144
PENERAPAN KOMBINASI PEMBELAJARAN LANGSUNG DAN
KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 2 KEBONAGUNG TAHUN
PELAJARAN 2018/2019
Ira RetnaniSMPN 2 Kebonagung iraretnani@gmail.com
Abstrak - Proses pembelajaran idealnya harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi sehingga memacu kreativitas dan prestasi. Matematika disajikan dengan proses yang tidak mendukung kemampuan siswa. Pembelajaran langsung dan kooperatif menjadi metode yang diharap mampu meningkatkan kemampuan siswa.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas IX E SMP Negeri 2 Kebonagung melalui penerapan kombinasi pembelajaran langsung dan kooperatif.
Rumusan masalahnya adalah bagaimana penerapan kombinasi pembelajaran langsung dan kooperatif dapat meningkatan aktivitas dan hasil hasil belajar siswa kelas IX E SMP Negeri 2 Kebonagung tahun pelajaran 2018/2019?
Metode dalam penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Tagart. Setiap siklus terdiri dari
planning, action, observation dan reflection. Dilaksanakan dua siklus masing-masing dengan 3 kali pertemuan. Pengumpulan data meliputi : data aktivitas guru dan siswa dengan instrumen dan rubrik observasi, data hasil belajar dengan instrumen alat tes tulis dan data dokumentasi.
Hasil penelitian yang dicapai adalah 1) Aktifitas siswa yang terdiri dari aspek tingkah laku rata-ratanya naik dari 41,41% pada siklus I menjadi 74,22% pada siklus II, aspek kognitif naik dari 18,75% pada siklus I menjadi 34,38% pada siklus II dan aspek ketertarikan meningkat dari 24,21% pada siklus I menjadi 58,33% pada siklus II, 2) Prestasi belajar jika dilihat berdasarkan skor dasar meningkat yaitu pada siklus I sebanyak 12,50 % siswa nilainya naik dari skor dasar, dan pada siklus II 53,15%, sedangkan dari ketuntasan belajar juga mengalami kenaikan dari 65,66% menjadi 87,50%.
Kata Kunci : Pembelajaran langsung, kooperatif, Hasil Belajar
145 PENDAHULUAN
Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses).
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa proses pembelajaran masih banyak yang berorientasi pada siswa. Pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih konvensional yang ditandai oleh strukturalistik dan mekanistik. Kelemahan yang lain, siswa bekerja secara individu dan berkompetisi untuk mendapatkan nilai terbaik untuk menyenangkan guru dengan segala macam cara dan hal tersebut dapat menimbulkan sifat-sifat individualis dan materialistis.
Siswa mendapatkan informasi yang terbatas, berusaha menemukan satu jawaban yang benar saja, hanya mengikuti langkah-langkah dan aturan seperti yang dicontohkan guru. Dalam penilaian, siswa dinilai menguasai materi matematika jika ia mampu mengingat dan mengaplikasikan aturan-aturan, langkah-langkah dan contoh-contoh seperti apa yang disampaikan gurunya, dan itu akan mengakibatkan pengurangan kreatifitas siswa.
Proses pembelajaran seperti di atas menyebabkan siswa pasif, aktifitas dan prestasi belajar yang rendah. Dari pengamatan awal menunjukkan bahwa rata-rata hanya 4 dari 32 anak atau sekitar 12,5 % yang aktif bertanya, menjawab pertanyaan maupun menyelesaikan tugas. Ketuntasan belajar klasikal hanya sekitar 62,5% atau hanya 20 anak. Permasalahan tersebut di duga karena model pembelajaran yang kurang sesuai dengan situasi maupun karakteristik siswa dan materi pembelajaran.
Belajar tidak hanya mengingat (Mohammad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2004:1). Untuk mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, siswa harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri dan bergulat dengan ide-ide. Tugas pendidikan tidak hanya menjejalkan sejumlah informasi, tetapi mengusahakan agar konsep-konsep penting dan berguna tertanam kuat serta membangun pengetahuan di dalam benak siswa sendiri.
Guru dapat membantu proses tersebut dengan cara mengajar yang relevan, memberi kesempatan untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa secara sadar menggunakan cara-cara mereka sendiri untuk belajar. Guru memberi siswa tangga untuk membantu
146
mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut.
