukan percobaan tentang cahaya, peserta didik mampu membuat laporan hasil percobaan yang memanfaatkan sifat-sifat cahaya dan keterkaitannya dengan

Jumlah bagi hasil yang akan diperoleh oleh bank dipengaruhi oleh faktor jumlah penjualan atau pendapatan (revenue) dan juga biaya biaya yang dikeluarkan. Revenue

Saat AC sedang dalam keadaan mati, bukalah jendela agar udara segar dan cahaya matahari dapat menembus ruangan; (2) kurangi menyemprot pewangi ruangan yang mengandung

Lebih lanjut, Isnaini dan Suranto (2010:21) mengemukakan, lari sambung disebut juga dengan lari estafet. Pelaksanaan dalam lari sambung dilakukan oleh empat pelari dalam satu

Rekomendasi pengembangan zona lindung diperuntukkan sebagai lokasi wisata, jenis wisata minat khusus, yaitu penelusuran lorong Gua Urang.. Ornamen gua pada daerah mulut