Materi dalam pembelajaran matematika tidak semua untuk mengembangkan kemampuan ketrampilan sosial dan berfikir tingkat tinggi. Sesuai dengan sifat matematika sebagai dasar dan melayani ilmu pengetahuan lain seperti fisika, ada materi tertentu yang bersifat terstruktur dan prosedural yang memang harus dikuasai sebelum siswa mengembangkan keterampilan sosial dan berfikir tingkat tinggi tersebut.
Mohamad Nur (2005:15) menjelaskan bahwa keterampilan-keterampilan kognitif dan psikomotor merupakan dasar dibangunnya pembelajaran lebih lanjut (termasuk belajar bagaimana belajar). Jadi sebelum siswa menemukan konsep-konsep yang sulit, berfikir kritis, memecahkan masalah, atau menulis kreatif, pertama kali mereka harus menguasai keterampilan-keterampilan dan informasi dasar. Misalnya sebelum siswa dapat memperoleh dan memproses sejumlah besar informasi, mereka harus dapat menginterpretasikan dan menyajikan pesan tertulis dan pesan-pesan lisan, membuat catatan dan membuat rangkuman. Sebelum siswa dapat berfikir kritis, mereka harus dilatih keterampilan-keterampilan dasar yang berkaitan dengan logika.
Setiap bidang studi pada dasarnya harus belajar pengetahuan dasar sebelum pengetahuan lanjutan. Kenyataannya, perbedaan siswa berkinerja tinggi dan berkinerja rendah adalah bahwa siswa berkinerja tinggi telah menguasai ketrampilan-ketrampilan dasar tertentu sampai pada titik dimana mereka dapat melaksanakan ketrampilan-ketrampilan tersebut secara otomatis dengan tepat, meskipun dalam situasi baru atau batas waktu yang ketat.
Model pembelajaran langsung adalah sebuah model pembelajaran yang ditujukan untuk membantu siswa belajar pengetahuan dan ketrampilan dasar yang dapat diajarkan dengan cara langkah demi langkah. Pembelajaran langsung sebenarnya berbeda dengan pembelajaran ceramah, namun karena pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada guru, maka pembelajaran perlu dikelola sedemikian rupa, agar siswa lebih aktif, ketergantungan terhadap guru dapat diminimalisir dan akhirnya aktifitas siswa maupun prestasi belajar dapat ditingkatkan.
Pengelolaan tersebut terdiri dari beberapa aspek, dari individu ke kooperatif berpasangan, dari ceramah ke presentasi yang lebih bervariasi, melibatkan siswa dan ada interaksi antara guru dan siswa maupun antar siswa. Pengelolaan pembelajaran tersebut yang membedakan pembelajaran langsung dengan kombinasi pembelajaran langsung dan kooperatif.
147
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan aktifitas dan hasil belajar siswa kelas IX A SMP Negeri 2 Kebonagung melalui penerapan kombinasi pembelajaran langsung dan kooperatif.
KAJIAN PUSTAKA
Kombinasi pembelajaran disini merupakan kombinasi dari pembelajaran langsung dan pembelajaran kooperatif berpasangan.
a. Model Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran langsung itu dirancang untuk membelajarkan siswa tentang pengetahuan yang terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan langkah demi langkah (Mohamad Nur, 2005:17). Model ini mempunyai banyak penentang, meskipun demikian model ini merupakan suatu keharusan yang berada dalam koleksi model pembelajaran yang seharusnya dimiliki seorang guru. Hal tersebut tidak terlepas dari dua teori yang memberikan penalaran mengapa model ini tetap merupakan bagian dari sejumlah model pembelajaran yang dikembangkan dewasa ini. Dua teori tersebut yaitu :
1. Teori belajar perilaku yang menyebutkan manusia belajar dan bertindak dengan cara spesifik sebagai hasil bagaimana perilaku tertentu itu disemangati melalui penguatan. 2. Teori pembelajaran sosial, yang menyatakan bahwa banyak dari apa yang dipelajari
manusia berasal dari pengamatannya terhadap orang lain.
Model Pembelajaran Langsung dalam Materi Pelatihan Terintegrasi, Model-Model Pembelajaran (Direktorat PLP, 2005:9) terdiri dari beberapa fase :
a) mempersiapkan tujuan dan mempersiapkan siswa;
b) mendemontrasikan ketrampilan atau mempresentasikan pengetahuan c) membimbing pelatihan
d) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik e) memberikan latihan dan penerapan konsep
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif menurut Mohammad Nur (2005:1) merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Jadi modul tersebut dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari ketrampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks, dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lainnya.
148 Tujuan pembelajaran kooperatif adalah:
1. Untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik
2. Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang
3. Untuk mengembangkan ketrampilan sosial siswa.
Aktifitas siswa dalam proses pembelajaran merupakan segala bentuk kegiatan yang mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Aktivitas yang dimaksud merupakan aktifitas mental (intelektual-emosional) dan beberapa kektifan fisik. Faktor-faktor yang menentukan kadar keaktifan siswa diantaranya adalah partisipasi siswa dan tekanan pada upaya untuk mencapai tujuan efektif dalam proses pembelajaran (Dasar-Dasar Didaktik Dalam Pembelajaran, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2005:18).
Hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti terjadi perubahan beberapa pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang sedang belajar. Hal itu sesuai dengan pendapat Baharudin & Esa Nur Wahyuni (2007: 34) bahwa salah satu hasil belajar adalah adanya perubahan tingkah laku, yang biasanya berupa penguasaan terhadap keterampilan dan perubahan berupa sikap.
Model pembelajaran langsung sangat efektif untuk pembelajaran pada materi yang bersifat deklaratif dan prosedural. Dalam matematika materi tersebut antara lain melukis garis singgung, melukis sudut, operasi hitung bentuk aljabar, bangun ruang, menyelesaikan persamaan linier satu variabel maupun materi lain yang pembelajarannya selangkah demi selangkah. Materi tersebut sangat diperlukan sebagai prasyarat materi lain, misalnya menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun-bangun geometri.
Bagi guru hal tersebut juga untuk memudahkan presentasi (Mohamad Nur, 2005:32), yang disesuaikan dengan materi Bangun Ruang Sisi Lengkung sebagai berikut
149
Gambar 1 Alternatif rencana presentasi bangun ruang sisi lengkung
Sintak pembelajaran langsung sesuai dengan sintak dari Mohamad Nur (2004: 36) sebagai berikut :
Tabel 1 Sintak Pembelajaran Langsung
Fase Perilaku Guru
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru mengkomunikasikan garis besar tujuan pembelajaran tersebut, memberi informasi latar belakang, dan
menjelaskan mengapa pelajaran itu penting.
Mempersiapkan siswa untuk belajar Fase 2 Mempresentasikan
pengetahuan atau mendemonstrasi-kan ketrampilan
Guru mempresentasikan pengetahuan tersebut dengan benar atau
mendemonstrasikan ketrampilan langkah demi langkah.
Fase 3 Mengecek pemahaman Guru mengecek untuk memberi tahu Tanya jawab, menyuruh
siswa melanjutkan pengerjaan sesuai tugas
yang sudah disiapkan. Jaring-jaring Tabung dan
Kerucut
Luas Tabung, Kerucut dan Bola
Volume Tabung, Kerucut dan Bola
Bagian-bagian Tabung, Kerucut dan Bola
Materi Prasyarat: 1. Garis dan sudut 2. Bangun datar meliputi
150
Fase Perilaku Guru
atau memberi umpan balik
apakah siswa melakukan tugas dengan benar dan memberi umpan balik. Fase 4 Memberi latihan lanjutan
dan transfer
( latihan terbimbing)
Guru mempersiapkan kondisi untuk latihan lanjutan dengan memusatkan perhatian pada transfer ketrampilan tersebut ke situasi-situasi lebih kompleks.
Guru masih yang banyak mengajar secara klasikal (ceramah), sehingga pelajaran tidak menarik yang berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa. Oleh karena itu guru harus mengubah pola pembelajaran dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif menemukan konsep-konsep secara mandiri. Ini bisa dilakukan jika guru memfasilitasi siswanya untuk belajar secara kelompok, menggunakan berbagai media belajar, penataan ruang kelas yang variatif dan menggunakan berbagai pendekatan pembelajaran yang sesuai.
Berdasarkan pemikiran tersebut, dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
Desain Penelitian ini menggunakan model Kemmis dan Tagart. Dalam model komponen tindakan (acting) dan pengamatan (observing) dijadikan menjadi satu kesatuan. Menurut Kemmis & Tagart dalam Materi Pelatihan Terintegrasi, Penelitian Tindakan Kelas (Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2005:11), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya.
Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Rendah
Penerapan Pembelajaran langsung dan kooperatif
dalam Pembelajaran Matematika
Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Meningkat
Penerapan Kombinasi Pembelajaran Langsung dan
Kooperatif pada Materi Tabung, Kerucut dan Bola
151
Setiap siklus terdiri dari planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam model ini komponen tindakan (acting) dan pengamatan (observing) dijadikan menjadi satu kesatuan, karena pada kenyataanya kedua komponen tersebut merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam satu kesatuan waktu. Begitu suatu kegiatan berlangsung observasi harus dilakukan pada saat yang sama.
Penelitian yang dilaksanakan di kelas IX A SMP Negeri 2 Kebonagung ini dibantu oleh kolaborator dengan peserta didik sejumlah 32 orang. Penelitian ini dilaksanakan dua siklus dengan 3 kali pertemuan pada siklus pertama dan 3 kali pertemuan pada siklus kedua. Dan setelah selesai satu siklus siswa diberikan tes, untuk pengambilan data hasil belajar. Nilai tersebut akan dibandingkan ulangan harian sebelum tindakan. Sedangkan untuk data aktifitas siswa diambil melalui pengamatan selama pembelajaran.
Pengumpulan data dilaksanakan pada setiap siklus yang meliputi : data aktivitas guru setiap pertemuan dengan instrumen dan rubrik observasi guru, data aktivitas siswa dengan instrumen dan rubrik observasi siswa, data hasil belajar dengan instrumen seperangkat alat tes tulis dan data dokumentasi seperti foto kegiatan maupun hasil kerja siswa. Selain itu untuk hal-hal yang belum terjaring pada instrumen juga diperlukan data yang diperoleh dari catatan lapangan.
Pengolahan data menggunakan analisis kuantitatif diskriptif dengan presentase untuk data hasil belajar yang diambilkan dari data hasil ulangan per siklus dan data analisis kualitatif model alir yang meliputi : (1) reduksi data (2) analisis data (3) penarikan kesimpulan untuk data aktivitas siswa. Untuk data pengamatan aktifitas siswa setelah pengamatan pada siklus I, data direkapitulasi kemudian dijumlahkan dan diambil presentase dari tiap aspek.
PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan Aktivitas, Hasil Belajar Siswa dan Keterlaksanaan Pembelajaran Pada Siklus I
a. Hasil Pengamatan Aktifitas Siswa
152
Aktifitas Jumlah
Siswa Presentase
Aspek Tingkah laku
1 Memperhatikan penjelasan guru 21 67,74%
2 Siswa aktif berdiskusi dengan pasangannya 10 32,26% 3
Membetulkan dan memperbaiki jawaban yang
keliru dengan segera 12 38,71%
4 Mencatat apa yang telah dipelajari 9 29,03%
Rata-rata - 41,94%
Aspek Kognitif
1 Berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan
guru 7 22,58%
2 Mengajukan pertanyaan kepada siswa lain
atau guru 3 9,68%
3 Mengemukakan ide-idenya 8 25,81%
Rata-rata - 19,36%
Aspek Ketertarikan
1 Menunjukkan sikap ingin tahu 8 25,80%
2 Berusaha secepatnya menyelesaikan tugas
yang diberikan guru 20 64,52%
3 Mau berfikir dan tidak putus asa untuk
mencari jawaban lewat buku atau teman 3 9,68%
153
Berdasarkan pengamatan dalam proses pembelajaran siklus I di atas menunjukkan rata-rata aspek tingkah laku 41,94%, aspek kognitif hanya sekitar 19,36% dan aspek ketertarikan sebesar 33,33%.
b. Hasil Pengamatan Hasil Belajar Siswa
Dengan selesainya siklus I, pada pertemuan berikutnya diberikan ulangan harian sikus I, uraian hasil belajar siswa ditunjukkan pada tabel berikut :
Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Pada Siklus I
No Kriteria Jumlah % (pembulatan)
1. Nilai turun dari skor dasar 20 62,50 2. Nilai tetap dari skor dasar 8 25,00 3. Nilai naik dari skor dasar 4 12,50
4. Ketuntasan belajar 21 65,63
Tabel di atas menunjukkan ada 4 atau 12,50 % siswa yang nilainya naik dari skor dasar, justru 20 siswa atau 62,50 % yang nilainya turun. Hal tersebut kemungkinan karena bobot materi yang lebih tingi dari Kompetensi Dasar sebelumnya saat pengambilan nilai skor dasar. Hal tersebut juga bisa dilihat dari ketuntasan belajar yang mencapai 65,63%. turun sedikit dari Kompetensi Dasar sebelumnya sebesar 68,75%. c. Keterlaksanaan Proses Pembelajaran
Keterlaksanaan pembelajaran dirangkum dalam tabel berikut : Tabel 4. Keterlaksanaan Proses Pembelajaran Pada Siklus I
Fase
Penilaian
Rata-rata Kategori
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa 2.00 Cukup Baik Mempresentasikan pengetahuan atau
mendemonstrasikan ketrampilan 2.33 Baik Mengecek pemahaman atau memberi umpan
154 Fase
Penilaian
Rata-rata Kategori
Memberi latihan lanjutan dan transfer 2.00 Cukup Baik
Dari tabel di atas nampak bahwa dalam melaksanakan pembelajaran dalam tiga pertemuan Siklus I guru memperoleh nilai Cukup Baik untuk fase 1, fase III dan fase IV sedangkan fase II memperoleh nilai baik. Dari penilaian kolaborator ini, keterlaksanaan pembelajaran oleh guru nampaknya belum sesuai dengan yang diharapkan, walaupun pada umumnya pembelajaran berlangsung dengan baik (semua fase terlaksana) namun banyak hal yang dapat dilakukan guru lebih baik lagi misal dalam menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa guru yang hanya cenderung fokus ke materi pelajaran, lebih aktif membantu siswa dalam latihan terbimbing dan lain sebagainya.
2. Hasil pengamatan Aktivitas Siswa dan Keterlaksanaan Pembelajaran Pada Siklus 2
a. Hasil Pengamatan Aktifitas Siswa Pada Siklus 2
Hasil pengamatan aktivitas siswa pada siklus II disajikan dalam tabel data sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Pengamatan Aktifitas Siswa Pada Siklus II
Aktifitas Jumlah
Siswa Presentase
Aspek Tingkah Laku
1 Memperhatikan penjelasan guru 29 93,55%
2 Siswa aktif berdiskusi dengan pasangannya 28 90,32% 3
Membetulkan dan memperbaiki jawaban yang
keliru dengan segera 20 64,52%
4 Mencatat apa yang telah dipelajari 18 58,06%
Rata-rata - 76,61%
155
Aktifitas Jumlah
Siswa Presentase
1 Berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan
guru 11 35,48%
2 Mengajukan pertanyaan kepada siswa lain atau
guru 9 29,03%
3 Mengemukakan ide-idenya 13 41,94%
Rata-rata - 35,48%
Aspek Ketertarikan
1 Menunjukkan sikap ingin tahu 16 50,00%
2 Berusaha secepatnya menyelesaikan tugas yang
diberikan guru 28 87,50%
3 Mau berfikir dan tidak putus asa untuk mencari
jawaban lewat buku atau teman 12 37,50%
Rata-rata - 58,33%
Hasil pengamatan dalam poses pembelajaran siklus II di atas menunjukkan rata-rata aspek tingkah laku 74,22%, aspek kognitif hanya sekitar 34,38% dan aspek ketertarikan sebesar 58,33%. Aspek kognitif mempunyai rata-rata paling rendah, sedangkan aspek tingkah laku mempunyai presentase paling tinggi.
b. Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II
Setelah siklus II berakhir diberikan ulangan harian, uraian hasil belajar siswa ditunjukkan pada tabel berikut :
156
No Kriteria Jumlah %
(pembulatan)
1. Nilai turun dari skor dasar 4 12,50 2. Nilai tetap dari skor dasar 11 34,38 3. Nilai naik dari skor dasar 17 53,13
4. Ketuntasan belajar 28 87,50
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 17 siswa atau 53,13 % yang nilainya naik dari skor dasar, 4 siswa atau 12,50 % yang nilainya turun. Ketuntasan belajar mencapai 87,50%. Dari tabel hasil belajar di atas menunjukkan bahwa secara klasikal siswa telah tuntas belajar.
c. Keterlaksanaan Proses Pembelajaran
Keterlaksanaan pembelajaran disajikan dalam tabel berikut : Tabel 7. Keterlaksanaan Proses Pembelajaran pada Siklus II
Fase Penilaian
Rata-rata Kategori Menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa 2.67 Baik
Mempresentasikan pengetahuan atau
mendemonstrasikan ketrampilan 2.67 Baik Mengecek pemahaman atau memberi umpan
balik 2.67
Baik Memberi latihan lanjutan dan transfer
2.00
Cukup Baik
Dari tabel di atas nampak bahwa dalam melaksanakan pembelajaran dalam tiga pertemuan Siklus II guru memperoleh nilai baik untuk fase 1, fase II dan fase III, sedangkan fase IV memperoleh nilai cukup baik. Dari penilaian kolaborator ini, keterlaksanaan pembelajaran oleh guru nampaknya berusaha mengelola pembelajaran lebih baik berdasarkan hasil refleksi siklus I sesuai dengan yang diharapkan, walaupun pada umumnya pembelajaran berlangsung dengan baik (semua fase terlaksana) namun banyak hal yang dapat dilakukan guru lebih baik lagi misal dalam menyampaikan
157
tujuan dan memotivasi siswa, guru mengaitkan kehidupan sehari-hari dan tidak hanya fokus kepada materi pelajaran. Hal tersebut membuat siswa lebih menerima dan menyerap karena merupakan hal yang memang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga guru nampak lebih aktif membantu siswa dalam latihan terbimbing, lebih terfokus dalam menjawab pertanyaan siswa, dan lebih banyak memberi kesempatan siswa untuk bertanya.
Dari hasil pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran dari siklus I sampai siklus II dirangkum dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 8. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Tiap Siklus
Aktifitas
Siklus I Siklus II
Jml % Jml %
Aspek Tingkah Laku
1 Memperhatikan penjelasan guru 22 68,75% 29 90,63% 2 Siswa aktif berdiskusi dengan pasangannya 10 31,25% 28 87,50% 3
Membetulkan dan memperbaiki jawaban
yang keliru dengan segera 12 37,50% 20 62,50% 4 Mencatat apa yang telah dipelajari 9 28,13% 18 56,25%
Rata-rata - 41,41% - 74,22%
Aspek Kognitif
1 Berusaha menjawab pertanyaan yang
diajukan guru 7 21,88% 11 34,38%
2 Mengajukan pertanyaan kepada siswa lain
atau guru 3 9,38% 9 28,13%
3 Mengemukakan ide-idenya 8 25,00% 13 40,63%
158 Aktifitas
Siklus I Siklus II
Jml % Jml %
Aspek Ketertarikan
1 Menunjukkan sikap ingin tahu 8 25,00% 16 50,00% 2 Berusaha secepatnya menyelesaikan tugas
yang diberikan guru 20 62,50% 28 87,50%
3 Mau berfikir dan tidak putus asa untuk
mencari jawaban lewat buku atau teman 3 9,38% 12 37,50%
Rata-rata - 24,21% - 58,33%
Hasil pengamatan dalam proses pembelajaran siklus I dan siklus II diatas menunjukkan peningkatan rata-rata aspek. Aspek tingkah laku rata-ratanya naik dari 41,41% meningkat dengan signifikan menjadi 74,22%, aspek kognitif meningkat tidak begitu tinggi dari 18,75% menjadi 34,38% dan aspek ketertarikan meningkat dari 24,21% menjadi 58,33%. Aspek tingkah laku meningkat signifikan karena memang pembelajaran langsung dengan pengelolaan yang baik (pemberian penghargaan misalnya bagi yang berperilaku positif) akan memberikan penguatan tingkah laku yang positif pada siswa (Mohamad Nur, 2005:20)
Tabel di atas dapat ditunjukkan dalam grafik sebagai berikut :
Grafik 1 Peningkatan Aktifitas Siswa dari Siklus I ke Siklus II 0 10 20 30 40 50 60 70 80 ASPEK TINGKAH LAKU
ASPEK KOGNITIF ASPEK KETERTARIKAN
SIKLUS I SIKLUS II
159
Hasil belajar pada materi sebelum tindakan dan sesudah tindakan ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 9. Hasil Belajar Siswa Tiap Siklus
No Kriteria
Siklus I Siklus II
Jumlah % Jumlah %
1. Nilai turun dari skor dasar 20 62,50 4 12,50 2. Nilai tetap dari skor dasar 8 25,00 11 34,38 3. Nilai naik dari skor dasar 4 12,50 17 53,13 4. Ketuntasan belajar 21 65,63 28 87,50
Dari tabel di atas nampak bahwa pada siklus I sebanyak 12,50 % siswa nilainya naik dari skor dasar, dan pada siklus II 53,13% , berarti ada kenaikan sebesar 40,63%. Hal ini diduga karena siswa telah mempunyai dasar-dasar yang baik untuk mengembangkan pengetahuan atau ketrampilan yang telah mereka pelajari. Sedangkan ketuntasan belajar yang mengalami kenaikan dari 65,63% menjadi 87,50%.
Tabel di atas dapat ditunjukkan dalam grafik sebagai berikut :
Grafik 2 Peningkatan Hasil Belajar Siswa Siklus I ke Siklus II 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Nilai turun dari skor dasar
Nilai tetap dari skor dasar
Nilai naik dari skor dasar
Ketuntasan belajar
SIKLUS I SIKLUS II
160
Rekapitulasi keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I dan II, dirangkum dalam tabel berikut :
Tabel 10. Keterlaksanaan Proses Pembelajaran Tiap Siklus Fase
Penilaian Siklus I Penilaian Siklus II
Rerata Kategori Rerata Kategori
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa 2.00 Cukup Baik 2.67 Baik Mempresentasikan pengetahuan atau mendemonstrasikan ketrampilan 2.33 Baik 2.67 Baik
Mengecek pemahaman atau
memberi umpan balik 2.00
Cukup
Baik 2.67
Baik Memberi latihan lanjutan dan
transfer 2.00
Cukup
Baik 2.00
Cukup Baik
Tabel pengamatan kolaborator di atas menunjukkan bahwa pada tiap fase kombinasi pembelajaran langsung dan kooperatif, dalam melaksanakan pembelajaran dari Siklus I ke Siklus II, ada peningkatan pengelolaan pembelajaran maupun aktifitas guru, kecuali memberi latihan lanjutan dan transfer. Berdasarkan lembar instrumen pengamatan keterlaksanaan pembelajaran terlihat bahwa untuk menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa guru bukan hanya terfokus pada materi, namun juga dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Guru berupaya dalam mempresentasikan pengetahuan atau mendemonstrasikan ketrampilan, lebih banyak melibatkan siswa, menggunakan contoh dan non contoh, menunjukkan pada materi yang lebih dipahami siswa, dan lebih banyak tanya jawab. Mengecek pemahaman atau memberi umpan balik dan memberi latihan lanjutan dan transfer guru lebih sering berkeliling mengecek dari bangku ke bangku dan melayani pertanyaan siswa yang di bahas secara langsung baik perkelompok, klasikal, maupun per individu, namun dari catatan observer guru nampak kurang sabar untuk menunggu siswa berfikir atau menyelesaikan latihan soal yang diberikan guru. Guru sebaiknya lebih memberi kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan soal secara mandiri, karena tiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda.
Indikator keberhasilan tindakan telah tercapai berdasarkan paparan di atas yakni aktifitas siswa ada peningkatan lebih dari 15% pada tiap-tiap aspek, sudah lebih dari 50%
161
nilai tes siswa meningkat dari skor dasar, dan ketuntasan belajar telah mencapai lebih dari 85% (85% dari siswa memperoleh nilai diatas kriteria ketuntasan minimal).
SIMPULAN
Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa kombinasi pembelajaran langsung dan kooperatif dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Hal ini dapat dilihat dari hasil paparan data sebagai berikut :
1. Aktifitas siswa yang terdiri dari aspek tingkah laku rata-ratanya naik dari 41,41% pada siklus I menjadi 74,22% pada siklus II, aspek kognitif naik dari 18,75% pada siklus I menjadi 34,38% pada siklus II dan aspek ketertarikan meningkat dari 24,21% pada siklus I menjadi 58,33% pada siklus II.
2. Prestasi belajar jika dilihat berdasarkan skor dasar meningkat yaitu pada siklus I sebanyak 12,50 % siswa nilainya naik dari skor dasar, dan pada siklus II 53,15%, sedangkan dari ketuntasan belajar juga mengalami kenaikan dari 65,66% menjadi 87,50%.
DAFTAR PUSTAKA
Baharudin & Esa Nur Wahyuni, 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta : Depdiknas
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2005. Buku 3 Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika,
Dasar-Dasar Didaktik Dalam Pembelajaran. Jakarta : Depdiknas
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2005. Buku 3 Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika,
Model Model Pembelajaran Matematika. Jakarta : Depdiknas
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2005. Buku 3 Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika, Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Depdiknas
Mohamad Nur, 2005 . Guru Yang Berhasil Dan Model Pembelajaran Langsung. Surabaya : LPMP Jawa Timur
Mohammad Nur & Prima Retno Wikandari , 2004 . Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan Pendekatan Kontruktivitas Dalam Pengajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya .